FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
Karawang
2 Agustus 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan penemuan tindakan diagnostik dan resusitasi mutakhir, maka kematian tidak lagi
dianggap sebagai saat berhenti kerja jantung. Sekarang dikenal spektrum keadaan fisiologik
yang meliputi kematian klinis, serebral dan organismik. Tanpa pertolongan tindakan resusitasi
maka henti sirkulasi akan menyebabkan disfungsi serebral dan kemudian organismik (dengan
kerusakan sel ireversibel). Tujuan resusitasi jantung paru (RJP) adalah untuk mengadakan
kembali pembagian substrat sementara, sehingga memberikan waktu untuk pemulihan fungsi
paru jantung secara spontan. Selang waktu dari henti sirkulasi sampai nekrosis sel terpendek
pada jaringan otak, sehingga pemeliharaan perfusi serebral merupakan tekanan utama pada
RJP.
Resusitasi yang berhasil (tanda vital kembali) terjadi pada 27-49% kasus-kasus di rumah sakit
dengan angka kelangsungan hidup yang dilaporkan sampai 17% untuk 1 bulan dan 10-14%
untuk 6 bulan dalam suatu penelitian prospektif.pasien dengan penyakit yang digolongkan
sebagai kejadian akut lebih baik daripada dengan penyakit keganasan, neurologik atau
stadium terakhir. Jadi pneumonia,hipotensi, gagal ginjal, kanker dan gaya hidup terikat di
rumah dengan pra henti ( pre arrest) disertai mortalitas bermakna setelah RJP. Disamping itu
pasien yang resusitasinya memerlukan waktu lebih dari 30 menit biasanya tidak bertahan
hidup. Usia lanjut tidak menyingkirkan hasil yang baik. Walaupun persentase pasien pasien
yang tanda vitalnya berhasil di pulihkan lumayan (60%), tak bergantung pada tempat
dilakukan resusitasi, namun pasien yang mendapat resusitasi di ICU mempunyai prognosis
jangka panjang lebih baik daripada yang di bangsal
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu
tindakan sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti
jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Kematian
klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri karotis dan arteri femoralis, terhentinya
denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya penurunan atau
kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki
lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah kematian klinis. Oleh karena itu, berhasil atau
tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya teknik yang
dilakukan.
II.2 Indikasi
Tindakan RJP yang dilakukan adalah sebagai tindakan pertolongan terhadap henti nafas dan
henti jantung pada pasien
1. Henti Napas
1. Sumbatan jalan napas : benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang,
pipa trakeal terlipat, kanula trakeal tersumbat, kelainan akut glotis dan
sekitarnya( sembab glotis, perdarahan).
2. Depresin pernapasan :
a. sentral :obat-obatan, intoksikasi, pO2 rendah, pCO2 tinggi, setelah henti
jantung, tumor otak, tenggelam
b. perifer : obat pelumpuh otot, penyakit myastenia gravis, poliomielitis
2. Henti jantung
3
dagu
dorong dagu ke atas sehingga rahang terdorong ke depan
kemudian ibu jari tangan yang sama menekan bibir bawah ke depan untuk membuka
mulut.
Jaw thrust:
1. posisi penolong di sebalah atas kepala pasien
2. kedua tangan memegang kedua sudut rahang bawah
3. kepala ekstensi
4. buka mulut dengan jari- jari
5. dorong rahang ke depan.
