PENDAHULUAN
Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu RS yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami
pasien di rumah sakit sangat besar. Besarnya risiko dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
lamanya pelayanan, keadaan pasien, kompetensi dokter, serta prosedur dan kelengkapan fasilitas.
Kesalahan medis tersebut bisa saja terjadi pada saat komunikasi dengan pasien, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis maupun terapi dan tindak lanjut, namun bukan
disebabkan oleh penyakit underlying diseases. Risiko klinis tersebut bisa berakibat cedera,
kehilangan/kerusakan atau bisa juga karena faktor kebetulan atau ada tindakan dini tidak
berakibat cedera.
Kejadian risiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebagian besar dapat dicegah
dengan beberapa cara. Antara lain meningkatkan kompetensi diri, kewaspadaan dini, dan
komunikasi aktif dengan pasien. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mendukung program
patient safety tersebut adalah penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan pengendalian
infeksi secara benar. Diharapkan penerapan Program Pengendalian Resistensi Antibiotik dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-kasus infeksi di rumah
sakit serta mampu meminimalkan risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami pasien di
rumah sakit.
Resistansi antibiotika telah menjadi masalah di Indonesia dengan merujuk pada Pedoman
Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA) yang melibatkan 20 rumah sakit pendidikan.
Permenkes no. 2406/Menkes/PER.XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dan
beberapa hasil penelitian telah dilakukan antara lain Antimicrobial Resistance in: Indonesia
Prevalence and Prevention (AMRIN) menyatakan bahwa Indonesia memiliki resistensi terhadap
mikroba. Akibat dari resistensi antibiotika yaitu pengobatan pasien menjadi gagal atau tidak
sembuh, biaya jadi meningkat karena LOS (long of stay) lebih lama dan jenis antibiotika
beragam serta keberhasilan program kesehaan masyarakat dapat terganggu.
Badan Eksekutif WHO telah merekomendasikan untuk memasukkan resistensi antibiotika
ke resolusi EB134.R13 pada World Health Assembly 2014 bulan Mei lalu, dengan penyusunan
Rencana Aksi Global untuk Resistensi Antibiotika. World Health Day 2011 mengusung tema
1
Antimicrobial Resistance (AMR). Hal ini kemudian dilanjutkan oleh penandatanganan Jaipur
Declaration on Antimicrobial Resistance 2011 oleh Menteri-menteri Kesehatan dari negaranegara anggota WHO Regional Asia Tenggara. Dimana pada Deklarasi Jaipur tersebut
ditekankan pentingnya pemerintah menempatkan prioritas utama untuk mempertahankan efikasi
antibiotik dan menghindari resistensi antimikroba. Mengatasinya dengan melakukan rencana aksi
yang melibatkan multisektor
Untuk mendukung kegiatan PPRA di rumah sakit perlu kesiapan infrastruktur rumah sakit
melalui kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antibiotic secara bijak
(prudent use of antibiotics), pelaksanaan pengendalian infeksi secara optimal, pelayanan
mikrobiologi klinik dari pelayanan farmasi klinik seara professional. Hal ini sesuai dengan hasil
rekomendasi Lokakarya Nasional Kedua Staregy to Combat the Emergence and Spread of
Antimikrobial Resistant Bacteria in Indonesia di Jakarta tanggal 6-7 Desember 2006 bahwa
setiap rumah sakit diharapkan segera menerapkan PPRA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANTIMIKROBA
Antimikroba
adalah
bahan-bahan
atau
obat-obat
yang
digunakan
untuk
parasit
diantaranya
antibiotika,
antiseptika,
khemoterapeutika,
preservative.
Antibiotika adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dalam
konsentrasi kecil mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroorganisme lain.
Antibiotik bersifat toksik secara selektif pada bakteri, namun tidak toksik pada sel inang (host).
