Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sehubungan dengan wilayah tempat tinggal kita yaitu negara Indonesia yang
memiliki iklim tropis, sehingga banyak sekali penyakit-penyakit terkait dengan iklim
Indonesia ini. Maka dari itu munculah suatu system/blok yang khusus mempelajari
penyakit-penyakit tersebut, yaitu sistem Kedokteran Tropis.
Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
yang dicantumkan pada setiap modul bertujuan agar kami sebagai mahasiwa mengetahui
dan memahami seluk beluk Kedokteran Tropis terutama di Indonesia yang disesuaikan
dengan Kompetensi Dokter Indonesia.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


1

Menjelaskan patomekanisme demam


a

Menyebutkan definisi demam dan pembagiannya

Mengetahui kriteria kurve suhu demam remitten, demam intermitten,


demam kontinyu, demam tertiana, demam kuartana, septik, hektik, demam
balik-balik.

Menjelaskan penyakit-penyakit tropis yang menimbulkan gejala demam dan


etiologi penyakit tersebut (bakteri, parasit, virus, atau dan agen lain)

Menjelaskan langkah langkah pemeriksaan untuk diagnosis kelainan dengan


keluhan demam.
a

Anamnesis yang perlu dilakukan untuk pasien demam pada penyakit


tropis

Pemeriksaan fisis yang perlu dilakukan untuk pasien demam pada


penyakit tropis

Pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium, photo Rontgen, dll)


yang perlu dilakukan untuk pasien demam pada penyakit tropis

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit-penyakit tersebut

Penatalaksanaan

pasien demam

menurut etiologinya masing masing

(farmakologis dan non-farmakologis)


6

Epidemiologi, pencegahan, pemberantasan penyakit-penyakit tropis tsb.

1.3 Skenario
Seorang laki-laki berusia 38 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan kesadaran
menurun. Sebelumnya pasien mengeluh demam tinggi selama 5 hari, menggigil dan
sakit kepala yang tidak mereda walaupun sudah makan obat yang dibelinya di
warung. Keluhan lain mual, muntah, punggung terasa nyeri, tangan dan kaki terasa
dingin. 2 minggu sebelumnya pasien dinas ke daerah Papua Barat selama 10 hari.

BAB II
2

PEMBAHASAN
2.1 Kalimat Kunci
1. Laki-laki berusia 38 tahun
2. Keluhan kesadaran menurun
3. Sebelumnya mengeluh demam tinggi selama 5 hari, menggigil, dan sakit
kepala.
4. Gejala tidak hilang walau sudah minum obat yang dibeli di warung
5. Keluhan lain mual, muntah, punggung terasa nyeri, tangan dan kaki terasa
dingin
6. 2 minggu sebelumnya pasien dinas ke daerah Papua Barat selama 10 hari.
2.2 Analisis Masalah
1 Apa definisi dan klasifikasi demam?
2

Bagaimana patomekanisme demam?

Penyakit tropis apa saja yang dapat menimbulkan gejala demam? Dan jelaskan
etiologi dari penyakit tersebut!

Jelaskan faktor penyebab dari gejala pada skenario!

Bagaimana hubungan antar gejala pada skenario?

Mengapa pasien baru merasakan gejala setelah 2 minggu dari papua?

Mengapa saat penderita setelah minum obat warung gejala tidak mereda?

Jelaskan alur diagnosis pada skenario!

Apa saja DD pada skenario?

10 Bagaimana penatalaksanaan pada kasus di skenario?


11 Bagaimana prognosis pada skenario?
12 Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada di skenario?
2.3 Pembahasan
2.3.1 Definisi Demam
3

Demam adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi. Yang
di sebabkan oleh bakteri dan virus dan menyebabkan infeksi. Meningkatnya suhu
tubuh dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih dan membuat lebih
banyak antibodi untuk melawan infeksi.
KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis
masalah.2 Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut,
subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel
4. memperlihatkan tiga kelompok utama demam

yang ditemukan di praktek

pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.1


Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Klasifikasi
Demam dengan localizing
signs
Demam tanpa localizing
signs
Fever of unknown origin

Penyebab tersering
Infeksi saluran nafas atas
Infeksi virus, infeksi saluran
kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
arthritis

Lama demam
pada umumnya
<1 minggu
<1minggu
>1 minggu

Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan


Istilah

Definisi

Demam dengan

Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat

localization

didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization

Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas


setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi

Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi


dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan

sekitarnya
Toxic appearance

Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk,


cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius

Menandakan penyakit yang serius, yang dapat


mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis,
infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi saluran kemih,
pneumonia

Bakteremia dan

Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah,

septikemia

dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia


menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan,
menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

Demam dengan Localizing Signs


Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada
kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara
spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan
sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1
Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs
Kelompok

Penyakit

Infeksi saluran nafas

ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis

atas
Pulmonal
Gastrointestinal
Sistem saraf pusat
Eksantem
Kolagen
Neoplasma
Tropis

herpetika
Bronkiolitis, pneumonia
Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Meningitis, encephalitis
Campak, cacar air
Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Leukemia, lymphoma
Kala azar, cickle cell anemia

Demam Tanpa Localizing Signs


Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya
localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama
5

terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan
hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6.
menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam tanpa localizing signs
umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan
sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak
berusia kurang dari 36 bulan.6
Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs
Penyebab
Infeksi

Contoh

Petunjuk diagnosis

Bakteremia/sepsis

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Sebagian besar virus

Tampak baik, CRP normal, leukosit

(HH-6)

normal

Infeksi saluran kemih

Dipstik urine

Malaria

Di daerah malaria

PUO (persistent

Juvenile idiopathic

Pre-articular, ruam, splenomegali,

pyrexia of

arthritis

antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Vaksinasi triple, campak

Waktu demam terjadi berhubungan

unknown
origin) atau
FUO
Pasca vaksinasi

dengan waktu vaksinasi


Drug fever

Sebagian besar obat

Riwayat minum obat, diagnosis


eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)


Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1
minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3
minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.
6

