BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu kebutuhan utama kehidupan manusia adalah energi, akan tetapi seperti yang
kita ketahui bahwa sumber energi yang diandalkan saat ini sudah semakin menipis. Untuk itu
perlu dicari sumber energi lain, dan batubara dianggap mempunyai potensi sebagai sumber
energi pengganti. Hal ini terlihat dengan semakin intensifnya penggunaan batubara tidak hanya
di Indonesia tetapi juga di dunia.
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai curah hujan yang
cukup tinggi. Pada industri pertambangan, tingginya curah hujan tersebut dapat
menghambatkegiatan operasional penambangan. Untuk itu perlu adanya sistem penyaliran pada
lokasi penambangan.
Dalam produktifitas pada tambang terbuka, penyaliran tambang merupakan bagian yang
sangat penting dan mutlak harus diperhatikan. Karena suatu tambang terbuka tidak akan bisa
melakukan kegiatan penambangan bila lokasi tambang tersebut terdapat genangan air yang dapat
mengganggu kegiatan penambangan.
Sistem penyaliran pada tambang terbuka terdapat dua macam, yaitu pencegahan air yang
akan masuk ke lokasi penambangan dan penanganan air yang telah masuk ke lokasi
penambangan.
Penyaliran tambang merupakan suatu aktivitas yang tak dapat dipisahkan dalam kegiatan
operasional penambangan baik itu tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Beberapa
parameter yang mempengaruhi dalam sistem penyaliran yaitu ; tingginya curah hujan/intensitas
hujan (rainfall intensity), terpotongnya akuifer di lahan tambang sebagai akibat aktivitas
penggalian yang selalu menimbulkan masalah untuk kelancaran kegiatan operasional
penambangan dan rancangan dari saluran.
Penerapan metode tambang terbuka tidak terlepas dari masalah air yang masuk ke dalam
area penambangan. Beberapa parameter hidrologi seperti curah hujan, penguapan, infiltrasi dan
air limpasan (run off) serta parameter hidrogeologi yang berkaitan dengan air tanah merupakan
parameter-parameter yang sangat mendasar dalam membuat suatu rancangan sistem penyaliran
tambang, pada lokasi penelitian parameter yang sangat mempengaruhi adalah curah hujan
dengan besaran diatas rata-rata normal.
Berdasarkan parameter tersebut diharapkan dapat diketahui debit air yang masuk ke
dalam front kerja tambang, sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan sebaik mungkin.
Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap parameter tersebut seperti intensitas curah hujan,
kinerja pemompaan dan paritan, sehingga antisipasi terhadap debit air yang masuk ke front kerja
tambang dapat di minimalisir sehingga proses penambangan dilokasi front kerja tambang tidak
terganggu.
Terdapatnya genangan air di front kerja tambang yang berasal dari air hujan
menyebabkan terganggunya proses penambangan, menyebabkan hasil produksi menurun.
Penyaliran tambang adalah merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi air yang masuk ke
dalam front kerja tambang yaitu dengan cara mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam front
kerja tambang agar menjadi kering, sehingga proses penambangan dapat berjalan dengan lancar.
Dengan adanya permasalahan mengenai genangan air yang terdapat pada front kerja
tambang, sehingga dilakukanlah suatu analisis sistem penyaliran pada tambang terbuka demi
kelancaran kegiatan penambangan dan tercapainya target produksi.
1.2
Rumusan Masalah
Batasan Masalah
Agar penulisan proposal tugas akhir ini tidak meluas, maka diberi batasan-batasan
masalah antara lain :
1. Penyelidikan dilakukan pada kinerja sistem pompa, lamanya waktu dan berapa debit air
yang dikeluarkan oleh pompa
2. Penyelidikan hanya dilakukan pada pit 2 timur saja
3. Penyelidikan dilakukan terhadap kinerja pengeluaran air dari sump (1) ke sump (2),
sampai dengan pengaliran menuju paritan
4. Penyelidikan dilakukan dari segi teknis saja, sedangkan aspek ekonomis tidak ikut
dipertimbangkan.
1.4
optimal, sehingga dapat memperlancar kegiatan penambangan di areal pit 2 timur PT. Gunung
Emas Abadi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada
daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk ke
daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktifitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan.
Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat,
sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lebih
lama.
Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan dapat berasal dari air permukaan tanah
maupun air dibawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air yang terdapat dan mengalir
dipermukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau
yang terdapat didaerah tersebut, air buangan (limbah), dan mata air. Sedangkan air dibawah
tanah merupakan air yang terdapat dibawah permukaan tanah. Secara hidrologis air dibawah
tanah dapat dibedakan menjadi air pada daerah jenuh dan air pada daerah tak jenuh. Daerah tak
jenuh pada umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dicirikan oleh gabungan
antara material padatan, air dalam bentuk air adsorpsi, air kapiler, dan air infiltrasi serta
gas/udara. Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh oleh jaringan kapiler. Air yang berada pada
daerah jenuh disebut air tanah.
2.2
Hidrologi
Daur hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air di bumi, seperti sifat-sifat air,
sirkulasi, dan distribusinya. Daur hidrologi merupakan siklus pergerakan air, dari laut ke
atmosfer, kembali jatuh ke bumi (presipitasi), dan kembali lagi ke laut melalui aliran permukaan,
bawah permukaan, maupun melalui udara.
Daur hidrologi dimulai dari penguapan air (evaporasi) di permukaan laut yang mana 97
% dari keseluruhan air di bumi berupa lautan. Presipitasi yang jatuh ke daratan dapat mengambil
beragam bentuk dalam daur hidrologi. Jika permukaan tanahnya sarang (porous), sebagian air
hujan akan meresap kedalam tanah, hal ini dikenal sebagai infiltrasi.
Air yang berada di bumi, langsung ataupun tidak langsung berasal dari air hujan. Ada dua
syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya proses pembentukan hujan :
1. Tersedianya udara lembab
2. Tersedianya sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara tersebut ke atas sehingga
terjadi kondensasi.
3. Udara lembab biasanya terjadi karena adanya gerakan udara mendatar, terutama sekali
yang berasal dari atas lautan.
2.3
Hidrogeologi
Air tanah merupakan air yang bergerak dalam tanah , terdapat dalam ruang-ruang antar
butir tanah atau di dalam rekahan batuan. Air tanah dapat mempengaruhi kegiatan tambang
dalam bentuk tergenangnya air di pemukaan kerja atau terganggunya kestabilan lereng tambang.
Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan air tanah yang
sulit di atasi. Persamaan thiem sering digunakan untuk menghitung debit air tanah yang dasar
perhitungannya adalah pengurangan air dalam akuifer.
Asumsi-asumsi yang terlibat dalam persamaan ini adalah bahwa aliran air bersifat steady,
merata baik kearah horizontal maupun radial didalam akuifer, isotropis dan walaupun terjadi
penyebaran air kearah horizontal, tetapi tidak mengurangi penetrasi terhadap sumur. Persamaan
(1) adalah persamaan thiem yang memperlihatkan sebagian parameter yang digunakan dalam
persamaan tersebut.
2.4
Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah penambangan. Air
dikumpulkan pada sumur (sump), kemudian dipompa keluar.
2.5
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran, karena
besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi jumlah air tambang yang harus diatasi. Besar
curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu, oleh
karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam volume per satuan luas, secara umum
dinyatakan dalam mm.
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan. Angka-angka curah
hujan yang diperoleh sebelum diterapkan dalam rencana pengandalian air permukaan, harus
diolah terlebih dahulu. Data curah hujan yang akan dianalisa adalah besarnya curah hujan harian
maksimum.
Keterangan :
Xr = Nilai curah hujan rencana yang diramalkan
X
Nilai reduced variate dari variabel yang diramalkan dapat ditentukan berdasarkan rumus :
Dimana :
n = Jumlah data
m = 1,2,3,,n (urutan)
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif singkat,
dinyatakan dalam mm/jam, mm/menit, mm/detik. Intensitas curah hujan biasanya dinotasikan
dengan huruf I dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi atau kedalaman yang terjadi dalam
waktu satu jam adalah sekian mm.
