Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
dislokasi
DISLOKASI
1. PENDAHULUAN
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungi
beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga
berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk
kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh
kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau
benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan
oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir
(kongenital).
2. Definisi
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi)
(Brunner & Suddarth)
Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
(Arif Mansyur, dkk. 2000)
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di
sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.
( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138)
Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
DISLOKASI
PENGERTIAN
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang
Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi
yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha).
Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri.
Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
KLASIFIKASI
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan
akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang
minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung
tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
ETIOLOGI
jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling
sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau
prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan
mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima
pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan
memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya
KOMPLIKASI
Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama
pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher
glenoid
3) Kelemahan otot
PENATALAKSANAAN
Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.¬
Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.¬
Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi
stabil.¬
Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk
PENGKAJIAN
Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat
DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
INTERVENSI
Dx 1
Dx 2
Dx. 3
Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien¬
Dx 4
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Askep Dislokasi
3 Votes
DISLOKASI
PENGERTIAN
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat
yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya
kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
(paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga
terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
KLASIFIKASI
1. Dislokasi congenital :
2. Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma
yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar
sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan
tarikan.
ETIOLOGI
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang
beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain
sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek
hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan
luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi
da bawah karakoid).
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima
pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan
memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput
KOMPLIKASI
Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
PENATALAKSANAAN
¬ Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi
berat.
¬ Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
¬ Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam
posisi stabil.
¬ Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang
PENGKAJIAN
¬ Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu
DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
INTERVENSI
Dx 1
Dx 2
Dx. 3
¬ Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
Dx 4
Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang
mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya
lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis
dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Bagaimana patah tulang itu terjadi ?
a. Trauma (benturan)
Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:
- Benturan langsung
- Benturan tidak langsung
b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur (patah tulang) yang
kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer
maupun penari.
Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi
patah tulang di daerah tertentu.
c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia
Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka dengan energi
kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan
fraktur.
Bagaimana Mengetahui Adanya Patah Tulang
1. Riwayat: Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang diikuti pengurangan
kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang
mengalami trauma (tekanan).
2. Pemeriksaan:
Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-hal dibawah ini:
1. DRABC
2. Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka
3. Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur
4. Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai
5. Tangani dengan hati-hati
6. Observasi dan atasi syok bila perlu
7. Segera cari pertolongan medis
Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera. Tetapi situasi yang
memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung dan cedera kritis yang multipel harus ditangani
terlebih dahulu.
Prioritas dalam menangani fraktur:
1. fraktur spinal;
2. fraktur tulang kepala dan tulang rusuk;
3. fraktur extremitas
Perhatian:
Dalam menangani fraktur, jangan hanya terpaku pada frakturnya saja tetapi selalu mulai dengan DRABCH
dan lakukan monitoring secara periodik.
Dan selalu ingat jika Anda tidak terlatih dan tidak berpengalaman jangan melakukan reposisi baik pada
fraktur mapun pada dislokasi.
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus
memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika
yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan
proximalnya.
Tipe-tipe bidai:
1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang keras.
2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan
yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang
yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang
yang patah menyatu.
Prinsip Pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau
tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.
Syarat Pembidaian
1. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang
tidak sakit;
2. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
3. Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;
4. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
5. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
6. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.
PEMBALUTAN
Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu kencang sehingga
mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha untuk mencegah pergesekan dan
ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan.
Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah
mengalami cedera, pengikatan dilakukan di depan dan diantara bagian yang cedera.
Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang akibat
pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut
dan pergelangan kaki jika diperlukan.
Cara Imobilisasi Fraktur
Dengan Pembalut
Gunakan pembalut lebar bila ada;
Dengan Bidai
1. Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung tulang
yang patah;
2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai;
3. Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus cukup kuat
pada daerah yang sehat.
25 January 2010
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang
mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya
lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis
a. Trauma (benturan)
- Benturan langsung
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur (patah tulang) yang
kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer
maupun penari.
Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi
Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka dengan energi
kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan
fraktur.
1. Riwayat: Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang diikuti pengurangan
kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang
2. Pemeriksaan:
Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-hal dibawah ini:
2. Adanya Deformitas seperti Angulasi (membentuk sudut) atau; Rotasi (memutar)dan Pemendekan
4. Pembengkakan
Perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat sehingga penolong dapat merasakan perbedaannya. Rabalah
dengan hati-hati !
b. Adanya crepitasi (suara dan sensasi berkeretak) pada perabaan yang sedikit kuat;
Perhatian:
Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi crepitasi atau gerakan abnormal, misal
3. Gerakan
Aktif: Adalah pemeriksaan gerakan dimana anda meminta korban menggerakkan bagian yang cedera.
dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu akibat nyeri karena adanya fraktur atau akibat kerusakan
saraf yang mempersarafi bagian tersebut (ini diakibatkan oleh karena patahan tulang merusak saraf
tersebut).
