Kelompok
Ketua
Sekretaris
Anggota
: B-13
: Sidqi Shakur Ahmad
: Meutia Sandia Meiviana
: Nabila Kurniati
Nadia Firdausi
Siti Rohaeni
Yongki Cappala Bakurru
Zahra Farras Sukma
Zegovine Elzunusiyah
Muhammad Tanwirul
Rizka Metya
1102014247
1102014154
1102014181
1102014186
1102014254
1102014287
1102014291
1102014292
1102013176
1102010250
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574
SKENARIO 4
Mencret Berkepanjangan
Seorang laki-laki, 25 tahun, mengeluh diare yang hilang timbul sejak 3 bulan yang
lalu. Selain itu pasien juga mengeluh sering demam, sariawan, tidak nafsu makan,
dan berat badan menurun 10 kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari riwayatnya
dikatakan pasien sering melakukan hubungan seksual secara bebas.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat
bercak-bercak putih. Pemeriksaan laboratorium darah rutin LED 50 mm/jam.
Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Pada pemeriksaan screening antibodi HIV
didapatkan hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi
HIV dan hitung jumlah limfosit T CD4 dan CD8.
Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan
defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk
datang ke dokter lain dengan alasan yang tidak jelas. Walaupun demikian dokter
menasehati pasien agar tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan penyakit ini.
KATA SULIT
1. Kaheksia
2. Defisiensi Imun
3. LED
tidaknya
4. HIV
tubuh
5. CD4
PERYANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
JAWABAN
1. Karena HIV menyerang mukosa usus
2. - ASI
- Jarum suntik
- Donor organ
- Seks bebas
- Transfusi darah
- Bayi yang lahir dari ibu positif HIV
3. Virion virus menggunakan GP120 menempel pada CD4 kemudian GP41
masuk. Kemudian CD4 replikasi dan CD4 pecah kemudian CD4 menurun
dan sitotoksin menurun
4. Eritrosit yang mengendap meningkat maka LED ikut meningkat
5. Karena terjadi infeksi oportunistik yang disebabkan oleh jamur yang
menginfeksi mukosa lidah.
6. Virs HIV (rotavirus) yang menyerang thymus dan CD4
7. Karena pengeluaran pasien lebih banyak daripada intake
Nafsu makan berkurang
8. Karena penularan HIV terjadi melalui seks bebas pada komunitas gay
9. Virion virus menggunakan GP120 menempel pada CD4 kemudian GP41
masuk. Kemudian CD4 replikasi dan CD4 pecah kemudian CD4 menurun
dan sitotoksin menurun
10. Tidak boleh membeda-bedakan atau diskriminatif
11. Virus menyerang kemudian terjadi inflamasi lalu demam
12. Karena pasien kekurang cairan tubuh karena diare yang terus menerus
13. - Sabar menghadapi cobaan
-Tobat
-Tawakal
14. Karena terjadi infeksi oportunistik yang disebabkan oleh jamur
15. Hematologi, Urin, Feses
16. Pria dewasa = 0-15 mm/jam
Wanita dewasa
= 0-20 mm/jam
Anak-anak = 0-10 mm/jam
17. - Tidak melakukan seks bebas
- Tidak menggunakan jarum suntik bekas
- Melakukan penyuluhan
18. Laboratorium : CD4 menurun ( normal: 410-159 sel/mikrometer )
19. - Anti virus
- Asupan gizi yang baik
HIPOTESA
Virus HIV menyerang CD4 dan CD8 sehingga menyebabkan defisiensi imun.
Dengan gejala demam, diare hilang timbul,sariawan,tidak nafsu makan, dan
terdapat bercak putih pada mukosa lidah. Hal ini dapat ditularkan ASI, Jarum
suntik, Donor organ, Seks bebas, Transfusi darah, Bayi yang lahir dari ibu positif
HIV. Dalam pemeriksaan laboratorium LED meningkat, CD4 dan CD8 menurun.
Penyakit ini dapat dikontrol dengan anti virus dan asupan gizi yang baik dan dapat
dicegah tidak melakukab seks bebas, tidak menggunakan jarum bekas, melakukan
penyuluhan. Menurut pandangan islam, penderita sabar mengahadapi cobaan,
tobat, tawakal sebagai dokter tidak boleh membeda-bedakan atau diskriminatif.
