Laporan Modul Demam Tropmed Kelompok 2
Laporan Modul Demam Tropmed Kelompok 2
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sehubungan dengan wilayah tempat tinggal kita yaitu negara Indonesia yang
memiliki iklim tropis, sehingga banyak sekali penyakit-penyakit terkait dengan iklim
Indonesia ini. Maka dari itu munculah suatu system/blok yang khusus mempelajari
penyakit-penyakit tersebut, yaitu sistem Kedokteran Tropis.
Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
yang dicantumkan pada setiap modul bertujuan agar kami sebagai mahasiwa mengetahui
dan memahami seluk beluk Kedokteran Tropis terutama di Indonesia yang disesuaikan
dengan Kompetensi Dokter Indonesia.
Penatalaksanaan
pasien demam
1.3 Skenario
Seorang laki-laki berusia 38 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan kesadaran
menurun. Sebelumnya pasien mengeluh demam tinggi selama 5 hari, menggigil dan
sakit kepala yang tidak mereda walaupun sudah makan obat yang dibelinya di
warung. Keluhan lain mual, muntah, punggung terasa nyeri, tangan dan kaki terasa
dingin. 2 minggu sebelumnya pasien dinas ke daerah Papua Barat selama 10 hari.
BAB II
2
PEMBAHASAN
2.1 Kalimat Kunci
1. Laki-laki berusia 38 tahun
2. Keluhan kesadaran menurun
3. Sebelumnya mengeluh demam tinggi selama 5 hari, menggigil, dan sakit
kepala.
4. Gejala tidak hilang walau sudah minum obat yang dibeli di warung
5. Keluhan lain mual, muntah, punggung terasa nyeri, tangan dan kaki terasa
dingin
6. 2 minggu sebelumnya pasien dinas ke daerah Papua Barat selama 10 hari.
2.2 Analisis Masalah
1 Apa definisi dan klasifikasi demam?
2
Penyakit tropis apa saja yang dapat menimbulkan gejala demam? Dan jelaskan
etiologi dari penyakit tersebut!
Mengapa saat penderita setelah minum obat warung gejala tidak mereda?
Demam adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi. Yang
di sebabkan oleh bakteri dan virus dan menyebabkan infeksi. Meningkatnya suhu
tubuh dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih dan membuat lebih
banyak antibodi untuk melawan infeksi.
KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis
masalah.2 Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut,
subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel
4. memperlihatkan tiga kelompok utama demam
Penyebab tersering
Infeksi saluran nafas atas
Infeksi virus, infeksi saluran
kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
arthritis
Lama demam
pada umumnya
<1 minggu
<1minggu
>1 minggu
Definisi
Demam dengan
localization
Letargi
sekitarnya
Toxic appearance
Bakteremia dan
septikemia
Penyakit
atas
Pulmonal
Gastrointestinal
Sistem saraf pusat
Eksantem
Kolagen
Neoplasma
Tropis
herpetika
Bronkiolitis, pneumonia
Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Meningitis, encephalitis
Campak, cacar air
Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Leukemia, lymphoma
Kala azar, cickle cell anemia
terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan
hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.
menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs
umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan
sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak
berusia kurang dari 36 bulan.6
Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs
Penyebab
Infeksi
Contoh
Petunjuk diagnosis
Bakteremia/sepsis
(HH-6)
normal
Dipstik urine
Malaria
Di daerah malaria
PUO (persistent
Juvenile idiopathic
pyrexia of
arthritis
unknown
origin) atau
FUO
Pasca vaksinasi
2.3.2
Patomekanisme Demam
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh, baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS)
pada dinding bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri
gram positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit,
limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan IFN-, yang bertindak
sebagai pirogen endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan dengan
reseptornya di hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan
pelepasan
asam
arakidonat
dari
membran
fosfolipid
atas
pengaruh
enzim
vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang
menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh
dipertahankan pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan dingin lalu
menggigil dan menghasilkan panas.
