Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS SISTEM PENYALIRAN TAMBANG PADA PIT

2 TIMUR PT. GUNUNG EMAS ABADI KABUPATEN


BARITO TIMUR
olehJusub Sembiring Meliala (Catatan) pada 30 Agustus 2012 pukul 21:18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Salah satu kebutuhan utama kehidupan manusia adalah energi, akan tetapi seperti yang
kita ketahui bahwa sumber energi yang diandalkan saat ini sudah semakin menipis. Untuk itu
perlu dicari sumber energi lain, dan batubara dianggap mempunyai potensi sebagai sumber
energi pengganti. Hal ini terlihat dengan semakin intensifnya penggunaan batubara tidak hanya
di Indonesia tetapi juga di dunia.

Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai curah hujan yang
cukup tinggi. Pada industri pertambangan, tingginya curah hujan tersebut dapat
menghambatkegiatan operasional penambangan. Untuk itu perlu adanya sistem penyaliran pada
lokasi penambangan.
Dalam produktifitas pada tambang terbuka, penyaliran tambang merupakan bagian yang
sangat penting dan mutlak harus diperhatikan. Karena suatu tambang terbuka tidak akan bisa
melakukan kegiatan penambangan bila lokasi tambang tersebut terdapat genangan air yang dapat
mengganggu kegiatan penambangan.
Sistem penyaliran pada tambang terbuka terdapat dua macam, yaitu pencegahan air yang
akan masuk ke lokasi penambangan dan penanganan air yang telah masuk ke lokasi
penambangan.
Penyaliran tambang merupakan suatu aktivitas yang tak dapat dipisahkan dalam kegiatan
operasional penambangan baik itu tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Beberapa
parameter yang mempengaruhi dalam sistem penyaliran yaitu ; tingginya curah hujan/intensitas
hujan (rainfall intensity), terpotongnya akuifer di lahan tambang sebagai akibat aktivitas
penggalian yang selalu menimbulkan masalah untuk kelancaran kegiatan operasional
penambangan dan rancangan dari saluran.
Penerapan metode tambang terbuka tidak terlepas dari masalah air yang masuk ke dalam
area penambangan. Beberapa parameter hidrologi seperti curah hujan, penguapan, infiltrasi dan
air limpasan (run off) serta parameter hidrogeologi yang berkaitan dengan air tanah merupakan
parameter-parameter yang sangat mendasar dalam membuat suatu rancangan sistem penyaliran
tambang, pada lokasi penelitian parameter yang sangat mempengaruhi adalah curah hujan
dengan besaran diatas rata-rata normal.
Berdasarkan parameter tersebut diharapkan dapat diketahui debit air yang masuk ke
dalam front kerja tambang, sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan sebaik mungkin.
Untuk itu perlu dilakukan analisis terhadap parameter tersebut seperti intensitas curah hujan,
kinerja pemompaan dan paritan, sehingga antisipasi terhadap debit air yang masuk ke front kerja
tambang dapat di minimalisir sehingga proses penambangan dilokasi front kerja tambang tidak
terganggu.
Terdapatnya genangan air di front kerja tambang yang berasal dari air hujan
menyebabkan terganggunya proses penambangan, menyebabkan hasil produksi menurun.
Penyaliran tambang adalah merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi air yang masuk ke
dalam front kerja tambang yaitu dengan cara mengeluarkan air yang telah masuk ke dalam front
kerja tambang agar menjadi kering, sehingga proses penambangan dapat berjalan dengan lancar.
Dengan adanya permasalahan mengenai genangan air yang terdapat pada front kerja
tambang, sehingga dilakukanlah suatu analisis sistem penyaliran pada tambang terbuka demi
kelancaran kegiatan penambangan dan tercapainya target produksi.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan yang menjadi objek penyusunan tugas akhir. Adapun permasalahan-permasalahan
yang dirumuskan tersebut adalah :
1. Bagaimana mengoptimalisasikan sistem penyaliran tambang yang telah ada pada pit 2
timur PT. Gunung Emas Abadi ?
2. Apakah debit air yang dikeluarkan lebih besar dari debit air yang masuk kedalam lokasi
penambangan (catchment area/ sump 1) ?
3. Apakah perlu dilakukan penambahan pompa (pump) pada pit 2 timur ?
1.3

Batasan Masalah

Agar penulisan proposal tugas akhir ini tidak meluas, maka diberi batasan-batasan
masalah antara lain :
1. Penyelidikan dilakukan pada kinerja sistem pompa, lamanya waktu dan berapa debit air
yang dikeluarkan oleh pompa
2. Penyelidikan hanya dilakukan pada pit 2 timur saja
3. Penyelidikan dilakukan terhadap kinerja pengeluaran air dari sump (1) ke sump (2),
sampai dengan pengaliran menuju paritan
4. Penyelidikan dilakukan dari segi teknis saja, sedangkan aspek ekonomis tidak ikut
dipertimbangkan.

1.4

Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem penyaliran dan memberikan
rekomendasi optimasi sistem penyaliran yang sesuai dengan kondisi tambang terbuka pada
Perusahaan tambang batubara PT. Gunung Emas Abadi.

1.4.2 Manfaat Penelitian


Dari penelitian yang dilaksanakan diharapkan dengan adanya pompa yang sesuai, maka
air yang tertampung pada catchment area (sump 1) dan sump (2) akan dapat dikeluarkan secara

optimal, sehingga dapat memperlancar kegiatan penambangan di areal pit 2 timur PT. Gunung
Emas Abadi.

1.4.2.1 Manfaat Teoritis


1. Mengupayakan agar produktifitas alat gali muat tidak menurun yang disebabkan material
yang di loading berupa mud/lumpur
2. Agar dudukan dari alat-alat mekanis lebih stabil, dan tidak mudah amblas di front kerja
yang tergenang air
3. Dengan adanya penyaliran tambang kestabilan dari lereng penambangan maupun
timbunan tidak terganggu
4. Mengurangi menurunnya kualitas komoditi, pada saat pengambilan batubara (coal
getting) dalam kondisi basah, akibat terendam oleh air
5. Mencegah terjadinya penambahan bobot material (OB dan Coal) akibat dari penambahan
air didalam rongga-rongga material tersebut.

1.4.2.2 Manfaat Praktis


1. Mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang
berlebihan, terutama pada musim hujan
2. Membuat lokasi kerja di areal penambangan agar selalu kering
3. Memperlambat kerusakan alat-alat mekanis, serta mempertahankan kondisi kerja yang
aman.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Sistem Penyaliran Tambang

Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada
daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk ke
daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktifitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan.
Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat,
sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lebih
lama.
Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan dapat berasal dari air permukaan tanah
maupun air dibawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air yang terdapat dan mengalir
dipermukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air limpasan permukaan, air sungai, rawa atau danau
yang terdapat didaerah tersebut, air buangan (limbah), dan mata air. Sedangkan air dibawah
tanah merupakan air yang terdapat dibawah permukaan tanah. Secara hidrologis air dibawah
tanah dapat dibedakan menjadi air pada daerah jenuh dan air pada daerah tak jenuh. Daerah tak
jenuh pada umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dicirikan oleh gabungan
antara material padatan, air dalam bentuk air adsorpsi, air kapiler, dan air infiltrasi serta
gas/udara. Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh oleh jaringan kapiler. Air yang berada pada
daerah jenuh disebut air tanah.

