Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan
dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat
kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen.
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan
tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Gagal jantung adalah Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri.
2. Anatomi Fisiologi

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik
dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Beratnya 250-350
gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada (cavum thorax) tepatnya
pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan.

Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium.
Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari fibrosa dan serosa
dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium
parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung
menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan
perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya
adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung yang
memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat istimewa
yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan
mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda. Ventrikel
kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai beban lebih
berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah
lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi mempercepat
hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat
masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan
lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang
sangat licin untuk membantu aliran darah.
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL
(semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL terletak
antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara atrium
dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium sinistra dan
ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya membuka satu arah
(ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada
saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya membuka ke satu arah karena terikat oleh

korda tendinae yang menempel pada muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL
terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis
dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu :
a. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh bagian
atas menuju atrium kanan.
b. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri.
d. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu kanan
dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
e. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih
dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal.
Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-paru. Sirkulasi
pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena pulmonalis.
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh (kecuali
paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri ke aorta

kemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya kembali ke


jantung (atrium kanan) melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas kembali ke
jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke
jantung melalui vena cava inferior.
3. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi
sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban
volum
berlebihan-pembebanan

diastolic

(diastolic

overload)

Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan
besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui
batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di
mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh.
5) Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel
atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

7) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11) Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit
juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
e.
f.
g.
h.

disertai batuk
Berdebar-debar
Lekas lelah
Batuk-batuk
Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak

nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan.
5. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan kontraktilitas
otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung

sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik (misal :
demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal
berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan curah
jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu:
a) Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
-

Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya menimbulkan
kerusakan ventrikel yang luas.

Pada otak akan terjadi hipoksemia otak.

Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.


Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan stadium
akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urine serta
kulit yang dingin dan lembab.

b) Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga menurunkan


pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat. Pasien akan
menjadi mudah lelah.
c) Tekanan arteri dan vena meningkat
Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan peningkatan
tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli dan
terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di alveoli sehingga
timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh memerlukan energy yang
tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan
yang mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama sehingga berpotensi
menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu penderita meningkatkan
aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke
ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli paru. Emboli
sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark ginjal.
Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai sputum
berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah. Pada pasien odema

paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya
terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.

d) Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ
(perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran
terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine berkurang (oliguri).
Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal yang pada
gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler.
e) Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan
beberapa efek yaitu:
-

Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang
menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.

Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali sehingga


tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga merangsang gerakan
balik peristaltik.

Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah
ekstrimitas bawah.

6. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial,
penyakit otot degenerative, inflamasi

Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)


Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan

Kelainan otot jantung


Menurunnya kontraktilitas
Menurunnya isi
sekuncup

Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat


Palpitasi dan takikardi

Menurunnya kekuatan
kontraksi otot jantung

Kegagalan jantung berkompensasi

Penurunan curah jantung

Gagal ventrikel kiri

Gagal ventrikel kanan


Kongesti visera & jaringan perifer
Pembesaran vena di hepar
Pembesaran & sasis vena
abdomen

Penurunan sirkulai O2 ke
jaringan & meningkatnya
energy yang digunakan untuk
bernafas

Cairan darah perifer


tidak terangkut

Hepatomegali

Kelebihan
volume cairan

Distensi abdomen
Acites

Mudah
lelah &
letih

Edema pada
bronkus
Batuk

Intoleransi
aktifitas

Bersihan jalan
nafas tidak efektif

Kongesti paru
Cairan terdorong ke
dalam paru
Penimbunan
cairan dalam
alveoli
Edema paru
Dispneu & ortopneu
Kerusakan
pertukaran gas

7. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
2) Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang
pada gagal jantung akan meningkat.
5) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
6) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7) Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1) Untuk menurunkan kerja jantung
2) Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3) Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a) Tirah Baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.

b) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
d) Revaskularisasi koroner
e) Transplantasi jantung
f) Kardoimioplasti
9. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing

Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya
suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1.

Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.

2.

Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :

TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;

mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;


Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi
secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic,
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau
sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat
teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum
atau pitting , khususnya pada ekstremitas.
3.

Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.

4.

Eliminasi

a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari


(nokturia), diare/konstipasi.
5.

Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

6.

Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7.

Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.

8.

Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.

9.

Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.

2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus


menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung

berhubungan

dengan

Perubahan

kontraktilitas

miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. INTERVENSI
No.
1.

Diagnosa

Tujuan dan

Intervensi
Kriteria hasil
NOC :
NIC :
1. Cardiac
Pump Cardiac Care
curah jantung
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
effectiveness
berhubungan
2. Catat adanya disritmia jantung
2. Circulation
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
dengan
Status
4. Monitor status kardiovaskuler
Perubahan
3. Vital Sign Status 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
kontraktilitas
Setelah
diberikan 7. Monitor balance cairan
miokardial/peru
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
asuhan keperawatan 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
bahan
selama
.x.
antiaritmia
inotropik.
diharapkan
tanda 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
keperawatan
Penurunan

kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
yang dapat diterima 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
(disritmia terkontrol 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
vital

dalam

atau

hilang)

batas

dan

bebas gejala gagal Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
jantung.
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Kriteria Hasil:
1. Tanda
Vital 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
dalam
rentang
aktivitas
normal (Tekanan 6. Monitor kualitas dari nadi
darah,
Nadi, 7. Monitor adanya puls paradoksus
8. Monitor adanya puls alterans
respirasi)
9. Monitor jumlah dan irama jantung
2. Dapat
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
mentoleransi
12. Monitor suara paru
aktivitas, tidak 13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
ada kelelahan
3. Tidak ada edema 15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
paru, perifer, dan
bradikardi, peningkatan sistolik)
tidak ada asites 17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4. Tidak
ada

penurunan
kesadaran
2.

