Anda di halaman 1dari 12

ILMU KESEHATAN ANAK

PATOFISIOLOGI IKTERUS NEONATORUM

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD BEKASI
BEKASI 2013

BAB I
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian-pengertian

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin,
sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus
ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
A. Ikterus Neonatorum
Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan bilirubin.
B. Ikterus fisiologis
Adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3
mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian
ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan
kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara
lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga
sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada
konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan
kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan
bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme
metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke
5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.
Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14
mg/dl pada bayi preterm.

4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau


5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.
C. Ikterus patologis
adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu
nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak
penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh
kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan
peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya
disebabkan oleh penyakit hemolitik.
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
1.

Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir

2.

Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam

3.

Ikterus yang disertai:


a.

Berat lahir < 2.000 g

b.

Masa gestasi < 36 minggu

Kernicterus atau Hiperbilirubinemia


Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak
D.

terkonyugasi dalam sel-sel otak.


Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus
subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada
awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas
minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme
otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada
nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.
2.2

Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu

diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme

adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin
mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1.

Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin
indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna
diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam
lemak.

2.

Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang
selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran
sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat
terutama pada ligandin (protein g, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada
glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah,
tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke
dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan
albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi
tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

3.

Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi

bilirubin diglukosonide.

Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase


merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di
fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus.
Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat
diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi
sesudah terapi sinar (isomer foto).
4.

Ekskresi

Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim
B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi
urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan
tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.
5.

Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus


Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh,
kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.
Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin
sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui
mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga
sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua
bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi
ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir
semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa
neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar
akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek
yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi
kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar
bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin
indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar
pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin

indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.
2.3

Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1.

Produksi yang berlebihan


Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2.

Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar


Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

3.

Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.

4.

Gangguan dalam ekskresi


Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (2,4,5,7,8,9)

2.4.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang

sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan
protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena
trauma atau infeksi.
Metabolisme Bilirubin
Sebagian besar (70-80 %) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme
dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin
dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang
dikatalisasi oleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus
bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya
bebas dari bakteri; pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak
mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin
indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
2.5.

Diagnosis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam


menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis
mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi
sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam
diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah
kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada
ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi
intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada
bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga,
sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak
kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang
sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit
lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya
memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan
lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar,
perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi
biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir,
kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan
darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis
bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga
ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab
lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena
perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas,
toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5
mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari
ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama

biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,
hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain.
2.6.

Diagnosis Banding
Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin

sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau
toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus,
mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus
yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi dapat pula
merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus.
Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada
hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus
dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh
infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus
yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama
kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus
dini.
Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi
petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog,
rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia
hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi
enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit
herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi
kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase
atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.
Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang
dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi
neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik
familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau
galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang

ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayi
yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia
yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan
fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit,
golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek,
retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit,
memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka
harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat
hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan
sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes
Coombs dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik
atau patologik.
2.7.

Penatalaksanaan

Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori
yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa
terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa
yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang
merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih
mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer
dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus,
sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus
halus.
Transfusi tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan
pemasukan darah dari donor dalam jumlah yang sama. Teknik ini secara cepat mengeliminasi
bilirubin dari sirkulasi. Antibodi yang bersirkulasi yang menjadi target eritrosit juga
disingkirkan. Transfusi tukar sangat menguntungkan pada bayi yang mengalami hemolisis oleh
sebab apapun. Satu atau dua kateter sentral ditempatkan, dan sejumlah kecil darah pasien
dikeluarkan, kemudian ditempatkan sel darah merah dari donor yang telah dicampurkan dengan

plasma. Prosedur tersebut diulang hingga dua kali lipat volume darah telah digantikan. Selama
prosedur, elektrolit dan bilirubin serum harus diukur secara periodik. Jumlah bilirubin yang
dibuang dari sirkulasi bervariasi tergantung jumlah bilirubin di jaringan yang kembali masuk ke
dalam sirkulasi dan rata-rata kecepatan hemolisis. Pada beberapa kasus, prosedur ini perlu
diulang untuk menurunkan konsentrasi bilirubin serum dalam jumlah cukup. Infus albumin
dengan dosis 1 gr/kgBB 1 4 jam sebelum transfusi tukar dapat meningkatkan jumlah total
bilirubin yang dibuang dari 8,7 12,3 mg/kgBB, menunjukkan kepentingan albumin dalam
mengikat bilirubin.
Sejumlah komplikasi transfusi tukar telah dilaporkan, antara lain trombositopenia,
trombosis vena porta, enterokolitis nekrotikan, gangguan keseimbangan elektrolit, graft-versushost disease, dan infeksi. Oleh sebab itu transfusi tukar hanya didindikasikan pada bayi dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Gagal fototerapi intensif
4. Kadar bilirubin direk > 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek > 25 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin < 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi ensefalopati bilirubin
8. Munculnya tanda-tanda klinis yang memberikan kesan kernikterus pada kadar bilirubin
berapapun
Penggunaan transfusi tukar menurun secara drastis setelah pengenalan prosedur fototerapi,
dan optimalisasi fototerapi lebih lanjut dapat membatasi penggunaannya.
Terapi farmakologis
Fenobarbital telah digunakan sejak pertengahan tahun 1960 untuk meningkatkan konjugasi dan
ekskresi bilirubin dengan mengaktivasi enzim glukoronil-transferase, tetapi penggunaanya
kurang efektif. Percobaan yang dilakukan pada mencit menunjukkan fenobarbital mengurangi
metabolisme oksidatif bilirubin dalam jaringan saraf sehingga meningkatkan resiko efek
neurotoksik. Pemberian fenobarbital akan membatasi perkembangan ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir bila diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam sebelum persalinan atau pada saat

bayi baru lahir dengan dosis 10 mg/kg/24 jam. Meskipun demikian fenobarbital tidak secara
rutin dianjurkan untuk mengobati ikterus pada neonatus karena:1,5
a. Pengaruhnya pada metabolisme bilirubin baru terlihat setelah beberapa hari pemberian.
b. Efektivitas obat ini lebih kecil daripada fototerapi dalam menurunkan kadar bilirubin.
c. Mempunyai pengaruh sedatif yang tidak menguntungkan.
d. Tidak menambah respon terhadap fototerapi.
2.

Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a.

Pengawasan antenatal yang baik.

b.

Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan
dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dll.

2.8.

c.

Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

d.

Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

e.

Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

f.

Pemberian makanan yang dini.

g.

Pencegahan infeksi.

Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui

sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak
setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang,
spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis
disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan
hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta
ketajaman pendengarannya.

Anda mungkin juga menyukai