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun
1.1 Definisi
1.2 Klasifikasi
1.3 Etiologi
1.4 Mekanisme
1.5 Pemeriksaan Laboratorium
LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2.4 Klasifiasi
2.5 Patofisiologi
2.6 Patogenesis
2.7 Manifestasi Klinis
2.8 Diagnosis
2.9 Pemerisaan Laboratorium
2.10 Penatalaksanaan
2.11 Komplikasi
2.12 Pencegahan
2.13 Prognosis
LI.3.Memahami dan Menjelaskan Alogritme Pemeriksaan Skrining dan
Konfirmasi Untuk Diagnosis Infeksi HIV/AIDS
LI.4.Memahami dan Memahami Dilema Etik
4.1. Stigma
4.2. Undang-undang
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Mengadapi Pasien HIV
Gangguan defisiensi imun adalah gangguan yang dapat disebabkan oleh kerusakan
herediter yang mempengaruhi perkembangan sistem imun atau dapat terjadi akibat
efek sekunder dan penyakit lain (misalnya infeksi malnutrisi, penuaan, imunosupresi,
autoimunitas atau kemoterapi).
Penyakit imunodefisiensi adalah defisiensi respon imun akibat hipoaktivitas atau
penurunan jumlah sel limfoid. Defisiensi imun tersebut merupakan salah satu jenis
defisiensi jaringan limfoid yang dapat timbul pada pria maupun wanita dari berbagai
usia dan ditentukan oleh faktor genetik atau timbul sekunder oleh karena faktor lain.
1.2. Klasifikasi
1. Defisiensi Imun Non-Spesifik
a) Komplemen
b. Fisiologik
Kehamilan
Defisiensi C2 dan C4
Defisiensi C3
Defisiensi C5
Defisiensi Clq,r,s
Defisiensi C4
Defisiensi C2
Defisiensi C4
Defisiensi C5-C8
Defisiensi C9
Defisiensi kongential
Telah ditemukan pada penderita dengan osteoporosis. Kadar IgG,
IgA dan keke-rapan autoantibodi biasanya meningkat.
Defisiensi didapat
Terjadi akibat imunosupresi atau radiasi.
d. Defisiensi sistem fagosit
Risiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun sampai di bawah
500/mm3.
Defisiensi kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh
penurunan produksi atau peningkatan destruksi. Penurunan
produksi neutrofil dapat disebabkan oleh pemberian depresan
sumsum tulang, leukimia, kondisi genetik. Peningkatan destruksi
neutrofil dapat merupakan fenomena autoimun akibat pemberian
obat tertentu (kuinidin, oksasilin).
Defisiensi kualitatif
Dapat
mengenai
fungsi
fagosit
seperti
kemotaksis,
menelan/memakan dan mem-bunuh mikroba intraselular.
Defisiensi mueloperoksidase
Sindrom Chediak-Higashi
Sindrom Job
X-linked hypogamaglobulinemia
Hipogamaglobulinemia sementara
Sindrom Nezelof
Sindrom Wiskott-Aldrich
Ataksia telangiektasi
Kehamilan
Disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivasi sel Ts atau efek supresif
faktor humoral yang dibentuk trofoblast.
Usia lanjut
Hal ini disebabkan karena atrofi timus dengan fungsi yang menurun. Akibat
involusi timus, jumlah sel T naif dan kualitas respons sel T makin berkurang.
