Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

Disproporsi Sefalopelvik (Disproporsi Kepala Panggul)


Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya. Istilah disproporsi sefalopelvik
muncul pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang
disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang
ditemukan. Saat ini disproporsi seperti itu jarang dijumpai dan sebagian disproporsi
disebabkan oleh malpresentasi dan malposisi kepala janin atau akibat kontraksi yang tidak
efektif.
Jenis-Jenis Panggul
Caldwell dan Mooloy membagi panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis
pokok. Jenis-jenis panggul ini dengan ciri-ciri pentingnya ialah:
1. Panggul ginekoid, dengan pintu
atas panggul yang bundar, atau
dengan diameter transversa yang
lebih panjang sedikit dari pada
diameter

antero-posterior

dan

dengan panggul tengah serta pintu


bawah panggul yang cukup luas.
2. Panggul
diameter

antropoid,
antero-posterior

dengan
yang

lebih panjang dari pada diameter


transversa dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit.

3.

4. Gambar1: panggul ginekoid dan


antropoid.
5.
6. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti segitiga,
berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica menonjol
kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.
7. Panggul platipelloid, dengan diameter antero-posterior yang jelas lebih pendek dari
pada diameter transversa pada pintu atas panggul, dan dengan arcus pubis yang luas.
8.

9.
10. Gambar2: panggul android dan platipeloid
11.
12.

Berhubungan dengan faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan

ukuran-ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan demikian


standar untuk panggul normal pada seorang wanita Eropa berlainan dengan standar seorang
wanita Asia Tenggara. Pada panggul dengan ukuran normal apapun jenis pokoknya kelahiran
pervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan
tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil daripada standar normal sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan
pervaginam. Terutama kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia yang sukar

diatasi. Disamping panggul-panggul sempit karena ukuran-ukuran pada 4 jenis pokok


tersebut diatas kurang dari normal, terdapat pula panggul-panggul sempit yang lain yang
umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.
13.
14.
I.

Faktor-faktor Disproporsi Sefalopelvik

Faktor Ibu
1. Perubahan bentuk panggul karena kelainan pertumbuhan intrauterin :
a. Panggul Niegel
b. Panggul Robert
c. Split Pelvis
d. Panggul Asimilasi
2. Perubahan bentuk panggul karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan / atau
sendi panggul
a. Rakitis
b. Osteomalasia
c. Neoplasma
d. Fraktur
e. Atrofi,Karies,Nekrosis
f. Penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea
3. Perubahan bentuk panggul karena penyakit tulang belakang
a. Kifosis
b. Skoliosis
c. Spondilolistesis
4. Perubahan bentuk panggul karena penyakit kaki
a. Koksitis
b. Luksasiokoksa
c. Atrofi atau pelumpuhan satu kaki.
5. Kesempitan pintu atas panggul (pap)
15.

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra

sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah
jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium. Konjugata vera yaitu jarak dari
pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata
diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan

promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit


sekali (Israr, 2006).
16.

Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior

terpendeknya (konjugata vera, C.V) kurang dari 10 cm, atau diameter transversa
kurang dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah conjugata diagonalis maka inlet
dianggap sempit bila conjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm.
17.

18.

Pembagian

menurut

tindakan :
19.

C.V = 11 c : Partus Biasa

20.

C.V = 8-10 cm: Partus

percobaan
21.

C.V = 6-8 cm : SC primer

22.

C.V = 6 cm : SC mutlak

(absolut)

II.

Gambar: diameter pada pintu atas panggul

III.
6. Kesempitan pintu tengah panggul (ptp)
IV.

Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna

penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar
10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum
berukuran 4,5 cm.3,4.
V.

Kesempitan panggul tengah Apabila ukurannya distansia interpinarum

kurang dari 9,5 cm. Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 13,5 cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan
rontgen pelvimetri.
7. Kesempitan pintu bawah panggul (pbp)
VI.

Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis

adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari
ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior
(7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
VII.

