Anda di halaman 1dari 4

Kejang SKDI LEVEL 3b

DIAGNOSIS BANDING
Delirium, eclampsia, encephalitis, kejang demam, syncope,
INTRODUCTION
Kejang adalah terjadinya perubahan perilaku, persepsi sensoris, atau
aktivitas motoris sementara yang disebabkan oleh letupan aktivitas listrik abnormal
yang tiba-tiba di otak. Jika gangguan elektrik tersebut hanya pada satu area otak
maka akan terjadi kejang parsial, contohnya pasien dapat mengalami kebingungan
atau gerakan yang tidak bertujuan atau di luar kendali, jika gangguan elektrik
terjadi pada seluruh oak akan terjadi kejang general. Epilepsy merupakan suatu
kondisi kronis yang dicirikan dengan kejang yang berulang. Epilepsy akan dibahas
secara terpisah. Kejang dapat terjadi karena penyakit akut, misalnya pada diabetes
saat episode hipoglikemia, atau cedera akut, seperti cedera kepala, dan kejang
akan menghilang setelah kondisi tersebut ditangani. Kejang seperti contoh tersebut
dalam waktu < 1 minggu sejak cedera atau penyakit disebut kejang simptomatik
akut. Kejang simptomatik jauh adalah kejang yang terjadi > 1 minggu setelah
gangguan yang diketahui dapat meningkatkan risiko kejang.
PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi saat letupan aktivitas listrik yang abnormal bermanifestasi
secara klinis berupa perubahan kontrol motoris, persepsi sensoris, perilaku, atau
fungsi otonom. Ketidakseimbangan biokimiawi antara neurotransmitter eksitatorik
seperti glutamate dan aspartate dan reseptor NMDA dengan neurotransmitter
inhibitorik seperti GABA pada membran sel saraf menghasilkan pelepasan listrik
abnormal pada area tertentu atau di seluruh otak. Misalnya, jika aktivitas listrik
abnormal ini terjadi hanya pada cortex visual maka kejang akan bermanifestasi
sebagai fenomena visual.
Saat kejang juga dapat terjadi apnea sementara dan hipoksia, juga hipertensi
(karena usaha mempertahankan oksigenasi ke otak), hipertermia sementara
(karena aktivitas otot saat kejang), hiperglikemia dan asidosis laktat (akan pulih
dalam 1 jam setelah kejang).
KELUHAN UTAMA
Kejang.
KELUHAN PENYERTA
Aura, inkontinensia, hipoksia, hipertermia,hiperglikemia, asidosis laktat.
TEMUAN PATOGNOMONIS
Kejang.
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:


Pemeriksaan thorax jantung
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan status mental
Jika perlu, developmental assessment.
Poin penting dalam pemeriksaan fisik setelah kejadian yang dicurigai kejang
epileptic:
Bukti telah terjadi kejang:
o Gigitan lidah
o Inkontinensia urin atau inkontinensia alvi
o Perdarahan konjungtiva
o Luka eksternal
o Fraktur tulang
o Dislokasi bahu
Tanda-tanda yang mengindikasikan adanya penyakit lain yang menyebabkan
kejang:
o Defisit neurologis dan/atau tanda-tanda hipertensi intracranial
(e.g.papilledema); menunjukkan adanya penyakit pada otak
yangmenyebabkan epilepsi.
o Status mental abnormal; dapat menunjukkan adanya intoksikasi, atau
adverse effect dari obat tertentu.
o Kondisi medis umum lain seperti tanda gangguan metabolic atau
endokrin, tanda penyakit jantung yang mungkin berhubungan dengan
episode iskemia serebral.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar CK : meningkat
Kadar serum prolactin : meningkat
Kedua hasil lab di atas menunjukkan bukti bahwa kejang telah terjadi.
Jika ada tanda kejang disebabkan oleh suatu kondisi dapat dilakukan:
EEG
Brain imaging (MRI lebih sensitif daripada CT) untuk mendeteksi atau
mengeksklusi lesi structural pada otak.
Pungsi lumbal jika curiga meningitis dan/atau encephalitis
tes laboratorium seperti darah rutin, elektrolit, glukosa, dan kalsium plasma.
tes lab lain sesuai kondisi klinis seperti biokimia darah dan urin.
EKG 12-lead pada dewasa dengan kecurigaan epilepsy.
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Terapi untuk menghentikan kejang:
o Diazepam 10-20 mg per rectal, jika masih 15 menit kemudian masih
kejang diulangi 1 kali, atau midazolam 10 mg buccal
o Jika masih kejang, Lorazepam IV, 1 mg/kg, bisa diulangi 1 kali setelah 1020 menit
Terapi kausatif sesuai penyebab kejang, misalnya koreksi hipoglikemia, dll.

TERAPI NONMEDIKAMENTOSA
EDUKASI
Risiko cedera jika terjadi kejang lagi
PROGNOSIS
Kejang yang pertama kali terjadi dan disebabkan oleh cedera/lesi pada otak
yang akut jarang berulang, tetapi kejang yang pertama kali terjadi tanpa
pemicu/penyebab memiliki risiko berulang 30-50% dalam 2 tahun. Kejang yang
terkait gangguan metabolic atau toksik berhubungan dengan risiko epilepsy yang
kecil, sedangkan kejang yang disebabkan oleh gangguan yang menyebabkan
kerusakan permanen pada otak, seperti abses otak memiliki risiko rekurensi yang
lebih tinggi.
REFERENSI
Cavazos, J. E., 2013. Epilepsy and Seizures Treatment & Management. [Online]
Available at: emedicine.medscape.com/article/1184846-treatment
[Accessed 9 May 2013].
Longmore, M. et al., 2010. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 8th ed. New York:
Oxford University Press.
Mumenthaler, M. & Mattle, H., 2006. Epilepsy and Its Differential Diagnosis. In:
Fundamentals of Neurology: An Illustrated Guide. Stuttgart: Thieme.
National Institute for Health and Clinical Excellence, 2012. The Epilepsies: The
diagnosis and management of the epilepsies in adults and children in primary and
secondary care. Pharmacological Update of Clinical Guideline 20. London: National
Clinical Guideline Centre.
Ropper, A. H. & Brown, R. H., 2005. Epilepsy and Other Seizure Disorders. In: Adams
and Victor's Principles of Neurology. 8th ed. New York: McGraw-Hill.
Virginia Department of Education, 2010. Guidelines for Seizures Management.
[Online]
Available at:
http://www.doe.virginia.gov/support/health_medical/seizure_management.pdf
[Accessed 9 May 2013].

Anda mungkin juga menyukai