Besarnya curah hujan 1 (satu) jam dihitung dengan cara partial series, yaitu data curah
hujan dalam satu jam maka perhitungan intensitas curah hujan satu jam dilakukan dengan
menggunakan rumus mononobe sebagai berikut :
Keterangan :
R24 = Nilai curah hujan rencana yang diramalkan
t
= Durasi hujan
- Tanah
- Tutupan
Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus rasional yaitu :
Q = 0,00278 x C x I x A
Keterangan :
Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip kerjanya,
pompa dibedakan atas :
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder. Keuntungan
jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat mengatasi kebutuhan energi
(julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang berat serta perlu perawatan yamg teliti.
Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh
karena itu jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2.Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller didalam pompa. Air yang masuk akan
diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat
kearah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di tambang, karena dapat
melayani air berlumpur, kapasitasnya besar, dan perawatannya lebih mudah.
3.Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui kipas.
Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini dapat beroperasi secara
vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.
Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan untuk
mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang dipompa, maka
head juga akan semakin besar. Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang
direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut,
sehingga julang total pompa dapat dituliskan sebagai berikut :
Keterangan :
HTotal
Hs
Hv
Hf
= Head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m), meliputi head
gesekan pipa, serta head belokan dll
Hl
= Headloss (m).
Keterangan :
f = koefisien gesek (tanpa satuan)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = panjang pipa (m)
Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa
D = diameter dalam pipa
Keterangan :
f = koefisien kerugian pada belokan
Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa per satuan waktu.
Jika adalah berat jenis (kN), Q adalah debit air (m3/detik) dan H adalah head total (m), maka
daya air adalah :
Sedangkan daya poros adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa.
Daya poros adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat
dinyatakan sebagai beikut :
Keterangan :
P = daya pompa (kwatt)
= efisiensi pompa (%)
Keterangan :
Q
= Debit (m3/detik)
Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang penyaliran
yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya bentuk segi empat, bentuk
segi tiga dan bentuk trapesium.
= 2d
= 2d2
= 4d
= 90o
= d2
= d/ 22
= 2d . 2
3. Bentuk trapezium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas maksimum hidrolis, maka
luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolis (R), kedalaman aliran (d), lebar dasar saluran
(b), penampang sisi saluran dari dasar kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan
kemiringan dinding saluran (m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
= 0,5 . d
= b + 2m .d
= d/sin
d`
= (0,5 . d)0,5
Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah
bentuk trapesium, sebab efisien dan stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut
keadaan daerah.
Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang optimum
dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :
m
= 1/tg
= 1/ tg 600
= 0,58
= 0,5 . d
= b + 2m .d
= d/sin
d`
= (0,5 . d)0,5
Keterangan :
a = Panjang sisi saluran dasar ke permukaan air
b = Lebar dasar saluran
B = Lebar permukaan air
d = Kedalaman saluran
d = Tinggi jagaan saluran
Kemiringan dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa, suatu aliran dapat
mengalir secara alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran, dimana menurut
P.fleider (1968) kemiringan antara 0,25 0,5 % sudah cukup untuk mencegah adanya
pengendapan lumpur berupa adanya pengendalian. Dalam hal ini maka harga S merupakan syarat
agar tidak terjadi pengendapan partikel padatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Perkembangan pemakaian batubara sebagai sumber energi untuk kegiatan industri,
pembangkit tenaga listrik, dan keperluan lainnya (termasuk pengganti minyak bumi yang
semakin langka), telah membuka peluang pemasaran batubara yang terus meningkat, baik
didalam maupun diluar negeri (ekspor). Hal ini menjadi dasar pertimbangan untuk rencana
eksploitasi batubara melalui kegiatan penambangan batubara PT. Gunung Emas Abadi.
3.1
Sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 393 Tahun 2009 tanggal 14
Agustus 2009, tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Bahan Galian
Batubara (Perpanjangan Pertama Kuasa Pertambangan Eksploitasi An. PT. Gunung Emas
Abadi); Surat Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 305 Tahun 2006 tanggal 14 Oktober 2006
tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Batubara PT. Gunung Emas
Abadi di Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah; Surat Bupati Barito Timur
Nomor 522.3/515/II.1/HUTBUN tanggal 13 Juli 2009 perihal Rekomendasi Kegiatan
Operasional Eksploitasi PT. Gunung Emas Abadi yang terletak di wilayah Kecamatan Patangkep
Tutui dengan areal seluas 1.531Ha. Berdasarkan surat-surat keputusan tersebut, kegiatan
eksploitasi batubara PT. Gunung Emas Abadi dimulai pada bulan desember tahun 2006.
