Judul
: Rekristalisasi
TujuanPercobaan
Pendahuluan
Materi yang terdapat di bumi sebagian besar tidak murni, tetapi berupa campuran dari
beberapa komponen. Zat murni yang ingin diperoleh harus dipisahkan dari campurannya.
Campuran dapat dipisahkan melalui peristiwa fisika atau kimia. Pemisahan secara fisika tidak
mengubah zat selama pemisahan, sedangkan secara kimia satu komponen atau lebih direaksikan
dengan zat lain sehingg dapat dipisahkan. Cara atau teknik pemisahan campuran bergantung
pada jenis, wujud, dan sifat komponen yang terkandung di dalamnya. Komponen yang berwujud
padat dan cair misalnya pasir dan air, dapat dipisahkan dengan saringan. Campuran homogen
seperti alkohol dan air tidak dapat dipisahkan dengan saringan karena partikelnya lolos dalam
pori-pori kertas saring dan selaput semipermeabel. Campuran tersebut apat dipisahkan dengan
cara fisika yaitu destilasi, rekristalisasi, ekstraksi, dan kromatografi (Syukri, 1999).
Campuran pada umumnya banyak terdapat di alam, maka kita perlu mempelajari cara-cara
pemisahannya untuk mendapatkan zat yang dihasilkan tertentu yang murni. Suatu campuran
dapat dipisahkan dengan cara filtrasi, distilasi, rekristalisasi, ekstrasi, absorbsi, dan kromatografi
(Brady, 1999).
Salah satu contoh teknik pemisahan adalah rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan suatu
pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya
rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. Kristalisasi (dalam hal ini hasil
kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu
kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak
murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden,
1983).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan
organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut,
menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan
mencuci kristal, sertamengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen
larutan organik. Terdapat tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan
zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan,
mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999).
Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria pelarut yang
baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang dimurnikan pada suhu tinggi
dan sulit melarutkan pada suhu rendah, menghasilkan kristal dengan baik dari senyawa yang
dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif
rendah) dan tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan (Svehla, 1989).
Langkah langkah Rekristalisasi :
1.
2.
3.
4.
5.
(Fessenden, 1983).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal terdiri dari beberapa
hal. Pertama, derajat lewat jenuh. Kedua, jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari
kristal yang ada. Ketiga, pergerakan antara larutan dan kristal. Keempat, viskositas larutan.
Kelima, jenis serta banyaknya pengotor (Raspati, 2013).
Suhu juga berpengaruh dalam pembentukan kristal. Penurunan suhu berjalan dengan cepat
maka kecepatan tumbuh inti kristal lebih cepat dari pada kecepatan pertumbuhan kristal sehingga
kristal yang diperoleh kecil, rapuh, dan banyak. Hal berbeda terjadi jika penurunan suhu
dilakukan secara perlahan, maka kecepatan pertumbuhan kristal lebih cepat daripada kecepatan
pertumbuhan inti kristal sehingga kristal yang dibebaskan besar-besar, liat, dan elastik (Raspati,
2013).
Kemudahan suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian besar pada
struktur morfologi endapan, yaitu bentuk dan ukuran-ukuran kristalnya. Semakin besar kristalkristal yang terbentuk selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring
dan mungkin sekali (meski tak harus) makin cepat kristal-kristal itu akan turun keluar dari
larutan, yang lagi-lagi akan membantu penyaringan. Bentuk kristal juga penting. Struktur yang
sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, sangat menguntungkan, karena mudah
dicuci setelah disaring. Kristal dengan struktur yang lebih kompleks, yang mengandung lekuklekuk dan lubang-lubang, akan menahan cairan induk (mother liquid), bahkan setelah dicuci
dengan seksama, dengan endapan yang terdiri dari kristal-kristal demikian, pemisahan kuantitatif
lebih kecil kemungkinannya bisa tercapai (Svehla, 1979).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting
yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti
tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi
terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan
inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin
besarlah kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti.
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang
terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal yang besar akan
terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Prinsip Kerja
Prinsip kerja kristalisasi yaitu :
1. adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni
atau dalam pelarut campuran
2. suatu zat padat akan lebih larut dalam pelarut panas dibandingkan pelarut dingin.
Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet pasteur,
corong Buchner, timbangan, alat penentu titik leleh.
Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, norit, kapas.
Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Masukkan masing-masing 0,05 g sampel A (asam salisilat) yang telah dihaluskan
kedalam 6 tabung reaksi. Tambahkan 1 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan
heksan pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan. Goyang
tabung dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati dan
dicatat pengamatannya. Panaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu digoyang tabungnya
dan dicatat bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya.
Biarkan larutan menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. Catat masing-masing pelarut
dan tunjukkan pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok
untuk proses rekristalisasi sampel. Lakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel
unknown dan ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Masukkan 0,1 g sampel unknown (aspirin) kedalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 mL
pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). Panaskan campuran perlahan sambil goyang
larutan hingga semua padatan larut. Jika padatan tidak larut sempurna, ditambahkan 1 mL pelarut
dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak padatan yang
terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena adanya pengotor.