2.2

Hidrologi

Daur hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air di bumi, seperti sifat-sifat air,
sirkulasi, dan distribusinya. Daur hidrologi merupakan siklus pergerakan air, dari laut ke
atmosfer, kembali jatuh ke bumi (presipitasi), dan kembali lagi ke laut melalui aliran permukaan,
bawah permukaan, maupun melalui udara.

Daur hidrologi dimulai dari penguapan air (evaporasi) di permukaan laut yang mana 97
% dari keseluruhan air di bumi berupa lautan. Presipitasi yang jatuh ke daratan dapat mengambil
beragam bentuk dalam daur hidrologi. Jika permukaan tanahnya sarang (porous), sebagian air
hujan akan meresap kedalam tanah, hal ini dikenal sebagai infiltrasi.
Air yang berada di bumi, langsung ataupun tidak langsung berasal dari air hujan. Ada dua
syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya proses pembentukan hujan :
1. Tersedianya udara lembab
2. Tersedianya sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara tersebut ke atas sehingga
terjadi kondensasi.
3. Udara lembab biasanya terjadi karena adanya gerakan udara mendatar, terutama sekali
yang berasal dari atas lautan.

2.3

Hidrogeologi

Air tanah merupakan air yang bergerak dalam tanah , terdapat dalam ruang-ruang antar
butir tanah atau di dalam rekahan batuan. Air tanah dapat mempengaruhi kegiatan tambang
dalam bentuk tergenangnya air di pemukaan kerja atau terganggunya kestabilan lereng tambang.
Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan air tanah yang
sulit di atasi. Persamaan thiem sering digunakan untuk menghitung debit air tanah yang dasar
perhitungannya adalah pengurangan air dalam akuifer.
Asumsi-asumsi yang terlibat dalam persamaan ini adalah bahwa aliran air bersifat steady,
merata baik kearah horizontal maupun radial didalam akuifer, isotropis dan walaupun terjadi
penyebaran air kearah horizontal, tetapi tidak mengurangi penetrasi terhadap sumur. Persamaan
(1) adalah persamaan thiem yang memperlihatkan sebagian parameter yang digunakan dalam
persamaan tersebut.

2.4

Penanganan Air Tambang

2.4.2 Mine Dewatering


Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan.
Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air hujan. Beberapa metode penyaliran
mine dewatering adalah sebagai berikut :

2.4.2.1 Cara Paritan


Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu dengan
pembuatan paritan (saluran) pada lokasi penambangan. Pembuatan parit ini bertujuan untuk
menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan. Air limpasan akan masuk ke
saluransaluran yang kemudian dialirkan ke suatu kolam penampung atau di buang langsung ke
tempat pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

2.4.2.2 Sistem Kolam Terbuka

Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah penambangan. Air
dikumpulkan pada sumur (sump), kemudian dipompa keluar.

2.4.2.3 Sistem Adit


Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang
mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang dibuat dari tempat kerja menembus ke shaft
yang dibuat disisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan
dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut
dan shaft.

2.5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem penyaliran pada


tambang terbuka adalah :

2.5.1 Curah Hujan

Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran, karena
besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi jumlah air tambang yang harus diatasi. Besar
curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu, oleh
karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam volume per satuan luas, secara umum
dinyatakan dalam mm.
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan. Angka-angka curah
hujan yang diperoleh sebelum diterapkan dalam rencana pengandalian air permukaan, harus
diolah terlebih dahulu. Data curah hujan yang akan dianalisa adalah besarnya curah hujan harian
maksimum.

2.5.1.1 Periode Ulang Hujan


Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan tertentu biasanya
akan berulang pada periode tertentu yang dikenal dengan periode ulang hujan. Periode ulang
hujan didefinisikan sebagai waktu dimana curah hujan dengan besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui sekali dalam jangka waktu tertentu. Misal periode ulang hujan 10 tahun, maka
peristiwa yang bersangkutan (hujan, banjir) akan terjadi rata-rata sekali setiap periode 10 tahun.
Terjadinya peristiwa tersebut tidak harus 10 tahun, melainkan rata-rata sekali setiap periode 10
tahun, misal 10 kali dalam periode 100 tahun, 25 kali dalam 250 tahun dan seterusnya. Periode
ulang ini memberikan gambaran bahwa semakin besar periode ulang semakin tinggi curah
hujannya. Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah
kebijaksanaan yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Pertimbangan dalam penentuan
periode ulang hujan tersebut adalah resiko yang dapat ditimbulkan bila curah hujan melebihi
curah hujan rencana.

2.5.1.2 Curah Hujan Rencana


Dalam perancangan sistem penyaliran untuk air permukaan pada suatu tambang, hujan
rencana merupakan suatu kriteria utama. Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin
terjadi selama umur dari sarana penyaliran tersebut. Hujan rencana ini ditentukan dari hasil
analisa frekuensi data curah hujan, dan dinyatakan dalam curah hujan dengan periode ulang
tertentu. Salah satu metode dalam analisa frekuensi yang sering digunakan dalam menganalisa
data curah hujan adalah metode distribusi ekstrim, atau juga dikenal dengan metode distribusi
gumbel.
Persamaan gumbel tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan :
Xr = Nilai curah hujan rencana yang diramalkan
X

= Nilai curah hujan rata-rata dari data/sampel

= Simpangan baku dari data/sampel

Sn = Simpangan baku dari variansi reduksi


YT = Nilai variansi reduksi dari variable yang diramalkan
Yn = Nilai variansi reduksi rata-rata dari data/sample.

Nilai reduced variate dari variabel yang diramalkan dapat ditentukan berdasarkan rumus :

Dimana Tr adalah Periode Ulang

Nilai reduced mean dari jumlah data/sampelditentukan berdasarkan rumus :

Dimana :
n = Jumlah data
m = 1,2,3,,n (urutan)

2.5.1.3 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif singkat,
dinyatakan dalam mm/jam, mm/menit, mm/detik. Intensitas curah hujan biasanya dinotasikan
dengan huruf I dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi atau kedalaman yang terjadi dalam
waktu satu jam adalah sekian mm.
Besarnya curah hujan 1 (satu) jam dihitung dengan cara partial series, yaitu data curah
hujan dalam satu jam maka perhitungan intensitas curah hujan satu jam dilakukan dengan
menggunakan rumus mononobe sebagai berikut :

Keterangan :
R24 = Nilai curah hujan rencana yang diramalkan
t

= Durasi hujan

2.5.2 Air Limpasan


Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah
menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah hujan yang mencapai permukaan
bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain
misalnya kelerengan, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi. Faktor-faktor
yang berpengaruh seperti ;
- Curah hujan

= Banyaknya curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi hujan

- Tanah

= Jenis dan bentuk topografi

- Tutupan

= Kepadatan, jenis dan macam vegetasi.

