Anda di halaman 1dari 4

Pulpotomi

Mineral Trioxide Aggregate Dibandingkan dengan Bahan Medikamen Lain


POSTED ON APRIL 8, 2011 UPDATED ON OKTOBER 23, 2011
Keunggulan Mineral Trioxide Aggregate Dibandingkan dengan Bahan Medikamen Lain pada
Perawatan Pulpotomi Gigi Sulung

Pulpotomi merupakan teknik yang meliputi pembuangan pulpa


vital dari kamar pulpa, kemudian diikuti dengan penempatan medikamen di atas orifise (Kennedy,
1992). Terdapat berbagai macam bahan pengisi yang digunakan untuk perawatan pulpotomi. Bahan
tersebut merupakan medikamen yang diletakkan di atas orifise yang akan menstimulasi perbaikan
atau memumifikasi sisa jaringan pulpa vital pada akar gigi (Welbury, 2001). Berdasarkan beberapa
penelitian, bahan-bahan tersebut memiliki keunggulan dan pengaruh yang berbeda-beda terhadap
keberhasilan perawatan. Indikator keberhasilannya didasarkan atas pengalaman keberhasilan,
penelitian klinis, radiografis, dan mikroskopis pada manusia (Huth et al., 2005).
Terdapat beberapa obat alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan medikamen perawatan pulpa
pulpotomi pada gigi sulung. Bahan medikamen tersebut antara lain oksida seng-eugenol, kalsium
hidroksida, formokresol, glutaraldehid, feri sulfat (Budiyanti, 2006). Sekarang ini, bahan
medikamen mineral trioxide aggregate menjadi pilihan alternatif dan hasil perawatannya menunjukkan
hasil sama bahkan lebih baik dari bahan medikamen lainnya. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan
dari bahan ini dalam meregenerasi jaringan keras, biokompatibitas yang baik, daya tahan terhadap
pembentukan celah mikro dan sifat antibakterinya (Monalisa, 2008).
1. Zinc Oxide Eugenol vs MTA
2. Oksida seng-eugenol pada awalnya dinyatakan sebagai bahan pilihan terbaik dari bahan
pengisi. Nichols telah melaporkan penggunaan oksida seng-eugenol sebagai retrofill dan
beberapa telah sukses digunakan, tetapi bahan ini dapat larut dan terdapat bukti dari kondisi
ini terhadap sejumlah kasus. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk penambahan
pada oksida seng-eugenol agar bahan ini tidak larut (Satria, 2008). Keunggulan mineral
trioxide aggregatebersifat hidrofilik alamiah sehingga kebocorannya lebih rendah, meskipun di
bawah kontaminasi dalam kelembaban.Mineral trioxide aggregate tidak larut dalam air dan
lebih radiopak dari dentin sehingga akan mempermudah kemampuan untuk membedakan
dalam radiografi saat digunakan sebagai bahan pengisi pucuk akar (Satria, 2008).
3. 2. Kalsium Hidroksida vs MTA

