Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas sumber daya manusia (SDM) ditentukan oleh banyak faktor yang saling
bergantung, berkaitan, dan saling bergantung, diantaranya adalah faktor pendidikan dan
kesehatan. Kesehatan merupakan prasyarat yang diperlukan agar upaya pendidikan berhasil,
selanjutnya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status
kesehatan seseorang. Untuk membentuk kualitas manusia yang mempunyai kemampuan kerja
fisik yang baik, tentunya harus didukung oleh tingkat keadaan gizi yang baik pula. Keadaan gizi
yang baik akan meningkatkan kualitas hidup seseorang; kualitas hidup yang tinggi akan akan
mendukung hasil kerja yang efisien dan optimal. Sebaliknya keadaan gizi yang tidak baik akan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi serta produktivitas kerja yang rendah. 1
Keadaan gizi yang tidak baik seperti kekurangan zat gizi mikro masih merupakan masalah di
Negara berkembang.2
Defisiensi zat besi merupakan defisiensi zat gizi mikro yang paling umum terjadi di dunia
dan merupakan masalah kekurangan gizi yang banyak diderita ileh remaja.2 Defisiensi zat besi
merupakan hasil jangka panjang dari keseimbangan negative zat besi dan tingkatan yang paling
parah dari defisiensi zat besi disebut dengan anemia. 3 Menurut Soekirman (2000), saat ini
diperkirakan lebih kurang 2,1 milyar orang di dunia menderita anemia defisiensi besi termasuk
pada tingkat berat dan pada negara berkembang terdapat prevalensi anemia pada remaja putri
sebesar 17-89 persen.2 Hasil SKRT 2001 menunjukkan bahwa 30 persen remaja wanita (10-19
tahun) menderita anemia (konsentrasi hemoglobin<120 g/l). Hasil tersebut tidak jauh berbeda
1

dari hasil studi lainnya, yang mengindikasikan anemia merupakan masalah kesehatan di
Indonesia.4
Prevalensi anemia yang cukup besar pada remaja putri ini karena pada masa remaja
terjadi pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Selama periode remaja, masa tulang meningkat
dan terjadi remodeling tulang; jaringan lunak, organ-organ, dan bahkan masa sel darah merah
meningkat dalam hal ukuran.5 Pertumbuhan tersebut menyebabkan kebutuhan zat besi meningkat
secara drastis dan pada saat remaja inilah kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi. Menurut
FAO/WHO (2001), kebutuhan zat besi yang diperlukan remaja putri untuk pertumbuhan berbeda
antara early adolescence dan middle adolescence. Kebutuhan zat besi yang lebih besar
diperlukan oleh early adolescence karena pada usia tersebut growth spurt lebih intens terjadi
dibandingkan middle adolescence, sehingga apabila terjadi kekurangan zat gizi makro dan mikro
pada usia remaja baik early adolescence maupun middle adolescence dapat mengganggu
pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual.6
Pertumbuhan yang cepat pada remaja memberikan konsekuensi terjadinya peningkatan
kebutuhan zat gizi sebagai upaya mengimbangi pertumbuhan tersebut. Namun data menunjukkan
bahwa asupan makanan para remaja putri tidak dapat menyediakan cukup zat gizi untuk
memenuhi kebutuhan mereka dan lebih dari lima puluh persen kasus anemia yang tersebar di
seluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan (intake) zat besi .7 Tidak
semua zat besi yang yang berada dalam makanan dapat diserap tubuh karena bioavailabilitasnya
yang rendah atau kurangnya asupan pangan hewani. Zat besi yang berasal dari hewani,
penyerapannya tidak banyak dipengaruhi oleh jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah
diabsorbsi dibandingkan zat besi yang berasal dari nabati. Makanan nabati misalnya sayuran
hijau tua, walaupun kaya akan zat besi namun hanya sedikit yang bias diserap dengan baik oleh
2