Malnutrisi
Infeksi
Penyinaran
Penyakit berat
Kehilangan Ig/leukosit
Stres
AIDS
1.4. Mekanisme
Fungsi sel T yang tidak sempurna, pada banyak penyakit, juga sebagai
defek primer atau disebabkan oleh beberapa gangguan seperti: AIDS,
sarkoidosis, penyakit Hodgkins, neoplasma non-Hodgkins dan uremia
Fungsi sel T yang gagal terjadi bila timus gagal berkembang (sindrom
DiGeorge) diperbaiki dengan transplantasi jaringan timus fetus
Perhatian yang serius terhadap setiap orang yang menderita defisiensi sel
T yang jelas adalah pd ketidakmampuanya untuk membersihkan sel-sel
asing termasuk leukosit viabel dari darah lengkap yang ditransfusikan
b. Defisiensi sel T
v Uji tapis: Hitung limfosit total dan morfologinya, Hitung sel T dan sub populasi sel T :
hitung sel T total, Th dan Ts, Uji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid
tetanus, tuberculin, Foto sinar X dada : ukuran timus
v Uji lanjutan:
Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8), Respons proliferatif terhadap mitogen, antigen
dan sel alogeneik, HLA typing, Analisis kromosom
v Riset:
Advance flow cytometr, Analisis sitokin dan sitokin reseptor, Cytotoxic assay(sel NK dan
CTL), Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside urin/PNP), Pencitraan
timus dab fungsinya, Analisis reseptor sel T, Riset aktivasi sel T, Riset apoptosis, Biopsi,
Analisis mutase
c. Defisiensi fagosit
v Uji tapis: Hitung leukosit total dan hitung jenis, Uji NBT (Nitro blue tetrazolium),
kemiluminesensi : fungsi metabolik neutrofil, Titer IgE
v Uji lanjutan:
Reduksi dihidrorhodamin, White cell turn over, Morfologi special, Kemotaksis dan
mobilitas random, Phagocytosis assay, Bactericidal assays
v Riset:
Adhesion molecule assays (CD11b/CD18, ligan selektin), Oxidative metabolism, Enzyme
assays (mieloperoksidase, G6PD, NADPH), Analisis mutasi
d. Defisensi komplemen
v Uji tapis:Titer C3 dan C4, Aktivitas CH50
v Uji lanjutan:
Opsonin assays, Component assays, Activation assays (C3a, C4a, C4d, C5a)
v Riset:
Aktivitas jalur alternative, Penilaian fungsi(faktor kemotaktik, immune adherence)
LI.2.Memahami dan Menjelaskan HIV
2.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4
sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.
Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan
untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit.
AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga
akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain.
2.2 Epidemiologi
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih
dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai
salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja,
akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia,
epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anakanak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5]
Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan
3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan
jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi,
dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta
[1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari
15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di
Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup
dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak
yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara
adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak
mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di
India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari
populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1
juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah
terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan
terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada
akan menjadi tanpa penyakit.
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
2.3 Etiologi
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh
seperti darah, cairan genitalia, dan ASI. Virus juga terdapat dalam saliva, air
mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata
dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki risiko HIV yang lebih kecil
dibandingkan dengan pria yang tidak disunat. Selain dari cairan tubuh, HIV
juga ditularkan melalui:
a. Ibu hamil
b. Jarum suntik
Prevalensi 5-10%.
Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik
karena penyalahgunaan obat.
c. Transfusi darah
Prevalensi 3-5%.
d. Hubungan seksual
Prevalensi 70-80%.
2.4 Klasifikasi
Menurut spesies terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV2 . HIV-1 paling banyak ditemukan di daerah barat, Eropa, Asia, dan Afrika
Tengah, Selatan, dan Timur. HIV-2 terutama ditemukan di Afrika Barat. HIV-1
maupun HIV-2 mempunyai struktur hampir sama, HIV-1 mempunyai gen VPU,
tetapi tidak mempunyai gen VPX, sedangkan HIV-2 mempunyai gen VPX tapi
tidak memiliki gen VPU.
a. HIV-1
CD4+ T- Limfosit
>500 CD4+
200-400 CD4+
<200 CD4+
2.4 Patofisiologi
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai
retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi
genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA). Virion HIV (partikel virus yang
lengakap dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti
berbentuk peluru dimana p24 merupakan komponen strukturan yang utama.
Setelah virus masuk, target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus HIV
akanmenginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel CD4+
dengan menggunakan enzim reverse transcriptase dan virus akan melakukan
pemrograman ulang materi genetic sel yang terinfeksi untuk membuat DNA.
DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel sebagai provirus dan kemudian
menginfeksi permanen, sehingga orang yang terinfeksi HIV akan seumur
hidup terinfeksi HIV. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas
seperti demam, nyeri menelan, atau batuk pada 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer.
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIV pertama
kali masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten)
akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivitas imun, yaitu pada
tingkat seluler. Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi
mukosa dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu.
Selama masa ini, virus tersebar luas keseluruh tubuh dan mencapai organ
limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon
imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia
plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu
menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa
berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus
yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan
dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6
jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T- CD4 yang terinfeksi
memiliki waktu paruh1,6 hari. Karena cepatnya proliferasi virus ini dan
angka kesalahan reversetranscriptase HIV yang berikatan, diperkirakan
bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin bermutasi dalam basis
harian (Brooks, 2005).
