Anda di halaman 1dari 118

Rahasia Serat Sastra

Jendra Hayuningrat

Dalam lakon wayang Purwa, kisah Ramayana bagian awal diceritakan asal
muasal keberadaan Dasamuka atau Rahwana tokoh raksasa yang dikenal
angkara murka, berwatak candala dan gemar menumpahkan darah.Dasamuka
lahir dari ayah seorang Begawan sepuh sakti linuwih gentur tapanya serta luas
pengetahuannya yang bernama Wisrawa dan ibu Dewi Sukesi yang berparas
jelita tiada bandingannya dan cerdas haus ilmu kesejatian hidup. Bagaimana
mungkin dua manusia sempurna melahirkan raksasa buruk rupa dan angkara
murka ? Bagaimana mungkin kelahiran sang angkara murka justru
berangkat dari niat tulus mempelajari ilmu kebajikan yang disebut Serat
Sastrajendra.
Ilmu untuk Meraih Sifat Luhur Manusia.
Salah satu ilmu rahasia para dewata mengenai kehidupan di dunia adalah Serat
Sastrajendra.Secara
lengkap
disebut
Serat
Sastrajendrahayuningrat
Pangruwatingdiyu. Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja.
Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi
baik. Diyu = raksasa atau keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan
sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan
pancainderanya dari kejahatan.Seorang raja harus mampu menolak atau
merubah keburukan menjadi kebaikan.Pengertiannya bahwa Serat Sastrajendra
adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk
merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat.Ilmu Sastrajendra
adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar maruf nahi munkar, sifat
memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.
Gambaran ilmu ini adalah mampu merubah raksasa menjadi manusia.Dalam
pewayangan, raksasa digambarkan sebagai mahluk yang tidak sesempurna
manusia.Misal kisah prabu Salya yang malu karena memiliki ayah mertua
seorang raksasa. Raden Sumantri atau dikenal dengan nama Patih Suwanda
memiliki adik raksasa bajang bernama Sukrasana. Dewi Arimbi, istri Werkudara
harus dirias sedemikian rupa oleh Dewi Kunti agar Werkudara mau menerima
menjadi isterinya. Betari Uma disumpah menjadi raksesi oleh Betara Guru saat
menolak melakukan perbuatan kurang sopan dengan Dewi Uma pada waktu
yang tidak tepat. Anak hasil hubungan Betari Uma dengan Betara Guru lahir
sebagai raksasa sakti mandra guna dengan nama Betara Kala (kala berarti
keburukan atau kejahatan). Sedangkan Betari Uma kemudian bergelar Betari
Durga menjadi pengayom kejahatan dan kenistaan di muka bumi memiliki
tempat tersendiri yang disebut Kayangan Setragandamayit . Wujud Betari

Durga adalah raseksi yang memiliki taring dan gemar membantu terwujudnya
kejahatan.
Melalui ilmu Sastrajendra maka simbol sifat sifat keburukan raksasa yang masih
dimiliki manusia akan menjadi dirubah menjadi sifat sifat manusia yang berbudi
luhur. Karena melalui sifat manusia ini kesempurnaan akal budi dan daya
keruhanian mahluk ciptaan Tuhan diwujudkan.Dalam kitab suci disebutkan
bahwa manusia adalah ciptaan paling sempurna.Bahkan ada disebutkan, Tuhan
menciptakan manusia berdasar gambaran dzat-Nya.Filosof Timur Tengah Al
Ghazali menyebutkan bahwa manusia seperti Tuhan kecil sehingga Tuhan
sendiri memerintahkan para malaikat untuk bersujud. Sekalipun manusia
terbuat dari dzat hara berbeda dengan jin atau malaikat yang diciptakan dari
unsur api dan cahaya. Namun manusia memiliki sifat sifat yang mampu
menjadi khalifah (wakil Tuhan di dunia).
Namun ilmu ini oleh para dewata hanya dipercayakan kepada Wisrawa seorang
satria berwatak wiku yang tergolong kaum cerdik pandai dan sakti mandraguna
untuk mendapat anugerah rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat Diyu.
Ketekunan, ketulusan dan kesabaran Begawan Wisrawa menarik perhatian
dewata sehingga memberikan amanah untuk menyebarkan manfaat ajaran
tersebut.Sifat ketekunan Wisrawa, keihlasan, kemampuan membaca makna di
balik sesuatu yang lahir dan kegemaran berbagi ilmu.Sebelum madeg pandita
( menjadi wiku ) Wisrawa telah lengser keprabon menyerahkan tahta
kerajaaan kepada sang putra Prabu Danaraja. Sejak itu sang wiku gemar
bertapa mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak ibadah menahan nafsu
duniawi untuk memperoleh kelezatan ukhrawi nantinya. Kebiasaan ini membuat
sang wiku tidak saja dicintai sesama namun juga para dewata.
Sifat Manusia Terpilih.
Sebelum memutuskan siapa manusia yang berhak menerima anugerah Sastra
Jendra, para dewata bertanya pada sang Betara Guru. Duh, sang Betara
agung, siapa yang akan menerima Sastra Jendra, kalau boleh kami
mengetahuinya. Bethara guru menjawab Pilihanku adalah anak kita Wisrawa
. Serentak para dewata bertanya Apakah paduka tidak mengetahui akan
terjadi bencana bila diserahkan pada manusia yang tidak mampu
mengendalikannya. Bukankah sudah banyak kejadian yang bisa menjadi
pelajaran bagi kita semua Kemudian sebagian dewata berkata Kenapa tidak
diturunkan kepada kita saja yang lebih mulia dibanding manusia .
Seolah menegur para dewata sang Betara Guru menjawab Hee para dewata,
akupun mengetahui hal itu, namun sudah menjadi takdir Tuhan Yang Maha
Kuasa bahwa ilmu rahasia hidup justru diserahkan pada manusia. Bukankah
tertulis dalam kitab suci, bahwa malaikat mempertanyakan pada Tuhan
mengapa manusia yang dijadikan khalifah padahal mereka ini suka
menumpahkan darah. Serentak para dewata menunduk malu Paduka lebih
mengetahui
apa
yang
tidak
kami
ketahui
Kemudian, Betara Guru turun ke mayapada didampingi Betara Narada
memberikan Serat Sastra Jendra kepada Begawan Wisrawa.
Duh anak Begawan Wisrawa, ketahuilah bahwa para dewata memutuskan
memberi amanah Serat Sastra Jendra kepadamu untuk diajarkan kepada umat
manusia
Mendengar hal itu, menangislah Sang Begawan Ampun, sang Betara agung,
bagaimana mungkin saya yang hina dan lemah ini mampu menerima anugerah
ini
.
Betara Narada mengatakan Anak Begawan Wisrawa, sifat ilmu ada 2 (dua).
Pertama, harus diamalkan dengan niat tulus.Kedua, ilmu memiliki sifat menjaga
dan menjunjung martabat manusia.Ketiga, jangan melihat baik buruk
penampilan semata karena terkadang yang baik nampak buruk dan yang buruk
kelihatan sebagai sesuatu yang baik. Selesai menurunkan ilmu tersebut, kedua
dewata
kembali
ke
kayangan.
Setelah menerima anugerah Sastrajendra maka sejak saat itu berbondong

bondong seluruh satria, pendeta, cerdik pandai mendatangi beliau untuk minta
diberi wejangan ajaran tersebut.Mereka berebut mendatangi pertapaan
Begawan Wisrawa melamar menjadi cantrik untuk mendapat sedikit ilmu Sastra
Jendra.Tidak sedikit yang pulang dengan kecewa karena tidak mampu
memperoleh ajaran yang tidak sembarang orang mampu menerimanya.Para
wiku, sarjana, satria harus menerima kenyataan bahwa hanya orang orang
yang siap dan terpilih mampu menerima ajarannya.
Nun jauh, negeri Ngalengka yang separuh rakyatnya terdiri manusia dan
separuh lainnya berwujud raksasa.Negeri ini dipimpin Prabu Sumali yang
berwujud raksasa dibantu iparnya seorang raksasa yang bernama
Jambumangli.Sang Prabu yang beranjak sepuh, bermuram durja karena belum
mendapatkan calon pendamping bagi anaknya, Dewi Sukesi.Sang Dewi hanya
mau menikah dengan orang yang mampu menguraikan teka teki kehidupan
yang diajukan kepada siapa saja yang mau melamarnya.Sebelumnya harus
mampu mengalahkan pamannya yaitu Jambumangli. Beribu ribu raja, wiku dan
satria menuju Ngalengka untuk mengadu nasib melamar sang jelita namun
mereka pulang tanpa hasil. Tidak satupun mampu menjawab pertanyaan sang
dewi. Berita inipun sampailah ke negeri Lokapala, sang Prabu Danaraja sedang
masgul hatinya karena hingga kini belum menemukan pendamping hati. Hingga
akhirnya sang Ayahanda, Begawan Wisrawa berkenan menjadi jago untuk
memenuhi tantangan puteri Ngalengka.
Pertemuan Dua Anak Manusia.
Berangkatlah Begawan Wisrawa ke Ngalengka, hingga kemudian bertemu
dengan dewi Suksesi.Senapati Jambumangli bukan lawan sebanding Begawan
Wisrawa, dalam beberapa waktu raksasa yang menjadi jago Ngalengka dapat
dikalahkan.Tapi hal ini tidak berarti kemenanmgan berada di tangan. Kemudian
tibalah sang Begawan harus menjawab pertanyaan sang Dewi. Dengan mudah
sang Begawan menjawab pertanyaan demi pertanyaan hingga akhirnya,
sampailah sang dewi menanyakan rahasia Serat Sastrajendra. Sang Begawan
pada mulanya tidak bersedia karena ilmu ini harus dengan laku tanpa
perbuatan sia sialah pemahaman yang ada. Namun sang Dewi tetap
bersikeras untuk mempelajari ilmu tersebut, toh nantinya akan menjadi
menantunya.
Luluh hati sang Begawan, beliau mensyaratkan bahwa ilmu ini harus dijiwai
dengan niat luhur. Keduanya kemudian menjadi guru dan murid, antara yangf
mengajar dan yang diajar.Hari demi hari berlalu keduanya saling berinteraksi
memahamkan hakikat ilmu.Sementara di kayangan, para dewata melihat
peristiwa di mayapada. Hee, para dewata, bukankah Wisrawa sudah pernah
diberitahu untuk tidak mengajarkan ilmu tersebut pada sembarang orang .
Para dewata melaporkan hal tersebut kepada sang Betara Guru. Bila apa yang
dilakukan Wisrawa, bisa nanti kayangan akan terbalik, manusia akan
menguasai kita, karena telah sempurna ilmunya, sedangkan kita belum sempat
dan mampu mempelajarinya .
Sang Betara Guru merenungkan kebenaran peringatan para dewata tersebut.
tidak cukup untuk mempelajari ilmu tanpa laku, Serat Sastrajendra dipagari
sifat sifat kemanusiaan, kalau mampu mengatasi sifat sifat kemanusiaan baru
dapat mencapai derajat para dewa. Tidak lama sang Betara menitahkan untuk
memanggil Dewi Uma.untuk bersama menguji ketangguhan sang Begawan dan
muridnya.
Hingga sesuatu ketika, sang Dewi merasakan bahwa pria yang dihadapannya
adalah calon pendamping yang ditunggu tunggu. Biar beda usia namun cinta
telah merasuk dalam jiwa sang Dewi hingga kemudian terjadi peristiwa yang
biasa terjadi layaknya pertemuan pria dengan wanita. Keduanya bersatu dalam
lautan asmara dimabukkan rasa sejiwa melupakan hakikat ilmu, guru, murid
dan adab susila. Hamillah sang Dewi dari hasil perbuatan asmara dengan sang
Begawan. Mengetahui Dewi Sukesi hamil, murkalah sang Prabu Sumali namun

tiada daya. Takdir telah terjadi, tidak dapat dirubah maka jadilah sang Prabu
menerima menantu yang tidak jauh berbeda usianya.
Tergelincir Dalam Kesesatan.
Musibah pertama, terjadi ketika sang senapati Jambumangli yang malu akan
kejadian tersebut mengamuk menantang sang Begawan. Raksasa jambumangli
tidak rela tahta Ngalengka harus diteruskan oleh keturunan sang Begawan
dengan cara yang nista. Bukan raksasa dimuliakan atau diruwat menjadi
manusia. Namun Senapati Jambumangli bukan tandingan, akhirnya tewas
ditangan Wisrawa. Sebelum meninggal, sang senapati sempat berujar bahwa
besok anaknya akan ada yang mengalami nasib sepertinya ditewaskan seorang
kesatria.
Musibah kedua, Prabu Danaraja menggelar pasukan ke Ngalengka untuk
menghukum perbuatan nista ayahnya.Perang besar terjadi, empat puluh hari
empat puluh malam berlangsung sebelum keduanya berhadapan.Keduanya
berurai air mata, harus bertarung menegakkan harga diri masing masing.
Namun kemudian Betara Narada turun melerai dan menasehati sang Danaraja.
Kelak Danaraja yang tidak dapat menahan diri, harus menerima akibatnya
ketika Dasamuka saudara tirinya menyerang Lokapala.
Musibah ketiga, sang Dewi Sukesi melahirkan darah segunung keluar dari
rahimnya kemudian dinamakan Rahwana (darah segunung). Menyertai
kelahiran pertama maka keluarlah wujud kuku yang menjadi raksasi yang
dikenal dengan nama Sarpakenaka. Sarpakenaka adalah lambang wanita yang
tidak puas dan berjiwa angkara, mampu berubah wujud menjadi wanita
rupawan tapi sebenarnya raksesi yang bertaring.Kedua pasangan ini terus
bermuram durja menghadapi musibah yang tiada henti, sehingga setiap hari
keduanya melakukan tapa brata dengan menebus kesalahan. Kemudian sang
Dewi hamil kembali melahirkan raksasa kembali. Sekalipun masih berwujud
raksasa namun berbudi luhur yaitu Kumbakarna.
Akhir Yang Tercerahkan.
Musibah demi musibah terus berlalu, keduanya tidak putus putus memanjatkan
puaj dan puji ke hadlirat Tuhan yang Maha Kuasa.Kesabaran dan ketulusan
telah menjiwa dalam hati kedua insan ini.Serat Sastrajendra sedikit demi sedikit
mulai terkuak dalam hati hati yang telah disinari kebenaran ilahi. Hingga
kemudian sang Dewi melahirkan terkahir kalinya bayi berwujud manusia yang
kemudian diberi nama Gunawan Wibisana. Satria inilah yang akhirnya mampu
menegakkan kebenaran di bumi Ngalengka sekalipun harus disingkirkan oleh
saudaranya sendiri, dicela sebagai penghianat negeri, tetapi sesungguhnya
sang Gunawan Wibisana yang sesungguhnya yang menyelamatkan negeri
Ngalengka. Gunawan Wibisana menjadi simbol kebenaran mutiara yang
tersimpan dalam Lumpur namun tetap bersinar kemuliaannya.Tanda kebenaran
yang tidak larut dalam lautan keangkaramurkaan serta mampu mengalahkan
keragu raguan seprti terjadi pada Kumbakarna.Dalam cerita pewayangan,
Kumbakarna dianggap tidak bisa langsung masuk suargaloka karena dianggap
ragu ragu membela kebenaran.
Melalui Gunawan Wibisana, bumi Ngalengka tersinari cahaya ilahi yang dibawa
Ramawijaya dengan balatentara jelatanya yaitu pasukan wanara (kera).
Peperangan dalam Ramayana bukan perebutan wanita berwujud cinta namun
pertempuran demi pertempuran menegakkan kesetiaan pada kebenaran yang
sejat

Siapa SEMAR..??

Batara Semar
MAYA adalah sebuah cahaya hitam.Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan
segala sesuatu.
Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab
takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau
tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi
anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:
1. tidak pernah lapar
2. tidak pernah mengantuk
3. tidak pernah jatuh cinta
4. tidak pernah bersedih
5. tidak pernah merasa capek
6. tidak pernah menderita sakit
7. tidak pernah kepanasan
8. tidak pernah kedinginan
kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau
kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar,
Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku,
Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk
menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi
manusia di alam dunia.
Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari
Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu:
Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara
Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera,
Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang
bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak
cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan
diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta
ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.
Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika
Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong
oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke
duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita.Yang tua bernama Dewi
Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati.Dewi Kanestren diperistri
oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa.Mulai

saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan


Semarsanta.
Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara
(tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan
berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan.
Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh
tokoh ini.Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat
menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati
dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta.Dapat
dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi.
Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan
yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah
pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta,
yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem,
Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.
Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh
eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah
seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik
itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia,
maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal
dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih
dikenal dengan nama Semar.
Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau
yang tidak jelas tersamar.
Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar,
ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan sematamata perbuatan Semarasanta.
Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia
adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah
sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang
tokoh Semar.
SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan
disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan
tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan
rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya
akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.(herjaka)

SERAT KALATIDHO
Salah satu karya besar dari RADEN Mas Ngabehi Ronggowarsito, Serat
Kalatidha yang berisi gambaran zaman penjajahan yang disebut zaman
edan.Lahir pada 15 Maret 1802 dengan nama asli Bagus Burham. Ayahnya
seorang carik Kadipaten Anom yang bernama Raden Mas Pajangswara.Ibunya
Raden Ayu Pajangswara merupakan keturunan ke-9 Sultan Trenggono dari
Demak.Pada 24 Desember 1873, meninggal dunia dengan tenteram.Tempat
peristirahatan terakhirnya terletak di Palar, sebuah desa kecil di wilayah Klaten.
Mangka darajating praja
Kawuryan wus sunyaturi
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubedaKeadaan negara waktu sekarang, sudah
semakin merosot.
Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat
diikuti lagi.Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan
lama.
Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keraguraguan).
Suasananya mencekam.Karena dunia penuh dengan kerepotan.
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik,
Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka
masyarakat baik,
namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.
Oleh karena daya jaman Kala Bendu.
Bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi.
Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing ren wirangi

Dening upaya sandi


Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Waktu itulah perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan,
mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang.
Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur
sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
Dasar karoban pawarta
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu.
Akan ditempatkan sebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar,
bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ?
Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Menurut buku Panitisastra (ahli sastra), sebenarnya sudah ada peringatan.
Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi
tidak terpakai.
Demikianlah jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin
akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya
kisah jaman dahulu kala.
Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu

Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala,
guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul.
Sebenarnya banyak sekali contoh -contoh dalam kisah-kisah lama, mengenai
kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya nrima dan menyerahkan
diri kepada kehendak Tuhan.Yah segalanya itu karena sedang mengalami
kejadian yang aneh-aneh.
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup didalam jaman edan, memang repot.
Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman
tidak mendapat apapun juga.Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan.Bagaimanapun juga walaupun orang
yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa
ingat dan waspada.
Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Segalanya itu sebenarnya dikarenakan keinginan hati. Betul bukan ?Memang
benar kalau ada yang mengatakan demikian.
Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua, apa pula
yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah

Rupa sabarang pakolih


Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang sudah kuat.Mendapat rakhmat Tuhan.
Bagaimanapun nasibnya selalu baik.
Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah.
Namun demikian masih juga berikhtiar.
Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun dilaksanakan.Hanya membuat kesenangan pokoknya tidak
menimbulkan persoalan.
Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib
ikhtiar,
hanya harus memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan
waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya Rasulullah, yang bersifat murah dan asih,
mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat
menjelang akhir ini.
Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana.
Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
BoRONG angGA saWARga meSI marTAya

Mudah-mudahan kami dapat sabar dan sentosa,


seolah-olah dapat mati didalam hidup.
Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan.
Biarkanlah kami hanya memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan
sekedarnya.
Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami

SERAT SABDO JATI


Serat SABDO JATI. RADEN Mas Ngabehi Ronggowarsito. Demikian nama salah
seorang pujangga terkenal yang pernah menorehkan jejak gemilang dalam
kesusastraan Jawa di abad 19. Namanya senantiasa dikenang sebagai pujangga
besar yang karya-karyanya tetap abadi hingga kini.
Dari tangan pujangga asal Keraton Surakarta ini lahir berbagai karya sastra
bermutu tinggi yang sarat nilai kemanusiaan. Buku-bukunya antara lain
membahas falsafah, ilmu kebatinan, primbon, kisah raja, sejarah, lakon
wayang, dongeng, syair, adat kesusilaan, dan sebagainya. Namun sebagian
masyarakat Jawa, terutama rakyat jelata, sering mengidentikkan Ronggowarsito
dengan karangan-karangan yang memadukan kesusastraan dengan ramalan
yang penuh harapan, perenungan dan perjuangan.
Dilahirkan pada 15 Maret 1802 dengan nama asli Bagus Burham. Ayahnya
seorang carik Kadipaten Anom yang bernama Raden Mas Pajangswara.Ibunya
Raden Ayu Pajangswara merupakan keturunan ke-9 Sultan Trenggono dari
Demak.
Bakat dan keahliannya dalam bidang kesusastraan semakin terasah dengan
bimbingan kakeknya Raden Tumenggung Sastronegoro. Semenjak kecil, ia
dibekali ajaran Islam dan pengetahuan yang bersandar pada ajaran kejawen,
Hindu, Budha, serta ilmu kebatinan.
Karya-karya besarnya yang terkenal sampai saat ini adalah Serat Kalatidha
yang berisi gambaran zaman penjajahan yang disebut zaman edan. Ada kitab
Jaka Lodhang yang berisi ramalan akan datangnya zaman baik, serta
Sabdatama yang berisi ramalan tentang sifat zaman makmur dan tingkah laku
manusia yang tamak.Menjelang akhir hayatnya, Ronggowarsito menulis buku
terakhir Sabdajati yang di antaranya berisi ramalan waktu kematiannya sendiri.
Buku ini pun berisi ucapan perpisahan dan permohonan pamit karena Ki
Pujangga akan segera meninggalkan dunia fana ini.
Pada 24 Desember 1873, pujangga besar dari tanah Jawa itu meninggal dunia
dengan tenteram. Tempat peristirahatan terakhirnya terletak di Palar, sebuah
desa kecil di wilayah Klaten-Jogjakarta.
Hawya pegat ngudiya Ronging budyayu
Margane suka basuki
Dimen luwar kang kinayun
Kalising panggawe sisip
Ingkang taberi prihatos
Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat
kebajikan,
agar mendapat kegembiraan serta keselamatan
serta tercapai segala cita-cita,
terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
Ulatna kang nganti bisane kepangguh
Galedehan kang sayekti
Talitinen awya kleru
Larasen sajroning ati
Tumanggap dimen tumanggon
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama,
intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati, agar mudah
menanggapi sesuatu.
Pamanggone aneng pangesthi rahayu
Angayomi ing tyas wening
Eninging ati kang suwung
Nanging sejatining isi
Isine cipta sayektos

Dapatnya demikian kalau senantiasa mendambakan kebaikan,


mengendapkan pikiran, dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong
namun sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
Lakonana klawan sabaraning kalbu
Lamun obah niniwasi
Kasusupan setan gundhul
Ambebidung nggawa kendhi
Isine rupiah kethon
Segalanya itu harus dijalankan dengan penuh kesabaran.
Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan)
akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul,
yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.
Lamun nganti korup mring panggawe dudu
Dadi panggonaning iblis
Mlebu mring alam pakewuh
Ewuh mring pananing ati
Temah wuru kabesturon
Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-bukan,
sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitaskesulitan, kerepotan-kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang
baik,
seolah-olah mabuk kepayang.
Nora kengguh mring pamardi reh budyayu
Hayuning tyas sipat kuping
Kinepung panggawe rusuh
Lali pasihaning Gusti
Ginuntingan dening Hyang Manon
Bila sudah terlanjur demikian tidak tertarik terhadap perbuatan yang menuju
kepada kebajikan.Segala yang baik-baik lari dari dirinya, sebab sudah diliputi
perbuatan dan pikiran yang jelek.
Sudah melupakan Tuhannya.Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping.
Parandene kabeh kang samya andulu
Ulap kalilipen wedhi
Akeh ingkang padha sujut
Kinira yen Jabaranil
Kautus dening Hyang Manon
Namun demikian yang melihat, bagaikan matanya kemasukan pasir, tidak
dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sehingga yang jahat disukai
dianggap utusan Tuhan.
Yeng kang uning marang sejatining dawuh
Kewuhan sajroning ati
Yen tiniru ora urus
Uripe kaesi-esi
Yen niruwa dadi asor
Namun bagi yang bijaksana, sebenarnya repot didalam pikiran
melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan
tercela akhirnya menjadi sengsara.
Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung
Anggelar sakalir-kalir
Kalamun temen tinemu
Kabegjane anekani
Kamurahane Hyang Manon
Itu artinya tidak percaya kepada Tuhan, yang menitahkan bumi dan langit,
siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya akan mendapatkan
kebahagiaan. Karena Tuhan itu Maha Pemurah adanya.

Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun


Yen temen-temen sayekti
Dewa aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
Segala permintaan umatNya akan selalu diberi, bila dilakukan dengan setulus
hati.
Tuhan akan selalu memberi pertolongan, sandang pangan tercukupi segala
cita-cita dan kehendaknya tercapai.
Ki Pujangga nyambi paraweh pitutur
Saka pengunahing Widi
Ambuka warananipun
Aling-aling kang ngalingi
Angilang satemah katon
Sambil memberi petuah Ki Pujangga juga akan membuka selubung yang
termasuk rahasia Tuhan, sehingga dapat diketahui.
Para jalma sajroning jaman pakewuh
Sudranira andadi
Rahurune saya ndarung
Keh tyas mirong murang margi
Kasekten wus nora katon
Manusia-manusia yang hidup didalam jaman kerepotan,
cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan tercela,
makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan
diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak tampak.
Katuwane winawas dahat matrenyuh
Kenyaming sasmita sayekti
Sanityasa tyas malatkunt
Kongas welase kepati
Sulaking jaman prihatos
Lama kelamaan makin menimbulkan perasaan prihatin, merasakan ramalan
tersebut,
senantiasa merenung diri melihat jaman penuh keprihatinan tersebut.
Waluyane benjang lamun ana wiku
Memuji ngesthi sawiji
Sabuk tebu lir majenum
Galibedan tudang tuding
Anacahken sakehing wong
Jaman yang repot itu akan selesai kelak bila sudah mencapat tahun 1877
(Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi
1945).
Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila, hilir
mudik menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya orang.
Iku lagi sirap jaman Kala Bendu
Kala Suba kang gumanti
Wong cilik bisa gumuyu
Nora kurang sandhang bukti
Sedyane kabeh kelakon
Disitulah baru selesai Jaman Kala Bendu.Diganti dengan jaman Kala Suba.
Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria, tidak kekurangan sandang dan
makan seluruh kehendak dan cita-citanya tercapai.
Pandulune Ki Pujangga durung kemput
Mulur lir benang tinarik
Nanging kaseranging ngumur
Andungkap kasidan jati
Mulih mring jatining enggon

Sayang sekali pengelihatan Sang Pujangga belum sampai selesai, bagaikan


menarik benang dari ikatannya.
Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir
datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
Amung kurang wolung ari kang kadulu
Tamating pati patitis
Wus katon neng lokil makpul
Angumpul ing madya ari
Amerengi Sri Budha Pon
Yang terlihat hanya kurang 8 hari lagi, sudah sampai waktunya, kembali
menghadap Tuhannya.Tepatnya pada hari Rabu Pon.
Tanggal kaping lima antarane luhur
Selaning tahun Jimakir
Taluhu marjayeng janggur
Sengara winduning pati
Netepi ngumpul sak enggon
Tanggal 5 bulan Sela
(Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873)
kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan
sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
Cinitra ri budha kaping wolulikur
Sawal ing tahun Jimakir
Candraning warsa pinetung
Sembah mekswa pejangga ji
Ki Pujangga pamit layoti

JAYABAYA
Prabu Jayabaya raja Kediri bertemu pendita dari Rum yang
sangat sakti, Maulana Ali Samsuyen. Ia pandai meramal serta
tahu akan hal yang belum terjadi. Jayabaya lalu berguru
padanya, sang pendeta menerangkan berbagai ramalan yang
tersebut dalam kitab Musaror dan menceritakan penanaman
orang sebanyak 12.000 keluarga oleh utusan Sultan Galbah di
Rum, orang itu lalu ditempatkan di pegunungan Kendenag,
lalu bekerja membuka hutan tetapi banyak yang mati karena
gangguan makhluk halus, jin dsb, itu pada th rum 437, lalu
Sultan Rum memerintahkan lagi di Pulau Jawa dan kepulauan
lainnya dgn mengambil orang dari India, Kandi, Siam. Sejak
penanaman orang-orang ini sampai hari kiamat kobro
terhitung 210 tahun matahari lamanya atau 2163 tahun bulan,
Sang pendeta mengatakan orang di jawa yang berguru
padanya tentang isi ramalan hanyalah Hajar Subroto di G.
Padang. Beberapa hari kemudian Jayabaya menulis ramalan
Pulau Jawa sejak ditanami yang keduakalinya hingga kiamat,
lamanya 2.100 th matahari. Ramalannya menjadi Tri-takali,
yaitu :
I . Jaman permulaan disebut KALI-SWARA, lamanya 700 th matahari
(721 th bulan). Pada waku itu di jawa banyak terdengar suara alam, garagara geger, halintar, petir, serta banyak kejadian-kejadian yang ajaib
dikarenakan banyak manusia menjadi dewa dan dewa turun kebumi
menjadi manusia.
II. Jaman pertengahan disebut KALI-YOGA, banyak perobahan pada
bumi, bumi belah menyebabkan terjadinya pulau kecil-kecil, banyak
makhluk yang salah jalan, karena orang yamg mati banyak menjelma
(nitis).
III. Jaman akhir disebut KALI-SANGARA, 700 th. Banyak hujan salah mangsa
dan banyak kali dan bengawan bergeser, bumi kurang manfaatnya,
menghambat datangnya kebahagian, mengurangi rasa-terima, sebab manusia
yang yang mati banyak yang tetap memegang ilmunya.
Tiga jaman tsb. Masing-masing dibagi menjadi Saptama-kala, artinya jaman
kecil-kecil, tiap jaman rata-rata berumur 100 th. Matahari (103 th. bulan),
seperti dibawah ini :
I. JAMAN KALI-SWARA dibagi menjadi :
1. Kala-kukila 100 th, (th. 1-100): Hidupnya orang seperti burung,
berebutan mana yang kuat dia yang menang, belum ada raja, jadi belum
ada yang mengatur/memerintah.
2. Kala-buddha (th. 101-200): Permulaan orang Jawa masuk agama
Buddha menurut syariat Hyang agadnata (Batara Guru).
3. Kala-brawa (th. 201 - 300): Orang-orang di Jawa mengatur ibadahnya
kepada Dewa, sebab banyak Dewa yang turun kebumi menyiarkan ilmu.
4. Kala-tirta (th. 301-400): Banjir besar, air laut menggenang daratan, di
sepanjang air itu bumi menjadi belah dua. Yang sebelah barat disebut
pulau Sumatra, lalu banyak muncul sumber-sumber air, disebut umbul,
sedang, telaga, dsb.
5. Kala-swabara (th. 401-500): Banyak keajaiban yang tampak atau
menimpa diri manusia.
6. Kala-rebawa (th. 501-600): Orang Jawa mengadakan keramaian2kesenian dsb.
7. Kala-purwa (th. 601-700): Banyak tumbuh2an keturunan orang2 besar
yang sudah menjadi orang biasa mulai jadi orang besar lagi.
II. JAMAN KALA-YOGA dibagi menjadi :

1. Kala-brata (th. 701-800): Orang mengalami hidup sebagai fakir.


2. Kala-drawa (th. 801-900): Banyak orang mendapat ilham, orang pandai
menerangkan hal-hal yang gaib.
3. Kala-dwawara (th. 901-1.000): Banyak kejadian yang mustahil.
4. Kala-praniti (th. 1.001- 1.101): Banyak orang mementingkan ulah pikir.
5. Kala-teteka (th. 1.101 - 1.200): Banyak oran g datang dari negeri-negeri
lain.
6. Kala-wisesa (th. 1.201 - 1.300): Banyak orang yang terhukum.
7. Kala-wisaya (th. 1.301 - 1.400): Banyak orang memfitnah.
III. JAMAN KALA-SANGARA dibagi menjadi :
1. Kala-jangga (th. 1.401 - 1.500): Banyak orang ulah kehebatan.
2. Kala-sakti (th. 1.501 - 1.600): Banyak orang ulah kesaktian.
3. Kala-jaya (th. 1.601 - 1.700): Banyak orang ulah kekuatan untuk tulang
punggung kehidupannya.
4. Kala-bendu (th. 1.701 - 1.800): Banyak orang senang berbantahan,
akhirnya bentrokkan.
5. Kala-suba (th. 1.801 - 1.900 ) : Pulau Jawa mulai sejahtera, tanpa
kesulitan, orang bersenang hati.
6. Kala-sumbaga (th. 1.901 - 2.000) : Banyak orang tersohor pandai dan
hebat.
7. Kala-surasa (th. 2.001 - 2.100): Pulau Jawa ramai sejahtera, serba
teratur, tak ada kesulitan, banyak orang ulah asmara.
Ramalan yang ditulis Jayabaya itu disetujui oleh pendeta Ali Samsujen,
kemudian sang pendeta pulang ke negerinya, diantar oleh Jayabaya dan putera
mahkotanya Jaya-amijaya di Pagedongan, sampai di perbatasan. Jayabaya
diiringi oleh puteranya pergi ke Gunung Padang, disambut oleh Ajar Subrata
dan diterima di sanggar semadinya. Sang Anjar hendak menguji sang Prabu
yang terkenal sebagai pejelmaan Batara Wisnu, maka ia memberi isyarat
kepada endang-nya (pelayan wanita muda) agar menghidangkan suguhan yang
terdiri dari :
1. Kunir (kunyit) satu akar
2. Juadah satu takir (mangkok
1. Bawang putih satu takir
dibuat dari daun pisang)
2. Kembang melati satu takir
3. Geti (biji wijen bergula) satu takir
3. Kembang seruni (serunai; tluki)
4. Kajar (senthe sebangsa ubi
satu takir
rasanya pahit memabokkan satu
batang)
Anjar Subrata menyerahkan hidangan itu kepada sang prabu. Seketika Prabu
Jayabaya menjadi murka dan menghunus kerisnya, sang Anjar ditikamnya
hingga mati, jenazahnya muksa hilang. Endangnya yang hendak laripun
ditikamnya pula dan mati seketika.
Sang putera mahkota sangat heran melihat murkanya Sang Prabu yang
membunuh mertuanya (Anjar Subrata) tanpa dosa. Melihat putera mahkotanya
sedih, sesudah pulang Prabu Jayabaya berkata dengan lemah lembut. "Ya
anakku putera mahkota, janganlah engkau sedih karena matinya mertuamu,
sebab sebenarnya ia berdosa terhadap Kraton. Ia bermaksud mempercepat
berakhirnya, para raja di tanah Jawa yang belum terjadi. Hidangan sang Ajar
menjadi perlambang akan hal-hal yang belum terjadi. Kalau ku-sambut
(hidangan itu) niscaya tidak akan ada kerajaan melainkan hanya para pendeta
yang menjadi orang-orang yang dihormati oleh orang banyak, sebab menurut
guruku Baginda Ali Samsujen, semua ilmu Ajar itu sama dengan semua
ilmuku".
Sang prabu anom bertunduk kepala memahami, kemudian mohon
penjelasan tentang hidangan-hidangan sang pendeta dalam hubungannya
dengan kraton-kraton yang bersangkutan, Sabda Prabu Jayabaya, "Ketahuilah
anakku, bahwa aku ini penjelmaan Wisnu Murti, berkewajiban mendatangkan

kesejahteraan kepada dunia, sedang penjelmaanku itu tinggal dua kali lagi.
Sesudah penjelmaan di Kediri ini, aku akan menjelma Malawapati dan yang
terakhir di Jenggala, sesudah itu aku tidak akan lagi menjelma di pulau Jawa,
sebab hal itu tidak menjadi kewajibanku lagi. Tata atau rusaknya jagad aku
tidak ikut-ikut, serta keadaanku sudah gaib bersatu dengan keadaan di dalam
kepala-tongkat guruku. Waktu itulah terjadinya hal-hal yang dilambangkan
dengan hidangan Sang Ajar tadi. Terdapat pada 7 tingkat kerajaan, alamnya
bergantian, berlainan peraturannya. Wasiatkanlah hal itu kepada anak cucumu
di kemudian hari".
Adapun keterangan tentang 7 (tujuh) kraton itu sbb:
I. Jaman Anderpati dalam jaman Kalawisesa, ibukotanya Pajajaran, tanpa
adil dan peraturan. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa emas.
Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan si Ajar berupa kunyit.
Lenyapnya kerajaan karena pertengkaran di antara saudara. Yang kuat
menjadi-jadi kesukaanya akan perang dalam tahun rusaknya negara.
II.
Jaman Srikala Rajapati Dewaraja, ibukotanya Majapahit, ada
peraturan negara sementara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil
berupa perak. Itulah diperlambangkan suguhan Ajar berupa juadah.
Dalam 100 th. Kraton itu sirna, karena bertengkar dengan putera sendiri.
III. Jaman Hadiyati dalam jaman Kalawisaya. Disanalah mulai ada hukum
keadilan dan peraturan negara, ibukota kerajaan di Bintara. Pengorbananpengabdian orang kecil berupa tenaga kerja. Itulah yang
diperlambangkan dalam suguhan berupa geti. Kraton sirna karena
bertentangan dengan yang memegang kekuasaan peradilan.
IV.
Jaman Kalajangga, bertakhtalah seorang raja bagaikan Batara,
ibukotanya di Pajang. Disanalah mulai ada peraturan kerukunan dalam
perkara. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa segala macam hasil
bumi di desa. Itulah yang diperlambangkan dalam suguhan Ajar berupa
kajar sebatang. Sirnanya kerajaan karena bertengkar dengan putera
angkat.
V.
Jaman Kala-sakti yang bertakhta raja bintara, ibukotanya Mataram.
Disanalah mulai ada peraturan agama dan peraturan negara.
Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa uang perak. Itulah yang
dilambangkan dalam suguhan Ajar berupa bawang putih.
VI. Jaman Kala-jaya dalam pemerintahan raja yang angkara murka, semua
orang kecil bertabiat sebagai kera karena sulitnya penghidupan,
ibukotanya di Wanakarta. Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa
uang real. Itulah lambang suguhan yang berupa kembang melati.
Kedudukan raja diganti oleh sesama saudara karena terjadi kutuk.
Hilanglah manfaat bumi, banyak manusia menderita, ada yang bertempat
tinggal di jalanan, ada yang di pasar. Sirnanya Karaton karena bertengkar
dengan bangsa asing.
VII.
. Jaman Kala-bedu di jaman raja hartati, artinya yang menjadi tujuan
manusia hanya harta, terjadilah Karaton kembali di Pajang-Mataram.
Pengorbanan-pengabdian orang kecil berupa macam-macam, ada yang
berupa emas-perak, beras, padi dsb. Itulah yang dilambangkan Ajar
dengan suguhannya yang berupa bunga serunai. Makin lama makin tinggi
pajak orang kecil, berupa senjata dan hewan ternak dsb, sebab negara
bertambah rusak, kacau, sebab pembesar-pembesarnya bertabiat buruk,
orang kecil tidak menghormat. Rajanya tanpa paramarta, karena tidak
ada lagi wahyunya, banyak wahyu setan, tabiat manusia berubah-ubah.
Perempuan hilang malunya, tiada rindu pada sanak saudara, tak ada
berita benar, banyak orang melarat, sering ada peperangan, orang pandai
kebijaksanaannya terbelakang, kejahatan menjadi-jadi, orang-orang yang
berani kurangajar tetap menonjol, tak kena dilarang, banyak maling
menghadang di jalanan, banyak gerhana matahari dan bulan, hujan abu,