§ Pemeriksaan Komplikasi
3. Selain itu pada bagian yang mengalami fraktur, otot-otot disekitarnya mengalami spasme
DISLOKASI
Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha).
Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri.
Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
PEMBIDAIAN
Prinsip Pertolongan
2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitarnya
1. DRABC
Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera. Tetapi situasi yang
memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung dan cedera kritis yang multipel harus ditangani
terlebih dahulu.
1. fraktur spinal;
3. fraktur extremitas
Perhatian:
Dalam menangani fraktur, jangan hanya terpaku pada frakturnya saja tetapi selalu mulai dengan DRABCH
Dan selalu ingat jika Anda tidak terlatih dan tidak berpengalaman jangan melakukan reposisi baik pada
Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus
memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika
yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan
proximalnya.
Tipe-tipe bidai:
1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang keras.
2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan
yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang
yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang
Prinsip Pembidaian
b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau
Syarat Pembidaian
1. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang
tidak sakit;
2. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
4. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
6. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.
4. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan perhatikan
PEMBALUTAN
Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu kencang sehingga
mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha untuk mencegah pergesekan dan
ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan.
Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah
mengalami cedera, pengikatan dilakukan di depan dan diantara bagian yang cedera.
Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang akibat
pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut
Dengan Pembalut
2. Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup memfixasi
Dengan Bidai
1. Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung tulang yang
patah;
2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai;
3. Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus cukup kuat
Disusun Oleh
Kelompok III
EDY SUPARDI
SRI MELATI
SURIYANTI
ABD. RAHMAN
SUPARLANG
SARTIKA
MARDIANA
A. DEFINISI
Fraktur adalah pemisahan atau robekan pada kontinuitas
tulang yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada
tulang dan tulang tidak mampu untuk menahannya.
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 :
144).
Fraktur atau umumnya patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
(Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu
tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari,
2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(Mansjoer, 2000 : 42).
B. ETIOLOGI
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367)
adalah :
a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker,
osteophorosis)
c. Patah karena letih
d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena
berjalan terlalu jauh.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
a. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin
D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.
Etiologi Fraktur ada dua jenis, yaitu :
1. Trauma langsung, yaitu : fraktur yang terjadi karena mendapat
rudapaksa, misalnya benturan atau pukulan yang
mengakibatkan patah tulang.
2. Trauma tidak langsung, yaitu : bila fraktur terjadi, bagian tulang
mendapat rudapaksa dan mengakibatkan fraktur lain disekitar
bagian yang mendapat rudapaksa tersebut dan juga karena
penyakit primer seperti osteoporosis dan osteosarkoma.
Dari etiologi yang dapat menyebabkan fraktur dibagi menjadi
dua yaitu fraktur tertutup dan frkatur terbuka. Pada fraktur tertutup
akan terjadi kerusakan pada kanalis havers dan jaringan lunak
diarea fraktur, akibat kerusakan jaringan tersebut akan terbentuk
bekuan darah dan benang-benang fibrin serta hematoma yang akan
membentuk jaringan nekrosis. Maka terjadilah respon informasi
informasi fibroblast dan kapiler-kapiler baru tumbuh dan
membentuk jaringan granulasi. Pada bagian ujung periosteum-
periosteum, endeosteum dan sumsum tulang akan mensuplai
osteoblast, kemudian osteoblast berproliferasi membentuk
fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa.
Selanjutnya akan dibentuk fiber-fiber kartilago dan matriks tulang
yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang rusak,
sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat sampai terbentuknya
jaringan granulasi.
Sedangkan pada fraktur terbuka terjadi robekan pada kulit
dan pembuluh darah, maka terjadilah perdarahan, darah akan
banyak keluar dari ekstra vaskuler dan terjadilah syok hipovolemik,
yang ditandai dengan penurunan tekanan darah atau hipotensi syok
hipovolemik juga dapt menyebabkan cardiac output menurun dan
terjadilah hipoksia. Karena hipoksia inilah respon tubuh akan
membentuk metabolisme an aerob adalah asam laktat, maka bila
terjadi metabolisme an aerob maka asam laktat dalam tubuh akan
meningkat.
C. PATOFISIOLOGI
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long,
1996 : 356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur
bumper mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot
misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 :
2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy
konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan
pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka,
fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi
internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang
disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi,
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang
dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan
lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong
atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).