- Luas daerah aliran

Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus rasional yaitu :
Q = 0,00278 x C x I x A
Keterangan :

Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)


C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (Ha)

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya


limpasan permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada daerah tangkapan hujan.
Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda.
Beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :
1. Kerapatan vegetasi, Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang
kecil, karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenan tanah, melainkan
akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi nilai
C yang besar.
2. Tata guna lahan, Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil
daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya padi,
air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya menjadi
limpasan permukaan.
3. Kemiringan tanah, Daerah dengan kemiringan yang kecil (

Beberapa harga koefisien limpasan dapat dilihat pada tabel berikut :

2.5.3 Daerah Tangkapan Hujan (catchment area)


Daerah tangkapan hujan adalah luas permukaan yang apabila terjadi hujan, maka air
hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju ke titik pengaliran. Air yang
jatuh kepermukaan sebagian meresap kedalam tanah, sebagian ditahan oleh tumbuhan dan
sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi, kemudian mengalir ketempat yang lebih
rendah. Semua air yang mengalir dipermukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu sistem
penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujan dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi dll.
Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air limpasan
permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih rendah. Penentuan luas
daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah yang akan diteliti. Daerah tangkapan
hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air
hujan sementara. Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta
kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling tambang
membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas
dihitung dengan menggunakan komputer dan planimeter atau millimeter blok.

2.5.4 Pompa (pump)

Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip kerjanya,
pompa dibedakan atas :
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder. Keuntungan
jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat mengatasi kebutuhan energi
(julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang berat serta perlu perawatan yamg teliti.
Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh
karena itu jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2.Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller didalam pompa. Air yang masuk akan
diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat
kearah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di tambang, karena dapat
melayani air berlumpur, kapasitasnya besar, dan perawatannya lebih mudah.
3.Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui kipas.
Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini dapat beroperasi secara
vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk julang yang rendah.

Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan untuk
mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang dipompa, maka
head juga akan semakin besar. Head total pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang
direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut,
sehingga julang total pompa dapat dituliskan sebagai berikut :

Keterangan :
HTotal

= Head total pompa (m)

Hs

= Head statis pompa (m)

Hv

= Beda head tekanan pada kedua permukaan air (m)

Hf
= Head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m), meliputi head
gesekan pipa, serta head belokan dll

Hl

= Headloss (m).

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :


a. Head statis (hs)
Hs = H2 - H1
Keterangan :
h1 = elevasi sisi isap (m)
h2 = elevasi sisi keluar (m)

b. Head tekanan (hp)


Hp = Hp2 - Hp1
Keterangan :
hp1 = julang tekanan pada sisi isap
hp2 = julang tekanan pada sisi keluaran

c. Head gesekan (hf1)

Keterangan :
f = koefisien gesek (tanpa satuan)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = panjang pipa (m)

D = diameter pipa (m)


g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan :

Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa
D = diameter dalam pipa

d. Head belokan (hf2)

Keterangan :
f = koefisien kerugian pada belokan

V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)


g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
R = jari-jari lengkung belokan (m)
0 = sudut belokan pipa

Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa per satuan waktu.
Jika adalah berat jenis (kN), Q adalah debit air (m3/detik) dan H adalah head total (m), maka
daya air adalah :

Sedangkan daya poros adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa.
Daya poros adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat
dinyatakan sebagai beikut :

Keterangan :
P = daya pompa (kwatt)
= efisiensi pompa (%)

2.5.5 Sumuran (sump)


Sumuran berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa keluar tambang.
Dengan demikian dimensi sumuran ini sangat tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar
dari sumuran. Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan biasanya dibuat sumuran sementara
yang disesuaikan dengan keadaan kemajuan medan kerja (front) penambangan. Jumlah air yang
masuk ke dalam sumuran merupakan jumlah air yang dialirkan oleh saluran-saluran, jumlah
limpasan permukaan yang langsung mengalir ke sumuran serta curah hujan yang langsung jatuh
ke sumuran. Sedangkan jumlah air yang keluar dapat dianggap sebagai yang berhasil dipompa,
karena penguapan dianggap tidak terlalu berarti. Dengan melakukan optimalisasi antara input
(masukan) dan output (keluaran), maka dapat ditentukan volume dari sumuran.

2.5.6 Saluran Penyaliran (paritan)


Saluran penyaliran berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan) atau tempat lain. Bentuk penampang saluran umumnya
dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta kemudahan dalam pembuatannya. Dalam
merancang bentuk saluran penyaliran beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain; dapat
mengalirkan debit air yang direncanakan, mudah dalam penggalian saluran. Perhitungan
kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus manning sebagai berikut :

Keterangan :
Q

= Debit (m3/detik)

= Jari-jari hidrolik (m)

= Kemiringan saluran (%)

= Luas penampang basah (m2)

= koefisien kekasaran manning

Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang penyaliran
yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya bentuk segi empat, bentuk
segi tiga dan bentuk trapesium.

Beberapa macam penampang saluran ;

1. Bentuk segi empat


Lebar dasar saluran (b)

= 2d

Luas penampang basah (A)

= 2d2

Keliling basah (P)

= 4d

2. Bentuk segi tiga


Sudut tengah

= 90o

Luas penampang basah (A)

= d2

Jari-jari hidrolis (R)

= d/ 22

Keliling basah (P)

= 2d . 2

3. Bentuk trapezium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas maksimum hidrolis, maka
luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolis (R), kedalaman aliran (d), lebar dasar saluran
(b), penampang sisi saluran dari dasar kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan
kemiringan dinding saluran (m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2

= 0,5 . d

= b + 2m .d

b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m)


a

= d/sin

d`

= (0,5 . d)0,5

Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah
bentuk trapesium, sebab efisien dan stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut
keadaan daerah.
Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang optimum
dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :
m

= 1/tg
= 1/ tg 600
= 0,58

Sehingga harga b/d adalah :


b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m}
= 2 {(1 + 0,582)0,5 0,58}
= 1,15
ght:2yfnP# "Times New Roman","serif";mso-bidi-font-weight: bold'>Keliling basah (P)
= 2d . 2
3. Bentuk trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas maksimum hidrolis, maka
luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolis (R), kedalaman aliran (d), lebar dasar saluran
(b), penampang sisi saluran dari dasar kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan
kemiringan dinding saluran (m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
R

= 0,5 . d

= b + 2m .d

b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m)


a

= d/sin

d`

= (0,5 . d)0,5

Keterangan :
a = Panjang sisi saluran dasar ke permukaan air
b = Lebar dasar saluran
B = Lebar permukaan air
d = Kedalaman saluran
d = Tinggi jagaan saluran

Kemiringan dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa, suatu aliran dapat
mengalir secara alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur pada dasar saluran, dimana menurut
P.fleider (1968) kemiringan antara 0,25 0,5 % sudah cukup untuk mencegah adanya
pengendapan lumpur berupa adanya pengendalian. Dalam hal ini maka harga S merupakan syarat
agar tidak terjadi pengendapan partikel padatan.