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan
penyakit klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level
virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi
yang lebih lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap
infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulindaripada yang ditemukan pada awal
infeksi (Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah,
sehingga beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian
tubuh tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi
ganas dan menimbulkan penyakit(Zein, 2006)
2.5 Patogenesis
Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang memicu
perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan pengikatan
dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4). Setelah itu terjadi
penyatuan pori yang dimediasi oleh gp41 (Mandal, 2008)
Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom RNA
oleh enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini merupakan
proses yang sangar berpotensi mengalami kesalahan. Selanjutnya DNA ini
ditranspor ke dalam nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam genom sel
pejamu. Virus yang terintegrasi diketahui sebagai DNA provirus. Pada
aktivasi sel pejamu, RNA ditranskripsi dari cetakan DNA ini dan selanjutnya
di translasi menyebabkan produksi protein virus. Poliprotein prekursor
dipecah oleh protease virus menjadi enzim (misalnya reverse transcriptase
dan protease) dan protein struktural. Hasil pecahan ini kemudian digunakan
untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang keluar dari permukaan sel
dan bersatu dengan membran sel pejamu. Virus infeksius baru (virion)
selanjutnya dapat menginfeksi sel yang belum terinfeksi dan mengulang
proses tersebut. Terdapat tiga grup (hampi semua infeksi adalah grup M) dan
subtipe (grup B domina di Eropa) untuk HIV-1 (Mandal, 2008).
2.6 Manifestasi Klinis
Klasifikasi HIV pada orang dewasa menurut CDC (Center for Disease
Control) berdasarkan gejala klinis dan diagnosis laboratoriumnya dibagi
menjadi empat grup:
1. Infeksi akut HIV
Keadaan ini disebut sebagai infeksi primer HIV atau sindrom serokonversi
akut. Waktu dari paparan virus sampai timbulnya keluhan antara 2-4 minggu.
Infeksi akut biasanya asimtomatis, tapi beberapa akan menunjukkan keluhan
seperti demam pada influenza. Pada masa ini, diagnosa jarang dapat
ditegakkan, salah satunya karena tes serologi standar untuk antibodi terhadap
HIV masih memberikan hasil negatif (window periode).
2. Infeksi seropositif HIV asimtomatis
Pada orang dewasa terdapat periode laten infeksi HIV yang bervariasi dan
lama untuk timbulnya penyakit yang terkait HIV/AIDS. Periode
asimtomatisnya bisa panjang mulai dari beberapa bulan hingga 10 tahun atau
lebih. Pada masa ini, biarpun penderita tidak nampak keluhan apa-apa, tetapi
bila diperiksa darahnya akan menunjukkan seropositif antibodi p24 dan gp41.
Hal ini akan sangat berbahaya dan berpotensi tinggi menularkan infeksi HIV
pada orang lain.
3. Persisten generalised lymphadenopaty/ PGL
Pada masa ini ditemukan pembesaran nodus limfe yang meliputi sedikitnya
dua tempat selain inguinal, dan tidak ada penyakit lain atau pengobatan yang
menyebabkan pembesaran nodus limfe minimal selama tiga bulan. Antibodi
yaitu p24 dan g41 biasanya terdeteksi. Beberapa penderita mengalami diare
kronis dengan penurunan berat badan, sering diketahui sebagai slim disease.
4. Gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDs
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, jika tidak diterapi, akan berkembang
menimbulkan gejala-gejala yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Progresivitas
infeksi tergantung pada karakteristik virus dan hospes. Karakter virus meliputi
HIV-1 dan HIV-2, sedangkan karakter hospes meliputi usia (<5 tahun atau >40
tahun), infeksi yang menyertai-nya, dan faktor genetik.Yang utama dari grup
ini adalah turunnya jumlah limfosit CD4+, biasanya dibawah 100/mm3.
Stadium ini kadang dikenal sebagai full blown AIDS .
Adapun kriteria gejala pada dewasa menurut WHO :
Gejala mayor:
Gejala minor:
Kandidiasis orofaringeal
Limfadenopati generalisata
Klasifikasi infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, klasifikasi
tersebut berdasarkan gejala dan beratnya imunosupresi yang terjadi pada anak.