2.3.2

Patomekanisme Demam

Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh, baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS)
pada dinding bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri
gram positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit,
limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan IFN-, yang bertindak
sebagai pirogen endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan dengan
reseptornya di hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan
pelepasan

asam

arakidonat

dari

membran

fosfolipid

atas

pengaruh

enzim

siklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin


E2 (PGE2). PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin monofosfat siklik (cAMP), akan mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) di hipotalamus pada
nilai yang lebih tinggi. Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas
sesuai setting suhu tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks
7

vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang
menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh
dipertahankan pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan dingin lalu
menggigil dan menghasilkan panas.
2.3.3 Penyakit-Penyakit Tropis yang Disertai dengan Gejala Demam
1. Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi demam, nyeri otot dan atau
nyeri sendi yang disertai lwukopwnia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik.
Etiologi
Demam berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus flavivirus, famili flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.
Terdapat empat serotype virus yaotu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavivirus lain seperti
yellow fever, Japanese encehphalitis dan west nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, amjing, kelelawar dan primata lainnya. Survei epidemiologi
pada hewan ternak di dapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda,
sapid an babi. Penelitian pada arthropoda menunjukan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes dan toxorhynchites.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat simtomati, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tak

demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk renjatan jika tidak mendapatkan
pengobatan adekuat.
2. Malaria
Malaria adalah penyakt infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun
mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium ini pada
manusia menginfeksi erotrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan
hati dan eritrosit. Pembiakan aseksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles
betina.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya
transmisi infeksi malaria, berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis
plasmodium, daerah asal infeksi, umur, ada dugaan konstitusi genetic, keadaan
kesehatan dan nutrisi, komoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.
3. Demam Kuning
Demam kuning (yellow fever) adalah suatu penyakit infeksi akut yang
disebabkan
oleh virus yellow fever, kata kuning diambil dari beberapa keadaan pasiennya
yang menjadi ikterik.
Etiologi
Virus yellow termasuk genus flavivirus, family flaviridae. Virus ini suatu
virus RNA untai tunggal dan positive sense. Virionnya berbentuk sferis dan

memiliki pembungkus (envelope), berukuran antara 35-45 nm, dan genomnya


terdiri atas 10.862 nukleotida.
Virus ini dapat diinaktivasi dengan kloroform, ether dan sinar
ultravioletsedangkan pada suhu 4

C tahan satu bulan dalam keadaan baku

kering dapat tahanbertahun-tahun. Terdapat perbedaan genotipe antara isolt yang


diperoleh dari afrikadan amerika selatan. Ada dua genotipe yang bersirkulasi di
afrika dan satu atau dua di amerika selatan.
Gambaran klinis
Yellow fever klasik merupakan penyakit bifasik ada 3 stadium yaitu
infeksi,remisi dan intoksinasi. Gambaran klinisnya bisa berupa infeksi subklinis,
infeksi miripinfluenza atau pada 15-25% kasus dapat terjadi fulminan dan
meyebabkan kematiandalam beberapa hari.Setelah masa inkubasi selama 3-6 hari
timbul demam secara mendadak danmenggigil diikuti sakit kepala, sakit
punggung, myalgia,nausea, dan muntah. Bisa jugadijumpai muka dan
konyungtiva merah tanda faget dan bradikardi relatif.Setelah 3-4 hari, gejala
demam menghilang selama beberapa jam sampai satuatau dua hari dan hanya
berulang pada pasien yang berkembang menjadi intoksinasifulminan.Tipe demam
adalah bifasik. Fase demam pertama berhubungan dengan faseakut penyakit dan
disertai bradikardi relatif. Selanjutnya demam menurun yangberhubungan dengan
fase remisi serta meningkat lagi dan fase memberat pada faseintoksinasi.Penyakit
berkembang menjadi demam berdarah multisistem ditandai denganbadan menjadi
kuning, disfungsi renal dan manifestas perdarahan dapatmenyebabkan hipotensi
bahkan terjadi renjatan yang fatal. Perdarahan mukosa,perdarahan pada luka
bekas jarum suntik, perdarahan gastrointestinal dapat hebatsebagai akibat sintesis
faktor pembekuan oleh sel hati menurun, disfungsi plateletdan koagulasi
intravaskular diseminata (KID)
4. Influenza burung (avian influenza)
Influenza burung atau avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat
virusinfluenza tipe A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri
10

termasuk mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam


famili orthomyxovirusesyang terdiri dari 3 tipe yaitu A, B, dan C. Influenza tipe B
dan C dapat menyebabkanpenyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan
tidak fatal sehingga tidakterlalu menjadi masalah. Virus influenza tipe
A dibedakan menjadi banyak subtipeberdasarkan petanda berupa tonjolan protein
pada permukaan sel virus. Ada 2protein petanda virus influenza A yaitu protein
hemaglutinin dilambangkan dengan Hdan protein neuraminidase dilambangkan
dengan N. Ada 15 macam proein H, H1-H15. Sedangkan N terdiri dari 9 macam.
N1-N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisamenghasilkan banyak sekali varian
subtype dari virus influenza tipe ASemua subtipe dari virus influenza A ini dapat
menginfeksi burung unggasyang merupakan pejamu alaminya, sehingga viru
influenza tipe A disebut jugasebagai influenza burung atau avian influenza. Di
lain pihak tidak semua subtipe virusinfluenza tipe A menyerang manusia. Subtipe
yang lazim juga dijump ai padamanusia adalah dari kelompok H1,H2,H3 serta N1
dan N2 dan disebut sebagaihuman influenza. Penyebab kehebohan
avian influenza influenza atau flu burung iniadalah virus influenza A
subtipe H5N1 yang secara ringkas disebut H5N1. Untukselanjutnya yang
dimaksud virus avian influenza adalah virus A (H5N1) ini. Virusavian influenza
ini digolongkan dalam highly pathogenic avian influenza (HPAI).
Manifestasi klinis
Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan
rentang 2-4. Manifestasi klinik influenza secara umum sama dengan ILI
(influenza like illness),yaitu batuk, pilek, demam. Demam biasanya cukup tinggi
yaitu >38C. Gejala lainberupa sefalgia, nyeri tenggorokan, myalgia dan
malaise.Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain
berupakonyungtivitis. Kelainan foto toraks bisa berupa infiltrat bilateral luas
infiltrat difus,multilokal, atau tersebar. Atau berupa kolaps lobar.
5. Severe acute respiratory syndrome (SARS)
Severe acure respiratory sindrom (SARS) adalah penyakit infeksi saluran
nafasyang disebabkan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis yang
11