Penyimpangan KDM
D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :
1) Fraktur tertutup
Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap
utuh disekitar fraktur tidak menonjol keluar dari kulit.
2) Fraktur terbuka
Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka
tersebut menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka
biasanya potensial untuk terjadinya infeksi, luka terbuka ini
dibagi menurut gradenya.
Grade I : luka bersih, kurang dari 1 Cm.
Grade II : luka lebih luas disertai luka memar pada kulit dan otot.
Grade III : paling parah dengan perluasan kerusakan jaringan
lunak terjadi pula kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf.
3) Fraktur komplit
Pada fraktur ini garis fraktur menonjol atau melingkari tulang
periosteum terganggu sepenuhnya.
4) Fraktur inkomplit
Garis fraktur memanjang ditengah tulang, pada keadaan
ini tulang tidak terganggu sepenuhnya.
5) Fraktur displaced
Fragmen tulang terpisah dari garis fraktur.
6) Fraktur Comminuted
Fraktur yang terjadi lebih dari satu garis fraktur, dan
fragmen tulang hancur menjadi beberapa bagian (remuk).
7) Fraktur impacted atau fraktur compressi
Tulang saling tindih satu dengan yang lainnya.
8) Fraktur Patologis
Fraktur yang terjadi karena gangguan pada tulang serta
osteoporosis atau tumor.
9) Fraktur greenstick
Pada fraktur ini sisi tulang fraktur dan sisi tulang lain bengkak.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri tekan : karena adanya kerusakan syaraf dan pembuluh
darah.
2. Bengkak dikarenakan tidak lancarnya aliran darah ke jaringan.
3. Krepitus yaitu rasa gemetar ketika ujung tulang bergeser.
4. Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi
memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang
menarik patahan tulang.
5. Gerakan abnormal, disebabkan karena bagian gerakan menjadi
tidak normal disebabkan tidak tetapnya tulang karena fraktur.
6. Fungsiolaesa/paralysis karena rusaknya syaraf serta pembuluh
darah.
7. Memar karena perdarahan subkutan.
8. Spasme otot pada daerah luka atau fraktur terjadi kontraksi pada
otot-otot involunter.
9. Gangguan sensasi (mati rasa) dapat terjadi karena kerusakan
syaraf atau tertekan oleh cedera, perdarahan atau fragmen
tulang.
10. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
11. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang
dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
12. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
F. KOMPLIKASI
- Malunion : Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi,
perpendekan/rotasi)
- Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang lebih
dari normal.
- Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut
pseudoarthritis, nonunion yaitu terjadi karena penyambungan
yang tidak tepat, tulang gagal bersambung kembali.
G. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1) Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstreminasi klien. Tempat tarikan
disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan traksi
adalah antara lain mengurangi patah tulang,
mempertahankan fragmen tulang pada posisi yang
sebenarnya selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh
bagian jaringan lunak, memperbaiki deformitas.
Jenis traksi ada dua macam yaitu : Traksi kulit, biasanya
menggunakan plester perekat sepanjang ekstremitas yang
kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali
untuk ditarik. Penarikan biasanya menggunakan katrol dan
beban. Traksi skelet, biasanya dengan menggunakan pin
Steinman/kawat kirshner yang lebih halus, biasanya disebut
kawat k yang ditusukan pada tulang kemudian pin tersebut
ditarik dengan tali, katrol dan beban.
2) Reduksi
Reduksi merupakan proses manipulasi pada tulang yang
fraktur untuk memperbaiki kesejajaran dan mengurangi
penekanan serta merenggangkan saraf dan pembuluh darah.
Jenis reduksi ada dua macam, yaitu : Reduksi tertutup,
merupakan metode untuk mensejajarkan fraktur atau
meluruskan fraktur, dan Reduksi terbuka, pada reduksi ini
insisi dilakukan dan fraktur diluruskan selama pembedahan
dibawah pengawasan langsung. Pada saat pembedahan,
berbagai alat fiksasi internal digunakan pada tulang yang
fraktur.
b. Fisiotherapi
Alat untuk reimobilisasi mencakup exercise terapeutik,
ROM aktif dan pasif. ROM pasif mencegah kontraktur pada sendi
dan mempertahankan ROM normal pada sendi. ROM dapat
dilakukan oleh therapist, perawat atau mesin CPM (continous
pasive motion). ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot.
c. Proses Penyembuhan Tulang
1) Fase formasi hematon (sampai hari ke-5)
Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan
pada kanalis havers dan jaringan lunak, pada 24 jam pertama
akan membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke
area fraktur sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat,
kemudian akan membentuk hematoma sampai berkembang
menjadi jaringan granulasi.
