A. Pengertan Wasiat
Menurut pengertian bahasa umum:pesan.Sedang menurut istilah Syariah
ialah:Pesan terhadap sesuatu yang baik,yang harus dilaksanakan sesudah
seseorang meninggal.Atau tindakan seeorang terhadap harta peninggalannya
yang disandarkan kepada keadaan setelah meninggal.Kata wasiat disebut
dalam Al Quran seluruhnya sebanyak 25 kali. Dalam penggunaannya ,kata
wasiat berarti : berpesan, menetapkan dan memerintah (QS,al-Anam, 6:151,
152, 152, al-Nisa,4:132), mewajibkan (QS.al-Ankabut,29:8,Luqman,31:14,alSyura,42:13,al-Ahqaf,46:15),
dan
mensyariatkan
(Al-Nisa4:11).Dengan
hibah.Jika
hibah
berlaku
sejak
si
pemberi
menyerahkan
si
pemberi
meninggal.Ini
sejalan
dengan
definisi
Kompilasi
Hukum
Islam
mendefenisikan
wasiat
sebagai
berikut:Pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga
yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia(Pasal 171 huruf f KHI)
Di dalam terminology hukum perdata positif,sering disebut dengan istilah
testament .Namun demikian ada perbedaan perbedaan prinsipil antara wasiat
menurut Hukum Islam dengan testament,terutama yang menyangkut criteria
dan persyaratannya.Kompilasi
mampu menulis.Sebab bagi ahli waris yang tidak menyaksikan wasiat itu
dapat menemukan data,dan untuk menjaga penyalahgunaan,(HR.Bukhari dan
Muslim).Waspat tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta yang ditinggalkan,setelah
selesai dikeluarkan biaa pelaksanaanjenazah dan melunasi utang-utangnya.
(HR.Bukhari dan Muslim).Atau jika pewasiat tidak dapat menulis ,hendaknya
ia mendatangkan dua orang saksi laki-laki yang adil,dipercaya dan jujur untuk
menyaksikan wasiat yang ia berikan kepada orang yang ia tunjuk.
B. Dasar Hukum
Para ulama mendasarkan wasiat kepada Al Quran, Sunnah dan Ijtima
Dalam konteks Hukum Islam di Indonesia, kompilasi merupakan aturan yang
dipedomani.
1. Al-Quran.
Firman Allah SWT ,QS.al Baqarah ,2:180 yang artinya
Diwajibkan atas kamu apabila seseorang diantara kamu kedatangan
Dan
orang
orang
yang
akan
meninggal
diantaramu
Hai orang orang yang beriman apabila salah seorang kamu
menghadapi kematian,sedang dia akan berwasiat,maka hendaknya
(wasiat itu)disaksikan oleh dua orang saksi yang adil diantara kamu,atau
dua orang
mereka
yang
karena
sesuatu
hal
tidak
mendapat
bagian
telah dinasakh oleh surat al Nisa ,4:11-12.Oleh karena itu kedua orang tua
dan kerabat,baik yang menerima wasiat atau tidak,telah tertutup haknya untuk
menerima wasiat.
Menurut al-Alusy,penghapusan berlakunya ayat wasiat karena orang
yang berwasiat tidak dapat lagi memperhatikan batas batas yang
diperkenankan dalam berwasiat sebagai diisyaratkan Al Quran dalam kalimat
bi al maruf . Ini dipandang sebagai iktikad yang tidak baik.Atas dasar itu
.Allah mengalihkan wasiat melalui ketentuan surat al-Nisa 4:11-12.Dengan
demikian peritah berwasiat kepada keluarga dan kerabat berakhir dan
berlakulah hukum warisan
Abu Dawud,Ibn Hazm dan Ulama Salaf berpendapat bahwa wasiat
hukumnya fardu ain (kewajiban individual).mereka beralasan kepada QS alBaqarah 2:180 dan al-Nisa 2:11-12,sesudah dipenuhi wasiat wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangnya.Mereka memahami,bahwa
Allah
mewajibkan
hamba
Nya
untuk
mewariskan
pelaksanaannya
daripada
sebagian
harta
utang.Adapun
zawi al-
arham
tersebut-
bukan
ahli
waris
meskipun
hubungan
kemudian
menjelaskan
bahwa
dalam
berwasiat
milik
pemiliknya
atau
keluarganya.FuqahaAmsar
wasiat
sesungguhnya
adalah
untuk
waktu
selama-
ulama.Kompilasi
merumiskan dalam pasal 201 : Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta
warisan,sedang ahli waris yang ada tidak menyetujuinya maka wasiat
hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta warisan.