berat. Sarsberpotensi untuk menyebar dengan sangat cepat sehingga menimbulkan


implikasiyang besar bagi para tenaga kesehatan
Etiologi
Penyebab SARS berupa infeksi yang sudah berhasil diketahui berupa
infeksivirus yang tergolong ke dalam genus coronavirus (CoV). Biasanya tidak
bersifat stabil pada lingkungan. Namun virus ini mampu bertahan sampai berharihari pada suhukamar. Virus ini juga mampu mempertahankan viabilitasnya
dengan baik bila masihberada di dalam feses.Genus coronavirus berasal dari ordo
nodovirales, yaitu golongan virus yangmemiliki selubung kapsul dan genom RNA
rantai tunggal, berdasarkan studi genetikdan antigenisitas, CoV terbagi ke dalam 3
kelompok besar yaitu 1) kelompok 1human CoV 229E dan porcine transsmissible
gastroenteritis virus. 2) kelompok 2,human CoV OC34, bonive corona virus, mice
hepatis virus. 3) kelompok 3, virusbronkhitis infeksiosa
Manifetasi klinis
SARS memiliki masa inkubasi antara 1-14 hari dengan rata-rata waktu
sekitar4 hari. Gejala predromal SARS dimulai dari gejala infeksi sistemik yang
tidak spesifikseperti demam, myalgia, menggigil dan rasa kau-kaku di tubuh,
batuk non-produktif,nyeri kepala dan pusing. Dengan demam dengan suhu tubuh
>38 C termasuk dalamdefinisi definisi kasus awal. Meskipun demikian tidak
semua pasien SARSmenunjukkan gejala demam. Misalnya pada pasien-pasien
lanjut usia, demammungkin menjadi gejala yang tidak menonjol.igil dan kakukaku di tubuh.Demam tinggi yang naik turun seringkali berhubungan dengan rasa
menggigildan kaku-kaku di tubuh. Selain itu pasien juga sering merasa sangat
lelas disertaidengan nyeri otot yang dirasakan disekujur tubuh. Pada beberapa
kasusu, demammenghilang sendirinya pada hari ke 4-7, tetapi ini
tidk mengindikasikan adanyaperbaikan dari gejala-gejala yang ada. Kenaikan
ulang suhu tubuh dan perburukandari gejala-gejala penyakit seringkali muncul
pada minggu ke 2.
6. Demam tifoid

12

Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di indonesia. Penyakit


initermasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU no tahun 1962
tentangwabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menulardan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Gambaran klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsing antara 10-14 hari. Pada
minggupertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
denganpenyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala,pusing,
mual,muntah, diare, tidak enak perut,batuk dan epistaksis. Sifat demam
meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam hari,
bradikardia,lidah berselaput(kotor ditengah , tepi dan ujung merah).

7. Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oelh
mikroorganism leptospia interograns tanpa memandang bentuk spesifik
serotypenyapenyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,slime
fever, swamp fever, autumnal fever,infectious jaundice, field fever,cane fever, dll.
Leptospirosis seringkali luput di diagnosa karena gejala klinis tidak spesifik,dan
sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium.
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili
treponematacceae,suatu mikroorganism sphirochaeta. Ciri khas organisme ini
berbelit, tipis, fleksiblepanjangnya 5-14 um dengan spiral yang sangat halus,
lebarnya 0,1-0,2 um.Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua spesies :
L interrogansyang patogen dan L biflexa yang non patogen/ saprofit.
Gambaran klinis
Sering : demam, menggigil, meningismus,anoreksia,
myalgia,konyungtiva,mual muntah, nyeri abdomen,ikterus, ruam kulit.Jarang

13

:pneumonitis, hemaptoe, delirium,perdarahan, diare, edema,atralgia,gagal


ginjal,asites, miokarditis.
8. HIV/AIDS
AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan atau gejala penyakit
yang disebabkanoleh menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV yang
termasuk familiretroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
Epidemiologi
Penularan HIV / AIDS terjadi akibat melaui cairan tubuh yang
mengandungvirus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual,
maupun heteroseksual, jarum suntik pada penggunaan narkotika, transfusi
komponen darah dan dari ibuyang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.
Oleh karena itu kelompok resikotinggi terhadap HIV/AIDS misalnya penggunaan
narkotika, pekerja seks komersil dan pelanggannya serta narapidana.
Gejala klinis
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,pembengkakan
kelenjargerah bening,ruam, diare, atau batuk.

9. Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia
danmamalia yang berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies
yangtermasuk genus lyssa-virus, famili rhabdoviridae dan menginfeksi manusia
melaluisekret yang terinfeksi pada gigitan binatang.
Etiologi
Virus rabia merupakan prototipe dari genus lyssa-virus dari
familirhabdoviridae. Dari genus lyssa-virus ada 11 jenis virus yang secara
antigenik miripvirus rabies dan yang meninfeksi manusia adalah virus rabies,
mokola duvenhagedan europian bat lyssa-virus. Virus rabies termasuk golongan
RNA.virus berbentukpeluru dengan ukuran 180 x 75 nm.selubung virus terdiri
dari lipid, protein matriksdan glokoprotein. Virus rabies inaktif dalam
14

pemanasan ;pada temperatur 56 Cwaktu paruh kurang dari 1 menit dan pada
kondisi lembab 37C dapat bertahanbeberapa jam. Virus juga akan mati dengan
deteren, sabun, etanol 45 % solusi jodium. Virus rabies ada 6 genotipe,
rabies genotipe 1, mokola genotipe 3,duvenhage genotipe 4, dan european bat
lyssa virus genotipe 5 & 6
Gejala klinis
Nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual, muntah,
nyerikepala, letargi,ansietas, depresi

10. Difteri
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi secara lokal
padamukosa saluran pernafasa atau kulit yang disebabkan basil gram positif, yang
diikutigejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi
oleh basil ini.
Etiologi
Penyebab penyakit difteri adalah corynebacterium dyptheriae. Yang
disebut juga klebs-loeffler. Basil ini termasuk basil gram positif, pleomorfik,
tersusunberpasangan, tidak bergerak, tidak membentuk spora, aerobik dan
dapatmemproduksi eksotoksin.
Gejala klinis
Demam tidak tinngi, kerongkongan sakit, perasaan tidak enak, mual,
muntah,lesu, sakit kepala, rinorea, lendir bercampyr darah

2.3.4

Faktor-Faktor Penyebab dari Gejala pada Skenario


1. Parasit

15

Dari 4 Plasmodium, strain Plasmodium dapat berbeda dengan strain


Plasmodium lainnya. Pola relaps P. Vivax dapat berbeda dari suatu wilayah lain.
Begitu juga dengan masa inkubasi dan sifat parasit tersebut dapat berbeda setiap
daerah. Terutama sensitivitas terhadap obat anti malaria.
2. Manusia
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit yang dapat
meneruskan daur hidupnya nyamuk adalah penting sekali. Manusia ada yang
rentan, yang dapat ditulari malaria, tapi ada pula yang kebal dan tidak mudah
ditulari malaria. Biasanya pendatang baru (luar daerah) ke daerah endemik
malaria akan lebih rentan terhadap penduduk aslinya (endemik).
3. Vektor
Nyamuk Anophles di seluruh dunia kurang lebih sekitar 2000 spesies dan
sekarang telah berkembang menjadi 3450, tetapi yang dapat menularkan malaria
kurang lebih sekitar 70 spesies. Di indonesia ditemukan kembali 80 spesies
Anophles, sedangkan yang ditemukan sebagai vektor penting malaria adalah 24
spesies.
4. Lingkungan
Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan
malaria di suatu daerah. Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada tidaknya
2.3.5

malaria terutama pada iklim tropis.