gempa perlambang tahun, angin puyuh, hujan salah mangsa, perang rusuh, tak
ketentuan musuhnya.
Itulah semua perlambang si Ajar yang mengandung berbagai maksud
yang dirahasiakan dengan endangnya ditemukan dengan Prabu Jayabaya. Saat
itu sudah dekat dengan akhir jaman Kalabendu. Sirnanya raja karena
bertentangan dengan saingannya (maru=madu). Lalu datanglah jaman
kemuliaan raja.
Di saat inilah pulau Jawa sejahtera, hilang segala penyakit dunia, karena
datangnya raja yang gaib, yaitu keturunan utama disebut Ratu Amisan karena
sangat hina dan miskin, berdirinya tanpa syarat sedikitpun, bijaksanalah sang
raja. Kratonnya Sunyaruri, artinya sepi tanpa sesuatu sarana tidak ada sesuatu
halangan. Waktu masih dirahasiakan Tuhan membikin kebalikan keadaan, ia
menjadi raja bagaikan pendeta, adil paramarta, menjauhi harta, disebut Sultan
Herucakra.
Datangnya ratu itu tanpa asal, tidak mengadu bala manusia, prajuritnya
hanya Sirullah, keagungannya berzikir, namun musuhnya takut. Yang
memusuhinya jatuh, tumpes ludes menyingkir, sebab raja menghendaki
kesejahteraan negara dan keselamatan dunia seluruhnya.
Setahun bukannya dibatasi hanya 7.000 real tak boleh lebih. Bumi satu
jung (ukuran lebar. kl. 4 bahu) pajaknya setahun hanya satu dinar, sawah
seribu (jung?) hasilnya (pajaknya) hanya satu uwang sehari, bebas tidak ada
kewajiban yang lain. Oleh karena semuanya sudah tobat, takut kena kutuk
(kuwalat) ratu adil yang berkerajaan di bumi Pethikat dengan kali Katangga, di
dalam hutan Punhak. Kecepit di Karangbaya. Sampai kepada puteranya ia sirna,
karena bertentangan dengan nafsunya sendiri.
Lalu ada Ratu (raja) Asmarakingkin, sangat cantik rupanya, menjadi buah
tutur pujian wadya punggawa, beribukota di Kediri. Keturunan ketiganya pindah
ke tanah Madura. Tak lama kemudian Raja sirna karena bertentangan dengan
kekasihnya.
Lalu ada 3 orang raja disatu jaman, yaitu :
1. Ber-ibukota di bumi Kapanasan
2. Ber-ibukota di bumi Gegelang
3. Ber-ibukota di bumi Tembalang. Sesudah 30 th. mereka saling bertengkar,
akhirnya ketiganya sirna semua. Pada waktu itu tidak ada raja, para
bupati di Mancapraja berdiri sendiri-sendiri, karena tidak ada yang
dianggap (disegani).
Beberapa tahun kemudian ada seorang raja yang berasal dari sabrang
(lain negeri). Nusa Srenggi menjadi raja di Pulau Jawa ber-ibukota di sebelah
timur Gunung Indrakila, di kaki gunung candramuka. Beberapa tahun kemudian
datang prajurit dari Rum memerangi raja dari Nusa Srenggi, raja dari Nusa
Srenggi kalah, sirna dengan bala tentaranya. Para prajurit Rum mengangkat
raja keturunan Herucakra, ber-ibukota di sebelah timur kali opak, negaranya
menjadi lebih sejahtera, disebut Ngamartalaya. Sampai pada keturunanya yang
ke tiga, sampailah umur Pulau jawa genap 210 matahari. Ramalan di atas
disambung dengan "Lambang Praja" yang dengan kata-kata indah terbungkus
melukiskan sifat keadaan kerajaan kerajaan di bawah ini :
A. JANGGALA
A. PAJANG
B. PAJAJARAN
B. MATARAM KARTASURA
C. MAJAPAHIT
C. SURAKARTA
D. DEMAK
D. JOGJAKARTA.
Yang terakhir mengenai hal yang belum terjadi ialah :
1. Negara Ketangga Pethik tanah madiun
2. Negara Ketangga kajepit Karangboyo
3. Kediri
4. Bumi Kepanasan, Gegelang (Jipang), Tembilang (Dekat Tembayat)
5. Ngamartalaya

Perlu diterangkan bahwa tidak semua naskah Ramalan Jayabaya memuat


"Lambang Praja". Maka hal ini banyak menimbulkan dugaan, bahwa ini sebuah
tambahan belaka. Demikianlah pokok inti ramalan Jayabaya.

SUNAN KALI JAGA DAN PANEMBAHAN SENOPATI


MENGGUNCANG ISTANA DASAR SAMUDRA
setiap kehidupan yang mawana tentu mempunyai alamnya masing masing
baik itu kehidupan mahkluk didaratan diudara maupun dilautanmasing
masing dengan dunianya..(alamnya).tiadalah kita mengetahui ..bagaimana
hakekat dari suatu keadaan kehidupan mahkluk mahkluk tersebut tanpa kita
menyelami dan memasuki alam dari kehidupannya itu...didalam olah
kepribadian..diterangkan....jika hakekat seluruh alam adalah diri kita..maka
tiada yang diluar itumemahami yang dluar itu hakekatnya adalah memahami
yang di dalam diri ini...owah gingsirnya bathin kita sangat berpengaruh pada
kehidupan ARASY-mikro dan makro-kosmos ..jagad agung ..jagad alit..dialam
raya ini....menyelam sedalam dalamya kedalam samudra minang kalbu..yang
didalamnya terdapat beraneka ragam kehidupan mikro makro kosmos mahkluk
segenap sagung dumadimencebur kedalamnya dan luruh bagai menyatu
mampu lebur didalam setiap kehidupan..betapa kita semakin mampu mengenal
diri kita yang hakekatnya adalah hidup didalam semua kahanan...setiap
sesuatu yang nampak dihadapan kita ..hakekatnya gambaran pancaran wujud
dari sebagian pribadi kita yang nampak bagai bercermin didalam diri
CERMIN DIRI akan kembali memantulkan biasnya sesuai dengan owah
gingsirnya bathin kita...PANEMBAHAN SENOPATI.mencapai puncak sholatul
ilmi-nya..ketika beliau tafakur dan tadabur.terkenal dengan istilah SEDAKEP
SALUKU TUNGGAL.mencapai kehampaan diri dan menemukan hakekat hidup
yg sebener benernya tentang DIRI dan PRIBADI.yang mampu
mengguncang istana DASAR SAMUDRA BIRU

WAHYU PANEMBAHAN SENOPATI


Setelah bersemedi di tengah samudera pantai Parangritis memohon kepada
Gusti Allah agar dirinya diizinkan untuk menjadi raja di tanah jawa, Senopati
lalu berjalan di atas air menuju darat, jalannya bagaikan berjalan diatas tanah
saja hebatnya selama bersemedi ditengah samudera badannya tidak basah
walau diterjang ombak berkali-kali. Begitu dekat dengan bibir pantai alangkah
terkejutnya dia melihat Sunan Kalijaga berdiri disana. Dia lalu bersujud dan
memohon ampun karena telah berani menyombongkan diri dengan ilmunya
itu..
Sunan Kalijaga lalu berkata "Bangunlah hai putera Ki Gede Pamanahan,
janganlah menuruti kelemahan hati yang menyuarakan keserakahan,
enyahkanlah bisikan setan itu, bangkitlah hai murid Jaka Tingkir!". Senopati lalu
bangkit, Sunan Kalijaga kemudian bertanya padanya "apakah benar kau sangat

ingin menjadi raja yang menguasai tanah jawa ini?", Senopati mengangguk
perlahan, Sunan Kalijaga bertanya lagi "meskipun itu berarti kau harus
berhadapan dengan guru sekaligus ayah angkatmu Sultan Hadiwijaya dan
berperang dengan seluruh negeri Pajang yang selama ini menjadi negeri
tumpah darahmu dan tempat alamarhum ayahmu mengabdi?", Senopati lalu
menundukan kepalanya, tubuhnya berguncang, air matanya meleleh lalu pelan
berkata "Hamba selalu memohon petunjuk kepada Gusti Allah namun belum
mendapatkan petunjuknya, mungkin Gusti Allah memberikan petunjuknya
lewat Kanjeng Sunan", Sunan Kalijaga tersenyum lalu kembali membuka
mulutnya "Baiklah Senopati akan kuberikan pelajaran yang amat tinngi dari
Kanjeng Rasul untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat"..
Sunan Kalijaga menghela nafas sebelum memberikan wejangannya, lalu sambil
duduk diatas sebuah batu karang dia memulai wejangannya kepada Senopati
"Perang itu sesungguhnya hanyalah suatu alat penghancur untuk
menghilangkan kerusakan yang disebabkan oleh kebhatilan, diganti dengan
yang baru. Timbulnya suatu peradaban itu adalah karena perombakan dari
yang silam yang manusia rusak sendiri. Agama Islam lahir sebagai agama
penutup, tidak akan ada lagi agama yang diridhai oleh Gusti Allah selain Islam,
Kitab suci Al Qur'an lahir sebagai pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya
yaitu Taurat, Zabur, dan Injil. Memang sudah menjadi takdir Hyang Maha Kuasa
kalau semua pemeluk kitab sebelum Al Qur'an itu akan selalu memusuhi para
pemeluk agama Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara
para pemeluk Islam pun akan selalu muncul perbedaan, hal itu dikarenakan
terbatasnya daya berpikir manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap
takdir Illahi"..
Sambil memandang ke arah laut Sunan Kalijaga menyedekapkan tangannya
lalu melanjutkan ucapannya "Tanpa persengketaan manusia tidak akan
bergairah untuk hidup lebih maju. Tanpa perangpun semua mahluk akan
menemui ajal yang telah digariskan. Setelah itu diganti dengan manusia yang
baru untuk meneruskan sisa pekerjaan yang telah mati. Demikianlah
seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak berputar tak pernah diam,
demikian pula pikiran manusia setiap detik bergerak terus tak pernah berhenti.
Manusia sebagai tempat roh akan mengalami masa bayi, kanak-kanak, dewasa
sampai kemudian mati, bagi yang tawakal berserah diri kepada Gusti Allah
tidak akan goncang hatinya. Walaupun tidak perang, alam akan merusak dan
menghancurkan kehidupan agar manusia menjadi sadar, bahwa dia tak
berkuasa apa-apa di dunia ini. Pandanglah kehidupan di sekitar kesultanan
Pajang anakku, mereka itu adalah manusia-manusia yang tak menyadari
asalnya dan diperbudak oleh khayalan. Perjalan hidup manusia tidak bisa tetap,
bagaikan alam, ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah
sesuai kehendak Hyang Maha Kuasa. Usia hidup dialam ini kasar, ini tak
ubahnya seperti kedipan mata cepatnya bila dibandingkan dengan usia alam
yang berjuta-juta tahun. Oleh sebab itu terimalah segala derita ataupun semua
cobaan dengan ikhlas nerima kepada yang telah digariskan oleh Gusti Allah.".
Sunan Kalijaga lalu mengelus-elus jenggotnya "Atma atau roh itu tak dapat
dihancurkan dengan kekuatan apapun, tak dapat dilihat, tak dapat dipikirkan,
tak bisa berubah sifatnya. Tak bisa dibunuh walaupun jasad yang menjadi
tempatnya bersemayam dihancurkan. Semua makhluk pada permulaannya
tidak tampak, setelah melalui nafsu birahi antara pria dan wanita dia satukan,
barulah dibentuk dalam rahim. Setelah dilahirkan barulah nampak, semenjak
kecil hingga tua bangka, mereka tak menyadari bahwa mereka berasal dari tak
tampak yaitu tiada. Kematian menjadi momok ketakutan bagi yang tak
mengenal atmanya. Orang seringkali memperbincangkan tentang roh,

meskipun demikian hanya beberapa orang saja yang mengerti pada sifat abadi
itu. Ada dan tiada sama saja bagi siapa yang sesungguhnya mengetahui
sajatining kebenaran. Yang menguasai manusia dialam lahir ialah pancaindra,
sedangkan Atma adalah pendukung raga seluruhnya. Lahirnya pancaindra
setelah menjelma menjadi manusia, sedangkan atma sudah ada sebelum
manusia lahir kedunia. Tetapi janganlah menyekutukan atma dan pancaindra,
karena didalam pancaindra itu terdapat nafsu-pikiran, itikad perasaan dan akal.
Siapa yang beritikad baik pikirannyapun akan tenang, nafsunya dapat
terkendalikan, perasaannya akan lebih tajam, dan akalnyapun akan lebih
cerdas. Siapa yang dapat mengendalikan seluruh panca indranya dan
memusatkan akal budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada
Illahi, dialah yang akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi duniaakhirat. Illahi adalah yang tak ada habis-habisnya dan tertinggi yang
menciptakan alam semesta dengan segala isinya, Adhi Atma adalah roh suci
yang bersemayam dalam diri manusia, setan adalah nafsu negatif yang
menimbulkan nafsu keduniawian. Siapa yang mengingat bahwa Gusti Allah
adalah yang paling esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui kebenaran..
Deru ombak menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin pasang, namun
Sunan Kalijaga meneruskan wejangannya " Orang yang sempit pikirannya
menganggap Illahi itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan Illahi itu
omong kosong belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada dimana-mana
dalam segala bentuk dan kekal sifatnya yang memberikan daya berpikir pada
seluruh manusia. Bukan Ilmu ataupun kesaktian fisik yang bisa menuntun
kejalan yang manunggal di Jalan Illahi, karena ilmu tanpa disertai budi, dan
kesaktian lahir adalah kesombongan dan kemurkaan. Dia yang beriman,
bertaqwa, dan bertawakal kepadanya dan berikhtiar mempersatukan dia
dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan menyebarkan ajaran Illahi dia
akan mencapai sifat yang diridhai Gusti Allah untuk menjadi Khalifah Umatnya.
Apa yang disebut prikebajikan adalah rendah hati, jujur, sabar, dapat
melepaskan pikiran dan hawa nafsu keduniawian, dan tidak menyimpan
kebencian. siapa yang melihat bahwa benda yang saling bunuh dan bukan
rohnya, siapa yang mengakui segala yang terjadi akibat kesalahannya sendiri
dialah yang nerima. Bangkitlah engkau Senopati anakku! Kalahkanlah semua
musuh-musuhmu! Karena engkau adalah alat untuk melenyapkan angkara
murka dan membentuk kehidupan yang baru di tanah jawa ini! .
Sesungguhnya tanpa peranmu pun orang-orang Pajang yang berlindung
dibawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya sudah mati, karena diliputi oleh benci
dan dendam. Mereka orang-orang yang berlindung dibawah kekuasaan Sultan
Hadiwijaya untuk melampiaskan hasrat serakahnya seperti serigala-serigala
yang terkurung api, sebentar lagi hangus terbakar. Janganlah bersedih hati
menghadapi ujian ini Senopati, semua yang kukatakan ini adalah Ilapat dari
Gusti Allah demi memberimu petunjuk atas permohonanmu kepada Gusti Allah
siang dan malam, wahyu keprabon untuk memimpin umat di tanah jawa ini
telah berpindah dari Sultan Hadiwijaya kepadamu karena Pajang telah rusak
oleh orang-orang yang serakah. Namun ketahuilah Mataram akan berumur
pendek dari mulai engkau, anak dan cucumu, cucumu akan menjadi raja yang
sangat kaya, mataram akan mencapai puncak kejayaannya, namun Mataram
akan rusak oleh cicitmu karena bersekutu dengan orang-orang asing bertubuh
tinggi-besar, berkulit putih, berambut seperti rambut jagung yang akan
menyengsarakan seluruh umat di tanah jawa ini. kerusakan Mataram akan
ditandai dengan muculnya bintang kemukus setiap malam, sering terjadi
gerhana matahari dan gerhana bulan, Gunung Merapi sering bergolak
dahsyat"..

Senopati mengangkat kepalanya "Yang kanjeng Sunan wejangkan benar-benar


meresap dalam sanubariku, hamba bersyukur ternyata Gusti Allah
mengabulkan permohonan Hamba dan alamarhum ayahanda. Namun yang
belum saya mengerti mengapa di jagat ini begitu banyak aliran kepercayaan?
Sunan Kalijaga Menjawab " Sumbernya hanya satu seperti sumber air gunung
yang sangat bersih tanpa ada kotoran mengalir kebawah. Lalu beranak sungai
dihulu, dialirkan kesetiap arah untuk dipergunakan macam-macam keperluan
seperti minum, mencuci, mengairi sawah, dan lain-lain sehingga kotor sulit
dibersihkan kembali. Begitupun pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja
Allah SWT dia akan pergi kepada Gusti Allah, siapa yang memuja Dewa dia
akan pergi kepada Dewa, siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin,
siapa yang memuja Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya. Namun tetaplah
semua akan kembali kepada satu sumbernya yaitu sang maha pencipta Gusti
Allah SWT, La Illa Haillallah tiada tuhan selain Allah. Ada pula orang-orang yang
menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada Illahi, Namun dibalik hatinya ia
meminta kembalinya yang lebih besar, itu namanya murka, ada orang yang
berpura-pura memuja Illahi namun mengharapkan upah, dia tidak akan sampai
kepada Illahi. Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah beraneka ragam hasil
pengertian akal tanpa budi, iman, dan Taqwa. Tidak demikian dengan orang
yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju mencari sumbernya. Dia
tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi yang tercipta dari
setan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dia akan senantiasa tenang, karena
ia sadar bahwa semua pergolakan disebabkan oleh setan. Bagaikan orang yang
berjalan di lorong gelap gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang
berserah diri kepada Gusti Allah SWT"..
Senopati lalu bangun, Sunan Kalijaga lalu mengajaknya pulang ke Kota Gede
"Mari anakku aku ingin melihat rumahmu dan kota yang telah engkau bangun",
Senopati menjawab "Mari kanjeng Sunan". Setelah sampai Sunan Kalijaga
memerintahkan Senopati untuk memagari rumahnya dan membangun tembok
dari batu bata disekitar Kota Gede dengan memberi petunjuk lewat air doanya
"Senopati anakku, bila kelak engkau hendak membangun tembok benteng Kota
Gede ikutilah tempat dimana aku mengikuti air tadi, nah selamat tinggal
anakku, aku hedak pulang ke Kadilangu". Senopati lalu membangun tembok
kota mengikuti saran yang Sunan Kalijaga sampaikan. Wejangan itupun
diresapinya hingga kelak tiba saatnya ia menjadi raja sekaligus penyebar
agama islam di tanah jawa ini..
PUPUH II
SINOM
01
Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa
brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing sesama.
(Contohlah perbuatan yang sangat baik, bagi penduduk di tanah Jawa,
dari seorang tokoh besar Mataram, Panembahan Senopati, berusaha
dengan kesungguhan hatinya, mengendapkan hawa nafsu, dengan
melakukan olah samadi, baik siang dan malam, mewujudkan perasaan
senang hatinya bagi sesama insan hidup)
02

Samangsane pesasmuan, mamangun martana martani, sinambi ing saben


mangsa, kala kalaning asepi, lelana teki-teki, nggayuh geyonganing kayun,
kayungyun eninging tyas, sanityasa pinrihatin, puguh panggah cegah dhahar,
lawan nendra.
(Saat berada dalam pertemuan, untuk memperbincangkan sesuatu hal
dengan kerendahan hati, dan pada setiap kesempatan, di waktu yang
luang mengembara untuk bertapa. Dalam mencapai cita-cita sesuai
dengan kehendak kalbu, yang sangat didambakan bagi ketentraman
hatinya. Dengan senantiasa berprihatin, dan memegang teguh
pendiriannya menahan tidak makan dan tidak tidur.)
03
Saben nendra saking wisma, lelana laladan sepi, ngisep sepuhing supana, mrih
pana pranaweng kapti, titising tyas marsudi, mardawaning budya tulus, mese
reh kasudarman, neng tepining jala nidhi, sruning brata kataman wahyu
dyatmika.
(Setiap kali pergi meninggalkan rumah (istana), untuk mengembara di
tempat yang sunyi. Dengan tujuan meresapi setiap tingkatan ilmu,
agar mengerti dengan sesungguhnya dan memahami akan maknanya,
Ketajaman hatinya dimanfaatkan guna menempa jiwa, untuk
mendapatkan budi pikiran yang tulus, Selanjutnya memeras
kemampuan (acara untuk mengendalikan pemerintahan, dengan
memegang teguh pada satu pedoman) agar mencintai sesama insan.
(Pengerahan segenap daya olah semedi) dilakukannya di tepi
samudra. Dalam semangat bertapanya, yang akhirnya mendapatkan
anugerah Illahi, dan terlahir berkat keluhuran budi)
04
Wikan wengkoning samodra, kederan wus den ideri, kinemat kamot hing driya,
rinegan segegem dadi, dumadya angratoni, nenggih Kanjeng Ratu Kidul, ndedel
nggayuh nggegana, umara marak maripih, sor prabawa lan Wong Agung
Ngeksiganda.
(Setelah mengetahui yang terkandung dalam samudra, dengan
berjalan mengelilingi sekitarnya, merasakan kesungguhan yang
terkandung di dalam hatinya. Untuk dapat digenggam, sehingga
berhasil menjadi raja. Tersebutlah Kanjeng Ratu Kidul keluar
menjulang mencapai angkasa, mendekati datang menghadap dan
memohon dengan suara halus, karena kalah wibawa dengan tokoh
besar dari Mataram)
05
Dahat denira aminta, sinupeket pangkat kanci, jroning alam palimunan, ing
pasaban saben sepi, sumanggem anjanggemi, ing karsa kang wus tinamtu,
pamrihe mung aminta, supangate teki-teki, nora ketang teken janggut suku
jaja.
((Kanjeng Ratu Kidul) memohon dengan sangat, untuk dapat
mempererat hubungan dalam kedudukannya di alam ghaib. Pada saat
sedang mengembara di tempat yang sunyi, ia selalu bersedia dan
tidak akan ingkar janji, terhadap kehendak (Kanjeng Senopati) yang
telah ditentukannya. Yang diharapkannya hanyalah memohon ridhoNYA berkat olah tapanya, meskipun harus bersusah payah
membanting tulang.)