2) Fase proliferasi (hari ke-12)
Akibat dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast
dan kapiler-kapiler baru tumbuh membentuk jaringan
granulasi dan osteoblast berproliferasi membentuk
fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa,
akan selanjutnya terbentuk fiber-fiber kartilago dan matriks
tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen tulang yang
rusak sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat.
3) Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera)
Pada fase ini akan membentuk pra prakulius dimana
jumlah prakalius nakan membesar tetapi masih bersifat
lemah, prakulius akan mencapai ukuran maksimal pada hari
ke-14 sampai dengan hari ke-21 setelah cidera.
4) Fase formasi kalius (sampai dengan minggu ke-12)
Pada fase ini prakalius mengalami pemadatan
(ossificasi) sehingga terbentuk kalius-kalius eksterna, interna
dan intermedialis selain itu osteoblast terus diproduksi untuk
pembentukan kalius ossificasi ini berlangsung selama 2-3
minggu. Pada minggu ke-3 sampai ke-10 kalius akan
menutupi tulang.
5) Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remoding (6-12 bulan)
Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang
ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi
lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalius tulang akan
mengalami remodering dimanaosteoblast akan membentuk
tulang baru, sementara osteoklast akan menyingkirkan
bagian yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang
yang menyeruapai keadaan tulang yang aslinya.
H. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya sungsi
deformitas, pemendekan ekstremitas krepitus, pembekakan lokal
dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen
tulang diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran fragmen
pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan defromitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera. ( Brunner dan Suddarth, 2001 : 2358 )
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
- Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung
- Mengetahui tempat dan type fraktur
- Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi
dan selama proses penyembuhan secara periodic
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah
trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
Data demografi : identitas klien
Riwayat kesehatan sekarang : kejadian yang mengalami cedera.
Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat penyakit DM, TB, arthritis,
osteomielitis, dan lain-lain.
Riwayat imunisasi : Polio, Tetanus.
a. Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Cailary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan
d. Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saat cidera
spasme/ kram otot
e. Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna, pembengkakan local
f. Integumen, laserasi, perdarahan edema, perubahan warna
kulit.
g. Sistem otot : kekuatan gerak koordinasi.
h. Pemeriksaan diagnostic.
Pemeriksaan ronthgen menentukan lokasi/luasnya
fraktur/trauma.
Scan tulang, tomogram, scan ct, MRI : memperlihatkan
fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap : HT, mungkin meningkat (hemoton
sentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan
leukosit adalah respon stress normal setelah trauma
Diagnosa Keperawatan
a. tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan trauma
jalan nafas.
Tujuan yang ingin dicapai adalah bersihan jalan nafas efektif.
Intervensi : yang akan dilakukan adlah,
- tinggikan tempat tidur30 derajat,
- observasi frekuensi/irama pernafasan,
- observasi adanya batuk, wheezing dan edema,
- observasi tanda-tanda vital.
- Auskultasi bunyi nafas, ajarkan tekhnik nafas dalam,
- ubah posisi secara periodic,
- berikan minum2-3 liter/hari
- kolaborasi dalam pemberian oksigen.
b. resiko tinggi trauma berhubungan dengan hilangnya integritas
tulang/fraktur).
Tujuan yang akan dicapai adalah klien terhindar dari trauma.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
- pertahanan traksi baring sesuai indikasi letakan papan dibawah
tempat tidurortopedik,
- pertahanan posisi netral pada bagian, fraktur dengan bantal,
- anjurkan klien menghindari untuk beban yang berat,
- kolaborasi dengan tim medis lain, rinthgen.
c. resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan pemasangan kawat di rahang).
Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah,
- timbang berat badan setiap hari,
- berikan air minum hangat bila mual,
- anjurkan klien bersandar bila makan atau minum,
- anjurkan makan dengan sedotan berikan makan sedikit tapi
sering dengan konsistensi yang sesuai,
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
d. gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot
Tujuan yang akan dicapai adalah nyeri berkurang.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
- kaji karakteritik nyeri, lokasi dan intensitas (skala 0-10).
- Perrtahankan mobilisasi tirah baring, tinggikan bagian
ekstremitas yang nyeri, beri kompres dingin, observasi tanda-
tanda vital (TD,N,S,RR).
- Ajarkan tekhnik relaksasi,
- kolaborasi dengan dokter dalampemberian therapy analgetik.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
kerangka neuromuskuler).