Hubungan Gejala pada Skenario
Pada skenario pasien merasakan deman, sebelum merasakan demam pasien pasti
merasakan menggigil karena menggigil adalah salah satu mekanisme tubuh untuk
mempertahankan suhunya.
Proses dari menggigil itu sendiri pertama infeksi menyebabkan hipotalamus
kurang peka panas. Pasien akan merasa dingin Tetapi pada saat ini suhu tubuh masih
normal.Tetapi Termosfat mengiinginkan suhu naik dan tubuh akan merasakan
menggigil lalu baru tubuh merasakan demam.
Pada skenario pasien mengalami demam. Jika demam yang dialami pasien tinggi
dapat menyebabkan denyut jantung meningkat. Denyut jantung yang meningkat
dapat mengakibatkan penrunan kesadaran dan pasien bisa mengalami nyeri otot dan
sendi seperti yang di keluhkan pasien pada skenario.
Pasien mengalami sakit kepala karena jumlah eritrosit menurun, trombosis pada
kapiler pembuluh darah, Volume darah yang berkurang karena permeabilitas
16

pembuluh darah meningkat terhadap cairan dan protein, terjadinya penyempitan


pembuluh arteriol dan sebaliknya pelebaran pembuluh kapiler, sehingga aliran darah
ke organ-organ dalam menjadi terhambat khusunya di SSP sehingga terjadi sakit
kepala.
2.3.6

Mekanisme Gejala yang Tetap Timbul Setelah Minum Obat Warung


Gejala pada sekenario tidak hilang disebabkan karena etiologi atau penyebab dari

penyakit tidak di hilangkan, misalkan diberikan paracetamol, maka akan menghilangkan


gejala tetapi tidak menghilangkan penyebab maka gejala pada sekenario akan tetap
timbul

Trauma/Luka pada sel


Gangguan pada membran sel

Fosfolipid
Obat warung, misal
Paracetamol (OAINS)

Asam arakidonat

Enzim
lipooksigenase
hidroperoksi
d
Leukotrien

Enzim siklooksigenase
Endoperoksi
d
Tromboksan
PGE2

PGF 2 , A
PGD
2 PGG 2
2

17

/PGH Prostasiklin

Pada scenario diketahui Diferential diagnosis adalah malaria maka harus di


berikan obat-obat ati malaria agar penyebab dari gejala tersebut dapat hilang.
2.3.7

Alur Diagnosis pada Skenario

a. anamensis
dalam anamnesis kasus demam dengan di pengaruhinya vector born diseases
perlu diketehaui beberapa keluhan utama yang perlu diketahui diantaranya adalah
sebagau berikut :

Demam
Pada demam yang perlu ditanyakan adalah sudah berapa lama terjadi
demam,kemudian tipe dan periodic dari demam itu sendiri karena demam pada
kasus tropis dapat membantu dalam mengarahkan diagnosis dari penyakit

Kesadaran
Dalam kasus penyakit tropis yang berat terkadang pasien dating dengan keadaan
kesadaran yang menurun. Kesadaran akan lebih dalam di tinjau di pemeriksaan
fisik

Nyeri
Pada beberapa kasus demam yang disebabkan oleh vector born diseases nyeri di
beberbagai lokasi menjadi salah satu keluahan tambahan yang sering di keluhkan
oleh penderita

b. Tanda Vital
18

Nadi
Normalnya : 60 100 / menit
Tachycardi / pulsus frequent : nadi yang cepat ( lebih 100 / menit )
Bradycardi / pulsus varus : nadi yang kurang dari 60 / menit

Pernafasan
Pernapasan normal : thorakal, abdominal, thorako abdominal
Frekwensi normal : 16-22 kali

Suhu
Normal suhu badan : 36-37 oC
Demam / febris : > 37 oC
Subfebril : 37-38 oC
Febris continue : > 38 oC dan fluktuasi kurang 1 oC
Febris remitten : > 38 oC dan fluktuasi lebih 1 oC
Febris intermittent : > 38 oC dan fluktuasi lebih 1 oC dan suhu < 38 oC
Penurunan suhu badan ke normal, dapat secara LYSIS (turun secara bertahap)
dan CRISIS (turun secara cepat)

Tekanan darah
Diperiksa dengan sphygmomanometer air raksa, aneroid atau digital
Normal : < 140/90 mmHg
Hipertensi : TD sistolik 140 dan atau TD diastolik 90 mmHg

Pemeriksaan Fisik

19

Pemeriksaan Penunjang
-Pemeriksaan darah : pada darah tepi ditemukan parasit malaria paling banyak di
lakukan selama 3x dan di periksa saat penderita tengah mengalami demam
-Test serologi : untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi yang terbentuk
sebagai respon adanya parasit

2.3.8

DD pada Skenario
20

Plasmodium vivax
Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes perantara parasite ini ,sedangkan hospes difinitifnya
adalah nyamuk anopheles betina,plasmodium ini juga menyebabkan demam tersiana
Distribusi geografiknya
Plasmodium vivax di temukan di daerah sub tropic dan tropic P.vivax ditemukan di
daerah: sub tropik (korea selatan,cina,mediterania timur,turki, amerika selatan dan
utara,eropa di musim panas) tropik di asia timur dan selatan di indonesia p.vivax
tersebar di seluruh kepulauan dan pada musim kering,umumnya di daerah endemi
daur hidup
1. Nyamuk Anopheles betina menggigit, menghisap darah manusia kemudian
mengeluarkan air liur yang mengandung sporozoit.
2. Bersama aliran darah sporozoit menuju hati, selama 3 hari.
3.Sporozoit membelah menjadi 8 32 merozoit, keluar dari hati kemudian
menginfeksi sel hati lain dan membentuk merozoit baru. Akibatnya sel hati banyak
yang rusak.
4.Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
5.Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
6.Jika darah si penderita digigit nyamuk Anopheles dan menghisap darah penderita
tadi maka makrogametosit dan mikrogametosit akan ikut terhisap dan masuk ke
dalam usus nyamuk. Di dalam usus nyamuk makrogametosit danmikrogametosit
berkembang menjadi makrogamet (ovum) dan mikrogamet (sperma). Prosesnya
dinamakan gametogonia atau gametogenesis. Fertilisasi terjadi di dalam usus
sehingga terbentuklah zigot (ookinet).
7.
Zigot (ookinet) selanjutnya akan menembus dinding usus dan untuk sementara
akan menetap, terbungkus oleh otot dinding perut nyamuk (ookista)
8.
Di dalam ookista, zigot akan membelah berulang kali sehingga terbentuk selsel yang lengkap dinamakan sporozoit.
9.
Jika ookista telah matang maka akan pecah sehingga sporozoit tersebar ke
seluruh tubuh nyamuk, diantaranya adalah ke dalam kelenjar ludah.
10. Apabila nyamuk menghisap darah manusia bersamaan dengan itu nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam darah.