06
Prajanjine abipraja, saturun-turun wuri, Mangkono trahing ngawirya, yen
amasah mesu budi, dumadya glis dumugi, iya ing sakarsanipun, wong agung
Ngeksiganda, nugrahane prapteng mangkin, trah tumerah darahe pada
wibawa.
((Kanjeng Ratu Kidul) berjanji dan berikrar, bahwa hingga
keturunannya (Kanjeng Panembahan Senopati) kelak dikemudian hari.
Demikianlah keturunan bangsawan besar, bila sedang menempa diri
untuk mencapai kesempurnaan budi/batin. Tentu akan berhasil dan
cepat terkabul, apa saja yang dikehendakinya. Tokoh besar Mataram,
anugerahnya masih tampak hingga kini, Turun temurun keturunannya
mulia dan berwibawa.)
07
Ambawani tanah Jawa, kang padha jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan
lyan trahing Senapati, pan iku pantes ugi, tinelad labetanipun, ing
sakuwasanira, enake lan jaman mangkin, sayektine tan bisa ngepleki kuna.
(Yang memerintah di tanah Jawa menjadi raja, para ksatria yang
melebihi daripada yang lain. Mereka tidak lain adalah keturunan
Panembahan Senopati, yang pantas untuk dijadikan panutan dalam
perbuatan baiknya. Disesuaikan dengan kemampuannya, pada
keadaan yang akan datang. Sesungguhnya memang tidak akan dapat
menyamai keadaan pada masa lalu.)
08
Luwung kalamun tinimbang, ngaurip tanpa prihatin, Nanging ta ing jaman
mangkya, pra mudha kang den karemi, manulad nelad Nabi, nayakeng rad
Gusti Rasul, anggung ginawe umbag, saben saba mampir masjid, ngajap-ajap
mukjijat tibaning drajat.
(Meskipun tidak memuaskan tapi masih lebih baik bila dibandingkan,
dengan yang hidupnya tanpa laku prihatin. Namun pada jaman yang
akan datang, yang digemari para anak muda, hanya sekedar meniru
perbuatan Nabi. Rasulullah (yang ditetapkan oleh Tuhan) sebagai
panutan dunia, selalu dijadikan sandaran menyombongkan diri. Setiap
singgah ke masjid, mengharapkan mukjizat dapat derajat (kedudukan
tinggi).)
09
Anggung anggubel sarengat, saringane tan den wruhi, dalil dalaning ijemak,
kiyase nora mikani, katungkul mungkul sami, bengkrakan neng masjid agung,
kalamun maca kutbah, lelagone dhandhanggendhis, swara arum ngumandhang
cengkok palaran.
(Terus menerus tiada hentinya mendalami masalah syari'at, tanpa
mengetahui inti sarinya. Ketentuan yang dijadikan sandaran peraturan
di dalam agama Islam. Serta suri tauladan dari masa lampau yang
dapat dipergunakan untuk memperkuat suatu hukum, dengan
bertingkah laku berlebihan di dalam masjid agung. Bila berkhotbah
seperti sedang nembang Dhandhanggula, suaranya berkumandang
mengalun dengan cengkok Palaran.)
10
Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan

panjangkah, wateke tak betah kaki, Rehne ta sira Jawi, satitik bae wus cukup,
aja ngguru aleman, nelad kas ngepleki pekih, Lamun pungkuh pangangkah
yekti karamat.
(Bila engkau memaksakan diri meniru ajaran, yang dilaksanakan
Kanjeng Nabi. Oh anakku! Terlalu jauh jangkauan langkahmu, dari
dasar kepribadianmu tidak akan tahan uji, nak! Karena engkau adalah
orang Jawa, sedikit saja sudah cukup. Janganlah berkeinginan
mendapat pujian, lalu meniru perbuatan layaknya orang fakih. Asalkan
engkau tekun dalam mengejar cita-citamu pasti akan mendapatkan
rahmat pula.)
11
Nanging enak ngupa boga, rehne ta tinitah langip, apa ta suwiteng Nata, tani
tanapi agrami, Mangkono mungguh mami, padune wong dhahat cubluk, durung
wruh cara Arab, Jawaku bae tan ngenting, parandene pari peksa mulang putra.
(Alangkah baiknya mencari nafkah, karena telah ditakdirkan hidup
miskin, lebih baik mengabdi pada raja, untuk bertani atau berdagang.
Demikianlah menurut pendapatnya, dan menurut pendapat orang
yang sangat bodoh, serta belum mengerti bahasa Arab. Sedangkan
pengetahuan tentang bahasa Jawa saja tidak tamat, walaupun
demikian tetap memaksakan diri mengajar anak-anaknya.)
12
Saking duk maksih taruna, sadhela wus anglakoni, aberag marang agama,
maguru anggering kaji, sawadine tyas mami, banget wedine ing besuk,
pranatan ngakir jaman, Tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sembahyang gya
tininggalan.
(Karena ketika masih muda dulu, walaupun hanya sebentar pernah
mengalami perasaan tertarik pada soal agama. Bahkan berguru juga
tentang ibadah haji, rahasianya yang menjadi pendorong utama
terhadap maksud hati. Sangatlah takut pada ketentuan, yang berlaku
pada akhir jaman kelak. Namun belajarnya belum sampai selesai telah
terburu mengabdi, bahkan acapkali tidak sempat bersembahyang
karena sudah dipanggil majikan.)
13
Marang ingkang asung pangan, yen kasuwen den dukani, abubrah bawur tyas
ingwang, lir kiyamat saben hari, bot Allah apa gusti, tambuh-tambuh solah
ingsun, lawas-lawas graita, rehne ta suta priyayi, yen mamriha dadi kaum
temah nista.
((Menghadap) kepada orang yang memberi nafkah, bila terlalu lama
datangnya pasti mendapat marah. Sehingga membuat kacau balau
perasaan hati, layaknya kiamat setiap hari. Apakah berat kepada
Tuhan atau rajanya. Tingkah perbuatannya menjadi ragu-ragu, lama
kelamaan terpikir di dalam hati. Karena terlahir sebagai anak seorang
terhormat, bila ingin menjadi penghulu tentulah tidak pantas.)
14
Tuwin ketib suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya angantepana,
pranatan wajibing urip, lampahan angluluri, aluraning pra luluhur, kuna
kumunanira, kongsi tumekeng semangkin, Kikisane tan lyan among ngupa
boga.

(Demikian pula untuk menjadi khotib atau juru agama, juga tidak
patut karena tidak punya wewenang jabatan tersebut. Lebih baik
berpegang teguh, pada ketentuan kewajiban hidup. Menjalankan adat
istiadat leluhur, sesuai dengan yang dijalankan oleh para leluhur, sejak
jaman dahulu kala hingga kini. Keputusannya tidak lain hanyalah
mencari nafkah hidup)
15
Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip, uripe tan tri prakara,
wirya, arta, tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing
janma, aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara.
(Salahnya sendiri jika tidak memerlukan sesuatu, yang patut menjadi
pegangan hidup. Kehidupan yang patut dilengkapi dengan tiga macam
syarat, ialah kekuasaan, harta, dan kepandaian. Bila sampai terjadi
sama sekali tidak memiliki, salah satu dari tiga syarat tersebut,
akhirnya akan menjadi orang yang tidak berguna, dan masih berharga
daun jati yang sudah kering. Akhirnya hina papa menjadi pengemis,
yang pergi tidak tentu arah tujuannya.)
16
Kang wus waspada ing patrap, mangayut ayat winasis, wasana wosing
Jiwangga, melok tanpa aling-aling, kang ngalingi kaliling, wenganing rasa
tumlawung, keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa
tapaking Hyang Sukma.
(Yang telah arif bijaksana melaksanakannya, dalam merangkum tandatanda kebesaran Tuhan yang terdapat di alam semesta. Pada akhir inti
jiwanya, akan tampak jelas tanpa dihalangi tabir. Maka jiwa pun
terbuka dengan jelas, hingga tampak jelas dari jauh seluruh peredaran
jaman. Hingga seolah-olah tidak terbatas dan bertepi. Demikianlah
yang dapat dikatakan bertapa dengan cara berserah diri secara
mutlak ke haribaan kebesaran Tuhan.)
17
Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala
mangsa,masah amemasuh budi, lahire den tetepi, ing reh kasatriyanipun, susila
anor raga, wignya met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama.
(Demikianlah insan yang telah mencapai tingkat utama, yang
kebiasaannya menyatu di tempat yang sunyi. Serta setiap saat
berulangkali mempertajam olah budinya, dan sikap lahiriyahnya tetap
berpegang, pada ketentuan jiwa ksatrianya yang rendah hati. Serta
tahu benar menyenangkan hati sesama insan, dan sudah tentu dapat
dikatakan insan yang serba baik, serta senang sekali pada ajaran
agama.)
18
Ing jaman mengko pan ora, arahe para turami, yen antuk tuduh kang nyata,
nora pisan den lakoni, banjur njujurken kapti, kakekne arsa winuruk,
ngandelken gurunira, pandhitane praja sidik, tur wus manggon pamucunge
mring makrifat.
(Pada masa mendatang tidaklah demikian adanya, gejala yang timbul
pada kawula mudanya. Bila mendapat petunjuk yang benar, sama
sekali tidak mengindahkannya. Selalu menuruti kehendak hatinya

sendiri, bahkan kakeknya pun hendak digurui. Dengan mengandalkan


gurunya, seorang pandita pejabat kerajaan yang arif bijaksana, serta
memahami benar tembang Pucung yang mengarah pada uraian
ma'rifat.)

SERAT NITI MANI


Dalam budaya Jawa norma serta aturan dalam melakukan hubungan seksual
diturunkan oleh orang Jawa melalui ajaran kepada keturunannya baik dalam
betuk lisan atau tertulis. Dalam bentuk tertulis ajaran tersebut tertuang dalam
karya sastra yang telah ada sejak zaman dulu. Karya-karya sastra yang
mengangkat tema asmaragama antara lain : 1. Serat Gatholoco. 2. Serat
Damogandhul. 3. Suluk Tambangraras (Serat Centhini). 4. Serat Nitimani. Dalam
budaya Jawa diajarkan bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang baik maka
proses awal penciptaan juga harus baik dan dengan restu Tuhan sebagai Sang
Maha pencipta. Demikian pula dengan proses hubungan seksual yang tujuan
utamanya adalah menghasilkan keturunan. Untuk mendapatkan keturunan
yang baik dalam segala hal, kehadirannya di sunia ini haruslah melalui niat
awal yang baik serta proses hubungan seksual yang benar dan tepat. Untuk
dapat berhubungan seksual dengan baik maka dibutuhkan pengetahuan
mengenai segala hal tentang seks. Pengetahuan mengenai hubungan seksual
sangat dibutuhkan karena akan berhubungan dengan kehidupan selanjutnya.
Jika prosesnya sudah salah, maka akibat yang ditimbulkan akan buruk, bukan
hanya bagi anak yang dihasilkan tetapi bagi keseimbangan serta keselarasan
kehidupan ini. Kesalahan dalam proses berhubungan seksual dalam budaya
Jawa dikenal dengan istilah kama salah. Maka untuk mencegah terjadinya kama
salah manusia harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tata cara
hubungan seksual. Dengan pengetahuan yang memadai maka diharapkan
orang dapat berpikir lebih jauh mengenai hubungan seksual sehingga tidak
melakukannya dengan sembarangan karena akibatnya sangat fatal bagi
keberlangsungan hidup umat manusia dan keselarahan hubungannya dengan
alam sekitar tempat manusia hidup. Akibat yang fatal tersebut muncul pada
keadaan masyarakat sekarang dimana banyak orang mulai melakukan
hubungan seks tanpa mengindahkan norma serta etika yang berakibat pada
munculnya
masalah-masalah
dalam
kehidupan
masyarakat
seperti
pemerkosaan, semakin banyak anak-anak terlantar hingga terjadinya
peningkatan kriminalitas. Dalam kasanah budaya Jawa terdapat ajaran atau
pedoman moral, nilai dan kaidah bagaimana cara melakukan hubungan seks
yang benar dan tepat, sebagaimana dalam Serat Nitimani berikut cuplikancuplikan yang berkaitan dengan Ajaran dimaksud : Lamun tandhing, marsudya
ing tyas ening, namrih ering, kang supadi tan kajungking. (pupuh 2) Apabila
sedang bertanding, usahakanlah hati tetap hening, agar konsentrasi tetap
terjaga, supaya tidak terkalahkan. Yang dimaksud dengan bertanding dalam
hal ini adalah analogi dari persetubuhan. Yen sembrana, den prayitna sampun
lena, lamun ina, sayek amanggih weda. (pupuh 2) Apabila ceroboh, waspadalah
jangan sampai lengah, sungguh sangat menyakitkan. Kata ceroboh maksudnya
adalah dalam konteks persetubuhan agar tetap waspada di dalam melakukan
hubungan seksual sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.
Lamun cuwa, sampun kawis careng netya, wrananana, ing suka dhanganing
karsa, kang supadya, datan manggih dirgama. (pupuh 2) Apabila tidak puas,
janganlah terlihat di wajah, tutupilah, dengan wajah yang ceria, agar supaya,
tidak mendapat kesulitan. Tidak puas yang dimaksud disini, masih dalam
konteks hubungan seksual yaitu keadaan dimana salah satu pihak belum
mencapai titik kepuasan atau orgasme. Lamun gela, jroning nala sampu daga,
sengadiya, langkung condong ing wardaya, pamrihira, kang pinanduk tan
legawa. (pupuh 2) Apabila kecewa, janganlah membrontak dalam hati, niatilah,
untuk lebih berlapang dada, dengan harapan, agar ketidakpuasan tidak
berlarut-larut. Kecewa dalam ungkapan ini masih dalam konteks hubungan
seksual dan tidak mencapai kepuasan. Lamun lingsem, ing gunem aja
katingkem, lamun amem, yekti katara ing klecem. (pupuh 2) Apabila terjerat
rasa malu, janganlah membisu, karena bila berdiam diri, niscaya akan terlihat
di wajah. Ketika seorang laki-laki mengalami kegagalan di dalam berhubungan
seksual karena hal-hal tertentu, maka disitulah dia akan merasa sangat malu.

Lamun harda, sampun dadra murang krama, mrih widada, pakartine kang
utama. (pupuh 2) Apa bila punya keinginan, janganlah lepas kendali menerjang
etika, agar selamat, utamakanlah sikap luhur. Keinginan maksudnya adalah
dalam hal ingin melakukan hubungan seksual maka jangan sampai lepas
kendali, harus tetap memperhatikan etika. Yen anglaras, penggagas aja sampun
kabrangas, dimen awas, ing pamawas datan tiwas. (pupuh 2) Jika sedang
menikmati sesuatu, janganlah kesadaran terlena, agar tetap siaga,
kewaspadaan tak akan tiwas. Maksudnya adalah jika sedang berada dalam
kenikmatan berhubungan seksual, kewaspadaan dan kesadaran diri haruslah
tetap dijaga, supaya tidak menemui tiwas atau maut. Yen cecegah, den betah
gonira ngampah, nganggah-anggah, yeku pakarti luamah. (pupuh 2) Selama
mengendalikan diri, bersabarlah menahan hawa nafsu, lepas diri tanpa kendali,
merupakan prilaku serakah. Orang harus belajar mengendalikan nafsunya
(nafsu dalam konteks ini adalah nafsu birahi) agar tidak kelepasan sehingga
menyebabkan sesuatu yang tidak baik. Wanita punika, upami papan badhe
pandhedhering wiji, saestunipun kedah milih ingkang prayogi. (pupuh 3)
Peranan wanita itu ibarat lahan untuk menabur benih, sehingga haruslah
memilih lahan yang bagus. Dalam melakukan hubungan seksual, maka
haruslah dicamkam bahwa hasil dari perbuatan itu adalah adanya sesuatu
mahkluk baru sehingga tidak boleh dilakukan sembarangan dan
pasanganyapun harus dipilih baik-baik. Para sujanma priya yen badhe amilih
dhateng wanodya, kaagem pantesing pala krami, anyeplesana dhateng
suraosing tetembungan tiga : bobot, bebet, bibit. (pupuh 3) Kaum Pria yang
bermaksud memilih sorang wanita untuk dinikahi, hendaknya memperhatikan
tiga hal : bobot, bebet, bibit. Untuk mempersiapkan keturunan yang baik, maka
harus juga dicari pasangan (wanita) yang baik dan memenuhi criteria-kriteria
tertentu. Dalam budaya Jawa, ada tiga hal paling penting yang harus
diperhatikan yaitu ; bibit, bebet, dan bobot. Ingkang rumiyin tembung bobot,
pikajengipun amiliha wanita ingkang asli. (pupuh 3) Pertama kata bobot,
maksudnya pilihlah wanita sejati. Wanita, ingkang badhe kapendhet wau
amiliha darah ing supudya... (pupuh 3) Wanita yang kita pilih hendaklah
seorang wanita yang memiliki garis keturunan orang-orang terpilih...Pramila
anitik sarasilah darajatin bapa, ing sapanginggil, gerbanipun, sinten manungsa
ingkang winahyu, sayekti awit saking rahayuning batos, dene rahayuning batos
punika terkadang kapinujon, asring pinareng tumus mahanani dhateng
wewatekaning atmajanipun. (pupuh 3) ... sehingga cara paling mudah ditempuh
adalah dengan melihat garis silsilah leluhur sang ayah, karena wahyu
cenderung jatuh pada orang-orang yang memiliki keseimbangan batin, dan
keseimbangan olah batin tersebut biasanya mampu menurun pada sang anak.
Ing sapunika kula dumugekaken tembung bibit, pikajengipun, tumrap dhateng
wanita ingkang badhe kapendet wau, amiliha ingkang sae warninipun saha
ingkang kathah kasagedanipun. (pupuh 3) Sekarang sampai pada istilah bibit,
maksudnya, wanita yang akan dipilih, hendaklah yang rupawan sekaligus
memiliki banyak ketrampilan. ... Kadosta manising ulat, indah ayuning warni,
dhemes prigeling solah, punika among kangge minangka sarana amemalat
dhateng thukuling sesenenganipun para priya, pramila lajeng wonten
pralambang tembung paribasan : bebukaning pala krami dudu banda dudu
rupa amung ati pawitane, tegesipun dudu banda punika sanes kasugihanipun
raja brana, dudu rupa tegesipun sanes ayu indahing warni, ingkang
binasdakaken condong utawi jodho. (pupuh 3) ... kecantikan fisik seringkali
hanya didudukkan sebagai wahana kepuasan kaum laki-laki, oleh karena itu
ada peribahasa : bebukaning pala krami dudu banda dudu rupa amung ati
pawitane, (permulaan pernikahan bukan harta benda dan rupa, hanyalah hati
sebagai titik awal keberangkatan). Yang dimaksud bukan harta adalah bukan
kekayaan, sedangkan bukan rupa adalah bukan kecantikan wajah, yang
kemudian disebut sebagai jodoh. Untuk mengesahkan suatu hubungan seksual,
maka pasangan haruslah melewati tahap pernikahan. Pernikahan tersebut