usus.8 Namun pangan sumber zat besi terutama zat besi heme, yang bioavailabilitasnya tinggi,
sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat di Negara berkembang. Kebanyakan masyarakat
memenuhi kebutuhan besi mereka dari produk nabati.9
Kebutuhan zat besi juga akan meningkat pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya
menstruasi. Remaja terutama yang telah mengalami menstruasi, dibandingkan dengan yang
belum menstruasi, lebih rentan terhadap anemia, sehubungan dengan kehilangan darah yang
dialami sewaktu menstruasi.8 Apabila darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak, berarti
jumlah zat besi yang hilang dari tubuh juga cukup besar dan kehilangan tersebut dapat memicu
timbulnya anemia.8 Wanita pada umumnya cenderung mempunyai simpanan zat besi yang lebih
rendah dibandingkan dengan pria dan hal itu membuat wanita lebih rentan mengalami defisiensi
zat besi saat intake zat besi kurang atau kebutuhan meningkat seperti saat menstruasi.10
Defisiensi zat besi dapat terjadi pada tingkatan umur maupun terutama pada wanita usia
reproduktif dan anak-anak. Defisiensi zat besi dapat mengganggu status imunitas dan fungsi
kognitif pada berbagai tingkatan umur. Pada anak usia sekolah dapat mempengaruhi prestasi
belajar; pada usia dewasa dapat menimbulkan kelelahan dan mengurangi kapasitas kerja, dan
pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi lahir premature. 2 Menurut Soekirman (2000), anemia
gizi besi pada kelompok remaja dapat menimbulkan berbagai dampak anatra lain menurunkan
daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit dan menurunkan aktivitas yang berkaitan
dengan kemampuan kerja fisik dan prestasi belajar. Disamping itu remaja yang menderita anemia
mengalami penurunan kebugaran sehingga akan menghambat prestasi olahraga dan
produktivitas. Kekurangan zat gizi mikro pada masa remaja dapat berdampak negative pada
proses pertumbuhan dan kematangan organ-organ reproduksi.7

Hasil studi faktor resiko lainnya menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain pendidikan, jenis kelamin, wilayah, kebiasaan
sarapan, status kesehatan, dan keadaan Indeks Masa Tubuh (IMT) dalam kategori kurus.4
sedangkan menurut hasil penelitian Maharani (2003), faktor resiko yang secara signifikan
mempengaruhi kecendrungan status anemia remaja putri yaitu faktor jenis kelamin, umur,
pendapatan orangtua, dan status proteinuria. Adanya faktor resiko tersebut dapat mempengaruhi
kecendrungan status anemia seseorang terutama pada remaja yang berada dalam masa
pertumbuhan.11 Mengingat dampak yang terjadi akibat anemia sangat merugikan kualitas kerja
dan mutu sumber daya manusia di masa mendatang.

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Apa saja yang ditimbulkan dari masalah gizi di Indonesia ?


Bagaimana cara mendiagnosa anemia gizi pada remaja khususnya remaja putri ?
Bagaimana dampak anemia gizi terhadap produktivitas remaja ?
Program penanggulangan apa yang seharusnya dilakukan untuk menanggukangi anemia
gizi di kabupaten Melati tahun 2014 ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui apa saja masalah gizi yang ditimbulkan di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui cara mendiagnosa anemia gizi pada remaja khususnya remaja
putri.
b. Untuk mengetahui dampak anemia gizi terhadap produktivitas remaja.

c. Untuk mengetahui program penanggulangan apa yang seharusnya dilakukan


untuk menanggukangi anemia gizi di kabupaten Melati tahun 2014

BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis
1. Skenario
Dokter Wahyu seorang dokter di Puskesmas Mawar Kabupaten Melati. Wilayah dr.
Wahyu merupakan daerah tertinggal dengan social ekonomi penduduk menengah kebawah
dan tingkat pendidikan yang rendah. Mata pencaharian umumnya sebagai petani dan buruh
tani. Masih banyak dijumpai kasusu BBLR di wilayah Puskesmas Mawar. Berdasarkan data
dinas kesehatan kabupaten Melati diperoleh data sebagai berikut :
tabel prevalensi anemia remaja putrid di Kabupaten Melati tahun 2014
Puskesmas

Prevalensi %

Kamboja

25,3

Anggrek

25,6

Mawar

28,3

Flamboyan

26,1

Kenanga

25,8

Semangka

26,4

Manggis

25,7

Apel

26,2

Setelah mengetahui relevansi anemia remaja putrid di Puskesmas Mawar tertinggi dari
puskesmas lain, apa yang dilakukan dr. Wahyu untuk mengetahui masalah tersebut
2. Tugas skenario
1. Faktor yang menyebabkan anemia gizi pada remaja putri
6

2. Bagaimakah tanda-tanda anemia gizi pada remaja putri


3. Bagaimana dampak anemia gizi pada remaja putri
4. Susunlah progam penanggulangan terhadap kejadian anemia gizi pada remaja putri
B. Epidemiologi
Secara epidemiologi anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang hampir merata
diseluruh dunia, pada segala umur, mulai dahulu sampai sekarang. Anemia banyak terjadi pada
masa tumbuh kembang seperti pada bayi, anak balita dan terutama pada remaja usia 7-19 tahun,
khususnya remaja putri. Pada masa ini semakin bertambah usia maka kemungkinan terkena
anemia semakin besar sampai pada usia dewasa. Pada usia dewasa tua, sacara epidemiologi
terjadinya anemia semakin menurun, kecuali pada wanita hamil, bersalin, menyusui.1
C. Tanda-tanda anemia
Penentuan batas anemia berbeda menurut umur dan keadaan fisiologis. Batas anemia
berdasarkan kadar hemoglobin dan presentase hematokrit dapat diantaranya :

usia

Jenis

6bulan-

kelamin
Laki-laki
Perempuan

2tahun
5-11tahun
12-14tahun
>15tahun

Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan

Kadar Hb
(g/dl)

