antero-posterior
dan
antropoid,
antero-posterior
dengan
yang
3.
9.
10. Gambar2: panggul android dan platipeloid
11.
12.
Faktor Ibu
1. Perubahan bentuk panggul karena kelainan pertumbuhan intrauterin :
a. Panggul Niegel
b. Panggul Robert
c. Split Pelvis
d. Panggul Asimilasi
2. Perubahan bentuk panggul karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan / atau
sendi panggul
a. Rakitis
b. Osteomalasia
c. Neoplasma
d. Fraktur
e. Atrofi,Karies,Nekrosis
f. Penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea
3. Perubahan bentuk panggul karena penyakit tulang belakang
a. Kifosis
b. Skoliosis
c. Spondilolistesis
4. Perubahan bentuk panggul karena penyakit kaki
a. Koksitis
b. Luksasiokoksa
c. Atrofi atau pelumpuhan satu kaki.
5. Kesempitan pintu atas panggul (pap)
15.
sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah
jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium. Konjugata vera yaitu jarak dari
pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata
diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan
terpendeknya (konjugata vera, C.V) kurang dari 10 cm, atau diameter transversa
kurang dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah conjugata diagonalis maka inlet
dianggap sempit bila conjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm.
17.
18.
Pembagian
menurut
tindakan :
19.
20.
percobaan
21.
22.
C.V = 6 cm : SC mutlak
(absolut)
II.
III.
6. Kesempitan pintu tengah panggul (ptp)
IV.
penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar
10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum
berukuran 4,5 cm.3,4.
V.
kurang dari 9,5 cm. Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 13,5 cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan
rontgen pelvimetri.
7. Kesempitan pintu bawah panggul (pbp)
VI.
adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari
ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior
(7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
VII.
diameter sagitalis posterior <15 cm. Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak
menghalangi lahirnya janin, namun dapat menyebabkan perineal rupture yang hebat,
karena arkus pubis sempit sehingga kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.
VIII.
Faktor janin
gram. Yang dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi 4000 gram. Pada
wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grandemultipara
juga dapat mengakibatkan janin besar. Menentukan besarnya janin secara klinis
memang sulit dilakukan. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah
tidak adanya kemajuan dalam persalinan pada panggul normal dan his yang kuat.
Walaupun panggul ibu luas dan dapat dilewati janin lebih dari 4000 gram sebaiknya
dilakukan persalinan perabdominal dengan pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Untuk
persalinan pervaginam dilakukan pada janin dengan lingkar kepala <37 cm.
2. Hidrosefalus
X.
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan
lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya
malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan presentasi
muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini dimungkinkan
karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada malpresentasi
lebih besar disbanding ukuran panggul khususnya panjang diameter anteroposterior
panggul.
XII.
XIII. Diagnosis
XIV.
primigravida pada akhir kepala kehamilan anak belum masuk p.a.p dan ada kesalahan letak
janin. Diagnosis dapat kita tegakkan dengan:
1. Anamnesis
XV.
(LLi, letak bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan
ditolong dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan operasi.
2. Inspeksi
XVI.
kifosis, dll. Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala belum masuk P.A.P
kelihatan kontur seperti kepala menonjol diatas simfisis.
3. Palpasi
XVII.
Kepala tidak masuk p.a.p atau masih goyang dan terdapat tanda
dari Osborn, yaitu kepala didorong kearah p.a.p dengan satu tangan diatas simpisis
pubis sedang tangan lain mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol.
XVIII.
(+) = 3 jari
XIX.
XX.
4. Pelvimetri Klinis
o Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal
o Pemeriksaan dalam (V.T): apakah promontorium teraba, lalu diukur C.D dan
C.V: linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica.
o Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala
janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan
yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti
tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simfisis.
5. Rontgen Pelvimetri
XXI.
Penanganan
XXIV.
Dewasa ini ada dua tindakan utama yang dilakukan untuk menangani
persalinan dengan disproporsi kepala panggul, yaitu seksio sesarea dan partus percobaan.
Disamping itu kadang-kadang ada indikasi dilakukan kraniotomia yang dikerjakan bila
pada janin mati.
1. Seksio sesarea
XXV. Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni
sebelum persalinan mulai atau pada awal fase persalinan, dan secara sekunder yakni
sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesarea elektif
direncanakan lebih dulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena
kesempitan panggul yang cukup berat atau
panggul yang cukup nyata. Selain itu, seksio sesarea dilakukan pada kesempitan
pangul ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi seperti
primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamila pada
wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama dan riwayat penyakit jantung.
Seksio sesarea sekunder dilakukan karena partus percobaan dianggap gagal atau
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang
syarat-syarat untuk persalianan per vaginam tidak atau belum terpenuhi.
2. Partus percobaan
XXVI. Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaaan pada hamil tua
diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang
dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa
ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat
diambil keputusan untuk dilakukan persalinan percobaan. Persalinan ini merupakan
suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat.
Janin harus berada pada presentasi belakang kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih
dari 42 minggu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta yang akan menjadi penyulit persalinan
percobaan. Mengenai penanganan khusus pada partus percobaan perlu diperhatikan
hal-hal berikut:
a.
Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin. Pada
persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada
ibu.
b. Kualitas dan turunnya kepala janin harus terus diawasi. Kesempitan panggul tidak
jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukan serviks.
c. Sebelum ketuban pecah, pada umumnya kepala janin tidak dapat masuk kedalam
rongga panggul dengan sempurna. Pemecahan ketuban secar aktif hanya dapat
dilakukan bila his berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks
separuhnya atau lebih.
d.
Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh
berlangsung. Apabila his cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil atau
tidaknya partus percobaan tersebut ada hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan
berikut:
Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan
adanya bahaya bagi anak atau ibu (gawat janin, rupture uteri)
XXVII.
spontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
XXVIII.
XXIX.
Prognosis
XXX.
berlangsung sendiri tanpa penagambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan
janin yaitu:
1. Bahaya pada ibu:
a.
Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi inrapartum.
b.
Dengan his yang kuat sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat
timbul regangan segmen bawah uterus (rupture uteri mengancam) dan bila
tidak segera diambil tindakan akan terjadi rupture uteri.
c.
Dengan persalinan tidak maju karena diproporsi kapala panggul, jalan lahir
mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu
menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan
kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan
terjadi fistula vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula
rektovaginalis.
b.
c.
XXXI.
XXXII.
DAFTAR PUSTAKA
XXXIII.
XXXIV.
Texas: 2010.
XXXV.
Media
XXXVI.
Disproportion (CPD).
XXXVII.
Norwitz, Errol & John, Schorge (2008). At a Glance Obstetri dan Ginekologi.