menyatukan dua pribadi yaitu laki-laki dan wanita dalam ikatan yang abadi.
Supaya tidak mengalami penyesalan, maka pernikahan haruslah didasari
dengan hati sesuai dengan peribahasa tersebut, meskipun ada faktor-faktor lain
yang juga harus menjadi bahan pertimbangan. Punika amung dumunung
wonten seneng parenging panggalih, runtut utawi rujuk kalih-kalihipun,
temahan sami angrumentah ing bapak kaliyan anak, dene panganggepe bapa
binasakaken kencana wingka, pikajengipun tembung makaten wau tur
kawujudanipun warni wingka, katon warni kencana. (pupuh 3) Hal itu hanyalah
terdapat pada kecocokan hati, kesesuaian dan keharmonisan antara keduanya,
hingga kemudian menumbuhkan kasih sayang antara ayah dan anak, sayang
ayah lantas mengiaskan sebagai kencana wingka, maksud dari ungkapan
tersebut adalah meskipun kenyataan wujudnya berupa wingka (loyang) namun
tampak seperti kencana (emas). Dalam memandang pasangan hidupnya,
perlulah diingat ungkapan kencana wingka. Walaupun wujudnya hanyalah
loyang, akan tetapi tampak seperti emas. Jadi meskipun pasangan hidup
tidaklah mempunyai rupa yang sempurna, akan tetapi haruslah bisa dilihat
kecantikan yang terpencar dari hatinya. Pala krami punika terang yen
gumantung wonten ing kasenenganing priya pyambak-piyambak, dene
kasenengan wau boten kenging katemtokaken, liripun makaten kadosta indah
ayuning warna boten tentu ndadosaken kasenenganing priya. (pupuh 3)
Perkawinan itu hanyalah berdasarkan kesenangan pribadi kaum lelaki masingmasing, sedangkan rasa sukanya tidak dapat ditentukan, artinya kecantikan
wajah ternyata belum tentu menimbulkan rasa cinta kaum priya. Perkawinan
merupakan atau ikatan yang sakral, sehingga untuk melaksanakannya harus
dicari pasangan yang benar-benar tepat. Artinya, tidak bisa dilihat hanya dari
fisiknya saja. Supados angatos-atos ing pamilihipun, karana menggah
dununging wanita punika tumrapipun dhateng priya, binasakaken amung,
swarga nunut liripun makaten yen pinuju saged mimbuhi dhateng seneng tuwin
asringing prajanipun, yen pinuju lepat ing pamililipun mangka angsal wanita
ingkang ambeg durta, tegesipun pawestri ingkang awon kelakuwanipun punika
badhe saged narik damel sangsaraning priya. (pupuh 3) Berhati-hatilah dalam
memilih, sebab kedudukan wanita bagi kaum priya diibaratkan swarga nunut
maksudnya adalah tatkala hidupnya diliputi kebahagian, posisi wanita seolah
hanya sebagai pelengkap hiasan kebahagiaan tersebut, sedangkan bila sang
priya salah memilih, artinya wanita yang didapat bukan tergolong wanita baik,
maka akan menimbulkan kesengsaraan bagi si pria itu sendiri. Bagian ini
adalah sikap manusia Jawa dalam hal kedudukan wanita bagi kaum pria dalam
hal rumah tangga (termasuk didalamnya urusan hubungan seksual) yaitu
diibaratkat swarga nunut neraka katut yaitu jika suami memberikan hal-hal
yang baik maka sang wanita juga pasti akan menikmati segala hal yang baik
juga. Pramila saderengipun kapendhet garwa sasaged-saged kapratitisna ing
pamilihipun, awit bilih sampun kalajeng rumentah ing sih kawelasan tuwin
katresnan, saestu awrat ing pambiratipun, temahan badhe ngengetaken
dhateng tumempuhing kasangsaran. (pupuh 3) Oleh karena itu sebelum
menentukan pilihan terhadap pasangan hidup hendaklah berhati-hati dalam
memilih, karena bila terlanjur maka cukup sulit mengatasinya, akhirnya malah
sering menimbulkan ketidakbahagiaan. Jika ingin berhubungan seksual,
alangkah baiknya jika pasangan sudah terikat dalam ikatan pernikahan, dan
karena sifatnya yang sakral maka diharapkan jangan sampai salah memilih
serta berhati-hatilah karena dampaknya sangat besar bagi kelanjutan
kehidupan. ... wanodya ingkang indah ing warni, sarta pantes ing solah bawa
lan ambeg tepa ing rasa, tuwin dana ing tepa utawi ingkang temen tobatipun
rila dhateng ing atasing kasaenan, sabab kalakuwaning wanodya ingkang
mekaten wau watak lajeng kasaenan sarta kinurmatan ingkang kakung, awit
pambekaning wanita ingkang makaten punika angrabasa dhateng bedudhening
priya ingkang lajeng saged nukulaken dumateng rumentahing kawelasan tuwin
katresnan. (pupuh 3) ... wanita yang cantik baik lahir maupun batin, wanita

yang demikianlah yang dihormati oleh setiap laki-laki. Seorang wanita dengan
modal kecantikan lahir batin sesungguhnya akan mampu meruntuhkan dinding
hati laki-laki yang ada di hadapannya akan bertekuk lutut menyerahkan
segenap cinta dan kasih sayangnya. Budaya Jawa memandang tinggi posisi
wanita. Ada suatu sikap dalam hal memandang seorang wanita yaitu dari
kecantikannya, bukan hanya dari segi fisik tetapi juga dari kecantikan hatinya
(cantik lahir dan batin), dan wanita yang memiliki kecantikan lahir dan batin
itulah yang menjadi istri dambaan setiap pria untuk menjadi pasangan
hidupnya. Tepa ing rasa (rasa tepa) punika pikajengipun sageda sumingkir
saking lumuh tuwin rikuh ing liyan, sabab yen boten kadunungan tepa ing rasa
(rasa tepa) wau sok ngawontenaken watak iren tuwin meren, ingkang
pandukipun lajeng direngki. (pupuh 3) Tepa ing rasa maksudnya mampu
menghindarkan diri dari sikap benci terhadap orang lain, karena jika tidak
memiliki sifat tersebut terkadang menimbulkan watak iri yang ujungnya adalah
kedengkian. Dalam konteks pengajaran mengenai seks, hal yang paling penting
utama untuk diperhatikan adalah bagaimana cara memilih wanita yang baik
agar kehidupan rumah tangga beserta seluruh aspek didalamnya dapat
berjalan dengan lancar. Oleh sebab itu ada beberapa ciri-ciri wanita yang ideal
sebagai pasangan agar tujuan hidupnya dapat tercapai. Dana ing tepa, punika
pikajengipun sageda sumingkir saking panyaru tuwin panyikuning liyan, sabab
yen boten kadunungan dana ing tepa wau, asring ngawontenaken watak :
dahwen tuwin salah open ingkang pandukipun lajeng dados srei. (pupuh 3)
Dana ing tepa, artinya mampu menjauhkan diri dari hasrat menyakiti serta
menyengsarakan orang lain, sebab bila tidak memiliki sifat tersebut, cenderung
memunculkan watak serakah yang akhirnya menjelma menjadi jahat. Temen
tobatipun rila, punika pikajengipun tobat ingkang kalebetan temen lan rila.
Pramila pikantukipun pawestri ingkang makaten wau lajeng kinurmatan ing
kakung. (pupuh 3) Temen tobatipun rila, artinya taubat yang dilandasi
kesungguhan dan keikhlasan, sehingga seorang wanita yang mampu bersikap
demikian akan disegani oleh setiap laki-laki. Samangke pamuji kula malih mugi
sageda angsal wanodya ingkang kadunungan watek : sama, beda, dana, denda.
Tembung sama tegesipun pada, pikajengipun gadhahana wewatek asih dhateng
sakehing dumadi. Beda tegesipun seje, geseh utawi milah, pikajengipun
anggadhahana watek kulina sarta saged animbang, inggih punika putusing
tepa. Dana tegesipun neganjar, pikajengipun gadhahana watek remen asung
kasenengan tuwin kabungahan dahteng sakehing dumadi. Denda tegesipun
kukum, pikajengipun gadhaha watek putus lan patitis, pamiyak tuwin milih
nalar ingkang awon utawi dhateng ingkang sae, anggenipun ngempan utawi
mapanaken. (pupuh 3) Berikutnya harapan saya semoga anda mendapatkan
wanita yang di dalam dirinya terdapat sifat-sifat sama, beda, dana, denda. Kata
sama, berarti merasa sama, maksudnya memiliki rasa sayang pada sesama
mahkluk. Kata bedha, berarti tidak sama, maksudnya memiliki sifat
mengutamakan pertimbangan sebagai wujud kearifan. Kata dana berarti
memberi imbalan, maksudnya hendaklah memiliki sifat mudah memberi
kepada sesama. Kata dendha, berarti hukum, maksudnya memiliki sifat teliti
dalam menentukan sesuatu sehingga tepat memilih mana yang baik dan yang
buruk. Dalam Budaya Jawa wanita dianggap sebagai wadah dari benih yang
akan ditanam oleh laki-laki dan karena itu maka haruslah dicari wanita yang
terbaik. Selain dari tiga faktor utama (bibit, bebet, bobot), seorang wanita yang
baik juga harus memiliki sifat-sifat tertentu. Ingkang kaping kalih kala wau
sageda uninga panduking guna, busana, baksana lan sasana wewijanganipun
makaten : 1. Guna tegesipun pangawikan utawi kapinteran, pikajengipun
sageda sumerep lan mangretos dhateng wewenang lan wajibing lan
pandamelaning pawestri. 2. Busana, tegesipun pangangge, pikajengipun
sageda uninga lan ngetrapaken dhateng raja tadi darbekipun ingkang pancen
kasandhang. 3. Baksana tegesipun pangan, pikajengipung sageda uninga lan
nandukaken ubet kekayaning laki ingkang pancen katedha. 4. Sasana,

tegesipun dunung utawi panggenan, pikajengipun sageda uninga tuwin


memantes lan memangun anggenipun gegriya. (pupuh 3) Yang kedua,
hendaklah memiliki kepekaan terhadap guna, busana, baksana, dan sasana.
Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Guna berarti ketrampilan atau
kepandaian maksudnya adalah tanggap terhadap tugas dan wewenang sebagai
seorang istri. 2. Busana berarti seorang wanita haruslah memiliki kepekaan
terhadap penampilan serta pakaian miliknya secara proporsional. 3. Baksana
berati
pangan,
maksudnya
memiliki
ketrampilan
mengatur
keuangan/penghasilan suami secara proporsional. 4. Sasana yang berarti
rumah atau papan, maksudnya memiliki ketrampilan untuk mendekar dan
menghias rumah dengan indah. Selain sifat, wanita yang baik juga harus dapat
membuat dirinya terlihat menarik agar laki-laki yang menjadi pasangan
hidupnya tetap setia dan tetap bisa menjaga hubungan (termasuk dalam
hubungan seksual). Hal tersebut dikarenakan pria dan wanita haruslah
senantiasa bekerja sama dengan baik untuk dapat mempersiapkan segala hal
demi menyambut kehadiran manusia baru sebagai hasil dari hubungan seksual
yang mereka lakukan. Ingkang kaping tiga kala wau ambeging pangrengkuh
ingkang sawanda, saeka praya lan sajiwa, wijanganipun mekaten : 1. Sawanda,
tegesipun sarupa, sawangu utawi sawarna, pikajengipun sedya nyawiji badan,
empan mapanipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun lan rumeksanipun
dhateng priya dipunkados rumeksa dhateng badanipun piyambak. 2. Saeka
praya, tegesipun sawiji budi, pikajengipun gadhahana ambeg pangrengkuhipun
dhateng priya anedya nunggil kapti. 3. Sajiwa, tegesipun satunggiling nyawa,
pikajengipungadhaha ambeg pangrengkuhipun dhateng priya dipun kados
dhateng nyawanipun piyambak. (pupu 3) Yang ketiga adalah dalam hal
kesetiaan hendaklah memiliki sifat-sifat sawanda, saeka praya, dan sajiwa,
penjelasannya sebagai berikut : 1. Sawanda yang berarti serupa, sebangun,
atau sewarna. Maksudnya, wanita tersebut bersedia menyatu tubuh dengan
cara saling memahami, menjaga suaminya sama seperti menjaga dirinya
sendiri. 2. Saeka praya artinya dapat menyatukan kehendak dengan kehendak
suaminya yang tujuannya demi kebaikan, maka sang istri harus merasakan
sebagaimana kehendak diri pribadi. 3. Sajiwa berarti sehati. Maksudnya adalah
sikap istri terhadap suami sama seperti terhadap diri sendiri. Menggah pawestri
ingkang sampun nambut silaning akrami, punika kedah netepi punapa ingkang
kados wajibing estri kathahipung tigang pangkat, satunggil-tunggiling pangkat
wonten tigang pakarti : 1. Kedah gemi, nastiti, ngati-ati. 2. Kedah tegen, rigen,
mugem. 3. Kedah titi, rukti, rumanti. (pupuh 3) Bagi wanita yang telah berumah
tangga hedaklah melaksanakan apa yang menjadi tugas seorang istri, dalam
hal ini berjumlah tiga tingkatan, masing-masing terdapat tiga komponen
perilaku : 1. Hendaklah gemi (hemat), nastiti (cermat), ngati-ati (hati-hati). 2.
Hendaklah tegen (tidak mengecawakan, rigen (trampil), mugen (meyakinkan).
3. Hendaklah titi (teliti), rukti (manfaat), rumanti (merata). Dene panduking
damel kedah nglenggahi gangsal prakawis : 1. Kedah rikat. 2. Cukat. 3. Prigel.
4. Trampil. (pupuh 3) Sedangkan dalam hal bekerja hendaklah memiliki lima
sifat : 1. Cepat. 2. Tangkas. 3. Cekatan. 4. Lihai. 5. Terampil. Menggah labetipun
kedah kados ing ngandhap punika : 1. Kedah ishep, madhep, mantep, sregep.
2. Kedah wekel, petel, nungkul, atul. (pupuh 3) Perihal pengabdian, hendaklah
seperti di bawah ini : 1. Hendaklah dilandasi kejernihan berpikir, niat,
kesungguhan, rajin. 2. Hendaklah tekun, telaten, tanpa kenal lelah, sabar.
Lampahing asmaragama, kalamunpasta purusa dereng kiyat lan santosa, ing
driya ajwa kasesa, nandukaken pancakara, kang mangkono wau mbok manawa,
blenjani neng wiwara, dayane datan widada, temah dela kang wardaya,
terkadang amanggih ewa, lan wanita lawannya, marga tan kapadang karsa,
tiwas wadi wus kabuka wekasan tan mantra-mantra, tumimbang serenging
driya, wangune salah mangkana, yeka kena ing rubeda, aran katitih asmara,
awit dereng abipraja, duk wau kagyating pasta, iku uga mbok manawa lagya
kaserenging daya, mung sengseming driya harda, sinerus lumaksana, kasengka

mangsa ing yuda, marma dayane sapala, tan lama nulya marlupa, kacarita
inggih punika, awit rahsa tuwin jiwa, dereng winengku samya dening prabanira
Hyang Pramana. (pupuh 6). Penerapan asmaragama adalah apabila senjata
yang dimiliki laki-laki belum siap tempur maka janganlah terburu-buru
melakukan pertandingan, karena pertandingan tentu tidak akan berlangsung
seru. Sang laki-laki tentu tidak akan mampu bertahan lama, dan si wanita
sebagai lawan bertanding pasti tidak akan merasa puas. Janganlah menantang
bertanding hanya karena dorongan nafsu, sebab jika laki-laki kalah hanya
dalam beberapa jurus saja akan sangat memalukan, ia akan dianggap sebagai
laki-laki lemah, loyo, dan tidak ada gunanya. Dalam konteks pengajaran seks
dalam Serat Nitimani, bagian penerapan asmaragama adalah cara bagaimana
melakukan hubungan seksual yang baik dan benar. Cara adalah teknik yang
dipakai dalam rangka memenuhi proses perubahan dengan mempunyai tujuan
yang lebih khusus. Dene ingkang binasakaken kasor prabawa wau mbok
menawi patrapipun makaten, empaning cipta boten kapandan dening
mapaning praman, ing wekasan prasa tuwin rahsa katamaning raos welas utawi
engah, inggih rubeda patrap makaten wau ingkang binasakaken tumanding
kang sanes bangsa. (pupuh 6) Yang dimaksud kalah wibawa adalah perasaan
yang dikalahkan atau diharapkan semula ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan. Akhirnya bukanlah kenikmatan yang dirasakan melainkan rasa lelah
bahkan mungkin terasa sakit. Kondisi seperti itulah yang disebut tumanding
kang sanes bangsa. Hubungan seksual lazimnya melibatkan dua pihak yaitu
laki-laki dan wanita. Dalam melakukan persetubuhan, maka keduanya haruslah
sama-sama sedang berada dalam kondisi yang baik. Jika salah satunya
mengalami sesuatu yang buruk maka imbasnya akan terkena pada kedua
pihak. Pramila pamilihing wanita kedah ngatos-atos, karana bilih kaleresan
angsal wanodya ingkang prasaning rahsa, ingkang nunggil bangsa, punika
lajeng nggendam langgengin asmara, saniskaraning rubeda, temah mahanani
susila pamoring lulut, awit binuka langgening pramana, dene ingkang
binasakaken susila pamoring lulut wau, woring sekaliyan binuka tanpa rubeda,
amung pinanggih seneng pareng. (pupuh 6) Oleh karena itu hendaklah berhatihati dalam memilih pasangan hidup, karena jika pilihan anda tepat, anda akan
benar-benar terikat dan bahagia lantaran anda akan merasakan kenikmatan
secara paripurna, tanpa satupun rintangan yang menghalangi kecuali kepuasan
yang terus meliputi. Bagian ini menjelaskan mengenai sikap dalam konteks
pengajaran seksual, yaitu bagaimana bertindak dalam hal memilih pasangan
hidup agar tidak salah sehingga dapat tercapai kenikmatan dan jauh dari
rintangan. Kalamun pasta purusa wus kiyeng kiyat santosa, kwehning daya wus
samekta, iku nulya tindakena umangsah ing ranonggana, sayekti datan kuciwa
tumempuhing banda yuda. Nanging ta dipunprayitna, ing tindak ajwa
sembrana, gyaning bakal nuju prasa, mring wanita mengsahira, supaya
leganing driya, wruhanta dipunwaspada. (pupuh 6) Ketika senjata pusaka lakilaki telah siap tempur, segenap kekuatan siaga, maka segeralah memulai
pertandingan. Niscaya pertempuran tidak akan mengecewakan. Namun
tetaplah waspada, jangan ceroboh. Ketika menghujamkan serangan terhadap
senjata lawan, hendaklah mengutamakan kewaspadaan. Ini adalah bagian cara
dalam hal pengajaran seks dalam Budaya Jawa. Pameting rahsa mangkana,
srana ngagema wisaya, pratingkah ukeling pasta, kacarita solahira, duk
murwani lumaksana, karya pepucuking yuda, kwehning daya saniskara, ajwa
sineru sarasa, ing tindak kesah saranta, pangangkah amung muriha, keri
prasaning wanita. (pupuh 6) Dalam keadaan demikian, kendalikanlah tata gerak
senjatamu, janganlah tergesa-gesa untuk lekas selesai, dengan tujuan agar
wanita yang menjadi lawanmu merasa terlayani dan hasrat bertempur akan
semakin memuncak. Bagian ini masih mengajarkan cara mengenai bagaimana
tindakan yang benar dalam berhubungan seksual. E kulup sira sang pasta,
poma ngger dipunprayitna, panarik sendaling gada. (pupuh 6) Hendaklah
berhati-hati dalam melepaskan senjata gada. Senjata gada yang dimaksud