Saring larutan panas tersebut melewati pipet Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor
yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif.
Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu
ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada bagian bawah (posisi
menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali
kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam wadah penampung
atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan bantuan karet
penghisap.
Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan dulu untuk
mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Cuci pipet Pasteur penyaring
dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam
pipet dan kapas. Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan dibiarkan filtrat atau larutan
menjadi dingin.
Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk menyempurnakan
proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati pembentukan
kristalnya. Saring kristal dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring
Buchner. Lalu lanjutkan pengeringan hingga kering. Timbang kristal dan hitung persen recoverynya. Tentukan titik leleh kristal dan catat.
Waktu yang dibutuhkan
No
1
Kegiatan
Persiapan alat dan bahan
Pukul
13.00-13.15
Waktu
15 menit
2
3.
Pemilihan pelarut
Proses pemanasan campuran pada
13.15-13.45
13.45-13.50
30 menit
5 menit
4.
13.50-14.05
15 menit
unknown
Proses pencucian dan penyaringan
14.05-14.30
25 menit
6.
14.30-14.45
15 menit
Aquades
Tidak
Etanol
Tidak
Etil asetat
Larut +++
Aseton
Larut +++
Toluena
Larut +++
Heksan
Tidak larut
larut
Sedikit
larut
Larut
Larut
Larut
Larut
Larut
larut
Kristal ++
Kristal +
2 fase
Kristal +
Kristal ++
Terbentuk
kristal
(didinginkan)
endapan
kristal
dan
kembali
bening
Pelarut yang akuades
baik
Sampel
B (Aspirin
0,05 gram)
Dipanaskan
+ 1 ml
Aquades
Tidak larut
Etanol
Etil
Aseton
Toluena
Tidak
asetat
Tidak
Tidak
Tidak
larut
larut
larut
larut
Heksan
Tidak larut
Tidak larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut
Sedikit
Sdikit
Larut +
Larut +
Larut +
larut
larut
Larut ++
Larut ++
Larut ++
Pembentuka
Larut ++
Kristal ++
Larut ++
Kristal ++
Kristal ++
Kristal ++
Kristal ++
Larut +
Kristal ++
n kristal
Pelarut
+
Akuades
+ 1 ml
+ 1 ml
Sedikit
larut
yang baik
Sampel
C
(Asam
Benzoat)
Aquades
Tidak larut
Etanol
Larut
Etil asetat
Larut +++
Aseton
Larut
Toluena
Larut +++
Heksan
Larut
sebagian
Dipanaskan
Larut +
Pembentukan
Sedikit
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
kristal
kristal
Pelarut yang Akuades dan heksan
Larut ++
Tidak ada
+
Ada
kristal
baik
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Sampel
Aspirin
+ Aquades
Aspirin tidak larut
0,1 gram
dipanaskan
Dioven suhu 52o C
Sisa sampel
Titik leleh 122oC
Larut + pengotor
Menjadi kering
0,01 gram aspirin kering
Ada pengotor
Rendemen
massa percobaan
100%
massa teoritis
0,01gram
100% 10%
0,1gram
Hasil
A. Pemilihan Pelarut
Sampel
Aqudes
Etanol
Etil Asetat
Aseton
Toluen
Heksan
A (Asam salisilat)
Sebelum dipanaskan
Sesudah dipanaskan
dindinginkan
Sampel
B (Aspirin 0,05 g)
Sebelum dipanaskan
Sesudah dipanaskan
Aqudes
Heksan,
Etanol
Etil Asetat
Aseton
dan Toluen
Sampel
Aqudes
Etanol
Etil Asetat
Aseton
Toluen
Heksan
Sesudah didinginkan
Aspirin
Pembahasan
+ 2 mL Aquades
Dipanaskan
Tidak larut
Larut + pengotor
didinginkan
adalah 159 oC. Hasil dari percobaan tersebut menunjukkan bahwa aquades merupakan pelarut
yang paling cocok untuk proses rekristalisasi karena titik didihnya lebih rendah dari pada titik
leleh asam salisilat. Asam salisilat merupakan senyawa turunan dari aldehid. Senyawa ini
memiliki gugus polar dan nonpolar. Gugus polarnya didapat dari gugus OH dan gugus
nonpolarnya diperoleh dari gugus cincin benzennya. Dari kedua gugus ini diperoleh asam
salisilat yang dapat larut dalam senyawa polar ataupun senyawa non polar. Struktur dari asam
salisilat ini yaitu :
O
OH
OH
Gambar 2. Aspirin
Percobaan ketiga yaitu menggunakan sampel C. Sampel C ini berupa asam benzoat.