4. Bahan kalsium hidroksida dapat digunakan untuk jangka waktu panjang dalam penyembuhan
lesi periapikal dengan membentuk barier kalsifik pada apeks. Sebagai obat antar kunjungan
kalsium hidroksida memberikan efek penyembuhan kelainan periapeks pada gigi non-vital.
Kemampuan bahan ini sebagai antibakteri dan penginduksi pembentukan jaringan keras gigi
menjadi dasar bagi perawatan endodontik konvensional pada gigi dengan lesi periapeks yang
luas (Sidharta, 1997). Kurimoto (1960) mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada
lesi periapeks setelah penggunaan kalsium hidroksida. Sedangkan Kaiser (1964)
mengemukakan kemampuan kalsium hidroksida untuk menginduksi pembentukan jaringan
keras pada apeks yang terbuka setelah penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang.
Pernyataan Kaiser ini diperkuat oleh temuan Kitamura (1960), Peters et al. (2002) melaporkan
kemampuan kalsium hidroksida dalam mengeliminasi infeksi pada gigi tanpa pulpa (Sidharta,
1997). Namun, kalsium hidroksida telah dilaporkan menyebabkan nekrosis penggumpalan
superfisial, memungkinkan penghambatan perdarahan dan kehilangan cairan (Hurt et al.,
2005).
5. Perbandingan bahan kalsium hidroksida dan mineral trioxide aggregate dapat ditelaah pada
sebuah penelitian respon pulpa gigi monyet yang membandingkan mineral trioxide
aggregate dengan kalsium hidroksida ketika digunakan sebagi bahan perawatan pulpa
dengan standart pembukaan pulpa 1 milimeter. Hasilnya menunjukkan bahwa semua
sampelmineral trioxide aggregate menstimulasi pembentukan jembatan dentin. Jembatan
dentin yang dibentuk berdekatan dengan mineral trioxide aggregate tebal dan bersambungan
dengan dentin dan 1 sampai 6 sampel terdapat inflamasi. Pembentukan dentin ini disebabkan
oleh kemampuan menutup bahan yang baik sehingga mencegah kebocoran mikro yang
dapat menyebabkan kontaminasi kembali pulpa gigi setelah perawatan. Selain itu, mineral
trioxide aggregatememiliki kemampuan lebih baik dalam merangsang regenerasi dan
pembentukan jaringan keras. Kemampuan tersebut kemungkinan disebabkan oleh pH yang
tinggi yaitu 10,2-12,5 dan adanya pelepasan substansi yang dapat mengaktifkan sementoblas
memproduksi matriks dalam pembentukan sementum (Monalisa, 2008).
6. 3. Formokresol vs MTA
7. Penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk perawatan pulpotomi
pada gigi sulung beberapa tahun ini semakin meningkat. Formokresol tidak membentuk
jembatan dentin tetapi akan membentuk suatu zona fiksasi dengan kedalaman yang
bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital. Zona ini bebas dari bakteri dan dapat
berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi mikroba (Finn, 2003). Keuntungan formokresol
pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu formokresol akan merembes
melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk menguatkan jaringan. Formokresol
sangat kaustik yang dapat menyebabkan fiksasi bakteri dan jaringan pada sepertiga bagian
atas pulpa yang terlibat (Budiyanti, 2006).

8.
9. Menurut Ansari & Ranjpour (2010), mineral trioxide aggregate lebih efektif penggunannya
pada perawatan pulpotomi gigi sulung. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perawatan
jangka panjang (2 tahun), kegagalan formokresol lebih tinggi dibandingkan mineral trioxide
aggregate. Mineral trioxide aggregate lebih biokompatibel dibandingkan dengan formokresol.
Hal ini terlihat pada potensi bahan ini dalam mengeleminasi efek samping yang dihasilkan
pada penggunaan formokresol pada perawatan pulpotomi gigi sulung. Pada penggunaan
formokresol terjadi adanya resorpsi internal, sedangkan padamineral trioxide aggregate tidak
terjadi resorpsi internal (Gambar 1). Mineral trioxide aggregate juga dilaporkan bahwa tidak
memiliki efek buruk terhadap perkembangan gigi geligi pada saat perawatan pulpotomi gigi
sulung (Jabbarifar et al., 2004; Ansari & Rajpour, 2010).

10.

11. 4. Feri Sulfat vs MTA


12. Penggunaan feri sulfat pada teknik pulpotomi menunjukkan kesuksesan yang hampir sama
dibandingkan formokresol. Penggunaan feri sulfat dapat mengurangi perubahan inflamasi dan
resorpsi internal yang berdasarkan Schroder (1978), merupakan faktor penting dalam
kegagalan pulpotomi menggunakan kalsium hidroksida (Papagiannoluis, 2000). Penggunaan
feri sulfat dianjurkan pada bagian dasar pulpa kemungkinan dapat mencegah masalah
pembentukan blod clot setelah penghilangan mahkota pulpa. Pengunaan mineral trioxide
aggregate juga dapat bersaing dengan feri sulfat, adanya kontaminasi darah yang
menyebabkan adanyan kelembaban ruang pulpa dapat memperlambat setting time yang
mungkin dapat menjadi masalah karena bahan tidak dapat beradaptasi dengan baik pada
dentin. Mineral trioxide aggregate memiliki kemampuan penutupan dengan baik karena bahan
ini bersifat hidrofilik alamiah dan mengalami sedikit ekspansi pada lingkungan lembab,
sehingga adaptasinya baik atau berkontak rapat dengan dinding dentin sehingga
kebocorannya lebih rendah, meskipun di bawah kontaminasi kelembaban (Monalisa, 2008).

Anda mungkin juga menyukai