Kesempitan pintu bawah panggul adalah bila diameter transversa dan

diameter sagitalis posterior <15 cm. Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak
menghalangi lahirnya janin, namun dapat menyebabkan perineal rupture yang hebat,
karena arkus pubis sempit sehingga kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.
VIII.

Faktor janin

1. Pertumbuhan yang berlebihan


IX.

Berat neonates normal pada kehamilan aterm berkisar 2500-4000

gram. Yang dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi 4000 gram. Pada
wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grandemultipara
juga dapat mengakibatkan janin besar. Menentukan besarnya janin secara klinis
memang sulit dilakukan. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah
tidak adanya kemajuan dalam persalinan pada panggul normal dan his yang kuat.
Walaupun panggul ibu luas dan dapat dilewati janin lebih dari 4000 gram sebaiknya
dilakukan persalinan perabdominal dengan pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Untuk
persalinan pervaginam dilakukan pada janin dengan lingkar kepala <37 cm.

2. Hidrosefalus
X.

Hidrosefalus dalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel

otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran-pelebaran sutura-sutura


dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun di ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan
tidak dapat berakomodasi di bagia bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak
sungsang. Pada presentasi kepala, hidrosefalus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
dalam teraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan tegang, sedangkan
tulang kepala sangat tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan rontgenologik
menunjukka kepala janin sangat besar dengan tulang-tulang yang sangat tipis.
3. Malpresentasi kepala
XI.

Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan

lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya
malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan presentasi
muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini dimungkinkan
karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada malpresentasi
lebih besar disbanding ukuran panggul khususnya panjang diameter anteroposterior
panggul.
XII.
XIII. Diagnosis
XIV.

Kita selalu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang

primigravida pada akhir kepala kehamilan anak belum masuk p.a.p dan ada kesalahan letak
janin. Diagnosis dapat kita tegakkan dengan:
1. Anamnesis
XV.

Kepala tidak masuk P.A.P dan ada riwayat kesalahan letak

(LLi, letak bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan
ditolong dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan operasi.
2. Inspeksi
XVI.

Ibu kelihatan pendek ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis,

kifosis, dll. Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala belum masuk P.A.P
kelihatan kontur seperti kepala menonjol diatas simfisis.
3. Palpasi

XVII.

Kepala tidak masuk p.a.p atau masih goyang dan terdapat tanda

dari Osborn, yaitu kepala didorong kearah p.a.p dengan satu tangan diatas simpisis
pubis sedang tangan lain mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol.
XVIII.

(+) = 3 jari

XIX.

(-) = masuk p.a.p

XX.

() = antara kesalahan-kesalahan letak

4. Pelvimetri Klinis
o Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal
o Pemeriksaan dalam (V.T): apakah promontorium teraba, lalu diukur C.D dan
C.V: linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica.
o Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala
janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan
yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti
tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simfisis.
5. Rontgen Pelvimetri
XXI.

Dari foto dapat kita tentukan ukuran-ukuran C.V;C.O = apakah kurang

dari normal; C.T; serta imbang kepala panggul


XXII.
XXIII.

Penanganan
XXIV.

Dewasa ini ada dua tindakan utama yang dilakukan untuk menangani

persalinan dengan disproporsi kepala panggul, yaitu seksio sesarea dan partus percobaan.
Disamping itu kadang-kadang ada indikasi dilakukan kraniotomia yang dikerjakan bila
pada janin mati.
1. Seksio sesarea
XXV. Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni
sebelum persalinan mulai atau pada awal fase persalinan, dan secara sekunder yakni
sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio sesarea elektif
direncanakan lebih dulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena
kesempitan panggul yang cukup berat atau

karena terdapat disproporsi kepala

panggul yang cukup nyata. Selain itu, seksio sesarea dilakukan pada kesempitan
pangul ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi seperti
primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamila pada

wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama dan riwayat penyakit jantung.
Seksio sesarea sekunder dilakukan karena partus percobaan dianggap gagal atau
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang
syarat-syarat untuk persalianan per vaginam tidak atau belum terpenuhi.
2. Partus percobaan
XXVI. Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaaan pada hamil tua
diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang
dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa
ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat
diambil keputusan untuk dilakukan persalinan percobaan. Persalinan ini merupakan
suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat.
Janin harus berada pada presentasi belakang kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih
dari 42 minggu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage
dan ada kemungkinan disfungsi plasenta yang akan menjadi penyulit persalinan
percobaan. Mengenai penanganan khusus pada partus percobaan perlu diperhatikan
hal-hal berikut:
a.

Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin. Pada
persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada
ibu.

b. Kualitas dan turunnya kepala janin harus terus diawasi. Kesempitan panggul tidak
jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukan serviks.
c. Sebelum ketuban pecah, pada umumnya kepala janin tidak dapat masuk kedalam
rongga panggul dengan sempurna. Pemecahan ketuban secar aktif hanya dapat
dilakukan bila his berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks
separuhnya atau lebih.
d.

Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh
berlangsung. Apabila his cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil atau
tidaknya partus percobaan tersebut ada hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan
berikut:

Adakah gangguan pembukaan serviks, misalnya pemanjangan fase laten;


pemanjangan fase aktif

Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?

Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan
adanya bahaya bagi anak atau ibu (gawat janin, rupture uteri)

Apabila ada salah satu gangguan diatas maka menandakan bahwa


persalinan per vaginam tidak mungkin dan harus diselesaikan dengan
seksio sesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan
kepala berjalan lancar, maka persalinan per vaginam bisa dilaksanakan.

XXVII.

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir

spontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
XXVIII.
XXIX.

Prognosis
XXX.

Apabila persalinan dengan disproporsi kepala panggul dibiarkan

berlangsung sendiri tanpa penagambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan
janin yaitu:
1. Bahaya pada ibu:
a.

Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi inrapartum.

b.

Dengan his yang kuat sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat
timbul regangan segmen bawah uterus (rupture uteri mengancam) dan bila
tidak segera diambil tindakan akan terjadi rupture uteri.

c.

Dengan persalinan tidak maju karena diproporsi kapala panggul, jalan lahir
mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu
menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan
kemudian nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan
terjadi fistula vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula
rektovaginalis.

2. Bahaya pada janin:


a.

Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi bila ditambah


dengan infeksi intrapartum

b.

Dengan adanya disprpoporsi kepala panggul kepala janin dapat melewati


rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami
oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan
tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui akan terjadi sobekan pada
tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.

c.

Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisis


dapat menyebabkan perlukan pada jaringan diatas tulang kepala janin dan
dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis.

XXXI.
XXXII.

DAFTAR PUSTAKA

XXXIII.
XXXIV.

Cunningham, G.F. et al. Williams Obstetrics 23rd Edition. Mc-Graw-Hill.

Texas: 2010.
XXXV.

Hakimi, R. 2003. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia

Media
XXXVI.

Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. Arrest of Decent- Cephalopelvc

Disproportion (CPD).
XXXVII.

Lowe, N.K. The Dystocia Epidemic in Nulliparous Women. School of Nursing

Oregon Health & Science University.


XXXVIII.

Norwitz, Errol & John, Schorge (2008). At a Glance Obstetri dan Ginekologi.

Edisi 2. Jakarta: Erlangga


XXXIX.

Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat.

Jakarta: BP-SP, 2008.


XL. Siswishanto, R. Malpresentasi dan Malposisi. Dalam: Saifuddin, A.B. dkk (editor).
Ilmu Kebidanan Sarwono Prowirohardjo. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta.
2009.
XLI. Wiknjosastro,H. Distosia Karena Kelainan Panggul. Dalam: Saifuddin, A.B. dkk
(editor).

Ilmu Kebidanan Sarwono Prowirohardjo. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo Jakarta. 2006.


XLII.
XLIII.
XLIV.

Anda mungkin juga menyukai