2.3.3 Penyakit-Penyakit Tropis yang Disertai dengan Gejala Demam
1. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi demam, nyeri otot dan atau
nyeri sendi yang disertai lwukopwnia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik.
Etiologi
Demam berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus flavivirus, famili flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.
Terdapat empat serotype virus yaotu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti
yellow fever, Japanese encehphalitis dan west nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, amjing, kelelawar dan primata lainnya. Survei epidemiologi
pada hewan ternak di dapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda,
sapid an babi. Penelitian pada arthropoda menunjukan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes dan toxorhynchites.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat simtomati, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk renjatan jika tidak mendapatkan
pengobatan adekuat.
2. Malaria
Malaria adalah penyakt infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun
mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.
Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium ini pada
manusia menginfeksi erotrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan
hati dan eritrosit. Pembiakan aseksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles
betina.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria, berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis
plasmodium, daerah asal infeksi, umur, ada dugaan konstitusi genetic, keadaan
kesehatan dan nutrisi, komoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.
3. Demam Kuning
Demam kuning (yellow fever) adalah suatu penyakit infeksi akut yang
disebabkan
oleh virus yellow fever, kata kuning diambil dari beberapa keadaan pasiennya
yang menjadi ikterik.
Etiologi
Virus yellow termasuk genus flavivirus, family flaviridae. Virus ini suatu
virus RNA untai tunggal dan positive sense. Virionnya berbentuk sferis dan
12
7. Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oelh
mikroorganism leptospia interograns tanpa memandang bentuk spesifik
serotypenyapenyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,slime
fever, swamp fever, autumnal fever,infectious jaundice, field fever,cane fever, dll.
Leptospirosis seringkali luput di diagnosa karena gejala klinis tidak spesifik,dan
sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium.
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili
treponematacceae,suatu mikroorganism sphirochaeta. Ciri khas organisme ini
berbelit, tipis, fleksiblepanjangnya 5-14 um dengan spiral yang sangat halus,
lebarnya 0,1-0,2 um.Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua spesies :
L interrogansyang patogen dan L biflexa yang non patogen/ saprofit.
Gambaran klinis
Sering : demam, menggigil, meningismus,anoreksia,
myalgia,konyungtiva,mual muntah, nyeri abdomen,ikterus, ruam kulit.Jarang
13
9. Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia
danmamalia yang berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies
yangtermasuk genus lyssa-virus, famili rhabdoviridae dan menginfeksi manusia
melaluisekret yang terinfeksi pada gigitan binatang.
Etiologi
Virus rabia merupakan prototipe dari genus lyssa-virus dari
familirhabdoviridae. Dari genus lyssa-virus ada 11 jenis virus yang secara
antigenik miripvirus rabies dan yang meninfeksi manusia adalah virus rabies,
mokola duvenhagedan europian bat lyssa-virus. Virus rabies termasuk golongan
RNA.virus berbentukpeluru dengan ukuran 180 x 75 nm.selubung virus terdiri
dari lipid, protein matriksdan glokoprotein. Virus rabies inaktif dalam
14
pemanasan ;pada temperatur 56 Cwaktu paruh kurang dari 1 menit dan pada
kondisi lembab 37C dapat bertahanbeberapa jam. Virus juga akan mati dengan
deteren, sabun, etanol 45 % solusi jodium. Virus rabies ada 6 genotipe,
rabies genotipe 1, mokola genotipe 3,duvenhage genotipe 4, dan european bat
lyssa virus genotipe 5 & 6
Gejala klinis
Nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual, muntah,
nyerikepala, letargi,ansietas, depresi
10. Difteri
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi secara lokal
padamukosa saluran pernafasa atau kulit yang disebabkan basil gram positif, yang
diikutigejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi
oleh basil ini.
Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah corynebacterium dyptheriae. Yang
disebut juga klebs-loeffler. Basil ini termasuk basil gram positif, pleomorfik,
tersusunberpasangan, tidak bergerak, tidak membentuk spora, aerobik dan
dapatmemproduksi eksotoksin.