dalam konteks ini adalah alat kelamin laki-laki yang akan dilepaskan atau
dimasukkan ke dalam alat kelamin wanita. Kang iku den engetana, tembe
sakaro tan kena, yen maning mangsah angayuda, kalamun durung nirmala,
kudu temen tinumna, waluya sakalihira, mangkana ujuring salaka. (pupuh
6) Janganlah melakukan pertandingan sebelum kondisi benar-benar pulih, demi
menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam konteks
pengajaran seksual, maka bagaian ini mengajarkan tentang bagaimana
seharusnya tindakan laki-laki ketika dirinya sedang dalam kedaan yang tidak
maksimal. Wondene, menggah patrap salebetipun sanggama wau, priya kedah
mawas ulat liringing wanita punapa dene saliranipun piyambak, ten sampun
kapanduking panggalih : lega, carem, tuwin marem sesaminipun upami tiyang
nenedha, karaos sampun tuwuk. (pupuh 6) Padahal, selama proses
pertempuran laki-laki wajib memperhatikan lawan main untuk mencapai
kepuasan bersama. Ibarat makan, sama-sama merasakan kenyang. Bagian ini
juga merupakan ajaran mengenai bagaimana tindakan yang tepat saat sedang
melakukan hubungan seksual. Kedah manggen wonten gajeging gela, sampun
kadamel lega, prasaning rahsa kawudhara, ing riku wujuding wisaya. (pupuh 6)
Hendaklah membangun rasa penasaran, jangan merasa puas, bangkitkan
kembali dorongan seksual anda, karena disitulah ruang kenikmatan. Bagian ini
mengajarkan bagaimana seharusnya bersikap dalam berhubungan seksual
ketika akan memulai pertandingan lagi. .awit aji asmara punika kangge
sarana lelantaran anggenipun badhe nyumerepi dhateng asal wijinira
manungsa sejati, karana ingkang kasebut tembung paribasan makaten : sinten
manungsa ingkang boten uninga dhateng asal wijinira, sayektine inggih datan
uninga dhateng sejati paraning sedya, kacariyos ing tembe inggih badhe kirang
sampurna ing kamuksanira. (pupuh 6) Ilmu asmara merupakan sarana untuk
mengetahui asal muasal manusia, seperti peribahasa barang siapa yang tidak
mengetahui asal usulnya sesungguhnya juga tidak akan mengetahui kemana
tujuan hidupnya, niscaya kelak hidupnya tidak akan sempurna. Hubungan
seksual merupakan masalah yang sangat penting dalam Budaya Jawa karena
hasilnya adalah sebuah kehidupan baru. Maka dari itu diajarkan agar sebelum
melakukan hubungan seksual haruslah disiapkan segala-galanya agar hasilnya
juga sempurna dan mengerti asal kemana ia akan berakhir. Yen pinareng
dening Pangeran ingkang Maha Suci, kinen dados lantaran nitehaken
manungsa. (pupuh 6) Apabila Tuhan memperkenankan, pertandingan tersebut
akan menjadi sarana dan wahana untuk menciptakan manusia. Hubungan
seksual yang benar akan direstui oleh Tuhan dan diberikan hasil yang benar
pula. Kasebut wonten wewijangan ngelmi, ingkang kaping nem dipunwastani
kayektening kahanan Kang Maha Suci, inggih menika pambukaning tata malige
ing dalem Betal Mukadas awit dene pamejangipun ambuka kodrat predating
Pangeran kang Maha Suci Sejati, anggenipun kersa jumenengaken maligening
Dad, minangka Betullah katata wonten kontholing manungsa. (pupuh 8)
Disebutkan dalam ajaran ilmu keenam dinamakan keberadaan Yang Maha Suci
yaitu pembukaan tata malige dalam Betal Mukadas, dikarenakan Tuhan telah
berkehendak menempatkan mahligai Zat sebagai Baitullah yang berada di
buah Zakar manusia. Dalam hal hubungan seksual, maka yang paling penting
adalah peranan alat kelamin sebagai media utama. Budaya Jawa mengajarkan
mengenai konsep alat kelamin pria sebagai sesuatu yang penting karena
merupakan bagian dari tempat persemayaman juga. Sejatine ingsun nata
malige ana ing sajroning Betal Mukadas iku omah enggoning pasucian ingsun,
jumeneng ana kontholing Adam, kang ana ing sajroning konthol iku pringsilan,
kang ana ing sajroning pringsilan iku nutpah, iya iku mani, sajroning mani iku
madi, sajroning madi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning
rahsa iku ingsun, Dad kang anglimputi ing kahanan jati jumeneng ana ing
sajroning nukat gaib.. (pupuh 8) Sebenarnya Aku meletakkan tahtaKU dalam
Betal Mukadas. Itu adalah tempat pesucianKu, yaitu berada di zakar Adam.
Yang berada di zakar itu adalah buah pelir, yang berada dalam buah pelir

adalah nutfah, yang berada dalam nutfah adalah mani. Di dalam mani ada
madi. Di dalam madi ada manikem. Di dalam manikem ada rahsa. Di dalam
rahsa ada Aku, tiada Tuhan selain Aku, zat yang meliputi segalanya bertahta
dalam alam gaib. Dalam ajaran mengenai konsep seks dalam Budaya Jawa,
maka diterangkan pula apa sebenarnya alat kelamin itu sebagai sarana utama
dalam hal seks. Dalam Budaya Jawa diajarkan bahwa tubuh manusia adalah
manifestasi dari Tuhan itu sendiri dan alat kelamin milik pria masing-masing
bagiannya adalah perwujudan dari unsur ke-Tuhanan sehingga tidak boleh
digunakan sembarangan karena suci sifatnya. Yen priya lan wanita anggenipun
sami sahresmi pamudharin prasa sesarengan, woring kama mangka pinareng
dening Pangeran Kang Maha Mulya badhe nitahaken manungsa, punika woring
kuma wau lajeng kendel dumunung wonten guwa garbaning wanita,
binasakaken garbini inggih punika meteng. (pupuh 8) Bila seorang pri dan
wanita bersetubuh, pertemuan kama diperkenankan oleh Tuhan Yang Maha Esa,
akan ditaksirkan manjadi manusia. Bersatunya kama (seperma dan sel telur)
tersebut kemudian akan berdiam diri di rahim wanita yang kemudian disebut
hamil. Tujuan dari hubungan seksual salah satunya yang paling penting adalah
untuk menghasilkan keturunan. Benih manusia yang hadir di rahim wanita itu
bisa ada hanya karena restu dari Tuhan. .saleresipun tiyang estri ing asmara
boten malih, amung kedah anut ing ombak kasagedaning priya. (pupuh 19)
Sesungguhnya dalam bersenggama seorang wanita harus mengikuti kemauan
laki-laki. Hal-hal tersebut adalah ajaran tentang tindakana yang tepat bagi
wanita dalam hal berhubungan seksual. Wonten malih gelaring wanita yen nuju
sinanggama ing priya, lajeng ambiyantu ing solah obahing raga raga dadosaken
keras maju sunduring pasta, pratingkah makaten wau sedyanipun supados
simbuhi sakecaning prasa. (pupuh 19) Adapun tingkah laku wanita ketika
bersenggama sebagiknya mengimbangi gerak pria yang bertujuan untuk
menumbuhkan rasa nikmat. Dalam berhubungan seksual diajarkan mengenai
bagaimana sikap seorang wanita agar kegiatan hubungan seksual bisa
mencapai tujuan yang diinginkan yaitu dapat mengimbangi gerakan laki-laki.
Kisanak, bebakunipun ingkang prelu kedah waskita, sageda nuju karsaning
priya, ing solah kedah anut ing kersaning kakung. (pupuh 19) Saudara, yang
[erlu diperhatikan adalah kewaspadaan. Hendaknya wanita tanggap terhadap
kehendak laki-laki. Selain menyeimbangkan gerak, wanita juga harus tanggap
dan mengerti apa yang menjadi kehendak laki-laki. Awit wujudipun ingkang
kawastanan labet wau inggih guna, tegesipun kapinteran, ingkang
dipunwastani guna punika inggih sarana, tegesipun piranti, ingkang
binasakaken sarana punika inggih : mantra, tegesipun muna, ingkang
dipunwastani mantra punika inggih dunga tegesipun muni, ingkang
binasakaken donga menika inggih puja, tegesipun panggunggung, inggih
punika sadaya wau dumunung pangrengganing basa, utawi patrap ingkang
dados pepunton atining tata krami. (pupuh 20) Dengan upaya seperti itu
sesungguhnya merupakan bentuk lain dari ibadah. Sebab bentuk ketekunan
dan kesungguhan pada dasarnya berupa guna artinya kepandaian atau
ketrampilan. Guna juga berarti sarana, yaitu peralatan. Sarana dapat diartikan
sebagai mantra, maksudnya niat yang diverbalkan, sedangkan doa juga berarti
harapan atau cita. Kesemuanya seimbang antara prilaku dengan nurani.
Budaya Jawa mengajarkan bahwa dalam berhubungan seksual haruslah
diniatkan dalam hati bahwa tujuannya adalah baik karena menghasilkan
manusia baru. Maka dari itu, hubungan seksual haruslah dilaksanakan dengan
niat yang sungguh-sungguh karena hal tersebut sama juga dengan beribadah.
Wondene alas hardaning karsa, dumugining cipta maya kados ingkang kasebut
ing inggil wau, bok manawi boten amung mahanani dhateng wewatekaning
bebayi, pramila para sujana lan sarjana ingkang waskita ing kadadosaning krida
utawi pangripta wau sok nuwuhaken, lajeng kangge tetenger nama dhateng
atamajanipun. (pupuh 22) Maka dari itu segala keinginan, beradanya cipta
maya seperti yang disebut diatas tadi, mungkin tidak hanya memberi watak

bayi, makanya para manusia dan manusia yang bijaksana di kejadian yang
terjadi atau terciptanya tadi, kadang memberikan tanda, lantas dijadikan nama
terhadap anak-anaknya. Dalam hubungan seksual juga diajarkan untuk berada
dalam posisi hati yang serba tenang, segalanya dalam kondisi baik agar hasil
keturunan yang dihasilkan juga baik. Tidak hanya itu, akan tetapi hati pria dan
wanita yang melakukan hubungan seksual juga harus bersih dan bijaksana. Yen
ta saupami ngrembaga bab prakawis wiji, leres sampun dumunung wonten ing
priya, pramila sujanma wanodya punika bebasanipun kasebut papan utawi
wadah. (pupuh 22) Jika membahas perkara benih, benar, sudah berada di
para laki-laki, maka dari itu, perempuan diibaratkan papan atau wadah.
Perempuan adalah wadah tempat laki-laki menempatkan maninya agar dijaga
dan dirawat dalam suatu tempat yaitu rahim wanita. .karsanira Pangeran
Kang Maha Mulya karsa nitisaken wijining manungsa. (pupuh 22) Kehendak
Tuhan Yang Maha Mulia berkehendak menitiskan benih manusia. Dalam
masalah hubungan seksual, haruslah diingat bahwa munculya janin adalah
hasil karya Tuhan, sehingga harus dapat dipertanggung jawabkan. Kacariyos
bilih kasupen inggih kenging boten dados punapa, sabab sajatosipun ingkang
prelu dados awisan amung hawa napsu bilih saged ambirat ing hawa napsu,
kacariyos ing adat asring kadunungan awas lan emut, manawi tansah
anggenipun awas kaliyan emut, bok manawi estu amanggih kamulyan ing
sangkan paran.. (pupuh 23) Ceritanya, seandainya lupa sesungguhnya tidak
masalah, karena yang sebenarnya perlu mendapat larangan hanya hawa nafsu
karena akan bisa menjerumuskan. Ceritanya, dalam adat sering terdapat awas
ingat, jikalau teramat sangat rasa awas dan ingat itu mungkin benar akan
bertemu dengan kemulyaan di asal dan tujuan. Hal tersebut merupakan ajaran
megenai tindakan, yaitu bahwa dalam melakukan hubungan seksual haruslah
dengan penuh kesadaran dan diusahakan jangan sampai terseret oleh nafsu
birahi belaka. Maksudnya, selama berhubungan seks haruslah tetap diingat
bahwa tujuan utama adalah untuk mengahsilkan seorang manusia baru yang
baik. Dengan demikian, manusia yang berasal dari proses yang baik maka akan
kembali kepada Sang Pencipta dengan keadaan yang baik pula. Ingkang
rumiyin nyariosaken tembung upami, wonten sujanma priya kaliyan wanodya,
badhe dumugekaken karsa ngulang salulut sami lumebet ing jenem rum,
tegesipun dunungin pasareyan, ing riku sandyana amung sakaliyan tur
dumunung wonten papaning sepen, liripun boten katingalan dening tiyang
kathah, ewa semanten menggah pepantenganing panggalih. (pupuh 25) Yang
pertama, menceritakan kalimat seandainya ada manusia laki-laki dan
perempuan berkeinginan bercinta, masuk kedalam ranjang artinya berada
ditempat tidur walaupun di situ hanya berdua dan juga berada ditempat yang
sepi yang intinya tidak kelihatan orang banyak, walaupun begitu keseriusan
perasaan janganlah sampai lupa. Ini adalah ajaran mengenai bagaimana
cara yang benar ketika laki-laki dan perempuan yang akan mulai melaksanakan
kegiatan berhubungan seksual, yaitu harus dilakukan pada tempat yang
semestinya. Sing sapa manungsa gelem ngalkoni tumindak marang panggawe
nistha sayekti bakal nemu papa. (pupuh 25) Barang siapa manusia yang
menjalankan tindak nista pastilah akan menemuai kehinaan. Menjalankan
tindak nista maksudnya adalah berhubungan seksual tanpa persiapan yang
benar dan hanya berdasarkan atas nafsu birahi belaka, maka nantinya juga
akan berakibat buruk. .dados manungsa ingkang binasakaken kapir wau
supami karsa apulang asmara, mangkana lajeng saged dados wijining
manungsa sanajan wiwit duk maksih jabang bayi tan pedot pinidih ing
pamulangan tur dhateng tindaking kautaman, ing tembe bilih sampun dewasa
bok manawi inggih lajeng wiga katragal dados dugal awit enget manawi
pandemeling setan blaka. (pupuh 25) Jadi yang disebut manusia kafir tadi
seandainya bersenggama, maka bisa jadi benih manusia walaupun ketika
masih bayi terus mendapat ajaran ketidak utamaan dan kebaikan, yang
nantinya ketika dewasa mungkin akan menjadi jahat dan nakal karena memang

terbuat dari penyatuan setan. Dalam ajaran hubungan seksual, niat awalnya
haruslah merupakan niat yang baik. Manusia yang akan melaksanakannya juga
haruslah dengan hati dan pikiran yang suci, tidak dengan pikiran yang kotor.
Berhubungan seksual dalam keadaan yang kotor. Berhubungan seksual dalam
keadaan yang kotor baik fisik maupun batinnya akan menghasilkan sesuatu
yang jelek dan kotor pula, karena terbuat dari hasil penyatuan dua hal yang
sama-sama kotor (setan). .liripun mekaten menggah ing saresmi wau boten
kangge pakareman utawi boten kangge memainan, tegesipun boten kangge
dedolanan utawi geguyonan. (pupuh 26) Maksudnya dalam hubungan tadi
tidak bisa untuk main-main atau bercanda. Hubungan yang dimaksud disini
adalah hubungan seksual. Jadi, kagiatan hubungan seksual harus dilakukan
denga serius dan tidak boleh main-main. Wonden bilih pinuju badhe salulut
anggenipun anaji-aji lan angedi-edi ing patrap kapratelaken kados ing ngandap
punika : ingkang rumiyin, duk wiwit kagungan karsa badhe apulang asmara lan
wanita sakaliyan sami sesucia, inggih punika siram tuwin jamas lajeng ngasta
siwur anyiduka toya kaankat celak ing wadana mawi dipundonganana,
ananging donganipun kados pundi duk ing jaman kina punika kula boten
terang, yen ing jaman samangke inggih katimbang kendel kemawon lowung
kaangge minangka gegondhelaning niyat, prayoginipun mawi angucap
mkaten : niyatingsun adus, padusan banyuning tlaga kalkaosar, anuceni
sakaliring eroh, kang dumunung ana ing jasad kita, mlebu manik metu inten,
cahyake amancur mancorong kadi cahyaning Pangeran Kang Maha Kuwasa.
Ing riku toya siwur wau lajeng kasiramaken ing wadana, lajeng siram ngantos
dumugi sucining saliranipun sadaya. Menggah pratingkah siram ingkang
mekaten wau jalu lan wanita ing patrap sami kemawon boten aprabeda. (pupuh
26). Sedangkan ketika ingin memuja-muja dan mengindahkan tingkah laku,
akan dijelaskan seperti di bawah ini : Pertama, mulai dari punya keinginan
senggama dengan wanita, semua harus suci. Harus mandi keramas, lantas
mengambil gayung berisi air dan diangkat di dekat muka dengan berdoa. Tetapi
bagaimana doa ketika jaman dahulu itu saya kurang jelas, namun jika jaman
sekarang ya daripada diam saja lebih baik dijadikan niat, dan sebaiknya
mengucapkan demikian; Niatku mandi, tempat mandi telaga kalkaosar,
mensucikan segala darah, yang berada dalam tubuh kita, masuk manik keluar
intan, cahayaku bersinar seperti sinar cahaya Tuhan Yang Maha Kuasa. Air
yang berada di dalam gayung tersebut lantas disiramkan ke wajah dan
dilanjutkan mandi sampai semua badan menjadi suci baik untuk laki-laki
maupun perempuan. Berikut adalah ajaran mengenai konsp seks dari segi cara
memulai sebuah hubungan seksual yang benar. Proses penyatuan antara dua
manusia baru adalah sesuatu yang sakral dan sangat penting untuk disiapkan
dengan sebaik-baiknya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan
membersihkan diri dengan cara mandi. Mandi dalam konteks ini bukan hanya
demi kenyamanan fisik belaka, tetapi dengan cara-cara tertentu dengan
maksud untuk membersihkan jiwa dan batinya juga. Mandi harus disertai
dengan niat yang baik serta doa, dengan tujuan untuk membersihkan segala
kotoran (jasmani dan rohani) serta meniatkan sesuatu yang baik dalam hati.
Dengan demikian diharapkan dalam melakukan hubungan seksual, keduanya
(laki-laki dan perempuan) berada dalam keadaan bersih dan suci sehingga
benih yang muncul nanti adlah merupakan buah dari perbuatan yang telah
disucikan. Ing sasampunipun rampung sesuciya siram jamas lajeng sami
angadi-adi warna, kinarya sarana pangundhaning asmara, liripun menggahing
pratingkah sami busana ingkang sarwa pantes, sarta angeganda wida,
sasmpunipun samekta ing sakaliyan lajeng reruntunan sami malebet ing
papreman, tegesipun malebet dhateng ing panglereman utawi dununging
pakendelan, inggih punika pasareyan, ing riku priya lajeng angrakit pamasaning
aji kamajaya dumunung amung winaos wonten salabeting batos kajarwakaken
kados ing ngandhap punika : .. Pupuh 26) Setelah selesai bersuci mandi
keramas (jamas) lantas berpakaian yang rapi untuk mengundang nafsu yang