BAB III
METODE PENELITIAN
Perkembangan pemakaian batubara sebagai sumber energi untuk kegiatan industri,
pembangkit tenaga listrik, dan keperluan lainnya (termasuk pengganti minyak bumi yang
semakin langka), telah membuka peluang pemasaran batubara yang terus meningkat, baik
didalam maupun diluar negeri (ekspor). Hal ini menjadi dasar pertimbangan untuk rencana
eksploitasi batubara melalui kegiatan penambangan batubara PT. Gunung Emas Abadi.

3.1

Sejarah Singkat Perusahaan

Sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 393 Tahun 2009 tanggal 14
Agustus 2009, tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Bahan Galian
Batubara (Perpanjangan Pertama Kuasa Pertambangan Eksploitasi An. PT. Gunung Emas
Abadi); Surat Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 305 Tahun 2006 tanggal 14 Oktober 2006
tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Batubara PT. Gunung Emas
Abadi di Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah; Surat Bupati Barito Timur
Nomor 522.3/515/II.1/HUTBUN tanggal 13 Juli 2009 perihal Rekomendasi Kegiatan
Operasional Eksploitasi PT. Gunung Emas Abadi yang terletak di wilayah Kecamatan Patangkep
Tutui dengan areal seluas 1.531Ha. Berdasarkan surat-surat keputusan tersebut, kegiatan
eksploitasi batubara PT. Gunung Emas Abadi dimulai pada bulan desember tahun 2006.

3.2

Letak, Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian dapat dijangkau dari kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah
menuju kota Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah
menggunakan roda empat maupun roda dua, dengan waktu tempuh kurang lebih 8 jam
perjalanan. Dan kemudian di lanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun
roda dua menuju arah utara dari kota Tamiang Layang, dengan jarak tempuh kurang lebih 40
kilometer, yang membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan.

Dari jarak tersebut 30 kilometer menggunakan jalan milik Ex Pertamina dan Ex HPH PT.
Yayang Indonesia. Kondisi jalan masih berupa tanah sehingga dimusim hujan sangat licin dan
hanya dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan roda 4 yang bergardan ganda (4 x 4).
Sarana angkutan umum sangat jarang sekali bahkan dianggap tidak ada, namun dalam
satu minggu hanya satu kali, yaitu pada saat hari pasaran di Dusun Lalap, dan jalur angkutan ini
tidak ke kota Tamiang Layang, namun ke kota Tanjung, yaitu kota terdekat dari lokasi
penyelidikan dan kota ini termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan. Peta kesampaian daerah
lihat pada Lampiran A.

3.3.

Kondisi Lingkungan

3.3.1 Penduduk
Penduduk di daerah penyelidikan pada umumnya bermukim di tepi jalan Ex HPH PT.
Yayang. Adapun jumlah penduduk khususnya di Dusun Lalap sebanyak 171 kepala keluarga
dengan jumlah 528 jiwa. Lebih dari 70% penduduk adalah Suku Dayak Maanyan dan Lawangan
sedangkan sisanya adalah campuran yang merupakan pendatang mulai dari suku Banjar, Jawa,
Bugis dll. Mayoritas penduduk di Dusun Lalap beragama Kristen, sedangkan yang beragama
Islam ataupun agama yang lainnya sangat sedikit dan merupakan minoritas di daerah ini.

3.3.2 Pendidikan dan Kesehatan


Sarana pendidikan di sekitar daerah penyelidikan sangat minim sekali, hanya terdapat
Sekolah Dasar Negeri (SDN), sedangkan untuk melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi lagi
yaitu tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) siswa
harus melajutkan pendidikannya diluar wilayah dan yang terdekat adalah di Ibukota Kecamatan.

Dengan kondisi yang demikian rata-rata penduduk Dusun Lalap sangat minim sumber daya
manusianya, hal ini dapat dilihat dari perkembangan wilayah yang sangat lambat.
Sarana kesehatan yang ada adalah Puskesmas Pembantu dan Polindes, namun warga yang
sakit dan memerlukan perawatan yang memadai ataupun perlu penanganan yang khusus, harus
berobat ke Rumah Sakit Umum milik Pemerintah ataupun swasta yang letaknya cukup jauh yaitu
di kota Tamiang Layang, Ibukota Kabupaten Barito Timur ataupun ke Kota Tanjung, Kalimantan
Selatan, yang relatif dekat dan mudah transportasinya.

3.3.3 Mata Pencaharian


Penduduk sekitar daerah penyelidikan pada umumnya adalah petani. Kegiatan menyadap
karet merupakan usaha utama yang dilakukan setiap hari dan merupakan kegiatan turun
menurun. Profesi lainnya adalah berdagang dan menjadi pegawai baik pegawai negeri ataupun
swasta, namun profesi ini sangat sedikit sekali di lakukan masyarakat sekitar daerah
penyelidikan.

3.3.4 Flora dan Fauna


Daerah penyelidikan dan sekitarnya merupakan vegetasi hutan sekunder yaitu hutan
karet, ladang dan padang ilalang. Dinamakan hutan karet karena penduduk di sekitar daerah
penyelidikan tidak pernah merawat tanaman karet tersebut. Tanaman karet dibiarkan tumbuh
sendiri tanpa perawatan dan pembersihan, pola tanam tidak dilakukan sehingga hasil yang
didapat sangat kurang. Ladang yang ada di daerah penyelidikan merupakan hasil penebangan
dan pembakaran hutan yang ada dan dimanfaatkan untuk ditanaman padi. Penanaman hanya
dilakukan satu kali dalam setahun dan setelah panen dibiarkan tanpa dimanfaatkan lagi, sehingga
daerah penyelidikan dijumpai semak belukar dan padang ilalang.
Tata kehidupan satwa yang ada di daerah penyelidikan masih cukup baik walaupun
keaneka ragaman jenisnya dan keadaan populasi dari khasanah fauna di wilayah ini sangat
rendah. Hal ini disebabkan terbatasnya komunitas tumbuhan yang terdapat di daerah jelajah
satwa liar. Hutan yang ada sudah banyak yang rusak karena dimanfaatkan penduduk untuk
berkebun. Keadaan ini terlihat dari kelangkaan jenis burung dan populasi satwa mamalia. Babi
hutan masih ada di daerah penyelidikan, namun sangat jarang sekali dijumpai karena rusaknya
habitat hutan yang ada.

3.3.5 Iklim dan Curah Hujan


Seperti halnya didaerah Kalimantan Tengah lainnya, maka daerah ini pun mempunyai
iklim tropis yang terdiri dari dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Namun kondisi iklim

didaerah ini banyak dipengaruhi oleh letak geografis serta bentang alamnya. Berdasarkan garis
lintang terdapat dua musim dengan fluktuasi tidak begitu nyata, sehingga kondisi iklim termasuk
iklim tropika basah dimana tidak ada perbedaan yang jelas antara musim penghujan dan
kemarau.