Gejala klinis
Demam tidak tinngi, kerongkongan sakit, perasaan tidak enak, mual,
muntah,lesu, sakit kepala, rinorea, lendir bercampyr darah
2.3.4
15
Fosfolipid
Obat warung, misal
Paracetamol (OAINS)
Asam arakidonat
Enzim
lipooksigenase
hidroperoksi
d
Leukotrien
Enzim siklooksigenase
Endoperoksi
d
Tromboksan
PGE2
PGF 2 , A
PGD
2 PGG 2
2
17
/PGH Prostasiklin
a. anamensis
dalam anamnesis kasus demam dengan di pengaruhinya vector born diseases
perlu diketehaui beberapa keluhan utama yang perlu diketahui diantaranya adalah
sebagau berikut :
Demam
Pada demam yang perlu ditanyakan adalah sudah berapa lama terjadi
demam,kemudian tipe dan periodic dari demam itu sendiri karena demam pada
kasus tropis dapat membantu dalam mengarahkan diagnosis dari penyakit
Kesadaran
Dalam kasus penyakit tropis yang berat terkadang pasien dating dengan keadaan
kesadaran yang menurun. Kesadaran akan lebih dalam di tinjau di pemeriksaan
fisik
Nyeri
Pada beberapa kasus demam yang disebabkan oleh vector born diseases nyeri di
beberbagai lokasi menjadi salah satu keluahan tambahan yang sering di keluhkan
oleh penderita
b. Tanda Vital
18
Nadi
Normalnya : 60 100 / menit
Tachycardi / pulsus frequent : nadi yang cepat ( lebih 100 / menit )
Bradycardi / pulsus varus : nadi yang kurang dari 60 / menit
Pernafasan
Pernapasan normal : thorakal, abdominal, thorako abdominal
Frekwensi normal : 16-22 kali
Suhu
Normal suhu badan : 36-37 oC
Demam / febris : > 37 oC
Subfebril : 37-38 oC
Febris continue : > 38 oC dan fluktuasi kurang 1 oC
Febris remitten : > 38 oC dan fluktuasi lebih 1 oC
Febris intermittent : > 38 oC dan fluktuasi lebih 1 oC dan suhu < 38 oC
Penurunan suhu badan ke normal, dapat secara LYSIS (turun secara bertahap)
dan CRISIS (turun secara cepat)
Tekanan darah
Diperiksa dengan sphygmomanometer air raksa, aneroid atau digital
Normal : < 140/90 mmHg
Hipertensi : TD sistolik 140 dan atau TD diastolik 90 mmHg
Pemeriksaan Fisik
19
Pemeriksaan Penunjang
-Pemeriksaan darah : pada darah tepi ditemukan parasit malaria paling banyak di
lakukan selama 3x dan di periksa saat penderita tengah mengalami demam
-Test serologi : untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi yang terbentuk
sebagai respon adanya parasit
2.3.8
DD pada Skenario
20
Plasmodium vivax
Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes perantara parasite ini ,sedangkan hospes difinitifnya
adalah nyamuk anopheles betina,plasmodium ini juga menyebabkan demam tersiana
Distribusi geografiknya
Plasmodium vivax di temukan di daerah sub tropic dan tropic P.vivax ditemukan di
daerah: sub tropik (korea selatan,cina,mediterania timur,turki, amerika selatan dan
utara,eropa di musim panas) tropik di asia timur dan selatan di indonesia p.vivax
tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering,umumnya di daerah endemi
daur hidup
1. Nyamuk Anopheles betina menggigit, menghisap darah manusia kemudian
mengeluarkan air liur yang mengandung sporozoit.
2. Bersama aliran darah sporozoit menuju hati, selama 3 hari.
3.Sporozoit membelah menjadi 8 32 merozoit, keluar dari hati kemudian
menginfeksi sel hati lain dan membentuk merozoit baru. Akibatnya sel hati banyak
yang rusak.