Penggolongan antimikroba
Berdasarkan mekanisme kerjanya
1. Bersifat sebagai antimetabolit/ penghambatan metabolisme sel.
Koenzim asam folat di perlukan untuk sintesis purin dan pirimidin (prekursor DNA dan
RNA) dan senyawa-senyawa lain yang dipelukan untuk pertumbuhan seluler dan
replikasi. Untuk banyak mikroorganisme, asam p-amino benzoate (PABA) merupakan
metabolit utama. Antimikroba seperti sulfonamide secara struktur mirip dengan PABA,
asam folat, dan akan berkompetisi dengan PABA untuk membentuk asam folat, Jika
senyawa antimikroba yang menang bersaing dengan PABA maka akan terbentuk asam
folat
non
fungsional
yang
akan
mengganggu
kehidupan
mikroorganisme.
aseptor
kesitus
donor
yang
menyebabkan
sitesis
protein
terhenti.
Analog asam nukleat, secara selektif menghambat DNA polimerase virus (asiklovir ),
menghambat transkriptase balik (zidovudin)
Inhibitor enzim2 esensial virus lainnya, mis.inhibitor protease HIV atau neuranidase
influenza.
Berdasarkan spektrumnya
1. Antibiotik dengan spektrum sempit, efektif terhadap satu jenis mikroba
2. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupun gram negatif.
Contoh obat: tetrasiklin, amfenikol, aminoglikosida, makrolida, rifampisin, turunan penisilin
(ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbanesilin, hetasilin, pivampisilin, sulbenisilin, dan
tirkasilin), dan sebagian besar turunan sefalosporin
3. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram positif. Contoh obat: basitrasin,
eritromisin, sebagian besar turunan penisilin sprt benzilpenisilin, penisilin G prokain,
penisilin V, fenetilisin K, metisilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat, dan beberapa
turunan sefalosporin.
4. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram negatif. Contoh obat:
kolkistin, polimiksin B sulfat, dan sulfomisin
kadar
antimikroba
ditingkatkan
melebihi
KHM
dan
menjadi
KBM.
Kadar Hambat Minimal (KHM): kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan organism. Kadar Bunuh Minimal (KBM): kadar minimal yang diperlukan untuk
membunuh mikroorganisme.
Berdasarkan Tempat kerjanya
B. RESISTENSI ANTIMIKROBA
6
Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh
antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.
Pembagian resistensi :
a. Resistensi genetic
1. Mutasi spontan
gen mikroba berubah karena pengaruh AM terjadi seleksi, galur resisten bermultiplikasi, yang
peka terbasmi, tersisa populasi resisten
2. Resistensi dipindahkan
- Transformasi
- Transduksi
- Konjugasi
b. Resistensi silang
Keadaan resistensi terhadap Antimikroba tertentu yang juga memperlihatkan resistensi terhadap
Antimikroba yang lain terjadi :
- antara Antimikroba dengan struktur kimia yang mirip
- antara Antimikroba beda struktur tapi mekanisme kerja mirip
Mekanisme resistensi :
1. Perubahan tempat kerja (target site) obat antimikroba
2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk kedalam sel
3. Inaktivasi obat oleh mikroba
4. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh mikroba
5. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci
(VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan ExtendedSpectrum BetaLactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan
Multiresistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-Blanco et al. 2000; Stevenson et al. 2005).
Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan
penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan
kesehatan. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari
2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik
7
antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Hasil penelitian
781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap
berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%),
siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja
antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu (Drlica & Perlin, 2011):
1) Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.
2) Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.
3) Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri.
4) Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri.
5) Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui
mekanisme transport aktif ke luar sel.
Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar Hambat Minimal) atau Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar terendah antibiotik (g/mL) yang mampu
menghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan
tahap awal menuju resisten.
Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan beta-laktam, pertama dikenal pada Tahun
1945 dengan nama penisilinase yang ditemukan pada Staphylococcus aureus dari pasien yang
mendapat pengobatan penisilin. Masalah serupa juga ditemukan pada pasien terinfeksi
Escherichia coli yang mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998). Resistensi terhadap
golongan beta-laktam antara lain terjadi karena perubahan atau mutasi gen penyandi protein
(Penicillin Binding Protein, PBP). Ikatan obat golongan beta-laktam pada PBP akan menghambat
sintesis dinding sel bakteri sehingga sel mengalami lisis.
Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu:
1) Mekanisme Selection Pressure.
Jika bakteri resisten tersebut berkembang berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit
(untuk bakteriyang berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh
bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya
penanganan infeksi dengan antibiotik semakin sulit.
2) Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid.
Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang lain.
Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek
antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Pengendalian Resistensi
Antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya
kejadian mikroba resisten. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya
disingkat KPRA adalah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka
mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan dan di
masyarakat.
Masalah resistensi antimikroba terutama resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan
masyarakat secara global. Penggunaan antimikro khususnya antibiotik yang tidak rasional dan
tidak terkendali merupakan sebab utama timbul dan menyebarnya resistensi antimikroba secara
global, termasuk munculnya mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik
terutama di lingkungan rumah sakit (health care associated infection). Malasah yang dihadapi
sangat serius dan bila tidak ditanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul dampak yang
merugikan seperti pada era preantibiotik.
Organisasi kesehatan sedunia (world health organization, WHO) telah secara pro aktif
menyikapi masalah ini. Berbagai upaya dan strategi telah disusun antara lain intervensi edukasi
berupa edukasi formal, seminar, pelatihan, penyebaran brosur dan literatur ; intervensi
managerial seperti penyusunan formularium rumah sakit, panduan/pedoman pengobatan,
kebijakan penggunaan antibiotik, supervise klinik, audit medik dan sebagainya, serta intervensi
regulasi di kalangan profesi medis dan paramedic seperti registrasi dan ijin praktek tenaga
dokter.
Semua kegiatan tersebut di atas memerlukan pendekatan multidisiplin baik dalam
perencanaan maupun implementasi di lapangan agar promosi penggunaan antimikroba secara
optimal dan penanggulangan infeksi dapat terwujud. Kebijakan WHO ini juga ditanggapi positif
oleh pemerintah Indonesia melalui seperangkat kebijakan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit antara lain yaitu penilaian infrastruktur
rumah sakit untuk mendukung Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di tingkat
rumah sakit.
Tugas dan fungsi Tim pelaksana PPRA antara lain:
10
minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh sebab itu
pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan pola
kepekaannya. Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam
penerapannya. Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh
semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik yang dihemat dan penggunaannya memerlukan
persetujuan tim ahli (restricted dan reserved).
Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi
pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan
(profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak
diberikan pada penyakit non-infeksi dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (selflimited) seperti infeksi virus.
Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau
berdasarkan pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik
berspektrum sempit untuk mengurangi tekanan seleksi (selection pressure). Penggunaan
antibiotik empiris berspektrum luas masih dibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya
dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada hasil pemeriksaan mikrobiologi
(streamlining atau de-eskalasi). Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba
di rumah sakit perlu diatasi. Misalnya, tersedianya laboratorium mikrobiologi yang memadai,
komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan.
Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan
penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama. Pembatasan
penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik,
penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan
dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).
Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit
infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti
mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).
Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:
a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap
antibiotik.
13
Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
c. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotic profilaksis atas
indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam
ketentuan yang berlaku.
Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling
lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda
infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi.
d. Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam
pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis
2. Kebijakan Khusus
a. Pengobatan awal
1) Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi
antibiotik empirik selama 48-72 jam.
2) Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium dan
mikrobiologi.
3) Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
b. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.
c. Prinsip pemilihan antibiotik.
1) Pilihan pertama (first choice).
2) Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
3) Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.
d. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop
order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau
terapi definitif.
e. Pelayanan laboratorium mikrobiologi.