3.2
Lokasi penelitian dapat dijangkau dari kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah
menuju kota Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah
menggunakan roda empat maupun roda dua, dengan waktu tempuh kurang lebih 8 jam
perjalanan. Dan kemudian di lanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun
roda dua menuju arah utara dari kota Tamiang Layang, dengan jarak tempuh kurang lebih 40
kilometer, yang membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan.
Dari jarak tersebut 30 kilometer menggunakan jalan milik Ex Pertamina dan Ex HPH PT.
Yayang Indonesia. Kondisi jalan masih berupa tanah sehingga dimusim hujan sangat licin dan
hanya dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan roda 4 yang bergardan ganda (4 x 4).
Sarana angkutan umum sangat jarang sekali bahkan dianggap tidak ada, namun dalam
satu minggu hanya satu kali, yaitu pada saat hari pasaran di Dusun Lalap, dan jalur angkutan ini
tidak ke kota Tamiang Layang, namun ke kota Tanjung, yaitu kota terdekat dari lokasi
penyelidikan dan kota ini termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan. Peta kesampaian daerah
lihat pada Lampiran A.
3.3.
Kondisi Lingkungan
3.3.1 Penduduk
Penduduk di daerah penyelidikan pada umumnya bermukim di tepi jalan Ex HPH PT.
Yayang. Adapun jumlah penduduk khususnya di Dusun Lalap sebanyak 171 kepala keluarga
dengan jumlah 528 jiwa. Lebih dari 70% penduduk adalah Suku Dayak Maanyan dan Lawangan
sedangkan sisanya adalah campuran yang merupakan pendatang mulai dari suku Banjar, Jawa,
Bugis dll. Mayoritas penduduk di Dusun Lalap beragama Kristen, sedangkan yang beragama
Islam ataupun agama yang lainnya sangat sedikit dan merupakan minoritas di daerah ini.
Dengan kondisi yang demikian rata-rata penduduk Dusun Lalap sangat minim sumber daya
manusianya, hal ini dapat dilihat dari perkembangan wilayah yang sangat lambat.
Sarana kesehatan yang ada adalah Puskesmas Pembantu dan Polindes, namun warga yang
sakit dan memerlukan perawatan yang memadai ataupun perlu penanganan yang khusus, harus
berobat ke Rumah Sakit Umum milik Pemerintah ataupun swasta yang letaknya cukup jauh yaitu
di kota Tamiang Layang, Ibukota Kabupaten Barito Timur ataupun ke Kota Tanjung, Kalimantan
Selatan, yang relatif dekat dan mudah transportasinya.
didaerah ini banyak dipengaruhi oleh letak geografis serta bentang alamnya. Berdasarkan garis
lintang terdapat dua musim dengan fluktuasi tidak begitu nyata, sehingga kondisi iklim termasuk
iklim tropika basah dimana tidak ada perbedaan yang jelas antara musim penghujan dan
kemarau.
pada bagian tengah sampai utara dari daerah penyelidikan, sedangkan morfologi bergelombang
rendah dengan ketinggian antara 50 100 meter diatas permukaan air laut dengan kemiringan
lereng landai menempati bagian selatan.
Pola aliran sungai pada daerah penyelidikan adalah sub parallel dimana hulu sungai
terdapat didaerah perbukitan sedangkan muaranya ke sungai patangkep untuk bagian barat,
sedangkan bagian utara daerah penyelidikan bermuara ke sungai tabalong kiwa.
3.4.
Geologi
Menurut peta geologi lembar Amuntai skala 1: 250.000 oleh Hariyanto et.al. (1994) dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, sedimen tersier di Patangkep dapat dikelompokkan
menjadi satuan-satuan batuan (formasi) dari tua ke muda adalah sebagai berikut : Formasi
Tanjung, Berai, Warukin, Dahor dan Aluvial.