3.3.6 Sosial Ekonomi


Dusun Lalap yang termasuk dalam wilayah Desa Bentot, Kecamatan Patangkep Tutui
merupakan Dusun yang mempunyai prospek untuk berkembang dengan segala kegiatan yang
berhubungan dengan bahan galian batubara ataupun bahan galian lainnya. Beberapa perusahaan
telah dan sedang melakukan kegiatan eksplorasi berada disekitar Dusun Lalap. Perusahaan yang
berada dibagian utara dari Dusun Lalap menggunakan jalan yang melalui Dusun ini. Dengan
kondisi dan situasi yang berkembang saat ini, potensi sumberdaya alam maupun dampak dari
kegiatan penambangan akan sangat mempengaruhi berkembangnya wilayah ini.

3.3.7 Topografi dan Morfologi


Topografi daerah eksplorasi membentuk morfologi daerah perbukitan bergelombang
rendah sampai sedang. Morfologi perbukitan bergelombang sedang dengan ketinggian antara 100
213 meter diatas permukaan air laut dengan kemiringan lereng landai sampai terjal menempati

pada bagian tengah sampai utara dari daerah penyelidikan, sedangkan morfologi bergelombang
rendah dengan ketinggian antara 50 100 meter diatas permukaan air laut dengan kemiringan
lereng landai menempati bagian selatan.
Pola aliran sungai pada daerah penyelidikan adalah sub parallel dimana hulu sungai
terdapat didaerah perbukitan sedangkan muaranya ke sungai patangkep untuk bagian barat,
sedangkan bagian utara daerah penyelidikan bermuara ke sungai tabalong kiwa.

3.4.

Geologi

3.4.1. Geologi Regional


Secara regional batuan sedimen yang terdapat didaerah ini termasuk dalam cekungan
Barito bagian utara yang terbentuk pada kala Eosen-Oligosen. Pada kala itu terjadi penurunan
daratan yang mengakibatkan terjadinya genangan laut (transgresi). Geologi regional pulau
Kalimantan lihat Lampiran B.

Menurut peta geologi lembar Amuntai skala 1: 250.000 oleh Hariyanto et.al. (1994) dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, sedimen tersier di Patangkep dapat dikelompokkan
menjadi satuan-satuan batuan (formasi) dari tua ke muda adalah sebagai berikut : Formasi
Tanjung, Berai, Warukin, Dahor dan Aluvial.
Morfologi daerah penelitian merupakan satuan morfologi bergelombang dengan
ketinggian 50 220 m dari atas permukaan air laut, ditempati oleh batuan sediment tersier akhir
yang menyusun Formasi Warukin dan Dahor. Morfologi ini mencerminkan batuan yang
menyusunnya kurang kompak seperti batulempung dan batupasir, sehingga kenampakan satuan
morfologi bergelombang dengan puncak relatif membulat.
Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan di Kalimantan yang berpotensi minyak
bumi, oleh karena itu Pertamina dan kontraktor yang bergerak diperminyakan telah menyelidiki
secara terperinci didaerah ini.

Batuan tertua di daerah ini adalah batuan Pra-tersier, batuan ini terdiri dari batuan
serpentin dan metasedimen, granit. Batuan ini berumur Pra-tersier. Secara tidak selaras diatas
batuan Pra-tersier diendapkan formasi Tanjung (Tet). Formasi ini dibagi menjadi dua bagian
yaitu Formasi Tanjung Atas dan Formasi Tanjung Bawah. Formasi Tanjung Atas terdiri dari
batulempung dan lapisan tipis batukapur, sedangkan Formasi Tanjung Bawah terdiri dari basalt
konglomerat, batupasir, sisipan batubara dan lokal basalt volkanik. Formasi Tanjung berumur
Eocen.
Formasi Tanjung ditindih diatasnya secara selaras oleh formasi Berai/Pamaluan (Tomb).
Formasi Berai ini terdiri dari batukapur, batulempung, batupasir dan sedikit gllouconit, formasi
ini berumur Oligocen miocen.
Diatas Formasi Berai secara selaras diendapkan Formasi Warukin (Tmw) yang terdiri dari
batuan batulempung, lanau, lignit dengan ketebalan 40 m dan sedikit batukapur pada bagian
bawah. Formasi ini berumur miocen.
Formasi paling muda adalah Formasi Dahor (Qtd) yang secara tidak selaras menindihi
Formasi Warukin. Formasi ini terdiri dari batulempung, batupasir, konglomerat, dan sisipan tipis
yang tidak menerus dari sisipan batubara. Formasi ini berumur Miocen Pliocen.
Corak struktur yang teramati di dalam Geologi Regional adalah berupa lipatan dan
patahan / sesar. Formasi Tanjung dan Formasi Berai pada umumnya terlipat cukup kuat, yang
mengakibatkan lapisan batuan menjadi sekitar 35, sedangkan batuan yang lebih muda, Formasi
Warukin dan Dahor umumnya terlipat agak lemah, kecuali pada daerah yang terpengaruh oleh
sesar. Arah umum sumbu lipatan relatif utara selatan.

3.4.2 Stratigrafi
Secara ringkas urutan stratigrafi daerah penyelidikan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Endapan Permukaan Aluvium, Endapan alluvium merupakan hasil endapan sungai atau
dataran banjir, terdiri dari Lumpur kelabu-hitam, lempung dan gambut, pasir, kerikil,
kerakal dan bongkahan batuan yang lebih tua, ketebalan 1 3 meter.
2. Formasi Dahor, Formasi Dahor terdiri atas batupasir kurang padat sampai lepas,
bersisipan batulanau, serpih, lignit dan limonit. Terendapkan dalam lingkungan peralihan
dengan tebal mencapai 300 m. Umurnya diduga Plio-Plistosen. Formasi ini dilapangan
agak kurang jelas, karena secara fisik hampir mirip dengan formasi dibawahnya, yaitu
Formasi Warukin. Umumnya berada pada morfologi dataran rendah, yang kadang-kadang
sulit dipisahkan dengan endapan permukaan.
3. Formasi Warukin, Berbeda dengan Formasi Dahor yang tidak begitu jelas, Formasi
Warukin ini didominasi oleh batupasir kasar-sedang, sebagian konglomeratan, bersisipan
batulanau dan serpih, setengah padat, berlapis dan berstruktur silang-siur dan lapisan