Klasifikasi ini sendiri penting untuk mengetahui derajat beratnya penyakit HIV
anak. Adapun kriteria gejala menurut WHO untuk anak:
Gejala mayor:
Gejala minor:
Limfadenopati generalisata
Kandidiasis orofaringeal
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi
karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum
(seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli),
serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti
kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan
virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan
yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama
(primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek
samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare
(misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare
diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran
pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting
dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
C Penyakit Syaraf dan Kejiwaan.
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena
gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh
infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai
akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu,
yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan
menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga
dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.
Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi
otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans.
Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah.
Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak
ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu
penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi
serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia
disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia
dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem
kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS.
Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal),
sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah
diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental
(demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak
(ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong
pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada
otak
yang
mengalami
infeksi
HIV, sehingga
mengeluarkan
neurotoksin.Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk
ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahuntahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan
rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma
darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah
sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi
HIV.Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di
India.
- Anoreksia
- Penurunan kesadaran
2. Pemeriksaan Fisik
-
Tampak kurus
- Pucat
- Lemah
- Bercak putih pada lidah
- Terdapat benjolan di leher
- Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
3. Pemeriksaan Penunjang
- CD4
- Pemeriksaan Ig
- LED
- Pemeriksaan Feses sel ragi
- Pemeriksaan darah rutin
- ELISA
- PCR
- WESTERN BOLT
- Viral Load Test
- Pemeriksaan air liur
- Screening Test
- Radiologi: Rontgen Paru
2.8 Pemerikasaan Laboratorium
Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV dibagi
dalam dua kelompok yaitu :
1) Uji Imunologi
Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan
digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau
enzymelinked immuno-sorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat
(rapid test). Uji Western blot atau indirect immunofluorescence assay
(IFA) digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari test skrining.
ELISA (deteksi antibody HIV)
ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel
darah yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot
atau IFA. Sedangkan hasil yang negatif tidak memerlukan tes
konfirmasi lanjutan.
Rapid test
Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibody
terhadap HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel,
imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA
tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan
semua hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot
atau IFA.
Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi
rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot
menemukan keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1
spesifik (struktural dan enzimatik). Hasil negative Western blot
menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid tes dinyatakan
sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai antibodi HIV1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1
pada individu dengan usia lebih dari 18 bulan.
Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih
sedikit dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig
dilabel dengan penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada
antibodi HIV jika berada pada sampel. Jika slide menunjukkan
fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif), yang
menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.
2) Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test
untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan
test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen
p24)).
Kultur HIV
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi
dalam plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus
terdeteksi dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari
untuk aktivitas reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik
virus.
NAAT HIV-1 (Nucleic Acid Amplification Test)
Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan
untuk diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam
nukleat virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak
dalam sampel.
Uji antigen p24
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24
atau dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi
HIV-1. Pada umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding
teknik amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang sensitif.
2.9 Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukan bukti yang amat
menyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV
(obat anti retroviral , disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan
morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV, orang dengan HIV/AIDS
menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV di
capai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan
odha terhadap infeksi oportunistik.
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
a). Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira
(ARV),
b).Pengobatan untuk mengatasi beberapa penyakit infeksi dan kangker yang
menyertai infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkolosis ,hepatitis,
toksoplasma, sarkoma, kaposi, limfoma, kanker serviks,
c). Pengobatan suportif, yaitu: makanan yang mempunyai nilai gizi yang
lebih baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan lain seperti
dukungan psikososial dan dukungan agama seperti juga tidur yang cukup dan
perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yanglengkap tersebut, angka
kematian dapat di tekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi
oportunistik amat berkurang.
TERAPI ANTIRETROVIRAL(ARV)
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh
lebih baik.infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar di obati, menjadi
lebih mudah di tangani. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat seperti
infeksi firus sitomegola dan infeksi mikobakterium atipikal, dapat di
sembuhkan. pneumonia pneumocystis carinii pada odha yang hilang timbul,
biasanya mengharuskan odha minum obat infeksi agar tidak kambuh. Namun
sekarang dengan minum obat ARV teratur, banyak ODHA yang tidak
memerlukan minum obat profilaksis terhadap pneumonia.
