PENDAHULUAN
1.1 Sejarah
Ruysch (1961) pertama kali melaporkan hasil autopsi adanya usus yang
aganglionik pada seorang anak usia 5 tahun dengan manifestasi berupa megakolon
1
jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada saat itu diyakininya sebagai suatu
megakolon kongenital. Dokter bedah asal Swedia ini melaporkan kematian 2
orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11 bulan yang menderita konstipasi
kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang berkembang saat itu adalah
diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai penyebab kelainan ini, sehingga
pengobatan diarahkan pada terapi obat-obatan dan simpatektomi .1 Namun kedua
jenis pengobatan ini tidak memberikan perbaikan yang signifikan. Valle (1920)
sebenarnya telah menemukan adanya kelainan patologi anatomi pada penyakit ini
berupa absennya ganglion parasimpatis pada pleksus mienterik dan pleksus submukosa, namun saat itu pendapatnya tidak mendapat dukungan para ahli.
Barulah
dekade
kemudian,
Robertson
dan
Kernohan
(1938)
1
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
2
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
3
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
4
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
kolon kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam
perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional
sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan
ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama
halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid
dengan radiksnya yang sempit.6
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5
cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan
sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura
lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid
5
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan
anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh
sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9
inci.7
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis,
tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambarangambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada
6
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik
dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia
melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut
apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada
usus halus inferior.
7
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum
sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri
sigmoidea.
Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media
dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan
rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena
hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke
hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan
merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena
hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal
dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi
preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik
pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada
sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase
karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe
virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah
hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi
iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.
8
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter
eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari
daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars
torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis
preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri
utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa
(meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah
aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural
9
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
2.2
FISIOLOGI KOLON
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi
mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 7001000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang
dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum,
atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus,
sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian
dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.
10
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.5
2.3
DEFENISI HIRSCHSPRUNG
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan
oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke
proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus
dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat
dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen
yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai
seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.1,2
2.4
EPIDEMIOLOGI
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien
penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta.4
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah lakilaki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan
pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan
kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun
11
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down
Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya
fekaloma,
maka
dijumpai
gangguan
urologi
seperti
refluks
2.5
ETIOLOGI
Sampai tahun 1930-an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas di
ketahui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan Kernohan
pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler, dan Faber pada tahun 1940
mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung primer disebabkan
oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal.
Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek
ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung ataukah
defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat dilatasi dari stasis feses dalam
kolon. Dari segi etiologi, Bodian dkk. Menyatakan bahwa aganglionosis pada
penyakit Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi
parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer, sehingga terdapat
ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi.
Kenyataan ini mendorong Swenson untuk mengengembangkan prosedur bedah
definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan segmen aganglion disertai
dengan preservasi sfingter anal.4
2.6
PATOLOGI
12
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
ganglion
13
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
2.8
DIAGNOSIS
Berbagai teknologi tersedia untuk menegakan diagnosis penyakit
2.9
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
14
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh
kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau
disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan
gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans
neonatal, atau peritonitis intrauterine. Tanda-tanda edema, bercak-bercak
kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung, dan di sekitar genitalia
ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung
ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.1,3,4,5
(ii). Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces
biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi.1,3,4,5
Anamnesis
15
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
a. Muntah hijau
b. Mekonium terlambat keluar lebih dari 24 jam
c. Distensi abdomen
d. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam
e. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar
obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.
f. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa,
misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan
riwayat tidak dapat defekasi
Apabila pada masa neonates tidak ditemukan gejala akan bertambah berat
dengan bertambahnya usia pada masa anak-anak dengan gejala :
a. kontsipasi berat
b. pertumbuhan terhambat
c. anoreksia
d. berat badan tidak bertambah
Diagnosis akhir dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dari biopsy rectal
yang ditemukan aganglionik.
16
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut
anak sudah kempes lagi
Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari. Tampak abdomen sangat distensi, dan
dinding abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi infeksi. Pasien
tampak amat menderita akibat distensi abdomennya
17
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
18
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
19
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
Biopsy Rectal
20
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata
karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut.
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik
mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologist
Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau
silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan.
21
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
Manometri Anorektal
Kemudahan
mendiagnosis
telah
diperbaharui
dengan
penggunaan
22
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
Penemuan Histologis
Baik pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner)
tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami
hipertropi yang terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan
sepanjang lamina propria dan muskularis propria. Sekarang ini telah terdapat
pemeriksaan imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk
pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang telah
menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat dibandingkan
asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.
23
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
2.12. Penatalaksanaan
Pengobatan
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:
1. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi,
Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan
elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi
sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompressi
nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki
peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.
2. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan,
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube
berlubang besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya
ketidakseimbanganelektrolit.
Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi
prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis
3. untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.
.Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan
usus yang normal pada pasien post-operatif.
Tindakan bedah
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan
hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis
teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave.
24
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
1. Prosedur Swenson
Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan
kolon
sigmoid
kemudian
25
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
2. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai
26
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang
mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah
2.13 KOMPLIKASI
1. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat
kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi
27
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
28
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Hirschprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang ditandai
dengan
29
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
1990. p.555-77.
Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan
Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI. 1993.
3. Wyllie,
Robert,
2000.
Megakolon
Aganglionik
Bawaan
(Penyakit
30
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh
31
Prodi Ilmu Bedah FK Unsyiah/RSUZA Banda Aceh