4.Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
5.Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
6.Jika darah si penderita digigit nyamuk Anopheles dan menghisap darah penderita
tadi maka makrogametosit dan mikrogametosit akan ikut terhisap dan masuk ke
dalam usus nyamuk. Di dalam usus nyamuk makrogametosit danmikrogametosit
berkembang menjadi makrogamet (ovum) dan mikrogamet (sperma). Prosesnya
dinamakan gametogonia atau gametogenesis. Fertilisasi terjadi di dalam usus
sehingga terbentuklah zigot (ookinet).
7.
Zigot (ookinet) selanjutnya akan menembus dinding usus dan untuk sementara
akan menetap, terbungkus oleh otot dinding perut nyamuk (ookista)
8.
Di dalam ookista, zigot akan membelah berulang kali sehingga terbentuk selsel yang lengkap dinamakan sporozoit.
9.
Jika ookista telah matang maka akan pecah sehingga sporozoit tersebar ke
seluruh tubuh nyamuk, diantaranya adalah ke dalam kelenjar ludah.
10. Apabila nyamuk menghisap darah manusia bersamaan dengan itu nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam darah.
21
Plasmodium Ovale
Nama Penyakit yang disebabkan oleh parasi ini disebut malaria ovale.
Distribusi geografik
P. ovale terutama terdapat di daerah tropic Afrika bagian Barat, di daerah Pasifik
Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau
Owi sebelah Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Morfologi dan daur hidup
Morfologi P. ovale mempunyai persamaan dengan P. malariae tetapi perubahan
pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip dengan P. vivax. Trofozoit muda
berukuran kira kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik titik schuffner (disebut juga
titik James) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk
bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar
pigmen P. malariae. Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar
berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya
dengan titik Schuffner yang menjadi lebih banyak.
Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari, skizon hati besarnya 70
mikron dan mengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual
22
pada P. ovale hamper sama dengan P. vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon
berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8 10 merozoit yang letaknya teratur
di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah.
Stadium gametosit betina (makrogametosit) bentuknya bulat, mempunyai inti
kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosit)
mempunyai inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah merahan, berbentuk
bulat. Pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua dan ganulanya mirip
dengan yang tampak pada P. malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles
memerlukan waktu 12 14 hari pada suhu 27C.
Patologi dan gejala klinis
Gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivaks. Serangannya sama hebat
tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnyalebih jarang. Parasit
sering tetap berada dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain
yang lebih virulen. Parasit ini baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap.
Infeksi campur P. ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropic
Afrika dengan endemi malaria
2.3.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan dari Kasus pada Skenario
Pengobatan malaria, umumnya mengacu pada rekomendasi WHO. Di
Indonesia, saat ini selain tersedia obat antimalaria standar (klorokuin, kina,
primakuin dan sulfadoksin-pirimetamin) juga tersedia obat antimalaria golongan
artemisin. Sementara menurut Depkes (2007), obat antimalaria dapat dibagi
berdasarkan cara kerja selektifnya pada fase yang berbeda dari siklus hidup
parasit. Obat yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit) sehingga
tida terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritro sit disebut
skizontosida darah (klorokuin, kuinin dan meflokuin). Obat yang bekerja pada
parasit stadium pre-eritrositer (skizon yang baru memasuki jaringan hati)
sehingga dapat mencegah parasit menyerang eritro sit disebut skizontosida
jaringan (pirimetamin dan primakuin). Obat yang dapat membunuh gametosit
yang berada dalam eritrosit sehingga transmisi ke nyamuk dihambat disebut
gametosida (klorokuin, kina dan primakuin). Obat yang dapat menghambat
perkembangan gameto sit lebih lanjut di tubuh nyamuk yang menghisap darah
23
Primakuin
Menurut Depkes RI (2008), Primakuin merupakan obat antimalaria kelompok
senyawa 8-aminokuinolin yang sangat efektif melawan gametosit seluruh spesies
Plasmodium. Obat ini juga aktif terhadap skizon darah P. falciparum dan P. vivax
tetapi dalam dosis tinggi sehingga harus berhati-hati, efektif terhadap skizon
jaringan P. falciparum dan P. vivax
Derivat Artemisinin
Menurut Depkes RI (2008), derivat artemisinin merupakan kelompok obat
antimalaria baru yang penggunaannya terbatas pada daerah-daerah yang resistensi
klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
Pengobatan Malaria dengan Obat Kombinasi Artemisinin
Menurut WHO (2010), konsep pengobatan menggunakan kombinasi dari dua atau
lebih obat antimalaria dapat mencegah berkembangnya resistensi dari masingmasing obat kombinasi dimaksud. Pengobatan kombinasi merupakan penggunaan
dua atau lebih obat antimalaria skizontosidal darah secara simultan dimana
masing-masing obat mempunyai cara kerja yang independen dan mempunyai
target biokimia yang berbeda pada parasit. Tujuan penggunaan obat antimalaria
kombinasi untuk meningkatkan efikasi dari masing-masing obat antimalaria
tersebut, meningkatkan angka kesembuhan, mempercepat respon pengobatan
serta mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi terhadap obat tunggal.