Asam benzoat larut dalam pelarut etanol, etil asetat, aseton, toluena, dan larut sebagian dalam
pelarut heksana. Pada pelarut air, asam benzoat tidak larut, jadi harus dipanaskan agar asam
benzoat larut sepenuhnya. Hal ini juga berlaku untuk asam benzoat dengan pelarut heksana,
karena asam benzoat hanya larut sebagian. Setelah dipanaskan, asam benzoat dengan pelarut
akuades tetap tidak larut, sedangkan asam benzoat dengan heksana setelah dipanaskan menjadi
larut. Setelah itu, sampel B yang telah dilarutkan oleh masing-masing pelarut tadi selanjutnya
didinginkan dalam waterbath agar temperatur turun, sehingga terbentuk kristal kembali. Dalam
percobaan, terbentuknya kristal hanya terjadi antara sampel B (asam benzoat) dengan air.
Sedangkan asam benzoat dengan heksana hanya mengkristal sementara. Untuk pelarut etil asetat,
aseton, etanol, dan toluena tidak dapat mengkristal (terbentuk kristal) karena kelarutan antara
asam benzoat dengan keempat pelarut ini benar benar tinggi, sehingga sulit dibentuk kristal
kembali. Pada percobaan ini, akuades merupakan pelarut yang cocok untuk melarutkan asam
benzoat. Struktur dari asam benzoat yaitu :
O
OH
agar proses kristalisasi menjadi lebih cepat dan sempurna. Gelas beker dimasukkan dan diamati
perubahannya. Setelah seluruh kristal terbentuk kemudian disaring menggunakan corong
buchner. Proses ini bertujuan untuk memisahkan zat pengotor dengan larutan kristal yang murni.
Penyaringan kristal dilakukan dengan menambahkan akuades dingin. Tujuannya adalah agar
kristal yang terbentuk tetap terjaga bentuk kristalnya, dan kristal terbentuk pada suhu yang
rendah karena pengaruh dari derajat lewat jenuh pada pembentukan kristal tersebut. Selain itu
penambahan akuades ini untuk membersihkan kristal yang terbentuk agar tersaring seluruhnya
dalam corong buchner.
Tahap selanjutnya yaitu
tersaring selanjutnya di oven agar pelarut yang masih terdapat dalam kristal menguap dan hilang
sehingga diperoleh kristal yang murni. Suhu oven yang digunakan yaitu sebesar 52 oC. Sampel
yang telah dikeringkan kemudian ditimbang dan diperoleh massa recovery yang tersisa sebesar
0,01 gram. berat sampel ini berkurang sebesar 0,09 gram dari berat awal 0,1 gram. Hal ini
disebabkan pada proses kristalisasi tidak semua sampel menjadi kristal, masih ada sampel yang
terlarut dalam air. Adanya pengotor dapat menghambat sampel menjadi bentuk padat atau
kristalnya.
Hasil dari proses rekristalisasi dapat menentukan rendemen suatu sampel. Rendemen
bertujuan untuk membandingkan kadar atau prosentase sampel yang didapatkan dengan massa
totalnya, sehingga kita dapat mengetahui kadar maksimum yang dapat diperoleh dalam proses
rekristalisasi. Rendemen yang diperoleh pada percobaan adalah 10%. Selanjutnya yaitu
menentukan titik didih aspirin dengan menggunakan alat small lab kid. Penentuan titik didih
aspirin dilakukan dengan memasukkan aspirin yang tersisa dalam kapiler, kemudian dipanaskan
dan diamati suhunya dengan termometer hingga aspirin leleh. Aspirin meleleh pada suhu 122 oC.
Hal ini tidak sesuai dengan titik leleh aspirin yang diperoleh dari referensi yakni sekitar 136 oC.
Ketidaksesuaian ini kemungkinan dapat diakibatkan masih adanya pengotor yang ada dalam
sampel. Pengotor ini kemungkinan berupa asam salisilat atau asam benzoat yang tercampur
kedalam aspirin. Hal ini dikarenakan spatula yang digunakan pada saat menimbang sampel
hanya ada satu, kemudian di pakai bergantian dalam mengambil sampel lain.
Kesimpulan
Teknik pemurnian senyawa organik dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi. Prinsip
dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat
pengotornya. Selain itu, rekristalisasi dapat dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali
sampel yang telah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Massa yang diperoleh saat rekristalisasi
Sinta.
2013.
Kimia
Organik
Reksristalisasi.[serial
online].
http://sintaraspati.blogspot.com/2013/12/laporan-kimia-organik-1-rekristalisasi.html.
[diakses tanggal 23 maret 2015].
Syukri, 1999. Kimia Dasar 3. Bandung:ITB Press.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro. Jakarta:PT
Kalman Media Pusaka.
Svehla G. 1989. Vogel I Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro Bagian
I. Jakarta:PT Kalman Media Pusaka.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. USA:Houghton Mifflin
Company.
Saran
Praktikum kali ini berjalan lancar, hanya saja terjadi kendala saat bahan habis, yaitu aspirin.
Selain itu praktikan diharap lebih berhati-hati karena bahan yang digunakan merupakan bahan
yang cukup berbahaya apabila terjadi kontak dengan tubuh. Semoga praktikum selanjutnya lebih
lancar dan praktikan lebih berhati-hati dalam melakukan praktikum agar data yang diperoleh
lebih akurat.
Nama Praktikan
Andriana Nur Aini (131810301010)