21

Patologi dan Gejala Klinis


Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodromal: sakit kepala, sakit punggung,
mual dan malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama ,tetapi
kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari,
suhu meninggi dan kemudian turun menjadi normal. Malaria vivax penting bukan
karena angka kematiannya tetapi karena kelemahan penderita yang disebabkan oleh
relapsnya.
Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan
mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun menjadi sangat besar ,keras
dan kenyal. Pada permulaan serangan pertama , jumlah parasit Plasmodium
vivaxkecil dalam peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung,
jumlahnya bertambah besar. Kirakira satu minggu setelah serangan pertama ,
stadium gametosit tampak dalam darah.

Plasmodium Ovale
Nama Penyakit yang disebabkan oleh parasi ini disebut malaria ovale.
Distribusi geografik
P. ovale terutama terdapat di daerah tropic Afrika bagian Barat, di daerah Pasifik
Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau
Owi sebelah Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Morfologi dan daur hidup
Morfologi P. ovale mempunyai persamaan dengan P. malariae tetapi perubahan
pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip dengan P. vivax. Trofozoit muda
berukuran kira kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik titik schuffner (disebut juga
titik James) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk
bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar
pigmen P. malariae. Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar
berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya
dengan titik Schuffner yang menjadi lebih banyak.
Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari, skizon hati besarnya 70
mikron dan mengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual
22

pada P. ovale hamper sama dengan P. vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon
berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8 10 merozoit yang letaknya teratur
di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah.
Stadium gametosit betina (makrogametosit) bentuknya bulat, mempunyai inti
kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosit)
mempunyai inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah merahan, berbentuk
bulat. Pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua dan ganulanya mirip
dengan yang tampak pada P. malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles
memerlukan waktu 12 14 hari pada suhu 27C.
Patologi dan gejala klinis
Gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivaks. Serangannya sama hebat
tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnyalebih jarang. Parasit
sering tetap berada dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain
yang lebih virulen. Parasit ini baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap.
Infeksi campur P. ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropic
Afrika dengan endemi malaria
2.3.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan dari Kasus pada Skenario
Pengobatan malaria, umumnya mengacu pada rekomendasi WHO. Di
Indonesia, saat ini selain tersedia obat antimalaria standar (klorokuin, kina,
primakuin dan sulfadoksin-pirimetamin) juga tersedia obat antimalaria golongan
artemisin. Sementara menurut Depkes (2007), obat antimalaria dapat dibagi
berdasarkan cara kerja selektifnya pada fase yang berbeda dari siklus hidup
parasit. Obat yang bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit) sehingga
tida terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritro sit disebut
skizontosida darah (klorokuin, kuinin dan meflokuin). Obat yang bekerja pada
parasit stadium pre-eritrositer (skizon yang baru memasuki jaringan hati)
sehingga dapat mencegah parasit menyerang eritro sit disebut skizontosida
jaringan (pirimetamin dan primakuin). Obat yang dapat membunuh gametosit
yang berada dalam eritrosit sehingga transmisi ke nyamuk dihambat disebut
gametosida (klorokuin, kina dan primakuin). Obat yang dapat menghambat
perkembangan gameto sit lebih lanjut di tubuh nyamuk yang menghisap darah
23

manusia sehingga rantai penularan putus disebut sporontosida (primakuin dan


proguanil).
Beberapa jenis obat antimalaria yang sudah digunakan di Indonesia di
antaranya adalah:
Kina
Kina merupakan obat antimalaria kelompok alkaloid kinkona yang bersifat
skisontosida darah untuk semua jenis Plasmodium manusia dan gametosida P.
vivax dan P. malariae. Obat ini merupakan obat antimalaria alternatif untuk
pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi yang resisten terhadap
klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin (multidrug) (Zein, 2005; Gunawan 2009).
Klorokuin
Klorokuin merupakan obat antimalaria kelompok 4-aminokuinolin yang bersifat
skizontosida darah untuk semua jenis Plasmodium pada manusia sehingga dip
akai sebagai obat malaria klinis dengan menekan gejala klinis. Obat ini juga
bersifat gametosidal (melawan bentuk gamet) immature (muda) pada P. vivax, P.
ovale, P. malariae dan P. falciparum (stadium 1-3). Obat ini tidak efektif terhadap
bentuk intrahepatic, digunakan bersama primakuin dalam pengobatan radikal
pada P. vivax dan P. ovale. Penggunaan klorokuin sebagai pilihan pertama mulai
terbatas karena berkembangnya resistensi klorokuin dari P. falciparum dan P.
vivax (Depkes, 2008).
Sulfadoksin-primetamin
Menurut Zein (2005), Sulfadoksin-pirimetamin adalah obat antimalaria kombinasi
antara golongan sulfonamide/ sulfon dengan diaminopirimidine yang bersifat
skizontosida jaringan, skizontosida darah dan sporontosidal. Obat ini sangat
praktis karena dapat diberi dalam dosis tunggal namun obat ini memiliki
kelemahan karena mudah mengalami resistensi. Oleh karena itu kombinasi obat
ini digunakan secara selektif untuk pengobatan radikal malaria falsiparum di
daerah yang resisten terhadap klorokuin.
24

Primakuin
Menurut Depkes RI (2008), Primakuin merupakan obat antimalaria kelompok
senyawa 8-aminokuinolin yang sangat efektif melawan gametosit seluruh spesies
Plasmodium. Obat ini juga aktif terhadap skizon darah P. falciparum dan P. vivax
tetapi dalam dosis tinggi sehingga harus berhati-hati, efektif terhadap skizon
jaringan P. falciparum dan P. vivax
Derivat Artemisinin
Menurut Depkes RI (2008), derivat artemisinin merupakan kelompok obat
antimalaria baru yang penggunaannya terbatas pada daerah-daerah yang resistensi
klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
Pengobatan Malaria dengan Obat Kombinasi Artemisinin
Menurut WHO (2010), konsep pengobatan menggunakan kombinasi dari dua atau
lebih obat antimalaria dapat mencegah berkembangnya resistensi dari masingmasing obat kombinasi dimaksud. Pengobatan kombinasi merupakan penggunaan
dua atau lebih obat antimalaria skizontosidal darah secara simultan dimana
masing-masing obat mempunyai cara kerja yang independen dan mempunyai
target biokimia yang berbeda pada parasit. Tujuan penggunaan obat antimalaria
kombinasi untuk meningkatkan efikasi dari masing-masing obat antimalaria
tersebut, meningkatkan angka kesembuhan, mempercepat respon pengobatan
serta mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi terhadap obat tunggal.
Menurut WHO (2010), Artemisinin combination therapy (ACT) yang
direkomendasikan WHO saat ini antara lain :
1. Artemeter + lumenfantrin (20 mg artemeter dan 120 mg lumenfantrin/ Coartem)
2. Artesunat + amodiakuin (50 mg artesunat dan 150 mg amodiakuin dalam tablet
terpisah/ A rtesdiaquine, Arsuamoon)