Menurut WHO (2010), Artemisinin combination therapy (ACT) yang
direkomendasikan WHO saat ini antara lain :
1. Artemeter + lumenfantrin (20 mg artemeter dan 120 mg lumenfantrin/ Coartem)
2. Artesunat + amodiakuin (50 mg artesunat dan 150 mg amodiakuin dalam tablet
terpisah/ A rtesdiaquine, Arsuamoon)
25
3. Artesunat + meflokuin (50 mg artesunat dan 250 mg basa meflokuin dalam tablet
terpisah)
4. Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin (50 mg artesunat dan 500 mg sulfadoksin
serta 25 mg pirimetamin dalam tablet terpisah/ Artescope)
5. Dihidroartemisinin + piperakuin (40 mg dihidroartemisinin dan 320 mg
piperakuin dalam bentuk fixed dose combination)
6. Artesunat + pironaridin
7. Artesunat + klorproguanil-dapson (Lapdap plus)
8. Dihidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim (Artecom)
9. Dihidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim + primakuin (CV8)
10. Dihidroartemisinin + naftokuin
Sementara Depkes RI, mulai merekomendasikan penggunaan ACT sebagai
pengganti klorokuin untuk pengobatan malaria falciparum sejak tahun 2004,
sedangkan untuk pengobatan malaria vivaks baru direkomendasikan untuk
dilaksanakan pada tahun 2009.
Menurut Depkes RI (2008), obat yang digunakan saat ini untuk pengobatan
malaria di Indonesia diantaranya adalah :
1. Amodiakuin: Amodiakuin merupakan obat antimalaria kelompok 4aminokuinolin yang mempunyai struktur dan aktivitas yang sama dengan
klorokuin. Obat ini mempunyai efek antipiretik dan anti inflamasi. Dosis obat
untuk pengobatan malaria falciparum sama dengan dosis klorokuin
2. Derivat Artemisinin (qinghousu): Menurut Gunawan (2009), Artemisinin
merupakan obat antimalaria kelompok seskuiterpen lakton. Artemisinin dan
derivatnya merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap semua
26
spesies Plasmodium, onset kerja sangat cepat dan dapat mematikan bentuk
aseksual Plasmodium pada semua stadium dari bentuk ring muda sampai skizon.
Artemisinin juga bersifat gametosida terhadap P. falciaparum termasuk stadium 4
gametosit yang biasanya hanya sensitif terhadap primakuin. Derivat artemisinin
bekerja dengan menghambat enzim yang berperan dalam masuknya kalsium ke
dalam membran parasit yaitu enzim adenosin trifosfatase (PfATPase 6).
Mekanisme kerja lain diduga melalui intervensi terhadap fungsi pelikel
mitokondria, menghambat masuknya nutrisi ke dalam vakuola makanan parasit
sehingga terjadi defisiensi asam amino disertai pembentukkan vakuola autofagik
yang berlanjut dengan kematian parasit karena kehilangan sitoplasma.