bersusun. Struktur lipatan terbuka dengan kemiringan lapisan sekitar 10. Formasi ini
berumur Miosen Tengah Miosen Atas, dicirikan dengan batubara yang tebal dan
kadarkelembaban yang tinggi, ketebalannya hingga mencapai 500 meter dan diendapkan
di didaerah transisi. Formasi Warukin berada selaras diatas Formasi Berai. Sesuai dengan
sifat fisiknya formasi ini menempati daerah morfologi dataran bergelombang landai.
4. Formasi Berai, Batugamping berlapis dengan batulempung, napal dan batubara, sebagian
tersilikakan dan mengandung limonite. Batugamping berfosil foram besar antara lain :
Spiroclypeous sp., Lepidocyclina sp., Borelis sp., Cycloclypeous sp., Nummulites
fichtelli, Lepidocyclina (Eulepidina) ephipoides, Operculina sp., Spiroclypeous
tidoengensis sp., dan Amphitesgina sp., yang menunjukkan umur Oligosen TengahOligosen Akhir (Td-e). Selain itu berfosil foram bentos. Formasi ini diendapkan pada laut
dangkal dengan tebal mencapai 1,250 m, serta menempati morfologi perbukitan karts
yang terjal.
5. Formasi Tanjung, Bagian bawah perselingan antara batupasir, serpih, batulanau dan
konglomerat aneka bahan, sebagian bersifat gampingan. Komponen konglomerat antara
lain : kuarsa, feldspar, granit, sekis, gabro dan basal. Didalam batupasir kuarsa dijumpai
komponen glaukonit. Bagian atas, perselingan antara batupasir kuarsa bermika,
batulanau, batugamping dan batubara. Batulanau berfosil foram plankton antara lain :
Globigerina tripartita, Globigerina ochitaensis, Globigerina spp dan Groborotalia spp,
yang menunjukkan umur Eosen-Oligosen, sedangkan batugampingnya berforam besar,
antara lain : Operculina sp., Discocyclina sp., dan Biplanispira, yang berumur Eosen
Akhir (Tb). Formasi ini tidak selaras diatas batuan Mesozoikum terlipat hamper kearah
utara selatan dengan kemiringan umum lapisan 20 dan mempunyai tebal sekitar 1300 m,
serta tersebar di daerah perbukitan.

3.4.3 Geologi Daerah Penyelidikan


PT. Gunung Emas Abadi baru melakukan penyelidikan geologi / pemetaan dalam tahap
eksplorasi saat ini kurang dari 1/3 bagian luas wilayah yaitu seluas 400 hektar dari 1531 luas
wilayah KP. Eksplorasi. Fokus pemetaan dengan luas 400 hektar ini terletak di bagian selatan
KP. Eksplorasi. Dari luas wilayah 400 hektar yang telah di eksplorasi, 270 hektarnya dilakukan
pemetaan detail dengan dilakukan pemboran dan kegiatan lain yang mendukung untuk diajukan
ke tahap selanjutnya yaitu permohonan untuk ditingkatkan menjadi KP.
Eksploitasi batuan yang ada dalam areal seluas 270 hektar ini adalah batupasir,
batulempung, basalt konglomerat dan sisipan batubara. Batuan-batuan tersebut termasuk dalam
Formasi Tanjung. Lapisan batuan yang ada pada daerah telitian pada bagian barat mempunyai
arah penyebaran / strike yang berbeda dengan arah umum perlapisan yang ada yaitu berarah
timur barat dengan kemiringan / dip lapisan satu arah atau homoklin kearah selatan. Sedangkan
kearah timur, lapisan batuan mempunyai arah sebaran perlapisan batuannya timur laut barat
daya dengan kemiringan lapisan antara 10 - 45. Batubara yang merupakan sisipan dalam

Formasi Tanjung ini mempunyai karakteristik yang menunjukkan bahwa batubara tersebut
mempunyai tingkat energi yang cukup tinggi.

3.4.4 Keadaan Endapan


Keadaan, sifat, kualitas endapan batubara diperoleh berdasarkan data singkapan, data
pemboran dan data uji kualitas batubara. Berdasarkan analisis tersebut dapat diperoleh gambaran
penyebaran batubara potensial dan dapat diketahui jumlah potensi sumberdaya dan cadangan
batubara.
Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan
geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan ini menpunyai dua aspek penting yaitu aspek
geologi dan aspek ekonomi.

3.4.4.1 Aspek Geologi


Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumberdaya terukur harus memiliki tingkat
keyakinan lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya tertunjuk. Sedangkan sumberdaya
tertunjuk harus memiliki tingkat keyakinan lebih tinggi dibandingkan dengan sumberdaya tereka.
Sumberdaya terukur dan tertunjuk dapat ditingkatkan menjadi cadangan terkira dan terbukti
apabila memenuhi kriteria layak. Tingkat keyakinan geologi secara kuantitatif dicerminkan oleh
jarak titik informasi seperti lubang bor dan singkapan.

3.4.4.2 Aspek Ekonomi


Ketebalan minimum lapisan batubara yang dapat ditambang dan ketebalan maksimal
lapisan pengotor (dirt parting) yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang yang
menyebabkan kualitas batubara menurun karena kandungan abu meningkat, merupakan beberapa
unsur yang terkait dengan aspek ekonomi sehingga perlu diperhatikan dalam penggolongan
sumberdaya batubara.

Pada studi ini kriteria serta klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan atas
metoda yang digunakan oleh United Nations Economic and Social Council 1997.

Tahapan-tahapan kegiatan penambangan PT. Gunung Emas Abadi adalah :


1. Land Clearing, Merupakan kegiatan pembersihan lahan yang akan ditambang. Alat yang
digunakan : Bulldozer D85 SS, Excavator PC 300.
2. Crushing (Penggalian/Pembongkaran), Yaitu kegiatan penggalian material yang
dilakukan setelah lahan yang akan ditambang sudah dapat digali. Alat yang digunakan :
Excavator PC 300, Excavator PC 750, dibantu Ripper D8R.
3. Loading (Pemuatan), Dapat disebut juga coal loading (pemuatan batubara), yaitu
kegiatan pemutan material setelah dilakukan kegiatan penggalian. Alat yang
digunakan :Dump Truck.
4. Hauling (Pengangkutan), Merupakan kegiatan akhir dalam tahapan penambangan, yaitu
mengangkut material batubara menuju pelabuhan. Alat yang digunakan :Dump Truck.
Berdasarkan hasil laboratorium Succofindo, maka sifat fisik dan kualitas endapan
batubara PT. Gunung Emas Abadi adalah :

3.5

Tata Laksana Penelitian

3.5.1 Langkah Kerja


Langkah kerja dalam penyusunan proposal tugas akhir ini meliputi :
1. Melakukan observasi lapangan dengan tujuan untuk mengetahui tempat, serta kondisi
lapangan
2. Melakukan pengukuran dan pencatatan luas catchment area, dimensi sump, dan paritan
3. Melakukan penghitungan dari data-data yang telah didapatkan.

