Pulpotomi Pada Anak
Pulpotomi Pada Anak
4. Bahan kalsium hidroksida dapat digunakan untuk jangka waktu panjang dalam penyembuhan
lesi periapikal dengan membentuk barier kalsifik pada apeks. Sebagai obat antar kunjungan
kalsium hidroksida memberikan efek penyembuhan kelainan periapeks pada gigi non-vital.
Kemampuan bahan ini sebagai antibakteri dan penginduksi pembentukan jaringan keras gigi
menjadi dasar bagi perawatan endodontik konvensional pada gigi dengan lesi periapeks yang
luas (Sidharta, 1997). Kurimoto (1960) mengemukakan terjadinya aposisi sementum pada
lesi periapeks setelah penggunaan kalsium hidroksida. Sedangkan Kaiser (1964)
mengemukakan kemampuan kalsium hidroksida untuk menginduksi pembentukan jaringan
keras pada apeks yang terbuka setelah penggunaan kalsium hidroksida jangka panjang.
Pernyataan Kaiser ini diperkuat oleh temuan Kitamura (1960), Peters et al. (2002) melaporkan
kemampuan kalsium hidroksida dalam mengeliminasi infeksi pada gigi tanpa pulpa (Sidharta,
1997). Namun, kalsium hidroksida telah dilaporkan menyebabkan nekrosis penggumpalan
superfisial, memungkinkan penghambatan perdarahan dan kehilangan cairan (Hurt et al.,
2005).
5. Perbandingan bahan kalsium hidroksida dan mineral trioxide aggregate dapat ditelaah pada
sebuah penelitian respon pulpa gigi monyet yang membandingkan mineral trioxide
aggregate dengan kalsium hidroksida ketika digunakan sebagi bahan perawatan pulpa
dengan standart pembukaan pulpa 1 milimeter. Hasilnya menunjukkan bahwa semua
sampelmineral trioxide aggregate menstimulasi pembentukan jembatan dentin. Jembatan
dentin yang dibentuk berdekatan dengan mineral trioxide aggregate tebal dan bersambungan
dengan dentin dan 1 sampai 6 sampel terdapat inflamasi. Pembentukan dentin ini disebabkan
oleh kemampuan menutup bahan yang baik sehingga mencegah kebocoran mikro yang
dapat menyebabkan kontaminasi kembali pulpa gigi setelah perawatan. Selain itu, mineral
trioxide aggregatememiliki kemampuan lebih baik dalam merangsang regenerasi dan
pembentukan jaringan keras. Kemampuan tersebut kemungkinan disebabkan oleh pH yang
tinggi yaitu 10,2-12,5 dan adanya pelepasan substansi yang dapat mengaktifkan sementoblas
memproduksi matriks dalam pembentukan sementum (Monalisa, 2008).
6. 3. Formokresol vs MTA
7. Penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida untuk perawatan pulpotomi
pada gigi sulung beberapa tahun ini semakin meningkat. Formokresol tidak membentuk
jembatan dentin tetapi akan membentuk suatu zona fiksasi dengan kedalaman yang
bervariasi yang berkontak dengan jaringan vital. Zona ini bebas dari bakteri dan dapat
berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi mikroba (Finn, 2003). Keuntungan formokresol
pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies yaitu formokresol akan merembes
melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler untuk menguatkan jaringan. Formokresol
sangat kaustik yang dapat menyebabkan fiksasi bakteri dan jaringan pada sepertiga bagian
atas pulpa yang terlibat (Budiyanti, 2006).
8.
9. Menurut Ansari & Ranjpour (2010), mineral trioxide aggregate lebih efektif penggunannya
pada perawatan pulpotomi gigi sulung. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perawatan
jangka panjang (2 tahun), kegagalan formokresol lebih tinggi dibandingkan mineral trioxide
aggregate. Mineral trioxide aggregate lebih biokompatibel dibandingkan dengan formokresol.
Hal ini terlihat pada potensi bahan ini dalam mengeleminasi efek samping yang dihasilkan
pada penggunaan formokresol pada perawatan pulpotomi gigi sulung. Pada penggunaan
formokresol terjadi adanya resorpsi internal, sedangkan padamineral trioxide aggregate tidak
terjadi resorpsi internal (Gambar 1). Mineral trioxide aggregate juga dilaporkan bahwa tidak
memiliki efek buruk terhadap perkembangan gigi geligi pada saat perawatan pulpotomi gigi
sulung (Jabbarifar et al., 2004; Ansari & Rajpour, 2010).
10.