1) Pelaporan pola mikroba dan kepekaan antibiotik dikeluarkan secara berkala/tahun.
2) Pelaporan hasil uji kultur dan sensitivitas harus cepat dan akurat.
3) Bila sarana pemeriksaan mikrobiologi belum lengkap, maka diupayakan adanya
pemeriksaan pulasan gram dan KOH.
15
16
4. Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten atau Multidrug-Resistant
Organisms (MDRO) seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), bakteri
penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), atau mikroba multiresisten yang lain.
Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai penyebab infeksi, maka laboratorium
mikrobiologi segera melaporkan kepada tim PPI dan dokter penanggung jawab pasien, agar
segera dilakukan tindakan untuk membatasi penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut.
Cara pengujian resistensi mikroba terhadap suatu jenis antibiotik dapat dilakukan dengan
uji resistensi. Teknik ini menggunakan zat kimia untuk mengurangi dan membunuh
mikroorganisme, terutama mikroba yang patogen. Metode yang biasa dipakai adalah
metode Metode Kirby-Bauer yang merupakan cara untuk menentukan sensitifitas antibiotik
untuk bakteri. Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat
terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada metode Kirby-Bauer adalah:
a. Ketebalan media agar: Dapat mempengaruhi penyebaran dan difusi antibiotik yang
digunakan.
b. Umur bakteri: Bakteri yang berumur tua (fase stationer) tidak efektif untuk diuji karena
mendekati kematian dan tidak terjadi pertumbuhan lagi sehingga yang dipakai bekteri
berumur sedang (fase eksponential) karena aktivitas metabolitnya tinggi, pertumbuhan cepat
sehingga lebih peka terhadapa daya kerja obat dan hasilnya lebih akurat.
c. Waktu inkubasi: Waktu yang cukup supaya bakteri dapat berkembang biak dengan optimal
dan cepat. Waktunya minimal 16 jam.
d. pH, temperature: Bakteri memiliki pH dan temperature optimal untuk tumbuh yang berbedabeda sehingga sebaiknya dilakukan saat pH dan temperature yang optimal.
e. Konsentrasi antibioti: Semakin besar konsentrasinya semakin besar diameter hambatannya..
f. Jenis antibiotic: setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya,
tergantung sifat antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).
BAB III
KESIMPULAN
17
Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek
antimikroba sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Pengendalian Resistensi
Antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya
kejadian mikroba resisten. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba yang selanjutnya
disingkat KPRA adalah komite yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan dalam rangka
mengendalikan penggunaan antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan dan di
masyarakat.
Masalah resistensi antimikroba terutama resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan
masyarakat secara global. Penggunaan antimikro khususnya antibiotik yang tidak rasional dan
tidak terkendali merupakan sebab utama timbul dan menyebarnya resistensi antimikroba secara
global, termasuk munculnya mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik
terutama di lingkungan rumah sakit (health care associated infection). Malasah yang dihadapi
sangat serius dan bila tidak ditanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul dampak yang
merugikan seperti pada era preantibiotik.
Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten untuk selection pressure dapat
diatasi melalui penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics) dan penyebaran
bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsipprinsip kewaspadaan standar (universal precaution).
DAFTAR PUSTAKA
18
3.
4.
5.
6.
7.
Antibiotik
Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotika nomor : HK.03.05/III/569/11
Finch R. Antimicrobial therapy Principles of use. Medical Progress 2011;38:58-63
Satt G. antibiotics resistance. Medical Progress 2011;38:64-70
World health organization regional official for South East Asia Frequently. Asked question
antimicrobial resistance. New Dehli
Makalah
19
Oleh :
Kelompok 6
Tulis akang nama2 kelompok
20
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan ..
a.
Antimikroba .
b. Resistensi Antimikroba ....
c. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
Bab III Kesimpulan ..
Daftar Pustaka ..
21
I
2
3
3
7
10
18
19