Bersihan jalan NOC :


1. Respiratory
nafas
tidak
status
:
efektif
Ventilation
berhubungan
2. Respiratory
dengan
status : Airway
penurunan
patency
reflek
batuk, 3. Aspiration
penumpukan
secret.

NIC :
Airway suction
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah

Control
Setelah
diberikan

kateter dikeluarkan dari nasotrakeal


8. Monitor status oksigen pasien
asuhan keperawatan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
selama
.x.
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
diharapkan
klien
dapat menunjukkan Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
keefektifan
jalan
bila perlu
napas
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasi
buatan
kan batuk efektif 4. Pasang mayo bila perlu
dan suara nafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
yang
bersih, 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
tidak ada sianosis 8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
dan
dyspneu 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
(mampu
12. Monitor respirasi dan status O2
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan
jalan nafas yang

paten (klien tidak


merasa tercekik,
irama

nafas,

frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasi
kan

dan

mencegah factor
yang

dapat

menghambat
jalan nafas
3.

Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan edema
paru

NOC :
1. Respiratory

NIC :
Airway Management
1. Pasang mayo bila perlu
Status : Gas
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
exchange
3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Respiratory
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5. Lakukan suction pada mayo
Status
:
6. Berika bronkodilator bial perlu
ventilation
7. Berikan pelembab udara
3. Vital Sign Status 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Setelah diberikan 9. Monitor respirasi dan status O2
asuhan keperawatan Respiratory Monitoring
selama
.x. 1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
diharapkan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
gangguan
intercostals
pertukaran
gas 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
teratasi
Kriteria Hasil :
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
1. Mendemonstrasi 5. Catat lokasi trakea
kan peningkatan 6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)

ventilasi

dan 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak

oksigenasi yang
adekuat
2. Memelihara
kebersihan paru
paru dan bebas

adanya ventilasi dan suara tambahan


8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya

dari tanda tanda


distress
pernafasan
3. Mendemonstrasi
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang

bersih,

tidak

ada

sianosis

dan

dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam

rentang

normal

4.

Kelebihan

NOC :
1. Electrolit

NIC :
and Fluid management
volume cairan
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
acid base balance
berhubungan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Fluid balance
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
dengan
3. Hydration
4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan
menurunnya
(BUN, Hmt , osmolalitas urin )
Setelah
diberikan
laju
filtrasi
5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
asuhan keperawatan
glomerulus,

meningkatnya

selama

.x.

produksi ADH diharapkan


dan

dan PCWP
6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,

retensi keseimbangan

natrium/air.

edema, distensi vena leher, asites)


volume cairan dapat 8. Kaji lokasi dan luas edema
9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
dipertahankan
harian
Kriteria hasil
10. Monitor status nutrisi
1. Terbebas
dari 11. Berikan diuretik sesuai interuksi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
edema,
efusi,
dengan serum Na < 130 mEq/L
anaskara
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
2. Bunyi
nafas
memburuk
bersih, tidak ada
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan

dyspneu/
ortopneu
3. Terbebas
distensi

dari
vena

jugularis, reflek

eliminasi
2. Tentukan

kemungkinan

faktor

resiko

dari

ketidak

seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan

renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )


hepatojugular (+) 3. Monitor berat badan
4. Memelihara
4. Monitor serum dan elektrolit urine
tekanan
vena 5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
sentral, tekanan 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
kapiler
paru,
jantung
jantung 8. Monitor parameter hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar intake dan output
dan vital sign 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
dalam
batas
penambahan BB
output

normal
5. Terbebas

11. Monitor tanda dan gejala dari edema


dari 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

kelelahan,
kecemasan

atau

kebingungan
6. Menjelaskan
indikator
kelebihan cairan

5.

Intoleransi
aktivitas
berhubungan

NOC :
1. Energy
Conservation
2. Self Care : ADLs

dengan
kelemahan

Setelah

diberikan

fisik

tanpa

NIC :
Energy Management
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap

keterbatasan
3.
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
asuhan keperawatan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
selama
.x. 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
diharapkan terjadi
secara berlebihan
6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
peningkatan
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
toleransi pada klien
setelah dilaksanakan Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tindakan
merencanakan progran terapi yang tepat.
keperawatan selama 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
di RS
dilakukan
3.
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
4.
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
dalam aktivitas
disertai

yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan


5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti

kursi roda, dll


6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
tekanan
darah, 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
nadi dan RR
dalam beraktivitas
2. Mampu
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
melakukan
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
aktivitas sehari
penguatan
11.
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
hari
(ADLs)
peningkatan

secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000
Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)

Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001

LAPORAN PENDAHULUAN
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Shulcha Fithriya
(41141095000037)

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015

Anda mungkin juga menyukai