Morfologi daerah penelitian merupakan satuan morfologi bergelombang dengan
ketinggian 50 220 m dari atas permukaan air laut, ditempati oleh batuan sediment tersier akhir
yang menyusun Formasi Warukin dan Dahor. Morfologi ini mencerminkan batuan yang
menyusunnya kurang kompak seperti batulempung dan batupasir, sehingga kenampakan satuan
morfologi bergelombang dengan puncak relatif membulat.
Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan di Kalimantan yang berpotensi minyak
bumi, oleh karena itu Pertamina dan kontraktor yang bergerak diperminyakan telah menyelidiki
secara terperinci didaerah ini.
Batuan tertua di daerah ini adalah batuan Pra-tersier, batuan ini terdiri dari batuan
serpentin dan metasedimen, granit. Batuan ini berumur Pra-tersier. Secara tidak selaras diatas
batuan Pra-tersier diendapkan formasi Tanjung (Tet). Formasi ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu Formasi Tanjung Atas dan Formasi Tanjung Bawah. Formasi Tanjung Atas terdiri dari
batulempung dan lapisan tipis batukapur, sedangkan Formasi Tanjung Bawah terdiri dari basalt
konglomerat, batupasir, sisipan batubara dan lokal basalt volkanik. Formasi Tanjung berumur
Eocen.
Formasi Tanjung ditindih diatasnya secara selaras oleh formasi Berai/Pamaluan (Tomb).
Formasi Berai ini terdiri dari batukapur, batulempung, batupasir dan sedikit gllouconit, formasi
ini berumur Oligocen miocen.
Diatas Formasi Berai secara selaras diendapkan Formasi Warukin (Tmw) yang terdiri dari
batuan batulempung, lanau, lignit dengan ketebalan 40 m dan sedikit batukapur pada bagian
bawah. Formasi ini berumur miocen.
Formasi paling muda adalah Formasi Dahor (Qtd) yang secara tidak selaras menindihi
Formasi Warukin. Formasi ini terdiri dari batulempung, batupasir, konglomerat, dan sisipan tipis
yang tidak menerus dari sisipan batubara. Formasi ini berumur Miocen Pliocen.
Corak struktur yang teramati di dalam Geologi Regional adalah berupa lipatan dan
patahan / sesar. Formasi Tanjung dan Formasi Berai pada umumnya terlipat cukup kuat, yang
mengakibatkan lapisan batuan menjadi sekitar 35, sedangkan batuan yang lebih muda, Formasi
Warukin dan Dahor umumnya terlipat agak lemah, kecuali pada daerah yang terpengaruh oleh
sesar. Arah umum sumbu lipatan relatif utara selatan.
3.4.2 Stratigrafi
Secara ringkas urutan stratigrafi daerah penyelidikan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Endapan Permukaan Aluvium, Endapan alluvium merupakan hasil endapan sungai atau
dataran banjir, terdiri dari Lumpur kelabu-hitam, lempung dan gambut, pasir, kerikil,
kerakal dan bongkahan batuan yang lebih tua, ketebalan 1 3 meter.
2. Formasi Dahor, Formasi Dahor terdiri atas batupasir kurang padat sampai lepas,
bersisipan batulanau, serpih, lignit dan limonit. Terendapkan dalam lingkungan peralihan
dengan tebal mencapai 300 m. Umurnya diduga Plio-Plistosen. Formasi ini dilapangan
agak kurang jelas, karena secara fisik hampir mirip dengan formasi dibawahnya, yaitu
Formasi Warukin. Umumnya berada pada morfologi dataran rendah, yang kadang-kadang
sulit dipisahkan dengan endapan permukaan.
3. Formasi Warukin, Berbeda dengan Formasi Dahor yang tidak begitu jelas, Formasi
Warukin ini didominasi oleh batupasir kasar-sedang, sebagian konglomeratan, bersisipan
batulanau dan serpih, setengah padat, berlapis dan berstruktur silang-siur dan lapisan
bersusun. Struktur lipatan terbuka dengan kemiringan lapisan sekitar 10. Formasi ini
berumur Miosen Tengah Miosen Atas, dicirikan dengan batubara yang tebal dan
kadarkelembaban yang tinggi, ketebalannya hingga mencapai 500 meter dan diendapkan
di didaerah transisi. Formasi Warukin berada selaras diatas Formasi Berai. Sesuai dengan
sifat fisiknya formasi ini menempati daerah morfologi dataran bergelombang landai.