25

3. Artesunat + meflokuin (50 mg artesunat dan 250 mg basa meflokuin dalam tablet
terpisah)
4. Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin (50 mg artesunat dan 500 mg sulfadoksin
serta 25 mg pirimetamin dalam tablet terpisah/ Artescope)
5. Dihidroartemisinin + piperakuin (40 mg dihidroartemisinin dan 320 mg
piperakuin dalam bentuk fixed dose combination)
6. Artesunat + pironaridin
7. Artesunat + klorproguanil-dapson (Lapdap plus)
8. Dihidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim (Artecom)
9. Dihidroartemisinin + piperakuin + trimetoprim + primakuin (CV8)
10. Dihidroartemisinin + naftokuin
Sementara Depkes RI, mulai merekomendasikan penggunaan ACT sebagai
pengganti klorokuin untuk pengobatan malaria falciparum sejak tahun 2004,
sedangkan untuk pengobatan malaria vivaks baru direkomendasikan untuk
dilaksanakan pada tahun 2009.
Menurut Depkes RI (2008), obat yang digunakan saat ini untuk pengobatan
malaria di Indonesia diantaranya adalah :
1. Amodiakuin: Amodiakuin merupakan obat antimalaria kelompok 4aminokuinolin yang mempunyai struktur dan aktivitas yang sama dengan
klorokuin. Obat ini mempunyai efek antipiretik dan anti inflamasi. Dosis obat
untuk pengobatan malaria falciparum sama dengan dosis klorokuin
2. Derivat Artemisinin (qinghousu): Menurut Gunawan (2009), Artemisinin
merupakan obat antimalaria kelompok seskuiterpen lakton. Artemisinin dan
derivatnya merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap semua
26

spesies Plasmodium, onset kerja sangat cepat dan dapat mematikan bentuk
aseksual Plasmodium pada semua stadium dari bentuk ring muda sampai skizon.
Artemisinin juga bersifat gametosida terhadap P. falciaparum termasuk stadium 4
gametosit yang biasanya hanya sensitif terhadap primakuin. Derivat artemisinin
bekerja dengan menghambat enzim yang berperan dalam masuknya kalsium ke
dalam membran parasit yaitu enzim adenosin trifosfatase (PfATPase 6).
Mekanisme kerja lain diduga melalui intervensi terhadap fungsi pelikel
mitokondria, menghambat masuknya nutrisi ke dalam vakuola makanan parasit
sehingga terjadi defisiensi asam amino disertai pembentukkan vakuola autofagik
yang berlanjut dengan kematian parasit karena kehilangan sitoplasma.
Beberapa jenis derivat Artemisinin tersebut antara lain:

Artemisinin: Artemisinin bersifat insoluble (larut dalam air) dengan kadar


puncak dalam plasma tercapai dalam 1-3 jam setelah pemberian per oral dan 11
jam setelah pemberian per rektal. Waktu paruh eliminasi sekitar 1 jam. Efek
samping yang pernah dilaporkan antara lain gangguan pencernaan dan reaksi
hipersensitivitas tipe I.

Artesunat: Artesunat merupakan bentuk garam sodium dari hemisuksinat ester


artemisinin yang larut dalam air. Kadar puncak metabolit aktif dihidroartemisinin
dalam plasma tercapai dalam 1,5 jam per oral, pada pemberian per rektal 2 jam
dan injeksi 0,5 jam. Waktu paruh eliminasi sangat cepat sekitar 45 menit.
Keunggulan artesunat adalah onset of action yang cepat, efektivitas tinggi,
toksisitas rendah, larut dalam air.

Artemeter: Artemeter adalah bentuk metil eter dihidroartemisinin yang larut


dalam lemak. Kadar puncak metabolit aktif dihidroartemisinin dalam plasma
tercapai 2-3 jam setelah pemberian per oral, sedangkan pemberian intramuskular
kadar puncak plasma biasanya 6 jam namun absorbsinya sering p elan dan tidak
menentu sehingga kadar puncak baru tercapai setelah 18 jam atau lebih. Artemeter
95% terikat pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi sekitar 1 jam, namun
27

pada injeksi intramuskular dapat lebih lama karena absorpsinya yang


berkelanjutan.

Dihidroartemisinin: Dihidroartemisinin adalah bentuk metabo lit aktif utama


dari semua derivat artemisinin, namun dapat diberikan secara oral atau rektal
dalam bentuk dihidroartemisinin sendiri. Dihidroartemisinin relatif tidak larut
dalam air. Kadar puncak plasma pada pemberian per oral 2,5 jam dan pada
pemberian per rektal 4 jam, 55% terikat pada protein plasma dan waktu paruh
eliminasi 45 menit.

Artemotil: pada awalnya dikenal dengan nama arteeter, yaitu bentuk etil eter dari
artemisinin, tidak larut dalam air dan hanya dapat diberikan secara injeksi
intramuskular. Absorpsi artemotil lambat dan tidak menentu. Waktu paruh
eliminasi sekitar 25-72 jam.

Asam artelinat: Obat ini tersedia dalam bentuk larutan yang lebih stabil dari
pada artesunat untuk pemberian parenteral (intravena), namun saat ini masih
dalam taraf penelitian.

3. Piperakuin: Piperakuin merupakan skizontosida darah untuk P. falciparum. Tersedia


dalam bentuk tablet untuk pemberian per oral. Untuk meningkatkan efikasi piperakuin
saat ini dikombinasikan dengan dihidroartemisinin dan trimetoprim dalam bentuk fixed
dose combination piperakuin 320 mg dan dihidroartemisinin 40 mg.
4.

Terasiklin: Tetrasiklin adalah antibiotik yang bersifat skizontosida darah untuk

semua spesies plasmodium dan skizontosida jaringan untuk P. falciaprum. Obat ini harus
dikombinasikan dengan obat antimalaria lain yang bekerja cepat dan menghasilkan efek
potensiasi, misalnya kina. Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, ibu menyusui
dan anak di bawah 8 tahun karena dapat menyebabkan perubahan warna gigi dan
gangguan pertumbuhangigi dan tulang.
5.