Beberapa jenis derivat Artemisinin tersebut antara lain:
Artemotil: pada awalnya dikenal dengan nama arteeter, yaitu bentuk etil eter dari
artemisinin, tidak larut dalam air dan hanya dapat diberikan secara injeksi
intramuskular. Absorpsi artemotil lambat dan tidak menentu. Waktu paruh
eliminasi sekitar 25-72 jam.
Asam artelinat: Obat ini tersedia dalam bentuk larutan yang lebih stabil dari
pada artesunat untuk pemberian parenteral (intravena), namun saat ini masih
dalam taraf penelitian.
semua spesies plasmodium dan skizontosida jaringan untuk P. falciaprum. Obat ini harus
dikombinasikan dengan obat antimalaria lain yang bekerja cepat dan menghasilkan efek
potensiasi, misalnya kina. Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, ibu menyusui
dan anak di bawah 8 tahun karena dapat menyebabkan perubahan warna gigi dan
gangguan pertumbuhangigi dan tulang.
5.
adalah masa paruh yang lebih panjang, absorbsi yang lebih baik, lebih aman pada pasien
dengan insufisiensi ginjal, dapat diberikan per oral maupun injeksi intravena.
28
di
Malaria Serebral
Terjadikira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun demikian masih sering dijumpai
pula didaerah endemic seperti di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan
irian jaya. Secara sporadic juga ditemui pada beberapa kota besar di Indonesia umumnya
sebagai kasus import. Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan paling
memberikan mortalitas 20-50% dengan pengobatan. Penelitian di Indonesia mortalitas
berkisar 21,5%-30,5%. Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glassglow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau
equal dengan keadaan klinis spourous. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku
(penderita tidak mau bicara). Dalam prsktek keadaan ini harus ditangaani sebagai malaria
serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan. Penurunan kesadaran menetap untuk
waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara panas atau hipoglikemia membantu
meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi
walaupun cukup jarang. Pada Pemeriksaan neurologic reaksi mata divergen, pupilukuran
normal dan reaktif,funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan. Papilledema
jarang,repleks kornea normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal refleks dan hilang.
Refleks abdomen dan kremaster normal, sedang Babinsky abnormal pada 50% penderita.
Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan f;exi dan tungkai
extensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan
lateral. Keadaan ini sering disertai dengan hiperventilasi. Lama koma pada orang dewasa
dapat 2-3 hari sedangkan pada anak-anak satu harii.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapilerr pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasite sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan
sekuestrasi parasite. Akan tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa tidak ada
perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, ataupun cerebral metabolic
rate for oxygen pada penderita koma dibandingkan penderita yang telah pulih
kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CCS) meningkat pada malaria
30
serebral yaitu <2.2 mmol/l (19,6 mg/dl) dan dapat dijadikan indicator prognosis ; yaitu
bila kadar laktat >6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Pada pengukuran tekanan
intracranial meningkat pada anak-anak (80%), sedan. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi
orga. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi
orgagkan pada penderita dewasa biasanya normal. Pada pemeriksaab CT scan biasanya
normal, adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus yang agonal. Pada
malaria serebral biasanya dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ, maka
progbosa kematian >75%.
pilihan
pengobatan
untuk
menurunkan
mortalitas.
Seperti
pada
yang fokal, kelumpuhan saraf kranial, kaku kuduk, deserebrasi, deviasikonjuge, dan
kadang-kadang ditemukan perdarahan retina. Penilaian penurunan kesadaran ini
dievaluasi berdasarkan GCS (Glasgow Coma Score). Penurunan kesadaran ini selain
karena kelainan neurologis, tetapi juga dapat diperberat karena gangguan metabolism,
seperti asidosis, hipoglikemia, yang berarti gangguan ini terjadi karena beberapa proses
patologis.
Hipoglikemia
Hipoglikemia dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang dengan malaria berat.