Pasal 202 berbunyi : Apabila wasiat ditujukan
untuk berbagai
10
waris
dapat
menentukan
kegiatan
mana
yang
di
dahulukan
pelaksanaannya.
Penegasan pasal 201 Kompilasi mengacu kepada suatu hadis riwayat
dari Saad Ibn Abi Waqqas seperti telah dikutib di depan.Pendapat lain
menyatakan bahwa batas maksimal wasiat adalah kurang dari 1/3.Ini
dipahami
dan SyafiI
11
Rusyd
mengatakan
bahwa
wasiat
dapat
dilaksanakan
membawa
implikasi adanya perpindahan hak dari seorang kepada orang lain.Hal ini
12
dimaksudkan agar tidak terjadi hal hal negative yang tidak di inginkan
oleh pewasiat maupun penerima (QS al-Maidah,5 : 106 )
Adapun upaya penyaksian wasiat baik melalui saksi biasa atau
notaries sebagai pejabat resmi ,dimaksudkan agar realisasi wasiat setelah
pewasiat meningal dapat berjalan lancar.Ini penting karena misi wasiat
sangat positif ,twrlebih lagi jika penerima wasiat adalh lembaga social
keagamaan atau kemasyarakatan.Oleh karena itu kompilasi menjelaskan
secara rinci tentang ketentuan-ketentuan seperti orang atau badan yang
tidak berhak menerima,pembatalan wasiat dan pencabutan wasiat,seperti
akan dijelaskan kemudian.
E. Cara melaksanakan Wasiat
Untuk melaksanakan wasiat ,haruslah diperhatikan ketentuan beriut:
1. Harta peninggalan si jenazah harus diambil lebih dahulu untuk
kepentingan pengurusan jenazah,seperti membeli kain kafan,biaya
pemakaman.
2. Setelah itu,harus dilunasu utang-utangnya lebih dahulu jika ia memiliki
utang.
3. Diambil untuk memenuhi wasiat si jenazah,danjumlahnya tidak boleh
dari sepertiga harta peninggalan setelah dikurangi untuk keperluan
penguruan jenazah
4. Setelah wasiat dipenuhi,maka harta peninggalannya diwariskan kepada
ahli waris yang berhak.Allah SWT.berfirman: Jika yang meningal itu
mempunyai beberapa saudara ,maka ibunya mendapat 1/6.(Pembagian
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat,atau
(dan) sesudah dibayar utangnya.
F. Pembatalan wasiat.
Kompilasi membahas masalah ini cukup rinci ,yaitu dalam pasal 197 :
1. Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap dihukum karena :
13
14
c. Jika benda yang diwasiatkan rusak sebelum diterima oleh orang atau
badan yang menerima wasiat
Atas dasar uaraian tersebut,dalam prakteknya masyarakat atau hakim
dapat mengompromikan hal hal yang membatalkan wasiat secara simultan.
G. Pencabutan Wasiat
Pencabutan wasiat diatur dalam pasal 199 kompilasi,berbunyi :
1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum
menyatakan
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Muhammad HAsbi, 1998. Fiqh Mawaris. Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra.
Khairul Umam, Dian, 1999. Fiqh Mawaris. Bandung: Pustaka Setia.
15
Rofiq, Ahmad, 2000. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Shahrur, Muhammad, 2004. Metodologi Fiqh Islam Kontemporer: Jakarta: Elsa Q
Press.
16
MAKALAH
FIQIH MAWARIS
Endang Firmansyah
2123419135
DOSEN PEMBIMBING :
Drs. M. Syakroni, M.Ag
17