Doksisiklin: Doksisiklin adalah derivat tetrasiklin. Kelebihannya dari tetrasiklin

adalah masa paruh yang lebih panjang, absorbsi yang lebih baik, lebih aman pada pasien
dengan insufisiensi ginjal, dapat diberikan per oral maupun injeksi intravena.
28

2.3.10 Komplikasi pada Skenario


KOMPLIKASI MALARIA BERAT
Komplikasi malaria pada umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut
pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan
sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan
kehamilan. Komplokasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS
dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Data di Minahasa insiden malaria
berat ialah 6% dari kasus yang dirawat di RS dengan mortalitas 10-20%.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum dengan satu atau
lebih komplIkasi sebagai berikut:
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari
30 menit setelah serangan kejang, derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale):
2. Academia / acidosis : Ph darah <7.25 atau plasma bicarbonate <15mmol/l, kadar
laktat vena<>5mmol/l, klinis pernafasan dalam/respiratory distress;
3. Anemia berat (Hb <5g/dl atau hematocrit <15%) pada keadaan parasite >
10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/ atau mikrositik harus

di

kesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya;


4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12
l/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidarasi, disertai kreatinin >3
mg/dl;5). Edema paru non- kardiogenik /ARDS (Adult Respiratory Distress
Syndrome);
5. Hipoglikemi: gula darah <40mg/dl; 7). Gagal sirkulasi atau Syok : tekanan
sistolik <70mmHg (anak 1-5 tahun<50 mmHg); disertai keringat atau perbedaan
temperature kulit-mukosa >100C; 8). perdarahan spontan dari hidung, gusi,
saluran cerna, dan/ disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi
intravaskuler; 9). Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam. 10). Makroskopik
hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti mlaria/
kelainan eritrosit(kekurangan G-6-PD); 11). Diagnose post-mortem dengan
ditemukannya parasite yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.
29

Malaria Serebral
Terjadikira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun demikian masih sering dijumpai
pula didaerah endemic seperti di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan
irian jaya. Secara sporadic juga ditemui pada beberapa kota besar di Indonesia umumnya
sebagai kasus import. Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan paling
memberikan mortalitas 20-50% dengan pengobatan. Penelitian di Indonesia mortalitas
berkisar 21,5%-30,5%. Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tak bisa
dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glassglow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau
equal dengan keadaan klinis spourous. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku
(penderita tidak mau bicara). Dalam prsktek keadaan ini harus ditangaani sebagai malaria
serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan. Penurunan kesadaran menetap untuk
waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara panas atau hipoglikemia membantu
meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi
walaupun cukup jarang. Pada Pemeriksaan neurologic reaksi mata divergen, pupilukuran
normal dan reaktif,funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan. Papilledema
jarang,repleks kornea normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal refleks dan hilang.
Refleks abdomen dan kremaster normal, sedang Babinsky abnormal pada 50% penderita.
Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan f;exi dan tungkai
extensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan
lateral. Keadaan ini sering disertai dengan hiperventilasi. Lama koma pada orang dewasa
dapat 2-3 hari sedangkan pada anak-anak satu harii.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapilerr pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasite sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan
sekuestrasi parasite. Akan tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa tidak ada
perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, ataupun cerebral metabolic
rate for oxygen pada penderita koma dibandingkan penderita yang telah pulih
kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CCS) meningkat pada malaria
30

serebral yaitu <2.2 mmol/l (19,6 mg/dl) dan dapat dijadikan indicator prognosis ; yaitu
bila kadar laktat >6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Pada pengukuran tekanan
intracranial meningkat pada anak-anak (80%), sedan. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi
orga. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi
orgagkan pada penderita dewasa biasanya normal. Pada pemeriksaab CT scan biasanya
normal, adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus yang agonal. Pada
malaria serebral biasanya dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ, maka
progbosa kematian >75%.

Gagal Ginjal Akut (GGA)


Kelainan fungsi ginjal seringa terhadi pada penderita malaria dewasa. Kelainan fungsi
ginjal dapat pre-renal karena dehidrasi (> 50% ) dan hanya 5-10% disebabkan karena
nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena
penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sebagian akibatnya terjadi
penurunan filtrasi pada glomerulus. Secara klinis dapat terjadi fase oliguria atau poliuria.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan yaitu urin mikroskopik, berat jenis urin,
natrium urin, serum natrium , kalium, ureum, kreatinin, analisa gas darah serta produksi
urin. Apabila berat jenis (B.J) urin < 1.010 menunjukan dugaan nekrosis tubulus akut;
sedangkan urin pekat B.J. > 1,015, rasio ure aurin: darah >4:1, natrium urin <20 mmol/l
menunjukkan keadaan dehidrasi. Beberapa factor risiko yang mempermudah terjadinya
GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, icterus, hemoglobinuri. Penanganan penderita
dengan kelainan fungsi ginjal di Minahasa memberikan mortalitas 48%. Dialysis
merupakan

pilihan

pengobatan

untuk

menurunkan

mortalitas.

Seperti

pada

hiperbilirubinamia, anuria dapat terus berlangsung negative.


Ditandai dengan tanda-tanda penurunan kesadaran berupa apatis, disorientasi,
somnolen, stupor, spoor, koma yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa hari
atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, yang sering kali disertai kejang. Gejala
lainnya berupa gejala-gejala upper motorneuron, tidak didapatkan gejala-gejala neurologi
31

yang fokal, kelumpuhan saraf kranial, kaku kuduk, deserebrasi, deviasikonjuge, dan
kadang-kadang ditemukan perdarahan retina. Penilaian penurunan kesadaran ini
dievaluasi berdasarkan GCS (Glasgow Coma Score). Penurunan kesadaran ini selain
karena kelainan neurologis, tetapi juga dapat diperberat karena gangguan metabolism,
seperti asidosis, hipoglikemia, yang berarti gangguan ini terjadi karena beberapa proses
patologis.

Kelainan Hati (Malaria Biliosa)


Jaundice atau icterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum. Pada penelitian di
Minahasa dari 836 penderita malaria, hepatomegaly 15,9%, hiperbilirubinemi 14,9% dan
ppeningkatan serum trainsaminase 5,7%. Pada malaria biliosa (malaria dengan icterus )
dijumpai icterus hemolitik 17,2%; icterus obstruktip intra-hepatal 11,4% dan tipe
campuran parenkimatosa, hemolitik dan obstruktip 78,6%, peningkatan SGOT rata-rata
121 Mu/ml dan SGPT 80,8 Mu/ml dengan ratio de Ritis 1,5. Peningkatan transaminase
biasanya ringan sampai sedang dan jarang melebihi 200 iu, icterus yang berat sering
dijumpai walaupun tanpa diikuti kegagalan hati. Penelitian Minahasa pada 109 penderita
malaria berat, kadar bilirubin normal (<1,2 mg/dl) dijumpai 28 penderita (25%)
mortalitasnya 11%, bilirubin 1,2 mg%-2 mg/dl dijumpai pada 17 penderita (16%)
mortalitasnya 17%, bilirubin>2mg/dl-3mg/dl pada penderita 13 penderita (12%) dengan
mortalitas 295 serta bilirubin >3mg/dl dijumpai pada 51 penderita (46%) dan
mortalitasnya 33%. Serum SGOT bervariasi dari 6-243 u/l sedangkan SGPT bervariasi
dari 5-534 u/l dan gamma-GT bervariasi 4-603 u/l. white (1996)memakai batas bilirubin
>2,5 mg/dl, SGOT/SGPT > 3 x normal menunjukan prognosis yang jelak. Penderita
dengan icterus termasuk malaria berat.