Hal ini disebabkan karena
cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan
keadaan umum yang beratataupun penurunan kesadaran. Pada penderita dengan malaria
cerebral di Thailand dilaporkan adanya hipoglikemi sebanyak 12,5%, sedangkan di
Minahasa insiden hipoglikemia berkisar 17,4%-21,8%. Penyebab terjadinya hipoglikemia
yang paling sering ialah karena pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 jam setelah infus
kina). penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneoVluconeogenesisnderita dengan ikterik,
hiperparasitemia oleh karena parasite mengkonsumsi kabohidrat, dan pada TNF-a yang
meningkat. Hipoglikemia dapat pula terjadi pada primigravida dengan malaria tanpa
komplikasi. Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensionil,
disebabkan hipoglikemia yang persisten karena hiperinsulinemia akibat kina. Mungkin
dengan pemberian diazoksid dimana terjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara
pengobatan yang dapat dipertimbangkan.
Malaria Algid
Yaitu terjadinya syok vascular, ditandai dnegan hipoensi (tekanan sistolik kurang dari 70
mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan. Gambaran klinik
berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperature rektal tinggi, kulit tidak elastic,
pucat. Pernafasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun dan sering tekanan sistolik tak
33
terukur da naddi yang normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya
septisema gram negative. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dn
obat inotropic.
Kecendrungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epitaksis, perdarahn dibawah kulit berupa
peteki, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. Perdarahan
ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau gangguan koagulasi intravascular ataupun
gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia disebabkan karena
pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi intravascular jarang terjadi kecuali pada stadium
akhir dari suatu infeksi P.falciparum yang berat.
Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Edema paru merupakan
komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian.
Edema paru dapat terjadi karena kelaihan cairan atau adult respiratory distress syndrome.
Beberapa factor yang memudahkan timbulnya edema paru ialah kelebihan cairan,
kehamilan, malariaserebral, hiperparasitemi, hipotensi, asidosis dan uremi. Adanya
peningkatan respirasi merupakan gejala awal, bila frekuensi pernafasan >35kali/menit
prognosanya jelek. Pada otopsi dijumpai adanya kombinasi edema yang difus, kongestif
paru, perdarahan, dan pembentukan membrane hialin. Oleh karenanya istilah edema paru
mungkin kurang tepat, bahkan sering disebut sebagai insuffisiensi paru akut atau adult
respiratory distress syndrome. Pada Pemeriksaan radiologic dijumpai peningkatan
gambaran bronkovaskular tanpa pembesaran jantung.
Manifestasi Gastro-Intestinal
34
Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum dan biasnya bersamaan
dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya hiponatremia dapat disebabkan karena
kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma
abnormalitas hormon dhormonei-diuretik (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormone
diuretic yang pernah dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita.
35
Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS,
kecepatan diagnosa, dan penanganan yang tepat.
Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas,
misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemia, peningkatan
kreatin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dibanding malaria
serebral saja.
Kepadatan parasite, pemeriksaan hitung parasite bila jumlahnya semakin
banyak/padat, maka prognosisnya semakin buruk, terlebih lagi apabila ditemukan
bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa kasus pada skenario,
penderita mengalami malaria falciparum. Karena gejala yang terdapat pada skenario
sama dengan gejala yang biasa timbul pada malaria falciparum seperti demam tinggi ,
menggigil dan sakit kepala. Keluhan lain mual, muntah, punggung terasa nyeri, tangan
dan kaki terasa dingin. Ada riwayat 2 minggu sebelumnya pasien dinas ke daerah Papua
Barat selama 10 hari.
36
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem ed.6. Jakarta: EGC.
Robbins. 2013. Buku Ajar Patologi ed. 7. Jakarta: EGC .
Sudoyo, Aru W.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publishing.
Nainggolan L, Widodo D: Demam: Patofisiologi dan Penatalaksanaan, Bunga Rampai
Penyakit Infeksi, Widodo, Pohan (eds),Divisi Peny. Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta. 1-11, 2004.
Inglis, TJJ., Microbiology and Infection, 2nded., Churchill Livingstone, 2003.
37
38