Hematokrit

<11

(%)
<33

<11,5

<34

<12

<36

<13
<12
<11

<39
<36
<33

hamil
7

Remaja putri adalah salah satu kelompok individu yang beresiko terjadinya anemia.
Remaja putrid rawan terkena anemia karena pada masa remaja adalah masa rapid growth. 12,13 Dan
mengalami menstruasi setia bulan sehingga meningkatkan kebutuhan zat besi untuk
pembentukan hemoglobin.13,14 Dan sering melakukan pembatasan makan atau tindakan diet.13
Tanda-tanda anemia diantaranya sering dirasakan lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Remaja
dengan anemia juga sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang. Pada gejala yang lebih
lanjut dapat ditemukan adanya kepucatan pada area kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak
tangan.13
D. Kausa Dan Alternatif Kausa
Anemia gizi adalah kekurangan kadar hemoglobin dalam darah yang disebabkan karena
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Di Indonesia sebagian
besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut anemia kekurangan
besi atau anemia gizi besi, penyebabnya karena kurangnya asupan seperti kurangnya kandungan
zat besi dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah
makanan yang berasal dari hewani, nabati misalnya sayuran hijau tua, walaupun kaya akan zat
besi namun hanya sedikit saja yang bisa diserap baik oleh usus. Dan adanya zat makanan yang
menghambat penyerapan besi seperti tannin, fitat, oksalat dapat menyebabkan kurangnya asupan
gizi.11
Anemia gizi juga dapat disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
terutama pada masa pertumbuhan seperti pada anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi
akan meningkat tajam. Selain itu pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi
8

diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri. Meningkatnya
pengeluaran zat besi dari tubuh juga dapat menyebabkan anemia diantaranya disebabkan oleh
cacingan, malaria dan kehilangan darah pada waktu menstruasi.4
E. Akibat Anemia
1. Anak
a. menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar
b. terhambatnya pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak
c. meningkatnya resiko karena daya tahan tubuh menurun
2. Remaja putri
a. menurunya kemampuan dan konsentrasi belajar
b. terganggunya pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak optimal
c. resiko terjadinya anemia pada saat menjadi pasangan suami istri
3. Ibu hamil
a. menimbulkan perdaran sebelum atau saat persalinan
b. meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan BBLR
c. pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya,

Diagram Fish Bone (Diagram Sebab Akibat)

MATERIAL

MOEY

MEN
9

1
5
4

ARP

87

9
11

10

METHOD
MANAGEMENT
Adapun
daftar masalah sebagai berikut
:
a. Men
1. Pendidikan rendah.
2. Mayoritas pekerjaan petani dan buruh tani.
3. Remaja putri.
b. Money
4. Sosial ekonomi penduduk menengah ke bawah.
c. Material
5. Kurangnya konsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna.
6. Kurangnya asupan vitamin.
d. Method
7. Kurangnya promosi kesehatan.
8. Penggunaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan kurang
maksimal.
e. Management
9. Kurangnya asupan gizi.
10. Meningkatnya kebutuhan zat besi.
11. Meningkatnya pengeluaran zat besi.
10

BAB III
RENCANA PROGRAM

No

Kegiatan

Sasaran

Target

Penyuluhan
tentang
pentingnya
kesehatan

Masyarakat

Bertambahnya
pemahaman
masyarakat
tentang gizi
dan dampak
yang
ditimbulkan.

Penyuluhan
tentang
pentingnya
zat besi

Masyarakat

Penyuluhan
tentang
makanan
sehat dan
bergizi

Masyarakat
(Terutama
Orang Tua)

Bertambahnya
pemahaman
masyarakat
mengenai
pentingnya zat
besi dalam
tubuh dan
komplikasi
yang
ditimbulkan
jika
kekurangan zat
besi.
Bertambahnya
pemahaman
orang tua
mengenai
pentingnya
makanan yang
sehat dan

Tenaga
Pelaksanaan
Dokter

Jadwal

Tujuan

Indikator

3
Bulan
satu
kali

Penurunan
angka
prevalensi
anemia

Dokter

3
Bulan
satu
kali

Meningkatkan
pengetahuan
kepada
masyarakat
tentang gizi
dan dampak
yang
ditimbulkan.
Meningkatkan
kesehatan serta
asupan zat besi
dalam tubuh

Dokter

1
Bulan
satu
kali

Meningkatkan
asupan gizi

Penurunan
angka
prevalensi
anemia

Penurunan
angka
prevalensi
anemia

11

Pengenalan
program
BPJS
Kesehatan

Masyarakat

bergizi.
Bertambahnya
peserta
pemakai kartu
BPJS.