Terhadap penemuan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti sarkoma
koposi dan limfoma dikarnakan pemberian obat-obat antiretroviral tersebut.
Sarkoma koposi dapat sepontan membaik tanpa pengobatan
khusus.penekanan terhadap replikasi virus menyebabkanpenurunan produksi
sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan sarkoma
koposi. Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat
membentuk responsi imun yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHP8) yang di hubungkan dengan kejadian sarkoma koposi.
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease. tidak
semua ARV yang ada telah tersedia di indonesia (tabel 3). Waktu memulai
terapi ARV harus di pertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan
diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV di rekomendasikan pada semua
pasien yang telah menunjukan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis
AIDS, atau menunjukan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah
limfosit CD4+. Obat ini juga di rekomendasikan pada pasien asimptomatik
dengan llimfosit CD4+ kurang dari 200 sel /mm 3. Pasien asimptomatik
dengan limfosit CD4+200-350 sel/mm3 dapat di tawarkan untuk memulai
terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat di
mulai, namun dapat pula ditunda.Terapi ARV tidak di anjurkan di mulai pada
pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm 3 dan viral load kurang
dari 100.000 kopi/ml.
Saat ini regimen pengobatanm ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi
dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan (tabei
4), dengan
EVALUASI PENGOBATAN
Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang dapat
di percaya untuk membantu beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV,
dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatan
ARV. Jika kita mendapat sarana pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat
di perkirakan dari jumlah limfosit total yang sudah dapat dikerjakan dari
banyak laboratorium pada umumnya.
Sebelum tahun 1996, para klinisi mengobati, menentukan prognosisdan
menduga staging pasien, berdasarkan gambaran klinik pasien dan jumlah
limfosit CD4. Sekarang ini sudah ada tambahan parameter baru yaitu
hitungan virus HIV dalam darah(viral load) sehingga upaya tersebut
menjadilebih tepat.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dengan pemeriksaan viral
load, kita dapat memperkirakan resiko kecepatan perjalanan penyakit dan
kematian akibat HIV. Pemeriksaan vira load memudahkan untuk memantau
efektifitas obat ARV.
Sejak awal pengobatan ARV, masalah kegagalan terapi ARV lini pertama
menjadi hal yang banyak diteliti. Definisi kegagalan terapi dapat dilihat pada
tabel 6.
Obat-obat golongan protease inhibitor (PIs) seperti lopinavir/ritonavir,
atazanavir, saquinavir, fosamprenavir, dan darunavir memiliki barier genetik
yang tinggi terhadap resistensi. Obat golongan lain memiliki barier rendah.
Walu demikian, kebanyakan pasien yang mendapatkan Pis-terkait HAART
(highly active anti-retroviral therapy) yang mengalami kegagalan virologis
biasanya memiliki strain virus HIV yang masih sensitif, kecuali bila
digunakan jangka panjang. Obat golongan lain biasanya menjadi resisten
dalam waktu yang lebih singkat ketika terdapat kegagalan virologist.
Indikasi terapi untuk merubah terapi pada kasus gagal terapi adalah progresi
penyakit secara klinis dimulai setelah >6 bulan memakai ARV.
Pada WHO stadium 3: penurunan berat badan BB > 10%, diare atau demam
>1 bulan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, oral hairly leukoplakia
terdapat infeksi bakterial yang berat atau bedridden lebih dari 50% dari
satu bulan terakhir.
Tes resistensi seharusnya dilakukan selama terapi atau dalam 4 minggu
penghentian regimen obat yang gagal. Interpretasi hasil tes resistensi
merupakan hal yang kompleks, bahkan terkadang lebih baik dikerjakan oleh
ahlinya.
2.10
Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang
diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik.
Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS.
Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy
(ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat
ini membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan
pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi
oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk
mengurangi kemungkinan resistensi.
Komplikasi-komplikasi
oportunistik:
umum
pada
pasien
HIV/AIDS
akibat
infeksi
Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling
umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di
antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV
dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua
penyakit kembar.
Salmonelosis
Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah
terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut
dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella
dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang
yang HIV-positif.
Cytomegalovirus (CMV)
Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh
seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh
yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase
dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus
menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.
Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal
ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan
putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut,
kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin
memiliki gejala parah terutama di mulut atau
kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.
Cryptococcal Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi
sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur
yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau
kelelawar.
Toxoplasmolisis
Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam
tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.
Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan.
Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang
terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang
menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.
Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun
jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada
orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi
merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit
lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi
juga dapat mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan
dan paru-paru.
Limfoma
Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal
dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit
dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.
Komplikasi lainnya:
Wasting Syndrome
Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun
masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan
sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai
dengan diare, kelemahan kronis dan demam.
Komlikasi Neurologis
Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS
bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi,
kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang
paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan
perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.
2.11
Pencegahan
a. Untuk orang sehat
Abstinens
Seks aman
Mencegah kehamilan
2.12
Prognosis
Semua partner seksual dari laki-laki atau wanita yang diketahui HIV
positif
4.2 Undang-undang
KODEKI
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentinganmasyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan
yang menyeluruh(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun
psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenar-benarnya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
Kaidah Dasar Bioetik :
Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien.
Melahirkaninformed consent
Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed consent ) sebelum
melakukan tindakan medik. Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam
UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana
disebutkan di atas. UU tersebut memang hanya menyebut dokter,dokter gigi dan
pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai rahasia, namun PP No
10tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran tetap mewajibkan seluruh
tenaga kesehatan dan mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan
untuk menjaga rahasia kedokteran.
Menurut Declaration on the Rights of thePatients yang dikeluarkan oleh WMA
memuat hak pasien terhadap kerahasiaansebagai berikut: Semua informasi yang
teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi medis,diagnosis,
prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lainyang sifatnya pribadi,
harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat
pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkaninformasi yang dapat
memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.
Etika menghadapi ODHA
Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan
narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut
terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat. Stigma sering kali
menyebabkan terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya
pelanggaran HAM bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan keluarganya.
(Kesrepro, 2007).
Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang
atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan
pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi
meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan
kesehatan kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan
status atau prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang
menolak merekayang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan
diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia
(Kesrepro, 2007)
LI.5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Mengadapi Pasien HIV
1. Tuntunan hukum Islam bagi penderita HIV/AIDS
Bagi seorang yang sudah terlanjur tertular atau mengidap virus HIV/AIDS, ajaran
Islam memberikan tuntunan umum sebagaimana dianjurkan pada mereka yang sedang
menunggu saat-saat kematian, antara lain :
a. Bertaubat
Segera bertaubat dengan bentuk taubat nasucha (tobat yang sungguh-sungguh),
dengan cara menyucikan diri dari kekhilafan, kesalahan dan dosa yang pernah
dilakukannya, baik penularannya akibat dosa-dosanya atau tertulari bukan
akibat kesalahannya, sebagaimana dianjurkan dalam ayat al-Quran :
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung (Q.s. An-Nur:31)
b. Tawakkal
Terhadap pasien AIDS yang penularannya bukan karena perzinaan, misalnya
melalui jarum suntik, transfusi darah atau pun yang lainnya, hendaknya bersabar
dan bertawakkal kepada Allah dan menerimanya sebagai cobaan, musibah, ujian
atas keimanannya. Sikap demikian dianjurkan Allah dalam firman-Nya, antara
lain :
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.s. al-Baqarah:156157)
2. Hukum terkait dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
a
b
Jika ODHA hamil dan melahirkan, seharusnya dibantu dan ditangani oleh tim
medis/paramedis yang terlatih untuk menghindari kemungkinan penularan.
Bantu-membantu dalam kebaikan sangat dianjurkan dalam Islam.
Khitan bagi anak ODHA tetap wajib sepanjanh hal itu tidak membahayakan
dirinya dan proses khitannya seyogyanya dilakukan oleh tim medis/paramedis
yang terlatih untuk menghindari penularan.
DAFTAR PUSTAKA
Bratawidjaja, KG dan Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Sudoyo, AW dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna Publishing.
Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Jakarta : FKUI
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta. Erlangga
Dewi, Alexandra I, 2008. Etika dan Hukum Kesehatan,. Yogyakarta : Pustaka Book
Publisher
Djoerban Z, Djauzi S. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III Jakarta :
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Price, Sylvia Anderson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI, vol. 1. Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC.
Rosyidah, F. (2011). Kritik Islam Terhadap Strategi Penangulangan HIV-AIDS
Berbasis Paradigma Sekuler-Liberal dan Solusi Islam dalam Menangani
Kompleksitas Problematika HIV-AIDS.