4. Formasi Berai, Batugamping berlapis dengan batulempung, napal dan batubara, sebagian
tersilikakan dan mengandung limonite. Batugamping berfosil foram besar antara lain :
Spiroclypeous sp., Lepidocyclina sp., Borelis sp., Cycloclypeous sp., Nummulites
fichtelli, Lepidocyclina (Eulepidina) ephipoides, Operculina sp., Spiroclypeous
tidoengensis sp., dan Amphitesgina sp., yang menunjukkan umur Oligosen TengahOligosen Akhir (Td-e). Selain itu berfosil foram bentos. Formasi ini diendapkan pada laut
dangkal dengan tebal mencapai 1,250 m, serta menempati morfologi perbukitan karts
yang terjal.
5. Formasi Tanjung, Bagian bawah perselingan antara batupasir, serpih, batulanau dan
konglomerat aneka bahan, sebagian bersifat gampingan. Komponen konglomerat antara
lain : kuarsa, feldspar, granit, sekis, gabro dan basal. Didalam batupasir kuarsa dijumpai
komponen glaukonit. Bagian atas, perselingan antara batupasir kuarsa bermika,
batulanau, batugamping dan batubara. Batulanau berfosil foram plankton antara lain :
Globigerina tripartita, Globigerina ochitaensis, Globigerina spp dan Groborotalia spp,
yang menunjukkan umur Eosen-Oligosen, sedangkan batugampingnya berforam besar,
antara lain : Operculina sp., Discocyclina sp., dan Biplanispira, yang berumur Eosen
Akhir (Tb). Formasi ini tidak selaras diatas batuan Mesozoikum terlipat hamper kearah
utara selatan dengan kemiringan umum lapisan 20 dan mempunyai tebal sekitar 1300 m,
serta tersebar di daerah perbukitan.
Formasi Tanjung ini mempunyai karakteristik yang menunjukkan bahwa batubara tersebut
mempunyai tingkat energi yang cukup tinggi.
Pada studi ini kriteria serta klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan atas
metoda yang digunakan oleh United Nations Economic and Social Council 1997.
3.5
3.5.2 Proses
Adapun proses dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan studi literatur meliputi teknik penambangan
2. Melakukan pengamatan lapangan, meliputi observasi lapangan dan pencatatan luas
catchment area, dimensi sump, pompa, dan paritan
3. Melakukan perhitungan luas catchment area, dimensi sump, dan pompa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Rencana Penyaliran
Rencana penyaliran yang diterapkan pada pit 2 timur adalah dengan metode sump (kolam
penampung). Hal ini disebabkan karena daerah penambangan yang berbentuk pit yang
membentuk cekungan dengan luas catchment area 22,38 Ha. Pada pit 2 timur terdapat 2 (dua)
sump, sump yang pertama disebut sump (1), yaitu tempat dimana terjadinya genangan air hujan,
dan yang lainnya disebut sump (2) yang terdapat diluar pit tambang dengan jarak 70 meter
dengaan elevasi 7 meter, Titik elevasi terendah di pit 2 timur untuk sump (1) adalah 86 mdpl, dan
untuk sump (2) adalah 93 mdpl.
Pada pit 2 timur Sump yang terdapat diluar pit tambang digunakan sebagai kolam
penampungan air yang telah masuk ke front kerja penambangan. Air yang telah masuk kedalam
front kerja penambangan dikeluarkan menggunakan pompa, air di pompa dari dalam pit tambang
(sump 1) menuju sump (2) yang terdapat diluar pit tambang tersebut, lihat gambar 4.1 dibawah
ini.
Untuk mengeluarkan air yang ada didalam front kerja penambangan (sump 1) digunakan
1 buah unit pompa, pompa yang digunakan adalah jenis pompa sentrifugal dengan model Sykes
type HH150 yang ditempatkan dekat dengan terjadinya genangan air yang ada didalam pit
tambang, lihat gambar 4.7.