Tujuan yang akan dicapai adalah klien mampu bermobilisasi
secara bertahap.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
- kaji tingkat mobilitas klien,
- bantu klien dalam mobilisasi,
- ukur TD setelah aktivitas,
- bantu klien dalam gerakan pada ekstremitas yang sakit dan
tidak sakit, anjurkan klien untuk gerakan pada ekstremitas yang
tidak nyeri,
- kolaborasi dengan tim medis lain : fisiotherapy.
f. resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk
fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat
dan sekrup
Tujuan yang akan dicapai adalah gangguan integritas kulit
teratasi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
- kaji keadaan luka (adanya tanda-tanda infeksi).
- Pertahankan tempat tidur kering dan bebas dari kerutan, rubah
posisi akan setiap 2 jam sekali,
- lakukan perawatan luka, observasi daerah yang terpasang
balutan, libatkan keluarga dalam perawatan luka.
g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
kawat pada rahang.
Tujuan yang akan dicapai adalah klien dapat berkomunikasi,
dengan baik.
Intervensi yang akan dilakukan adalah :
tentukan luasnya ketidak mampuan berkomunikasi,
berikan pilihan cara berkomunikasi, validasi upaya arti
komunikasi, antisipasi kebutuhan, tempatkan catatan didekat
klien.
h. resiko tiggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya
pertahan primer.
Tujuan yang akan dicapai adalah infeksi tidak terjadi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
- kaji kulit apakah terdapat iritasi atau robekan kontinuitas
jaringan observasi tanda-tanda vital, terutama suhu,
- observasi tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka secara
septic dan antiseptic, kaji balutan luka
- kolaborasi dengan tim medis lain : laboratorium dalam
pemeriksaan darah (LED dan leukosit), kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antibiotic.
i. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi.
Tujuan yang akan dicapai adalah klien tidak cemas lagi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
diskusikan tindakan keamanan, bantu mengekspresikan
ketakutan, bantu untuk mengakui kenyataan, termasuk marah,
beri penjelasan tentang peubahan wajah, berikan cermin bila
pasien menghendaki, ajarkan tekhnik manajemen stress.
j. Kurang pegetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan yang akan dicapai adalah pengetahuan klien akan
bertambah.
Intervensi yang akan dilakukan adalah
kaji sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya,
beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, beri
reinfoercement positif jika klien menjawab dengan cepat, pilih
berbagai strategi belajar seperti : tekhnik ceramah, tanya jawab
dan demonstrasikan dan tanyakan apa yang tidak diketahui klien.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN POST OP
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi
:
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko
pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka
rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan
penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker
terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi
anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-
obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah /
reaksi transfuse
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic,
antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,
yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga
potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op
fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada
pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan
aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas
ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala
nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien
tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesic
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang
tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk
bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
- perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi
terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar
optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas
secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang
tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih
kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang
mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/
mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai
adanya proses peradangan.
d. d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau
satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi,
dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan
dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasif dan kerusakan kulit
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus,
kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan
darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal
bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan
klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien
dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa
cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan
nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi
yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
DISLOKASI
PENGERTIAN
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi)
(brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja
yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat
yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:
sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari
tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga
terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan
gampang dislokasi lagi.
KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat
anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang /
fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah
oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah
sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan
pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang
licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang
merupakan kompenen vital penghubung tulang
PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus
terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid
teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti
jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan
menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini
hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan
sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar
lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu
tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada
bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-
tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya
terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.
KOMPLIKASI
Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
PENATALAKSANAAN
- Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
- Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi.
- Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau
traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi¬
halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran
sendi
- Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas
jaringan
Intervensi
- Kaji skala nyeri
- Berikan posisi relaks pada pasien
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- Kolaborasi pemberian analgesic
OLEH KELOMPOK
1. Definisi
1.1 Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
(Smelter&Bare,2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa
fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.
1.2 Dislokasi
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis
(tulang lepas dari sendi). (brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di¬sertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dis¬lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
2. Etiologi
Trauma tidak langsung: Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur
tulang belakang.¬
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari
posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olah raga yang
beresiko jauth misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain
sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari kaki karena secara tidak
2. Trauma yamg tidak berhubungan dengan olah raga, benturan keras pada sendi saat kecelakaan
motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Patologis, terjadinya ”tear” ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
3.1 Fraktur
a. Look
Deformitas
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekan
- Odema
- Echymosis
- Laserasi
- Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat berjalan dan pada fraktur
b. Feel
- Kejang otot
- Hilang sensasi
c. Move
Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi
timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang
Nyeri
Gangguan Fungsi
Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertenganhan femur dapat digerakkan. Ini adalah
bukti yang paling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya “putusnya kontuinitas tulang”
sesuai defenisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen.