3.5.2 Proses
Adapun proses dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan studi literatur meliputi teknik penambangan
2. Melakukan pengamatan lapangan, meliputi observasi lapangan dan pencatatan luas
catchment area, dimensi sump, pompa, dan paritan
3. Melakukan perhitungan luas catchment area, dimensi sump, dan pompa.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Rencana Penyaliran

Rencana penyaliran yang diterapkan pada pit 2 timur adalah dengan metode sump (kolam
penampung). Hal ini disebabkan karena daerah penambangan yang berbentuk pit yang
membentuk cekungan dengan luas catchment area 22,38 Ha. Pada pit 2 timur terdapat 2 (dua)
sump, sump yang pertama disebut sump (1), yaitu tempat dimana terjadinya genangan air hujan,
dan yang lainnya disebut sump (2) yang terdapat diluar pit tambang dengan jarak 70 meter
dengaan elevasi 7 meter, Titik elevasi terendah di pit 2 timur untuk sump (1) adalah 86 mdpl, dan
untuk sump (2) adalah 93 mdpl.
Pada pit 2 timur Sump yang terdapat diluar pit tambang digunakan sebagai kolam
penampungan air yang telah masuk ke front kerja penambangan. Air yang telah masuk kedalam
front kerja penambangan dikeluarkan menggunakan pompa, air di pompa dari dalam pit tambang

(sump 1) menuju sump (2) yang terdapat diluar pit tambang tersebut, lihat gambar 4.1 dibawah
ini.

Untuk mengeluarkan air yang ada didalam front kerja penambangan (sump 1) digunakan
1 buah unit pompa, pompa yang digunakan adalah jenis pompa sentrifugal dengan model Sykes
type HH150 yang ditempatkan dekat dengan terjadinya genangan air yang ada didalam pit
tambang, lihat gambar 4.7.
Untuk mengoptimalisasikan sistem penyaliran yang terdapat pada pit 2 timur PT. Gunung
Emas Abadi, maka dilakukan penyelidikan yang meliputi curah hujan wilayah telitian, luas
daerah tangkapan hujan (catchment area), dimensi kolam penampungan (sump), pemompaan dan
saluran paritan yang digunakan untuk mengalirkan air menuju sungai.
Untuk dapat mengetahui sistem penyaliran yang akan disarankan demi
mengoptimalisasikan sistem penyaliran tambang di pit 2 timur tersebut, terlebih dahulu harus
diketahui seperti ;

4.1.1 Curah Hujan


Untuk data curah hujan dipergunakan data yang berasal dari stasiun pencatat curah hujan
terdekat, yang didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Barito
Timur Tamiang Layang. Data curah hujan yang dipergunakan adalah data curah hujan 10 tahun

terakhir periode januari 2002 sampai dengan desember 2011, dengan jumlah total curah hujan
1.076 m3 dengan curah hujan rata-rata 107,6 m3 per tahunnya. Untuk data curah hujan dapat
dilihat pada lampiran C.

4.1.1.1 Analisis Curah Hujan Rencana


Analisis curah hujan rencana bertujuan untuk menghitung periode ulang hujan. Dalam
perhitungan intensitas curah hujan rencana terdapat 4 (empat) jenis metode distribusi, yaitu :
1. Distribusi normal
2. Distribusi log normal
3. Distribusi log person type III
4. Distribusi gumbel.

Untuk menentukan curah hujan rencana penulis menggunakan data curah hujan rencana
dengan menggunakan metode distribusi gumbel dengan periode ulang hujan 10 menit 10 tahun.
Berikut dibawah ini adalah tabel dari data curah hujan rencana di tiap macam distribusi.

Untuk perhitungan periode ulang curah hujan rencana ditiap tahun menggunakan
keempat distribusi diatas dapat dilihat pada lampiran D.

4.1.1.2 Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu yang relatif singkat,
dinyatakan dalam mm/jam, mm/menit, dan mm/detik.
Perhitungan intensitas curah hujan dapat dilakukan menggunakan persamaan mononobe ;

Keterangan :
R24
t

: Nilai curah hujan rencana yang diramalkan


: Durasi hujan.
Contoh perhitungan intensitas curah hujan jam-jaman untuk periode ulang 2 tahun ;

Durasi jam-jaman yang digunakan sampai dengan 24 jam, untuk perhitungan intensitas
curah hujan rencana jam-jaman metode distribusi gumbel lihat pada lampiran E.

Contoh perhitungan intensitas curah hujan menitan untuk periode ulang 2 tahun ;

Perhitungan intensitas curah hujan menitan dihitung dari 5 menit sampai dengan 600
menit, lihat lampiran F untuk perhitungan keseluruhan.

Berdasarkan dari persamaan kurva IDF dengan durasi 10 menit dan 10 tahun, maka
intensitas hujan yang untuk perhitungan debit limpasan adalah 196,26 mm/jam.
Dalam penelitian tugas akhir ini penulis menggunakan data intensitas curah hujan
rencana periode ulang 10 menit 10 tahun untuk mendapatkan nilai dari debit limpasan.

4.1.2 Luas Daerah Tangkapan Hujan (catchment area)


Daerah tangkapan hujan adalah luas permukaan yang apabila terjadi hujan air tersebut
akan mengalir dari titik tertinggi menuju permukaan terendah didalam pit tambang.
Perusahaan pertambangan PT. Gunung Emas Abadi mempunyai 2 jumlah pit yang masih
beroperasional, pit 2 timur dengan pit 3. Pit 2 timur yang dijadikan penulis sebagai daerah
telitian, yang telah mempunyai titik elevasi terendah pada 86 mdpl, dengan luas 22,38 Ha.
Untuk menghitung luas wilayahcatchment area pit 2 timur peta yang digunakan adalah peta
situasi tambang tahun 2010.

4.1.3 Analisis Debit Air Limpasan


Koefisien limpasan diperoleh dari perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh dengan
yang mengalir sebagai limpasan dari hujan dipermukaan tanah. Koefisien limpasan (C)
tergantung pada sifat fisik batuan, topografi, daerah dan tataguna lahan. Untuk nilai koefisien
limpasan pada pit 2 timur adalah 0,9.
Hal ini didasarkan pada bukaan tambang yang berupa lahan kosong tanpa ada tumbuhan,
yang hanya berupa tumpukan disposal hasil dari penimbunan overburden dengan kemiringan
lereng lebih besar dari 15 %. Nilai koefisien limpasan dapat dilihat pada tabel 2.3.
Debit air limpasan yang terdapat pada pit 2 timur dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan rasional :
Q = 0,00278 x C x I x A
Diketahui :
Koefisien limpasan (C)

= 0,9

Intensitas curah hujan (I) = 196,26 mm/jam


Luas catchment area (A) = 22,38 Ha
Q = 0,00278 x C x I x A
= 0,00278 x 0,9 x 196,26 x 22,38
= 10,99 m3/detik
Maka didapat debit air limpasan yang terdapat pada pit 2 timur adalah sebesar 10,99 m3/detik.

4.1.4 DimensiSump
Sumuran atau sering juga disebut kolam penampung (sump), adalah suatu tempat yang
digunakan untuk menampung terkumpulnya air sementara disuatu area yang akan di alirkan atau
di pompa keluar dari dalam pit tambang. Dimensi sump dapat dilihat pada lampiran G.