Untuk mengoptimalisasikan sistem penyaliran yang terdapat pada pit 2 timur PT. Gunung
Emas Abadi, maka dilakukan penyelidikan yang meliputi curah hujan wilayah telitian, luas
daerah tangkapan hujan (catchment area), dimensi kolam penampungan (sump), pemompaan dan
saluran paritan yang digunakan untuk mengalirkan air menuju sungai.
Untuk dapat mengetahui sistem penyaliran yang akan disarankan demi
mengoptimalisasikan sistem penyaliran tambang di pit 2 timur tersebut, terlebih dahulu harus
diketahui seperti ;
terakhir periode januari 2002 sampai dengan desember 2011, dengan jumlah total curah hujan
1.076 m3 dengan curah hujan rata-rata 107,6 m3 per tahunnya. Untuk data curah hujan dapat
dilihat pada lampiran C.
Untuk menentukan curah hujan rencana penulis menggunakan data curah hujan rencana
dengan menggunakan metode distribusi gumbel dengan periode ulang hujan 10 menit 10 tahun.
Berikut dibawah ini adalah tabel dari data curah hujan rencana di tiap macam distribusi.
Untuk perhitungan periode ulang curah hujan rencana ditiap tahun menggunakan
keempat distribusi diatas dapat dilihat pada lampiran D.
Keterangan :
R24
t
Durasi jam-jaman yang digunakan sampai dengan 24 jam, untuk perhitungan intensitas
curah hujan rencana jam-jaman metode distribusi gumbel lihat pada lampiran E.
Contoh perhitungan intensitas curah hujan menitan untuk periode ulang 2 tahun ;
Perhitungan intensitas curah hujan menitan dihitung dari 5 menit sampai dengan 600
menit, lihat lampiran F untuk perhitungan keseluruhan.
Berdasarkan dari persamaan kurva IDF dengan durasi 10 menit dan 10 tahun, maka
intensitas hujan yang untuk perhitungan debit limpasan adalah 196,26 mm/jam.
Dalam penelitian tugas akhir ini penulis menggunakan data intensitas curah hujan
rencana periode ulang 10 menit 10 tahun untuk mendapatkan nilai dari debit limpasan.
= 0,9
4.1.4 DimensiSump
Sumuran atau sering juga disebut kolam penampung (sump), adalah suatu tempat yang
digunakan untuk menampung terkumpulnya air sementara disuatu area yang akan di alirkan atau
di pompa keluar dari dalam pit tambang. Dimensi sump dapat dilihat pada lampiran G.
terdapat didalam front kerja tambang dan sump (2) yang terdapat diatas samping pit tambang,
lihat gambar 4.1.
Untuk luas sump (1) dan sump (2) didapatkan dari pengukuran dilapangan, luas sump (1)
adalah 3,305 Ha, dan luas sump (2) adalah 0,4405 Ha.
Untuk menghitung debit air yang masuk kedalam sump (1) dapat digunakan persamaan
rasional :
Q = 0,00278 x I x A
Maka didapat debit air yang masuk kedalam sump (1) adalah sebesar 1,80 m3/detik.
Untuk debit air total yang masuk kedalam sump (1) adalah debit air limpasan ditambah debit
intensitas curah hujan yaitu 10,99 m3/detik + 1,80 m3/detik = 12.79 m3/detik. Berarti untuk 10
menit waktu hujan = 600 detik x 12,79 m3/detik = 7.674 m3. Untuk jumlah total debit air yang
terdapat di sump (1) adalah 359.724 m3, lihat lampiran H.
Diasumsikan debit air hasil pemompaan yang masuk kedalam sump (2) 120 L/detik (0,12
m3/detik) dan intensitas curah hujan 10 menit satu kali hujan, maka kapasitas daya tampung
pada sump (2) selama 1 hari (24 jam) adalah 27.903 m3 lihat lampiran I.
4.1.5 Pompa
Pompa dipergunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu tempat ketempat yang lain
dengan menggunakan beda tekan.