3.2 Dislokasi
a. Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
Kedudukan yang khas untuk dislokasi t♣ertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul
b. Nyeri
c. Functio Laesa, misalnya bahu tidak darat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
4. Klasifikasi
4.1 Fraktur
terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang terlepas.→- Camminute fraktur
garis fraktur hampir tak tampak sehingga bentuk tulang tak ada perubahan.→- Hair line fraktur
1. Pecahan tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka < 1 cm.
2. Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, luka > 1 cm (misalnya fraktur
Komminutive).
3. Luka besar sampai lebih kurang 8 cm, kehancuran otot kerusakan neurovaskuler, kontaminasi
Derajat I
- Luka < 2 cm
- Kontaminasi minimal
Derajat II
- Laserasi > 2 cm
- Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta
• Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi
atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
• Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif.
• Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan
lunak.
4.2 Dislokasi
a. Dislokasi Congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, Congenital dislocation berhubungan dengan
congenital deformities.
b. Dislokasi Patologis :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misal¬nya tumor, infeksi, atau osteoporosis
c. Dislokasi Traumatik :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma
yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Traumatic dislocation, biasanya disertai benturan keras. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi 3
yaitu:
2. Dislokasi kronik
3. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma
yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello
femoral joint.
5. Patofisiologi
6. Tahap Dan Proses Penyembuhan Tulang
Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan terjadi hematoma di sekitar fraktur. Setelah 24 jam
suplai darah ke ujung fraktur meningkat, hematoma ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi
b. Proliferasi sel.
Sel sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur, di mana sel sel ini menjadi
precusor dari osteoblast, osteogenesis ini berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi
tulang. Setelah beberapa hari kombinasi dari periosteum yang meningkat dengan fase granulasi
c. Pembentukan callus
Enam sampai sepuluh hari setelah fraktur jaringan granulasi berubah dan memben¬tuk callus.
Sementara pembentukan cartilago dan matrik tulang diawali dari jaringan callus yang lunak. Callus
ini bertambah banyak, callus sementara meluas, menganyam massa tulang dan cartilago sehingga
diameter tulang melebihi normal. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan
d. Ossification
Callus yang menetap / apermanen menjadikan tulang kaku karena adanya penumpukan garam
garam calcium dan bersatu bersama ujung ujung tulang. Proses ossifikasi ini mulai dari callus
bagian luar kemudian bagian dalam dan terakhir bagian tengah. Proses ini terjadi selama 3 10
minggu.
Pada waktu yang sama pembentukan tulang yang sebenarnya callus dibentuk dari aktivitas
osteoblast dan osteoklast. Kelebihan kelebihan tulang seperti dipahat dan diabsorbsi dari callus.
Proses pembentukan lagi ditentukan oleh beban tekanan dari otot.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram
Hematokrit mungkin meningkat atau menurun. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon
e. Kreatinin
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pad kehilangan darah, transfusi, multipel / cedera hati.
Pada semua tipe fraktur, proses penyembuhan fraktur berhubungan dengan proses penyembuhan
tulang. Sedangkan pada dislokasi dilakukan pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi
8. Penatalaksanaan
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkoplit dan fraktur dengan kedudukan baik
Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga penuh / dipasang gips setelah tidak
sakit lagi.
8.1.2. Therapi operatif
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat fiksasi
externa.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna, misalnya reposisi tertutup
fraktur condylair humerus pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup
fraktur colum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus berkembang
menjadi “Close Nailing” pada fraktur femur dan tibia yaitu pemasangan fiksasi interna intra
Keuntungan cara ini adalah : reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avanculair tinggi , misalnya : fraktur talus dan
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya : fraktur avulsi dan fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan, misalnya ; fraktur monteggia, fraktur
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yan glabih baik dengan operasi, misalnya :
fraktur femur
2. Excisional Arthrplasty
Membuang fragmen yang patah yang memnentuk sendi, misalnya : fraktur caput radii pada orang
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak awal harus
dipertimbangkan latihan-latihan untuk menceegah atropi otot dan keakuansendi, disertai mobilisasi
dini.