intinya tingkah laku dengan berpakaian yang pantas dan memakai wangiwangian. Setelah semuanya selesai, lantas bersama-sama masuk ke tempat
untuk tidur, maksudnya masuk ke ranjang, atau tempat istirahat yaitu
ketempat tidur. Di situ, laki-laki memsang aji kamajaya yang diucapkan dalam
hati. Setelah membersihkan diri, maka ajaran selanjutnya adalah mengenai
cara dan bagaimana tindakan mengenai cara dan bagaimana tindakan yang
tepat untuk memulai kegiatan sakral tersebut. Pertama, untuk membangkitkan
hasrat maka masing-masing harus mrias diri dengan berdandan dan memakai
wewangian. Setelah itu, harus pula diperhatikan tempat melakukan kegiatan
tersebut dan tidak diperbolehkan dilakukan di sembarang tempat. Wondening
sang wanita ingkang rumiyin ugi muntu pangesthi sedya dumunung ing
Betalmukadas, tegesipun niyat anjumenengaken kahanan salebeting puraya
pasucian, dumunung ing baga. Ingkang kaping kalih, lajeng amusthi nesthi
pambukaning aji asmara nala, tegesipun senseming manah, inggih punika
wahananing birahi, tegesipun wiji, dumunung ing purana. Ingkang kaping tiga,
kaping sekawan, kaping gangsal, kaping nenem, dumugi pitu, mboten aprabeda
kados pamusthining kakung wau. Ing sasampunipun samekta pangruktining
sakaliyan, lajeng sami kakaron sih, andumugekaken karsa, dene patrap lan
pratingkah tumanduking pulang asmara, saestunipun bab makaten punika
kadamel pipingitan, sinten ingkang saged uninga amung kinten-kinten yen
anithik lelabuhanipun, wiwit duk murwani wau dumugining ngendhon kados
inggih sae, liripun bok manawi inggih kados caraning manungsa, sarta boten
angicalaken ing tata krami, kados-kados bok manawi inggih punika ingkang
kasebut anggendam langening pramana, ambuka kahananing atma, ingkang
badhe pinurwaning wicaksana. Ing sasampunipun salulut, sakaliyan medal
saking papreman, lajeng samya asiram jamas malih, menggah solah lan
pratingkah boten prabeda kadi patraping siram duk ngajeng wau, amung donga
sarananipun kantun angurapa makaten suku asta winengku ing solah bawa,
solah bawa winengku ing driya, driya winengku ing Hyang Praman,
andadekakna adus ing suci santosaning roh kang ana ing badan kita. (pupuh
26) Sedangkan sang perempuan, pertama juga berniat bersedia berada di
Betalmukadas, artinya menahan mendiamkan keadaan di dalam kerajaan
kesusian, berada di baga. Yang kedua lantas berniat membuka aji asmara nala,
artinya pesona hati, itulah wahana birahi, artinya nafsu senggama, tumbuh
menjadi purba, artinya benih berada di purana. Yang ketiga, keempat, kelima,
keenam, dan seterusnya hingga ketujuh tidak berbeda dengan laki-laki. Setelah
selesai menjalani semua lantas keduanya bermain cinta, mendatangkan karsa,
sedangkan segala tingkah polah dalam bersenggama, sebenarnya bab ini
merupakan rahasia, siapa yang bisa mengetahui kira-kira jika menandai
penempatan mulai dari atas yang awal tadi sampai sekarang itu sangat bagus,
intinya seperti cara manusia, serta tidak menghilangkan tata krama, mungkin
seperti inilah yang disebut pesona keindahan praman, membuka keadaan
atma, yang akan menjadi kebijaksanaan. Sesudah bercinta keduanya keluar
dari tempat tidur, lantas mandi jamas lagi, sedangkan tingkah laku atau tata
caranya tidak berbeda dengan cara mandi yang seperti diatas tadi tetapi doa
permintaannya seperti berikut : Kaki dan Tangan berada dalam tingkah laku,
tingkah laku berada dalam hati, hati berada dalam Hyang Praman, menjadikan
mandi suci sentosanya ruh yang abadi di badan kita. Selain laki-laki, sang
perempuan juga harus menyiapkan beberapa hal yang intinya hampir sama
dengan laki-laki. Ada beberapa tahap pembukaan yang dilakukan secara
perlahan-lahan yaitu pesona atau daya tarik dari masing-masing indra
kemanusian yang dimiliki hingga nantinya muncul karsa atau kehendak yang
mantap untuk berhubungan seksual. Cara berhubungan sesual yang baik pada
intinya adalah untuk saling mengerti keinginan masing-masing, serta untuk
senantiasa mengingat tata krama, yaitu berhubungan dengan cara-cara yang
etis serta manusiawi. Setelah melakukan hubungan seksual maka diajarkan
tindakan yang tepat yaitu mandi dengan cara yang sama dengan yang

dilakukan sebelum melakukan kegiatan tersebut, dengan doa yang sedikit


berbeda. Tujuan dari tindakan mandi setelah berhubungan seks adalah untuk
mensucikan diri masing-masing dan juga membersihkan diri. Doa yang
dipanjatkan pada intinya memohon kepada Tuhan agar apa yang telah
dilakukan dapat disucikan serta membawa hasil yang baik. .lan sumurupa
mungguh tumitah ana alam donya iki binasakake mung mampir ngobe (bae).
(pupuh 29) Ketahuilah bahwa manusia yang ada di alam dunia ini diibaratkan
hanya mampir minum. Dalam konteks ajaran hubungan seksual, haruslah
tetap diingat bahwa kehidupan hanya merupakan sesuatu yang sementara
seperti ibarat orang yang melakukan perjalanan jauh dan hanya mampir untuk
minum. Maka dari itu, janganlah melakukan hubungan seksual hanya karena
kesenangan dunia saja yang sifatnya sementara, tetapi harus dipikirkan juga
mengenai pertanggung jawabannya kepada Tuhan dalam perjalanan kehidupan
yang selanjutnya. .caritaning dalil dawuhing Pangeran, wajida-wajidahu,
tegese : sing sapa temen katemenan, mungguh surasaning. (pupuh 29)
Apakah anda belum pernah mendengan cerita dalil sabda Tuhan,wajidawajidahu, artinya : siapa yang sengguh-sungguh akan mendapatkan hasil..
Ada suatu ungkapan yaitu wajida wajidahu yang artinya siapa yang sungguhsungguh akan mendapatkan hasil. Maksudnya disini adalah dalam
hubungannya mengenai konsep seks maka ungkapan tersebut bermaksud
untuk menyampaikan bahwa hubungan seksual harus dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh agar mendapatkan hasil yang baik. Demikian cuplikan dalam
Serat Nitimani berisi ajaran mengenai konsep seks dalam budaya jawa. Ajaran
tersebut merupakan sistem nilai budaya Jawa yang landasannya adalah konsep
religi yaitu masalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa segala aspek dalam kehidupan orang Jawa, termasuk dalam
hal seks pasti berujung kepada masalah antara manusia dengan Tuhan. Seks
dalam budaya Jawa bukan hanya merupakan sarana untuk melampiaskan hawa
nafsu dan sekedar bersenang-senang akan tetapi sampai kepada pengertian
bahwa hubungan tersebut adalah suatu ikatan resmi antara laki-laki dan
perempuan
sebagai
pasangan
suami
isteri
yang
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Dalam hal ini, dapat dikatan bahwa
seks merupakan kegiatan yang dianggap suci dan sakral karena hasil dari
perbuatan tersebut adalah menghasilak manusia baru. Lahirnya manusia di
sunia harus dipersiapkan sebaik mungkin termasuk dari awal proses
penciptaannya. Hal tersebut dimaksudkan agar anak yang akan lahir nanti
berasal dari proses awal yang jelas sehingga dapat mengetahui tujuan
hidupnya dengan jelas pula. Konsep mengenai asal dan tujuan hidup manusia
merupakan konsep dasar dari apa yang menjadi kepercayaan manusia Jawa.
Bahwa ajaran seks merupakan gerbang awal manusia untuk memahami dua
konsep utama dalam relegi budaya Jawa yaitu konsep sangkan paraning
dumadi dan konsep manunggaling kawula-Gusti. Jadi, ajaran seks dalam Serat
Nitimani bertujuan untuk memberikan pedoman moral, nilai dan kaidah bagi
orang Jawa tentang bagaimana cara melakukan hubungan seks dengan cara
yang benar dan tepat (bener lan pener), karena pada akhirnya apa yang
menjadi hasil dari perbuatan tersebut berhubungan dengan asal kehidupan
(sangkan paraning dumadi) serta tujuan hidup yang utama yaitu bersatu
dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti). Semoga dapat menambah
wawasan serta pengetahuan bagi kita dalam menjalani hidup. Kurang lebihnya
mohon maaf. Salam hormat dan santun kawulo. Nuwun

ASMARA DAHANA SANG MAPANJI ASMARA BANGUN DAN PUTRI


DYAH AYU CANDRA KIRANA DAHANA PURA JANGGALA
PANGJALU
ASMARA DAHANA SANG MAPANJI ASMARA BANGUN DAN PUTRI DYAH
AYU CANDRA KIRANA DAHANA PURA JANGGALA PANGJALU
Dahulu kala, langit dan laut saling jatuh cinta. Mereka sama2 saling menyukai 1
sama lain. Saking sukanya laut terhadap langit, warna laut = langit, saking
sukanya langit terhadap laut, warna langit = laut.
Setiap senja datang, si laut dengan lembut sekali membisikkan "aku cinta
padamu" ke telinga langit. Setiap langit mendengar bisikan penuh cinta laut ,
langit tidak menjawab apa2 hanya tersipu2 malu wajahnya semburat
kemerahan.
Suatu hari, datang awan... begitu melihat kecantikan si langit, awan seketika itu
juga jatuh hati terhadap langit. Tentu saja langit hanya mencintai laut, setiap
hari hanya melihat laut saja. Awan sedih tapi tak putus asa, mencari cara dan
akhirnya menemukan akal bulus.
Awan mengembangkan dirinya sebesar mungkin dan menyusup ke tengah2
langit dan laut, menghalangi pandangan langit dan laut terhadap 1 sama lain.
Laut merasa marah karena tidak bisa melihat langit, sehingga dengan
gelombangnya, laut berusaha menyibak awan yang mengganggu
pandangannya.
Tapi tentu saja tidak berhasil.
Lalu datanglah angin, yang sejak dulu mengetahui hubungan laut dan langit
merasa harus membantu mereka menyingkirkan awan yang mengganggu.
Dengan tiupan keras dan kuat, angin meniup awan ... Awan terbagi2 menjadi
banyak bagian, sehingga tidak bisa lagi melihat langit dengan jelas, tidak bisa
lagi berusaha mengungkapkan perasaan terhadap langit.
Sehingga ketika merasa tersiksa dengan perasaan cinta terhadap langit, awan
menangis sedih. Hingga sekarang, kasih antara langit dan laut tidak
terpisahkan.
Kamu juga bisa melihat di mana mereka menjalin kasih. Setiap ke laut, di mana
ada 1 garis antara laut dan langit, di situlah mereka sedang bersatu.

BABAD TANAH JAWA (PANEMBAHAN SENOPATI DENGAN NYI


RORO KIDUL) part1
Siapa Panembahan Senopati?

Danang Sutawijaya nama kecilnya. Ayahnya bernama Ki Ageng


Pemanahan yang berjasa besar membantu Jaka Tingkir membunuh
Aryo Penangsang, adipati Jipangpanolan dalam krisis politik di
Kesultanan Demak Bintoro pada masa akhir pemerintahan Sultan
Trenggana.
Setelah Jaka Tingkir menjadi Raja bergelar Sultan Hadiwijaya yang
akhirnya mendirikan Kesultanan Pajang, Sutawijaya kemudian
dianugerahi tanah Mentaok Kotagede, Jogja sekarang.
Bersama-sama ayahnya ia babat alas kawasan yang kini terkenal
dengan kerajinan perak tersebut. Karena keraton Sutawijaya berada di
sebelah utara pasar maka dia bergelar Ngabehi Loring Pasar. Setelah
Ki Gede Pemanahan meninggal tahun 1575 M, Sutawijaya
memberontak ke Pajang saat di Pajang terjadi konflik elite tahun 1582
M dan membuat Mataram merdeka dari Pajang.
Konflik elite yang terjadi yaitu anak Sultan Hadiwijaya, Pangeran
Benowo yang merupakan pewaris Pajang di kudeta oleh Aryo Pangiri
adipati Demak. Merasa terdesak Pangeran Benowo meminta bantuan
Sutawijaya di Mataram. Setelah berhasil mengalahkan Aryo Pangiri,
Pangeran Benowo menyerahkan pusaka Pajang pada Sutawijaya.
Setelah Pajang runtuh ia menjadi Raja Mataram Islam pertama dan
bergelar Panembahan Senopati Khalifatullah Sayyidin Penatagama.
Panembahan Senopati dikisahkan dalam babad Tanah Jawa memiliki
kebiasaan yang hebat dalam olah rasa, meditasi dan gentur bertapa.
Salah satu ritual wajib yang dilakukannya untuk melatih kesabaran
adalah membuang cincinnya sendiri ke sungai dan kemudian
mencarinya hingga ketemu. Tindakan unik dan nyeleneh diluar
kebiasaan ini membuahkan hasil berupa diperolehnya kawicaksanan
tertinggi, ilmu-ilmu ketuhanan yang mumpuni serta kesaktian yang
pilih tanding.
Saben mendra saking wisma
Lelana laladan sepi
Ngisep sepuhing sopana
Mrih para pranaweng kapti
Setiap kali keluar rumah
Wisata ke wilayah sunyi sepi
Menghidup napas kerokhanian

Agar arif kebulatan awal akhir,


Dialah tokoh yang berhasil membuat anyaman mistik dan politik, yang
keteladanannya memandu alam pikiran Kejawen untuk menggapai
pemahaman tertinggi Ketuhanan yaitu MANGGALIH, artinya mengenai
soal-soal esensial, pasca MANAH (dipersonifikasikan Ki Ageng
Pemanahan) artinya membidikkan anak panah, mengenai soal-soal
problematis di jantung kehidupan, pusat lingkaran.
Panembahan Senopati yang cerdas memahami psiko sosial
masyarakatnya. Ia pun menganyam serat-serat kehidupan yang
dianyam dengan amat simbolik mistik berupa kisah Asmara dengan
Penguasa Laut, dengan Empu Laut Kanjeng Ratu Kidul sehingga
Panembahan Senopati memperoleh dataran baru, daratan keMataram-an.

Dikisahkan, Panembahan Senopati saat babad alas Mentaok


menghadapi Raja Jin bernama Jalumampang. Merasa kesulitan
mengalahkannya, Panembahan Senopati kemudian bertapa di laut
selatan. Dalam bertapa, dia di datangi oleh Kanjeng Ratu Kidul yang
terpikat oleh ketampanannya. Kanjeng Ratu Kidul berjanji akan
membantu melawan Jalumampang asal Panembahan Senopati dan
keturunannya mau menjadi suami dari Kanjeng Ratu Kidul.
Perkawinan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul pada
dasarnya adalah perkawinan yang strategis. Panembahan Senopati
memperoleh kedaulatan atas wilayah Mataram yang wilayahnya
berdampingan dengan Laut Selatan yang tak terbatas. Dengan
perkawinan tersebut, Panembahan Senopati mampu untuk menguasai
juga para lelembut yang tak terbilang banyaknya sebab Kanjeng Ratu
Kidul adalah raja para lelembut tersebut.
Panembahan Senopati oleh sebab itu mampu membangun sebuah
kekuatan psikologis untuk memperkokoh legitimasi pemerintahannya.
Selama pemerintahan Panembahan Senopati, Kerajaan Mataram
tercatat harus berperang menundukkan bupati-bupati daerah di
antaranya Kasultanan Demak, Ponorogo, Pasuruan, Kediri, Surabaya.
Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya.
Perkawinan Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul, oleh
sebab itu diyakini terus dipertahankan oleh para Raja Mataram mulai
Sri Sultan Hamengko Buwono I hingga Sri Sultan Hamengku Buwono X
saat ini.
seperti di jelaskan dalam babad tanah jawa dalam PUPUH KINANTHI :

(1) Alon tindak kalihipun, Senapati lan sang dewi, sedangunya


apepanggya, Senapati samar ngeksi, mring suwarna narpaning dyah,
wau wanci nini-nini.Perlahan jalan keduannya, Senopati dan sang
Dewi, selama mereka bertemu, Senopati sebenarnya tidak tahu jelas
bagaimana wajah rupa sang Dewi, seperti terlihat nenek-nenek tadi.
(2)
Mangke dyah warnane santun, wangsul wayah sumengkrami,
Senapati gawok ing tyas, mring warna kang mindha Ratih, tansah
aliringan tingal, Senapati lan sang dewi.Lalu nanti wajah rupa sang
Dewi berubah kembali lagi sangat menarik hati, Senopati terpesona
hatinya melihat kecantikan si Dewi seperti Ratih, mereka saling
mencuri pandang selalu, Senopati dan sang Dewi.
(3) Sakpraptanira kedhatun, narpeng dyah lan Senapati, luwar
kanthen tata lenggah, mungging kanthil kencana di, Jeng Ratu
mangenor raga, Senapati tansah ngliring.Setelah sampai di istana,
keduanya sang senopati dan Dewi melepas genggaman tangan
kemudian duduk, di atas bunga kanthil emas, Jeng Ratu
menggeliatkan badannya, senopati selalu melihatnya dengan mencuri
pandang.
(4) Mring warnanira Jeng Ratu, abragta sakjroning galih, enget sabil
jroning driya, yen narpeng dyah dede jinis, nging sinaun ngegar karsa,
mider wrin langening puri.Melihat pada kecatikan Ratu, mendadak
galau/gelisah di dalam hatinya, teringat bahwa si Dewi bukan sejenis
manusia, menjadi hilang keinginannya, Senopati berkeliling melihatlihat keasrian taman puri si Dewi.
(5)
Udyana asri dinulu, balene kencana nguni, jaman purwa kang
rinebat, Gathutkaca lan wre (k.238) putih, bitutaman dirgantara, bale
binucal jeladri,Keasrian/keindahan taman dipuja-puja, ranjang emas
kuno, jaman ketika Gathutkaca dan kera putih merebutkannya,
berkelahi di angkasa, ranjang terlempar ke samudera.
(6) Dhawah teleng samodra gung, kang rineksa sagung ejim, asri
plataran rinengga, sinebaran gung retna di, widuri mutyara mirah,
jumanten jumrut mawarni.Jatuh di tengah-tengah samudera raya,
yang dijaga oleh mahluk halus, halaman yang asri, bertebaran intanintan megah, mutiara merah, dan bermacam-macam batu jamrud.
(7)
De jubine kang bebatur, grebag suwasa kinardi, sinelan lawan
kencana, ing tepi selaka putih, sinung ceplok pan rinengga, rukma
tinaretes ngukir.Lantainya agak tinggi, dengan hiasan emas, ditepinya
emas putih, berbentuk bunga-bunga mekar dan hiasan berukir-ukiran
(8) Tinon renyep ting pelancur, rengganing kang bale rukmi, sumorot
sundhul ngakasa, gebyaireng renggan adi, surem ponang diwangkara,
kasorotan langen puri.Terasa sejuk berkilauan, hiasan di ranjang
terlihat bercahaya yang sampai menyentuh angkasa, gemerlap cahaya
megah, matahari terlihat meredup terkena sorotan cahaya dari puri si
Dewi.
(9) Gapurane geng aluhur, sinung pucak inten adi, sumorot mancur
jwalanya, lir pendah soroting awi, yen dalu kadi rahina, siyang latriya
pan sami.Gapura tinggi megah, diatas puncak berhias intan sangat
indah, memancarkan cahayanya, seperti sinar matahari, jika malam
seperti siang, siang dan malam menjadi sama.
(10) Sigeg rengganing kadhatun, wau ta Sang Senapati, kelawan
sang narpaning dyah, tan kena pisah neng wuri, anglir mimi lan
mintuna, nggennya mrih lunturireng sih.Cukup dulu cerita dalam
keadaan istana si Dewi, tadi tersebut sang senopati, dan sang Dewi,
tidak bias dipisahkan, seperti Mimi dan Mintuno, mereka saling
membuka hati.