Hipoglikemia
Hipoglikemia dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang dengan malaria berat.
Hal ini disebabkan karena

kebutuhan metabolic dari parasite telah menghaiskan


32

cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan
keadaan umum yang beratataupun penurunan kesadaran. Pada penderita dengan malaria
cerebral di Thailand dilaporkan adanya hipoglikemi sebanyak 12,5%, sedangkan di
Minahasa insiden hipoglikemia berkisar 17,4%-21,8%. Penyebab terjadinya hipoglikemia
yang paling sering ialah karena pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 jam setelah infus
kina). penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneoVluconeogenesisnderita dengan ikterik,
hiperparasitemia oleh karena parasite mengkonsumsi kabohidrat, dan pada TNF-a yang
meningkat. Hipoglikemia dapat pula terjadi pada primigravida dengan malaria tanpa
komplikasi. Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensionil,
disebabkan hipoglikemia yang persisten karena hiperinsulinemia akibat kina. Mungkin
dengan pemberian diazoksid dimana terjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara
pengobatan yang dapat dipertimbangkan.

Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)


Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil, demam,
hemolysis intravascular, hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gagal ginjal. Biasanya
terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P.falciparum yang berulang-ulang pada orang nonimun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat. Akan tetapi adanya hemolysis
karena kina ataupun antibody terhadap kina belum pernah dibuktikan. Malaria
hemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurang enzim G-6-PD dan biasnya
parasite falsiparum positip, ataupun pada penderita dengan kekurangan G-6-PD yang
biasanya disebabkan karena pemberian primakuin.

Malaria Algid
Yaitu terjadinya syok vascular, ditandai dnegan hipoensi (tekanan sistolik kurang dari 70
mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan. Gambaran klinik
berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperature rektal tinggi, kulit tidak elastic,
pucat. Pernafasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun dan sering tekanan sistolik tak
33

terukur da naddi yang normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya
septisema gram negative. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dn
obat inotropic.

Kecendrungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epitaksis, perdarahn dibawah kulit berupa
peteki, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. Perdarahan
ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau gangguan koagulasi intravascular ataupun
gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia disebabkan karena
pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi intravascular jarang terjadi kecuali pada stadium
akhir dari suatu infeksi P.falciparum yang berat.

Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Edema paru merupakan
komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian.
Edema paru dapat terjadi karena kelaihan cairan atau adult respiratory distress syndrome.
Beberapa factor yang memudahkan timbulnya edema paru ialah kelebihan cairan,
kehamilan, malariaserebral, hiperparasitemi, hipotensi, asidosis dan uremi. Adanya
peningkatan respirasi merupakan gejala awal, bila frekuensi pernafasan >35kali/menit
prognosanya jelek. Pada otopsi dijumpai adanya kombinasi edema yang difus, kongestif
paru, perdarahan, dan pembentukan membrane hialin. Oleh karenanya istilah edema paru
mungkin kurang tepat, bahkan sering disebut sebagai insuffisiensi paru akut atau adult
respiratory distress syndrome. Pada Pemeriksaan radiologic dijumpai peningkatan
gambaran bronkovaskular tanpa pembesaran jantung.

Manifestasi Gastro-Intestinal

34

Manifestasi gastrointestinal sering dijumpai pada malaria, gejala-gejalanya ialah : tak


enak diperut, flatulensi, mual, muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala
menjadi berat berupa sindroma billous remittent fever yaitu gejala gastrointestinal dengan
hepatomegaly, ikterik (hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal
ginjal, malaria, disentri menyerupai disentri basiler, dan malaria kolera yang jarang pada
P.falciparum berupa diare cair yang banyak, muntah, keram otot dan dehidrasi.

Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum dan biasnya bersamaan
dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya hiponatremia dapat disebabkan karena
kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma
abnormalitas hormon dhormonei-diuretik (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormone
diuretic yang pernah dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita.

Gangguan Metabolik Lainnya


Asidosis metabolic ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan Kussmaul), peningkatan
asam laktat, Ph turun dan peningkatan bikarbonat. asidosis biasnya disertai edema paru,
hiperparasitemia, syok, gagal ginjal dan hipoglikemia. Gangguan metabolic lainnya
berupa :

Hipokalsemia dan hypophosphatemia


Hipermagnesemia
Hyperkalemia (pada gagal ginjal)
Hipoalbuminemia
Hiperfosfolipidemia
Hipertrigliseremia dan hipokolestrolemia
T-4 rendah, TSH basal normal (sick euthyroid syndrome).

2.3.11 Prognosis pada Skenario

35

Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS,
kecepatan diagnosa, dan penanganan yang tepat.
Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas,
misalnya penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikemia, peningkatan
kreatin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dibanding malaria
serebral saja.
Kepadatan parasite, pemeriksaan hitung parasite bila jumlahnya semakin
banyak/padat, maka prognosisnya semakin buruk, terlebih lagi apabila ditemukan
bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi kelompok kami mengambil kesimpulan bahwa kasus pada skenario,
penderita mengalami malaria falciparum. Karena gejala yang terdapat pada skenario
sama dengan gejala yang biasa timbul pada malaria falciparum seperti demam tinggi ,
menggigil dan sakit kepala. Keluhan lain mual, muntah, punggung terasa nyeri, tangan
dan kaki terasa dingin. Ada riwayat 2 minggu sebelumnya pasien dinas ke daerah Papua
Barat selama 10 hari.

36

DAFTAR PUSTAKA
Sherwood Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem ed.6. Jakarta: EGC.
Robbins. 2013. Buku Ajar Patologi ed. 7. Jakarta: EGC .
Sudoyo, Aru W.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publishing.
Nainggolan L, Widodo D: Demam: Patofisiologi dan Penatalaksanaan, Bunga Rampai
Penyakit Infeksi, Widodo, Pohan (eds),Divisi Peny. Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta. 1-11, 2004.
Inglis, TJJ., Microbiology and Infection, 2nded., Churchill Livingstone, 2003.

37

PENYAKIT INFEKSI, LECTURE NOTES.

38

Anda mungkin juga menyukai