Fraktur terbuka aadalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan dengan segera.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera periksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka
merupakan kasus polytrauma. Tindakan life-saving harus segera didahulukan dalam rangka kerja
b. Dislokasi sendi kecil dapat diresposisi ditempat kejadian tanpa anastesi, misalnya disloksi siku,
dislokasi jari (pada fase syok). Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anastesi lokal
Dalam penanganan kasus dislokasi dapat dilakukan dengan pemberian terapi medika mentosa,
Reposisi¬
- Hipocratic Methode
- Kocher
- Eksternal Rotasi Metode :traksi pada humerus distal kemudian eksternal rotasi formarm secara
- Suntikan intrarticular dan anastetik regional teknik telah dilaporkan sukses membantu dalam
- Prosedural sedasi dan analgesi umumnya digunakan untuk memperoleh control nyeri yang
adekuat dan relaksan otot untuk reduksi.Prosedural sedasi dan analgesi {PSA}yang digunakan
Program Rehabilitasi¬
Penanganan rehabilitasi non operatif bertujuan untuk mengoptimalkan stabilisasi sendi bahu, sebab
komplikasi dislokasi berulang banyak terjadi.
Menghindari maneuver yang bersifat provokativ dan penguatan otot secara hati-hati merupakan
Minggu 0 – 2, Hindari provokatif posisi termasuk eksternal rotasi, Abduksi dan Distrak.
Program dilanjutkan secara bertahap untuk pemulihan fungsi sesuai prosedu rehabilitasi yang telah
ditetapkan.
b. Operatif Treatment
9. Komplikasi
Komplikasi dini¬
1. Lokal :
a. Vaskuler :
• Trauma vaskular
b. Neurologis :
Komplikasi lanjut.¬
3. Malunion
4. Delayed union
Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal.
5. Nonunion / Infected nonunion
a. Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.¬
b. Fraktur Dislokasi
c. Komplikasi lanjut
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu
,terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral ,yang secara
dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan
leher glenoid¬
kelemahan otot.¬
1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
Airway¬
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk.
Breathing¬
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
Circulation¬
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
b) Pengkajian sekunder
Aktivitas/istirahat¬
• Keterbatasan mobilitas
Sirkulasi¬
• Tachikardi
Neurosensori¬
• Kesemutan
• Kelemahan
• Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot,
Kenyamanan¬
• Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan
tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat keruisakan syaraf.
Keamanan¬
• laserasi kulit
• perdarahan
• perubahan warna
• pembengkakan local
Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa :
- Anamnesis :
• Ada trauma
• Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior
sendi bahu
• Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
• Oedema
- Pemeriksaan Klinis :
• Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi bahu.
Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul). Kedudukan yang khas
untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul endorotasi,
• Nyeri
• Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu anterior.
2. Prioritas Keperawatan
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada
b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah permukaan ;
pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan kerusakan
rangka neuromuskuler.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran darah; cedera
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit dan
trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
4. Intervensi Keperawatan
Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada
Kriteria Hasil :
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik sesuai indikasi
Intervensi :
1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan
Rasional :
analgesic.
1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, dan traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.
Rasional :
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi otot
yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif, latihan nafas
dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional :
1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional :
Rasional :
Dx.2 Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah
permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret /
immobilisasi fisik.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan
2.2 Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering dan bebas
kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif
Dx.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan kerusakan
rangka neuromuskuler.
Kriteria Hasil :
- Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih tinggi.
- Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
3.1 Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien
terhadap imobilisasi.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan informasi dan
3.2 Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang lingkungan.
Rasional :
3.3 Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit dan
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan
gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena tidak digunakan.
3.4 Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan
3.6 Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera mungkin.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan
intervensi khusus.
3.8 Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional :
pneumonia).
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan
konstipasi.
3.11 Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran darah;
Kriteria Hasil :
Intervensi :
4.1 Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan adanya
syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi ke saraf tidak
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya fraktur di
Rasional :
Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat menyebabkan
4.5 Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin, perubahan
mental.
Rasional :
4.6 Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasidengan adanya
compartemen syndrome.
Rasional :
Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit dan
trauma jaringan.
Intervensi :
5.1 Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional :
Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
5.2 Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema,
Rasional :
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan osteomielitis.
5.3 Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional :
5.4 Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau
Rasional :
5.5 Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.
5.6 Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema ektremitas cedera.
Rasional :
Rasional :
Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi
silang.
5.8 Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus.
Dx.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
Kriteria Hasil :
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
6.1 Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional :
6.2 Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila
diindikasikan.
Rasional :
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan
lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan pengguanaan
alat ambulasi.
6.3 Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memrlukan
bantuan.
Rasional :
6.4 Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah fraktur.
Rasional :
Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas
Rasional :
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien
dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang.
6.6 Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa otot kurang). Anjurkan
untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit dan ginakan alat
bantu mobilitas, contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau tongkat.