Jenis pompa yang digunakan adalah model Sykes HH150 dengan kecepatan maksimum
Rpm 2000 yang mampu mengeluarkan debit air maksimal 1500 L/detik. Spesifikasi pompa lihat
lampiran J.
Setelah didapat nilai dari beberapa faktor diatas maka dapat dihitung head total dari
pompa tersebut. Jenis pompa yang dipergunakan di pit 2 timur adalah pompa sentrifugal Sykes
HH150 dengan banyak pompa yang dipergunakan hanya 1 (satu) unit saja.
Setelah dilakukan perhitungan, dengan kerja mesin pompa di 1400 Rpm, maka head total
yang didapatkan adalah 75,087 m. Untuk perhitungan head total pompa dapat dilihat pada
lampiran K.
4.1.6 Paritan
Fungsi dan kegunaan dari suatu saluran paritan adalah untuk mengalirkan sejumlah air
kesuatu tempat (sump, settling pond, sungai). Bentuk saluran penyaliran bermacam macam
seperti bentuk segitiga, bentuk segiempat, bentuk trapesium, dan bentuk lingkaran, diantara
bentuk-bentuk saluran penyaliran maka bentuk trapesium dengan kemiringan dinding saluran 60
yang paling cocok digunakan untuk mengalirkan debit air karena bentuk ini mempunyai
kemiringan dinding saluran yang relatif lebih stabil dan dapat menampung debit air yang besar.
Bentuk segitiga, bentuk segiempat, dan bentuk lingkaran tidak cocok digunakan karena
bentuk ini hanya cocok diterapkan untuk saluran penyaliran yang dibangun dengan bahan yang
stabil, seperti pasangan batu kali, padas, logam dan kayu.
Penampang basah paling optimum didapat apabila lebar muka air adalah 2 kali panjang
sisi miring saluran. Kondisi ini didapat apabila sudut kemiringan dinding saluran adalah 60.
Kemiringan dinding saluran yang akan dibuat adalah 60, dengan pertimbangan
kestabilan dinding saluran dan mengacu kepada kemiringan lereng individu pada daerah
penambangan yang sudah dilakukan adalah sebesar 70.
Untuk paritan yang terdapat pada pit 2 timur, paritan digunakan untuk mengalirkan
sejumlah air yang tertampung di sump (2) menuju sungai yang berada dekat dengan pit tambang
tersebut. Lampiran L.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
mengenai analisis sistem penyaliran tambang pada pit 2 timur PT. Gunung Emas Abadi
Kabupaten Barito Timur adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan data curah hujan 10 tahun, maka didapatkan nilai curah hujan rencana untuk
periode ulang hujan 10 tahun adalah 171,45 mm, dan intensitas curah hujan untuk durasi
10 menit 10 tahun adalah 196,26 mm dengan luas catchment area 22,38 Ha
2. Debit limpasan yang masuk kedalam sump (1) adalah 10,99 m3/detik, dan debit intensitas
curah hujan 1,80 m3/detik, maka total keseluruhan debit air yang masuk kedalam sump
(1) adalah 12,79 m3/detik
3. Analisis kapasitas daya tampung sump (2) per tiap harinya adalah 27,903 m3
4. Kerja pompa pada putaran mesin Rpm 1400 dengan pengeluaran air sebanyak 10.368
m3/harinya dengan head total 75,087 m
5. Dengan kerja pompa sekarang yang menghasilkan debit keluar air sebanyak 432 m3/jam
kedalam sump (2), maka banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air dalam
sump (1) adalah 833 jam atau 34,6 hari.
5.2
Saran
Berdasarkan pengamatan selama dilapangan serta hasil dari pengolahan data dapat
diberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Perlu lebih ditingkatkan pemantauan terhadap debit air yang masuk dan keluar pada sump
(2)
2. Dengan analisis kapasitas daya tampung sump (2) per harinya 27,903 m3, diharapkan
kerja pompa tidak mengalami penurunan, bila perlu dilakukannya penambahan pompa
3. Perlu lebih dikaji lebih dalam mengenai pemilihan tempat letak dan tempat pembuatan
sump (2)
4. Agar lebih memperhatikan keadaan