Tenaga
Medis

Setiap
ditemu
kannya
pasien
baru

Meminimalkan
pengeluaran
untuk
pengobatan.

Penurunan
angka
prevalensi
anemia

BAB IV
REKOMENDASI

Penanganan anemia15
Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara lain
(Lubis,2008) :
a. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang secara rutin
pada usia remaja
b. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan
laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk
meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh,
minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
c. Suplementasi besi, merupakan cara untuk menanggulangi anemia defisiensi besi di
daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1
mg/kgBB/hari.
d. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama
susu, kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang
mengandung phosphate dan kalsium.
e. Skrining anemia, pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan
untuk skrining anemia defisiensi besi
Menurut IDAI, suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempuan diberikan dengan dosis
60 mg/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi dengan dosis 60 mg/hari, secara
intermiten (2 kali/minggu), selama 17 minggu, pada remaja perempuan ternyata terbukti dapat
12

meningkatkan feritin serum dan free erythrocyte protoporphyrin (FEP). Penambahan asam folat
pada remaja perempuan dengan pertimbangan pencegahan terjadinya neural tube defect pada
bayi yang akan dilahirkan dikemudian hari16.

Dosis dan lama pemberian suplementasi besi (Rekomendasi A):


Usia (tahun)

Dosis besi elemental

Lama pemberian

Bayi* : BBLR (< 2.500 g)

3 mg/kgBB/hari

Usia 1 bulan sampai 2 tahun

Cukup bulan

2 mg/kgBB/hari

Usia 4 bulan sampai 2 tahun

2 - 5 (balita)

1 mg/kgBB/hari

2x/minggu selama 3 bulan


berturut-turut setiap tahun

> 5 - 12 (usia sekolah)

1 mg/kgBB/hari

2x/minggu selama 3 bulan


berturut-turut setiap tahun

12 - 18 (remaja)

60 mg/hari#

2x/minggu selama 3 bulan


berturut-turut setiap tahun

Keterangan: * Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal


# Khusus remaja perempuan ditambah 400 g asam folat

13

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes [Departemen Kesehatan]. 2006. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju


Indonesia Sehat 2010. www.depkes.go.id [16 mei 2015]

14

2. Ruel MT. 2001. Can Food-Based Strategies Help Reduce Vitamin A and Iron
Deficiencies? A Review of Recent Evidence. Washington DC : International Food Policy
Research Institute
3. WHO [World Health Organization]. 2001. Iron Deficiency Anaemia, Assessment,
Prevention, and Control : A guide for programme managers. Geneva :World Health
Organization
4. Permaesih D, S Herman. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada remaja.
Buletin Penelitian Kesehatan 33(4):162-171
5. DiMeglio G. 2000. Nutrition in Adolescence. Journal of the American Academy of
Pediatrics [16 mei 2015]
6. Beard JL. 2000. Iron Requirements in Adolescent Females. The Journal Of Nutrition 130:
440S442S [16 mei 2015]
7. Dillon DHS. 2005. Nutritional health of Indonesian adolescent girls: the role of riboflavin
and vitamin A on iron status [thesis]. Netherlands : Wageningen University
8. Wirakusumah ES. 1998. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus
Agriwidya
9. Backstrand JR, LH Allen, AK Black, M deMata, GH Pelto. 2002. Diet and iron status of
nonpregnant women in rural Central Mexico. The Journal Of Nutrition 76:15664 [17
mei 2015]
10. Gleason G, NS Scrimshaw. 2007. An overview of the functional significance of iron
deficiency. Didalam Nutritional Anemia, Edited by Klaus Kraemer & Michael B.
Zimmermann. Switzerland : Sight and Life Press
11. Maharani II. 2003. Faktor risiko yang mempengaruhi status anemia mahasiswa USMI
IPB 2002-2003 [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor
12. Farida. 2006. Determinant kejadia anemia pada remaja putrid dikecamatan geboge
kabupaten kudus. Tesis. Semarang :, Universitas diponegoro
13. J, gibney. 2009. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC
14. Arisman, MB. 2007. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta : EGC
15. Anonymous. Anemia Remaja Putri. Universitas Sumatera Utara. 2008. Available at
http://creasoft.com/2008/04/15/remaja-dan-anemia
16. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Suplementasi Besi Untuk Anak. Jakarta: IDAI

15

Anda mungkin juga menyukai