Rasional :
Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder terhadap
kehilangan dukungan.
JURUSAN KEPERAWATAN
Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia
sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat
menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah
raga dan rumah tangga.(7)
Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur
yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang
radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi
sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih
lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai
suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula,
sedangkan yang lainnya jarang.(4,5)
Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses
penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat
baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta
fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses
penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.(6)
2.3.Etiologi (7,6,8)
Fraktur dapat disebabkan karena oleh :
1. Trauma
2. Non Trauma
3. Stress
1. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu,
sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan dengan
terjadinya fraktur bergantian.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang,
non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-
menerus pada suatu tempat tertentu.
2.4.Klasifikasi (2,6,8)
Klasifikasi fraktur pada anak dapat dikelompokkan berdasarkan radiologis,
anatomis, klinis dan fraktur yang khusus pada anak.
A. Klasifikasi Radiologi
- Fraktur Buckle atau torus
- Tulang melengkung
- Fraktur green-stick
- Fraktur total
B. Klasifikasi Anatomis
- Fraktur epifisis
- Fraktur lempeng epifisis
- Fraktur metafisis
- Fraktur diafisis
C. Klasifikasi Klinis
- Traumatik
- Patologik
- Stress
D. Fraktur khusus pada anak
- Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan
bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadi biasanya disebabkan
karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari oleh penolong.
- Fraktur salter-Haris
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal
tibia dibagi menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih
utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama
sekali dari metafisis.
Tipe 3 : Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram
epifisis
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan
kematian dari sebagian cakram tersebut.
Tipe II
Garis fraktur melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan
akan membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga disebut
tanda Thurston-Holland.
Tipe III
Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian
sepanjang garis lempeng epifisis.
Tipe IV
Merupakan fraktur intra-intraartikuler yang melalui permukaan sendi memotong
epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan berlanjut pada sebagian
metafisis.
Tipe V
Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian
dari sebagian cakram tersebut.
2.5.Diagnosa (2,6,7)
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin
avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis
medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka
penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur
ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan
yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.
Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan
membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan
radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah
radiolusen.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang
yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan
radiologi kalus atauwoven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa
faktor, yaitu :
1. Vaskularisasi yang cukup.
2. Terdapat permukaan yang lebih luas.
3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat.
4. Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur.
Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis pada tulang panjang, tulang
pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur
pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan
endosteal. Pada anak-anak proses penyembuhan pada daerah korteks juga
memegang peranan penting. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian
endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone
primer didalam daerah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna
mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa
terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara kedua permukaan
fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur
maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang
lamelar dan tulang mengalami konsolidasi.
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur, yaitu : mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka
waktu sesingkat mungkin.
I. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan
anestesi umum atau anestesi lokal dengan menyuntikkan obat anestesi dalam
hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap
fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan.
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi
Hamilton Russel/traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan
beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak
maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif
harus traksi skeletal berupa balanced traction.
II. Terapi Operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis
(image intensifier, C-arm) :
1. Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang
alat fiksasi eksterna.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan
pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collumum pada anak diikuti
pinning dan immobilisasi gips.
Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” pada fraktur femur
dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka
frakturnya.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis.
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya :
- Fraktur talus.
- Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya :
- Fraktur avulsi.
- Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi.
- Fraktur antebrachii.
- Fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur.
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya :
- Fraktur caput radii pada orang dewasa.
- Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau yang
lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka sejak
awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untuk mencegah disuse atropi otot
dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi
karena proses penyembuhannya yang cepat dan nyaris tanpa komplikasi yang
berarti.
III. Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
segera.
Tindakan sudah harus dimulai dari fase pra-rumah sakit :
-Pembidaian
-Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
-Menghentikan perdarahan besar dengan klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan polytrauma.
Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam kerangka kerja terpadu (team
work).
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley and Solomon, Fracture and Joint Injuries in Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures, Seventh Edition, Butterwordh-Heinemann, London, 1993, pp. 499-
515.
2. Armis, Prinsip-prinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistema Muskuloskeletal,
FKUGM, Yogyakarta, hal : 1-32.
3. Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr
DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth
Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.
4. Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson
LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC,
Jakarta, 1994, hal 1175-80.
5. Dorland, Kamus Kedokteran, edisi 26, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1996, hal 523,638,1119.
6. Rasjad C, Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue
Ujung Pandang, 1998, hal : 343-525
7. Reksoprodjo, S, Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1995, hal : 453-471.
8. Sjamsuhidajat R, Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong
W, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal : 1124-1286
skan oleh mustakim di 14:18