Bantuan Napas
Komponen
Dewasa
Tidak Anak-
pengenalan
Responsif,
bernafas
atau tidak
anak Bayi
Tidak
tidak
bernafas, bernafas,
detik
CAB
100/menit
2 inchi (5 cm)
detik
CAB
100/menit
1/3 AP, 5 cm
detik
CAB
100/menit
1/3 AP, 4 cm
kedalaman
Kompresi
Minimalisir
minimalisir
Minimalisir
interupsi
Kompresi
jalan Head
tilt-
chin Head
tilt-
chin Head
tilt-
chin
nafas
lift- jaw thrust
lift- jaw thrust
lift- jaw thrust
Ratio kompresi: 30:2 (1 atau 2 30:2 ( satu), 15:2 30:2 (satu), 15:2
ventilasi
Ventilasi
penyelamat)
(2 penyelamat)
(2 penyelamat)
1 nafas setiap 6-8 1 nafas setiap 6-8 1 nafas setiap 6-8
detik,
tanpa detik,
menyesuaikan
tanpa detik,
menyesuaikan
tanpa
menyesuaikan
detik
nafas,
dada
setiap 1
detik
hingga nafas,
setiap 1
detik
hingga nafas,
dada
setiap
hingga
dada
Periksa apakah ada keadaan yang berbahaya pada pasien lebih lanjut
Cek sirkulasi pasien pada arteri-arteri yang besar seperti karotis, radialis
dibanding orang dewasa karena hati bayi lebih lunak dan terletak lebih tingi di bawah
tulang dada bawah dan xifoid. Tekanan pada bayi 1-2 cm pada tulang dada, anak kecil 2-4
8
cm. Jumlah kompresi antara 80-100 kali per menit dengan napas buatan secepat mungkin
tiap 5 kali kompresi. Bila melakukan kompresi pada bayi maka punggungnya harus
diganjal dengan tangan, sedang tangan lain melakukan kompresi jantung luar
Bantuan Hidup Lanjut
Defibrilasi
Dengan peralatan elektrokardiogram (EKG atau ECG) maka jenis henti jantung dapat
diketahui. Pada ventrikel fibrilasi, gambaran EKG menunjukan gelombang listrik tridak
teratur (kacau balau) baik amplitudo atau frekuensinya. Terapi definitif fibrilasi ventrikel
atau takikardia ventrikel tanpa denyut nadi adalah syok listrik (DC Shock) dan tidak ada
satu pun obat sampai sekarang yang dapat menghilangkan fibrilasi.
Prosedur defibrilasi
Tingkat pertama (paddle I) ditempatkan dibawah klavikula kanan dekat dinding dada
atas . tongkat kedua (paddle II) di iga kelima antara garis midklavikular kiri dan garis
aksilar depan kiri
Urutan syok listrik untuk terapi fibrilasi ventrikel
1. Kepalan tangan penolong dipukulkan pada tulang dada (precordial thump). Kalau
tidak berhasil (KTB)
2. Syok listrik (DC shock). Pada dewasa mulai 200 J. Dosis awal syok ini cukup efektif
dan jarang menyebabkan kerusakan miokard.
DC shock (1) 200 J (KTB) DC shock (2) 200 J (KTB) DC shock (3) 200 J
(KTB) kompresi jantung luar/ ventilasi paru 5 :1 sebanyak 10 kali (KTB)
3. Intubasi trakea jalur vena dibuka adrenalin 1 mg diencerkan 10 ml intravena.
Kalau sulit membuka vena adrenalin 2-3 mg intravena via pipa trakea. Kalau sulit
intubasi, pasang sungkup laring atau sungkup muka untuk napas buatan yang lebih
aman
4. Kompresi luar jantung/ ventilasi paru 5:1 sebanyak 10 kali.
5. DC shock 360 J (4) DC shock 360 J (5) DC shock 360 J (6)
Interval anatara DC shock 200 J (3) dan DC shock 360 J (4) jangan > 2 menit. Kalau DC
shock tidak berhasil :
Tongkat pertama di dada kiri dipindahkan dekat bagian bawah sternum dan tongkat kedua
di punggung dibawah tulang skapula kiri. Pada pasien dengan pacemakere, jauhkan
elektroda 12,5 cm darinya.
9
BAB III
KESIMPULAN
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah suatu
tinadakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan keadaan pasien ke arah
yang baik dari henti nafas atau henti jantung yang dialaminya dengan mengutamakan
pada pertolongan pembebasan jalan napas atau airway, oksigenasi pasien yang baik atau
breathing dan membantu sirkulasi pasien atau circulation
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, S. A, Suryadi, K. A, Dachlan, M. R. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. Halaman 151- 160.
2. Sunatrio. Resusitasi Jantung Paru. Jakarta: yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia;
1993. Halaman 1-15
3. Bedell SE, Delbanco TL, Cook EF, and Epstein FH, Survival after cardiopulmonary
resusiscitation in the hospital. N Engl.J.Med 1983;309:569
4. Materi Ketrampilan Klinik Dasar Departemen Anestesi Fakultas Kedokteran Trisakti
11