4.1.4.1 Debit Air Yang Masuk Kedalam Sump


Untuk perhitungan debit air yang masuk kedalam sump, terlebih dahulu harus diketahui
luas dari sump tersebut. Sump yang terdapat pada pit 2 timur ada 2 (dua), yaitu sump (1) yang

terdapat didalam front kerja tambang dan sump (2) yang terdapat diatas samping pit tambang,
lihat gambar 4.1.
Untuk luas sump (1) dan sump (2) didapatkan dari pengukuran dilapangan, luas sump (1)
adalah 3,305 Ha, dan luas sump (2) adalah 0,4405 Ha.
Untuk menghitung debit air yang masuk kedalam sump (1) dapat digunakan persamaan
rasional :
Q = 0,00278 x I x A
Maka didapat debit air yang masuk kedalam sump (1) adalah sebesar 1,80 m3/detik.
Untuk debit air total yang masuk kedalam sump (1) adalah debit air limpasan ditambah debit
intensitas curah hujan yaitu 10,99 m3/detik + 1,80 m3/detik = 12.79 m3/detik. Berarti untuk 10
menit waktu hujan = 600 detik x 12,79 m3/detik = 7.674 m3. Untuk jumlah total debit air yang
terdapat di sump (1) adalah 359.724 m3, lihat lampiran H.

Diasumsikan debit air hasil pemompaan yang masuk kedalam sump (2) 120 L/detik (0,12
m3/detik) dan intensitas curah hujan 10 menit satu kali hujan, maka kapasitas daya tampung
pada sump (2) selama 1 hari (24 jam) adalah 27.903 m3 lihat lampiran I.

4.1.5 Pompa

Pompa dipergunakan untuk mengalirkan fluida dari suatu tempat ketempat yang lain
dengan menggunakan beda tekan.

Jenis pompa yang digunakan adalah model Sykes HH150 dengan kecepatan maksimum
Rpm 2000 yang mampu mengeluarkan debit air maksimal 1500 L/detik. Spesifikasi pompa lihat
lampiran J.

4.1.5.1 Head Pompa


Head pompa merupakan energi yang dibutuhkan untuk mengalirkan sejumlah air pada
kondisi tertentu atau energi per satuan berat jenis air. Penentuan kapasitas pompa atau head total
pada pompa bergantung dari beberapa faktor, antara lain :
1. Static head (Hs)
2. Velocity head (Hv)
3. Head gesekan (Hf)
4. Head loss (Hl)

Setelah didapat nilai dari beberapa faktor diatas maka dapat dihitung head total dari
pompa tersebut. Jenis pompa yang dipergunakan di pit 2 timur adalah pompa sentrifugal Sykes
HH150 dengan banyak pompa yang dipergunakan hanya 1 (satu) unit saja.
Setelah dilakukan perhitungan, dengan kerja mesin pompa di 1400 Rpm, maka head total
yang didapatkan adalah 75,087 m. Untuk perhitungan head total pompa dapat dilihat pada
lampiran K.

4.1.5.2 Debit Pemompaan


Pompa yang digunakan pada area tambang pit 2 timur dirancang mampu mengatasi
sejumlah air yang akan masuk kedalam sump (1) untuk di pompa keluar menuju sump (2). Jam
kerja pompa selama 1 jam = 3600 detik, maka pompa yang digunakan mampu mengalirkan debit
air sebesar 0,12 m3 x 3600 detik = 432 m3/jam, bila kerja pompa dalam 1 hari (24 jam) maka,
432 m3 x 24 jam = 10.368 m3/hari.

4.1.5.3 Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Pompa


Pompa yang bekerja pada perputaran mesin 1400 Rpm yang menghasilkan debit air
keluar sebanyak 0,12 m3/detik nya, dengan jumlah debit air yang tertampung di sump (1)
sebanyak 359.724 m3 yang harus dikeluarkan, maka banyak hari kerja pompa adalah 833 jam
atau 34,6 hari. Lihat lampiran K.

4.1.6 Paritan
Fungsi dan kegunaan dari suatu saluran paritan adalah untuk mengalirkan sejumlah air
kesuatu tempat (sump, settling pond, sungai). Bentuk saluran penyaliran bermacam macam
seperti bentuk segitiga, bentuk segiempat, bentuk trapesium, dan bentuk lingkaran, diantara
bentuk-bentuk saluran penyaliran maka bentuk trapesium dengan kemiringan dinding saluran 60
yang paling cocok digunakan untuk mengalirkan debit air karena bentuk ini mempunyai
kemiringan dinding saluran yang relatif lebih stabil dan dapat menampung debit air yang besar.
Bentuk segitiga, bentuk segiempat, dan bentuk lingkaran tidak cocok digunakan karena
bentuk ini hanya cocok diterapkan untuk saluran penyaliran yang dibangun dengan bahan yang
stabil, seperti pasangan batu kali, padas, logam dan kayu.
Penampang basah paling optimum didapat apabila lebar muka air adalah 2 kali panjang
sisi miring saluran. Kondisi ini didapat apabila sudut kemiringan dinding saluran adalah 60.

Kemiringan dinding saluran yang akan dibuat adalah 60, dengan pertimbangan
kestabilan dinding saluran dan mengacu kepada kemiringan lereng individu pada daerah
penambangan yang sudah dilakukan adalah sebesar 70.
Untuk paritan yang terdapat pada pit 2 timur, paritan digunakan untuk mengalirkan
sejumlah air yang tertampung di sump (2) menuju sungai yang berada dekat dengan pit tambang
tersebut. Lampiran L.

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
mengenai analisis sistem penyaliran tambang pada pit 2 timur PT. Gunung Emas Abadi
Kabupaten Barito Timur adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan data curah hujan 10 tahun, maka didapatkan nilai curah hujan rencana untuk
periode ulang hujan 10 tahun adalah 171,45 mm, dan intensitas curah hujan untuk durasi
10 menit 10 tahun adalah 196,26 mm dengan luas catchment area 22,38 Ha
2. Debit limpasan yang masuk kedalam sump (1) adalah 10,99 m3/detik, dan debit intensitas
curah hujan 1,80 m3/detik, maka total keseluruhan debit air yang masuk kedalam sump
(1) adalah 12,79 m3/detik
3. Analisis kapasitas daya tampung sump (2) per tiap harinya adalah 27,903 m3
4. Kerja pompa pada putaran mesin Rpm 1400 dengan pengeluaran air sebanyak 10.368
m3/harinya dengan head total 75,087 m
5. Dengan kerja pompa sekarang yang menghasilkan debit keluar air sebanyak 432 m3/jam
kedalam sump (2), maka banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air dalam
sump (1) adalah 833 jam atau 34,6 hari.

5.2

Saran

Berdasarkan pengamatan selama dilapangan serta hasil dari pengolahan data dapat
diberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Perlu lebih ditingkatkan pemantauan terhadap debit air yang masuk dan keluar pada sump
(2)
2. Dengan analisis kapasitas daya tampung sump (2) per harinya 27,903 m3, diharapkan
kerja pompa tidak mengalami penurunan, bila perlu dilakukannya penambahan pompa
3. Perlu lebih dikaji lebih dalam mengenai pemilihan tempat letak dan tempat pembuatan
sump (2)
4. Agar lebih memperhatikan keadaan

Anda mungkin juga menyukai