(11) Yen tinon warna Jeng Ratu, wus wantah habsari swargi, tuhu
Sang Dyah Wilutama, kadya murca yeng ingeksi, sakpolahe karya
brangta, ayune mangrespateni.Ketika terlihat wajah sang ratu, sudah
melebihi wajah Dewi Habsari di surga, sama persis seperti sang Dewi
Wilutama, keluar terlihat tingkah lakunya membangkitkan birahi,
kecantikannya menawan hati.
(12) Kadigbyaning warna sang ru- (k.239) m, ping sapta sadina salin,
ayune tan kawoworan, terkadhang sepuh nglangkungi, yen mijil
pradanggapatya, lir dyah prawan keling sari.Sang Ratu mempunyai
kesaktian berubah wujud, berubah 7 kali sehari, kecantikan yang
terpancar sempurna, terkadang sangat tua, jika terdengar musik
tingkah laku si Dewi berubah enjadi seperti gadis kelingsari.
(13) Yen sedhawuh jwaleng sang rum, lir randha kepaten siwi, yen
praptaning lingsir wetan, warna wantah widadari, tengange lir dyah
Ngurawan, Kumuda duk nujwa kingkin.Apabila sedang memberi
perintah, seperti janda yang anaknya meninggal, ketika menjelang
ufuk timur muncul wujud berubah seperti bidadari, seperti dewi dari
Kurawa, berkuda seperti sedang susah.
(14) Lamun bedhug kusuma yu, mirip putri ing Kedhiri, yen lingsir lir
Banowatya, lamun asar pindha Ratih, cumpetingsapta sadina, yen latri
embah nglangkungi.Ketika tabuh bedug, mirip putrid di kedhiri, ketika
matahari terbenam seperti Banowati, ketika asar berubah seperti
Dewi Ratih, 7 kali sehari, ketika malam semakin bertambah cantik.
(15) Lawan sinung sekti punjul, dyah lawan samining ejim, warna
wigya malih sasra, mancala putra pan bangkit, mila kedhep ing
sakjagad, sangking sektining sang dewi.Serta mempunyai kesaktian
tinggi, Ratu dengan sesame mahluk halus, mampu berubah wujud
1000 kali, bias berubah menjadi laki-laki, sehingga berada di seluruh
dunia, karena sangat saktinya sang Dewi.
(16) Sinten ingkang mboten teluk, gung lelembut Nungsa Jawi, pra
ratu wus teluk samya, mring Ratu Kidul sumiwi, ajrih asih kumawula,
bulu bekti saben warsi.Siapa yang tidak tunduk, seluruh mahluk halus
dan bangsa manusia di Jawa, para Raja-raja sudah takluk semua,
hanya kepada Ratu Kidul saja, mereka takut dan mengabdi, memberi
pengabdian setiap tahun.
(17) Ngardi Mrapi Ngardi Lawu, cundhuk napra ing jeladri, narpa
Pace lan Nglodhaya, Kelut ngarga miwah Wilis, Tuksanga Bledhug
sumewa, ratu kuwu sami nangkil.Gunung Merapi dan gunung Lawu,
bermahkota di samudera, Raja Pace dan Nglodhaya, Gunung Kelut dan
gunung Wilis, Mata air sembilan Bledug dan Ratu Kuwu semua hadir.
(18) Wringinpitu Wringinrubuh, Wringin-uwok, Wringinputih, ing
landheyan Alas Ngroban, sedaya wus kereh jladri, Kebareyan Tega(k.240) l layang, ing Pacitan miwah Dlepih.7 Beringin, Beringin
tumbang, Beringin besar, Beringin putih, di tengah-tengah alas
Ngroban, semua sudah dikuasai samudera, Kebareyan tegal laying, di
Pacitan serta Dlepih.
(19) Wrata kang neng Jawa sagung, para ratuning dhedhemit, sami
atur bulubektya, among Galuh kang tan nangkil, kereh marang
Guwatrusan, myan Krendhawahana aji.Merata di seluruh Jawa, para
Raja-raja mahluk halus, semua memberi pengabdian, hanya Galuh
yang tidak hadir, diperintah oleh Guwatrusan, menghadapi
Krendhawahana aji.
(20) Wuwusen malih Dyah Kidul, lawan Risang Senapati, menuhi
kang boja-boja, minuman keras myang manis, kang ngladosi pra
kenyendah, sangkep busana sarwa di.Menceritakan kembali tentang
Ratu Kidul dengan sang senopati, lengkap dengan makanan, minuman
keras dan minuman manis, yang melayani para gadis-gadis yang

berpakaian bagus-bagus.
(21) Bedhaya sumaos ngayun, gendhing Semang munya ngrangin,
weh kenyut tyasnya kang mriksa, wileting be (ksa) mrak ati, keh
warna solahing beksa, warneng bedhaya yu sami.Para penari bedhaya
maju kedepan, musik gending semang berbunyi nyaring, yang
melihatnya membuat rasa hati tenteram, gerakannya menawan hati,
bermacam-macam gerakan penari.
(22) Senapati gawok ndulu, mring solahe dyah kang ngrangin, runtut
lawan kang bredangga, wilet rarasnya ngrespati, acengeng dangu
tumingal, de warneng dyah ayu sami.Senopati terheran-heran
terpesona melihat gerakan-gerakan yang gemulai, sesuai dengan
alunan irama musik, irama tembangnya menentramkan hati, sampai
lama terpana melihatnya, wajah dewi-dewi yang cantik-cantik.
(23) Tan lyan kang pineleng kayun, mung juga mring narpa dewi,
brangteng tyas saya kawentar, de sang dyah punjul ing warni,
kenyataning waranggana, sorote ngemas sinangling.Tiada yang lain
yang dipikirkan hanya di depannya, juga hanya kepada Ratu Kidul,
hatinya semakin berdebar-debar, karena sang Dewi lebih unggul
kecantikannya dibandingkan penyanyi, Dewi bercahaya seperti emas
dicuci.
(24) Wuyunging driya sinamun, tan patya magumbar liring, tan pegat
sabil ing nala, wau Risang Senapati, enget yen dene jinisnya, dyah
narpa tuhuning ejim.Senopati menutup-nutupi asmara dalam hatinya,
tidak terus mengumbar pandangannya hanya sebentar-bentar saja
memandang Ratu, tidak berhenti pula perang dalam bathin hatinya,
sang senopati teringat bahwa Ratu Kidul bukan dari golongan
sejenisnya, sang Ratu yang sebenarnya adalah mahluk halus/jin.
(25) Rianos jroning kung, 1) kagugu saya ngranuhi, temah datan
antuk karya, (k.241) nggenira mrih mengku bumi, nging narpeng dyah
wus kadriya, mring lungite Senapati.Dalam perasaan senopati
terdalam, 1) mengikuti rasa penasaran, agar berhasil tujuan, (k.241)
untuk menguasai bumi, akan tetapi sang Ratu sudah tahu, dengan apa
yang dipikirkan senopati.
(26) Ngunandika dalem kalbu, narpaning dyah ing jeladri, Yen
ingsun tan nggango krama, nora kudu dadi estri, enak malih dadi
priya, nora na kang mejanani.Berbicara dalam hati, sang Ratu di
samudera, Jika saya tidak perlu menikah, tidak harus menjadi
permaisuri, lebih baik mejadi laki-laki, tidak ada yang mempengaruhi.
(27) De wis dadi ujar ingsun, anggon sun wadad salamining, ngarsaarsa pengajapan, temah arsa ngapirani, sunbekane mengko jajal,
piyangkuhe ngadi-adi.Sudah menjadi sumpah saya, berniat untuk
menyendiri selamanya, menanti-nanti pengharapan, akan menjadi
merepotkan, nanti aku mencoba, keangkuhannya menjadi-jadi.
(28) Wong agunge ing Metarum, dimene lali kang nagri, krasan aneng
jro samodra, kawentar mesem sang dewi, tumungkul tan patya
ngikswa, Senapati tyasnya gimir.Orang besar di Mataram, agar lupa
dengan negaranya, kerasan (suka tinggal) di samudera, sang Dewi
mengumbar senyum, kepala menunduk dengan mata menoleh sedikit
melihat senopati, hati Senopati menjadi penasaran.
(29) Duk liniring mring sanging rum, tambuh surasaning galih,
wusana lon anandika, Dhuh wong ayu karsa mami, wus dangu
nggoningsun ningal, mring langene ing jro puri,Mencuri pandang
kepada sang Dewi yang harum, menjadi tidak menentu perasaannya,
sambil berbicara halus Duh putri cantik yang kuinginkan, sudah lama
aku memandang, kepada keindahan dalam puri,
(30) Pesareyanta durung weruh, kaya ngapa ingkang warni, nging
dyah Tan sae warninya, yen kedah sumangga karsi, sinten yogi

ndarbenana, lun mung darmi anenggani.Tempat tidurmu belum tahu,


seperti apa kelihatannya tempat tidurmu itu, Ratu menjawab, Tidak
bagus wujudnya, jika harus melihatnya terserah Anda, siapa yang
pantas memiliki, saya hanya sekedar menjaga saja.
(31)
Wusira gya jengkar runtung, Sang Sena lan narpa dewi, rawuh
jrambah jinem raras, alon lenggah sang akalih, mungging babut pan
rinengga, Se- (k.242) napati gawok ngeksi.Segera mereka beranjak
bersama, sang senopati dan sang Dewi, datang ke tempat tidur yang
nyaman, keduanya duduk pelan-pelan, diatas permadani yang rapi,
Senopati terheran-heran melihatnya,
(32) Warneng pajang sri kumendhung, tuhu lir suwargan ngalih, sang
dyah matur marang priya, Nggih punika ingkang warni, tilemane
randha papa, labet tan wonten ndarbeni.Bermacam-macan hiasan Sri
Kumendhung dipajang, terasa seperti syurga berpindah, Sang Ratu
berbicara pada sang senopati, Ya begini lah wujudnya, tempat tidur
si janda yang sengsara, karena tidak ada yang memiliki,
(33) Kakung mesem nglingira rum, Anglengkara temen Yayi, ujare
wong randha dama, ing yektine angluwihi, kabeh purane pra nata, tan
padha puranta Yayi.Senopati tersenyum sambil melirik si Dewi yang
harum, Kasihan sekali kamu Dik, katamu hanya seorang janda tapi
kenyataanya melebihi semua istana, tidak ada yang menyamai istana
dinda.
(34) Pepajangan sri kumendhung, ingsun tembe nggonsun uning,
pesareyan warna endah, pantes lawan kang ndarbeni, warna ayu
awiraga, bisa temen ngrakit-ngrakit.Hiasan Sri Kumendhung, baru kali
ini aku melihatnya, tempat tidur serba indah, pantas sesuai yang
memilikinya, bentuk yang sangat cantik, pandai sekali merangkainya.
(35) Baya sungkan yen sun kondur, marang nagari Matawis, kacaryan
uningeng pura, cacatira mung sawiji, purendah tan nganggo priya, yen
darbea kakung becik.Aku menjadi malas pulang ke negeri Mataram,
setelah melihat-lihat istana, rasa kecewa hanya satu, lebih bagus
tidak ada lelaki, jika ada yang memiliki pria baik.
(36) Wanodyane dhasar ayu, imbang kakunge kang pekik, keng
runtut bisa mong garwa, wonodyane bekti laki, tur dreman asugih
putra, Senapati denpleroki.Dasarnya wanitanya cantik seimbang
dengan pria yang baik, yang setia kepada isteri, wanitanya juga setia
pada suami, juga suka mempunyai anak banyak, Senopati melirik
menggoda dengan matanya.
(37) Dyah merang lenggah tumungkul, sarwi mesem turira ris, Sae
boten mawi priya, mindhak pinten tyang akrami, eca mung momong
sarira, boten wonten kang ngrego-(k.243) ni.Sang Dewi duduk dengan
kepala menunduk, sambil tersenyum berbicara halus, Bagus tidak
memiliki suami, bertambah apa orang bersuami, enak sendirian saja,
tidak ada yang mengganggu (k.243).
(38)
Eca sare glundhung-gundhung, neng tilam mung lawan guling,
lan tan ngronken keng ladosan, Senapati mesem angling, Bener Yayi
ujarira, enak lamban sira Yayi.Enak tidur sendiri berguling kesana
kemari, diatas tikar bersama guling, dan tidak ada yang harus
dikerjakan, Senopati terlihat tersenyum, Benar dinda katamu, enak
sendirian kamu dinda.
(39)
Mung gawoke Nimas ingsun, na wong ledhang aneng gisik, tur
priya kawelas arsa, lagya rena wrin in jladri, semang ginendeng
pineksa, kinon kampir mring jro puri.Hanya heran saya kepada dinda,
ada seorang lelaki di pesisir pantai, apalagi pria yang meminta belas
kasihan, sedang melihat samudera, malah digandeng paksa, disuruh
mampir/ singgah ke dalam puri.
(40) Jeng Ratu kepraneng wuwus, merang tyas wetareng lungit,

kakung ciniwel lambungnya, mlerok mesem datan angling, Senapati


tyasnya trustha, wusana ngandika aris.Sang Ratu terpana akhirnya,
hatinya merasa tersentuh, lelaki itu dicubit perutnya, melirik
tersenyum menggoda senopati, menyentuh hati senopati, selanjutnya
berbicara lembut.
(41) Ya sun pajar mirah ingsun, nggon sun praptaneng jeladri, labet
sun anandhang gerah, alama tan antuk jampi, kaya paran saratira,
usadane lara brangti.Ya aku ini berbicara secara mudahnya saja, aku
datang ke samudera karena sedang sakit, sudah lama tidak mendapat
obat, seperti apa syaratnya obat sakit asmara.
(42)
Mider ing rat nggon sun ngruruh, kang dadi usadeng kingkin,
tan lyan mung andika mirah, pantes yen dhukum premati, bisa mbirat
lara brangta, tulus asih marang mami.Aku sudah keliling dunia untuk
berusaha, yang menjadi penawar sakit tidak lain hanya kamu, pantas
jika dihukum, yang bisa menyembuhkan sakit asmara, kasih sayang
tulus kepadaku.
(43) Sang dyah maleruk tumungkul, uning lungit Senapati, nging
tansah ngewani priya, mangkana usik sang dewi, Wong iki mung
lamis ujar, sunbatanga nora slisirSang Dewi cemberut menunduk,
sambil memandang Senopati, tapi selalu berani dengan lelaki,
demikian goda sang Dewi kepada senopati, Anda ini hanya berbicara
bohong, perkiraan saya tidak lah salah.
(44)
Minta tamba ujaripun, pan dudu lara sayekti, lara arsa madeg
nata, ewuh mungsuh guru darmi, wus persasat ingkang yoga, kang
amengku Pajang nagri.Meminta obat katanya, tapi tidak sungguhsungguh sakit, sakitnya karena berkehendak mejadi Raja, tidak enak
bermusuhan dengan sesama guru, sudah dititahkan yang memegang
kekuasaan negeri Pajang.
(45) Wusana dyah matur kakung, Kirang punapa sang (k.244)
pekik, kang pilenggah ing Mataram, lelana prapteng jeladri, tan saged
lun sung usada, nggih dhateng keng gerah galih.Akhirnya sang Dewi
berbicara kepada senopati, Kurang apakah sang pangeran tampan,
yang menduduki Mataram, berkelana sampai samudera, tidak bisa
menyembuhkan yang menjadi sakit hatinya.
(46) Yekti amba dede dhukun, api wuyung ingkang galih, mangsi
dhatenga palastra, tur badhe nalendra luwih, kang amengku tanah
Jawa, keringan samining aji.Sungguh saya bukan dukun, api asmara
yang anda pikirkan, tidak mungkin menyebabkan kematian, apalagi
akan menjadi Raja dari para raja-raja, yang menguasai tanah jawa,
ditakuti oleh sesame raja.
(47)
Kang pilenggah ing Matarum, mangsi kirangana putri, ingkang
sami yu utama, kawula estri punapi, sumedya lun mung pawongan,
yen kanggea ingkang cethi.Yang menduduki Mataram tidak mungkin
kekurangan wanita, yang cantik-cantik dan utama, kaum wanita yang
bagaimanapun, tersedia para nyai, jika dibutuhkan secara pasti.
(48)
De selamen lamban ulun, kepengin kinayan nglaki, kang tuk
bulu bekti praja, labet blilu tyang pawestri, tan wigya mangenggar
priya, labet karibetan tapih.Selama saya menyendiri, pernah
mempunyai keinginan bersuami, yang berbakti kepada kerajaan,
karena malas seorang wanita, tidak pandai terhadap pria, karena
terlilit kain.
(49) Lamun kanggeya wak ulun, kalilan among anyethi, ngladosi
Gusti Mataram, wau ta Sang Senapati, sareng myarsa sebdeng sang
dyah, kemanisan dennya angling.Meskipun badan saya dibutuhkan,
diijinkan hanya untuk berbakti kepada Gusti Mataram, Sang Senopati
mendengarkan perkataan Dewi sambil menikmati melihat kemanisan
Ratu Kidul.

(50)
Saya tan deraneng kayun, asteng dyah cinandhak ririh, sang
retna sendhu turira, Dhuh Pangeran mangke sakit, kadar ta arsa
punapa, srita-sritu nyepeng driji.Semakin lama tidak bisa ditahan lagi
hati Senopati, tangan Dewi dipegang pelan-pelan, sang Ratna Dewi
berkata lembut manja, Dhuh Pangeran nanti sakit, sebetulnya
pangeran mau apa, tiba-tiba meremas-remas jari tangan saya.
(51) Asta kelor driji ulun, yen putung sinten nglintoni, nadyan wong
agung Mataram, mangsi saged karya driji, kakung mesem lon
delingnya, Dhuh wong ayu sampun runtik.Jari tangan saya kecil-kecil,
jika patah siapa yang akan mengganti, meskipun orang besar
Mataram tidak mungkin menciptakan jari tangan, Senopati
tersenyum sambil berkata pelan, Dhuh wanita cantik jangan marah.
(52) Nggon sun nyepengasteng masku, Yayi aja salah tampi, mung
yun u-(k.245) ning sotyanira, dyah narpa nglingira aris, Yen temen
nggen uning sotya, sing tebih andene keksi.Saya memegang
tanganmu, dinda jangan sampai salah terima, hanya mau melihat
( k.245) cincinmu, Lalu Dewi berkata halus, Jika benar Anda hanya
mau melihat cincin saya, bisa melihat dari jauh saja.
(53)
Yekti dora arsanipun, sandinya angasta driji, yektine mangarah
prana, ketareng geter ing galih, dene durung mangga karsa, paring
jangji sih mring cethi.Pasti bukan kehendak sesungguhnya, berpurapura memegang jemari, pasti berkehendak sesuatu, terlihat jelas
dipikiran, beri lah janji cinta kasih yang pasti.
(54) Kakung mesem sarwi ngungrum, swara rum mangenyut galih,
narpaning dyah wus kagiwang, mring kakung asihnya kengis,
esemnya mranani priya, Senapati trenyuh galih.Senopati merayu
dengan bernyanyi sambil tersenyum, suaranya merdu menggugah
hati, Ratu cantik sudah terpesona, kepada senopati cintanya terbuka,
senyum ratu menawan pria, Senopati tersentuh hatinya.
(55) Narpaning dyah lon sinambut, pinangku ngras kang penapi,
sang dyah tan lengganeng karsa, labet wus katujweng galih, jalmajalma dera ngantya, pangajapan mangke panggih,Sang Dewi disambut
perlahan, diletakkan diatas pangkuan senopati, sang Dewi tidak
menolak keinginan, yang tertuju kepada kekasih hati, terpenuhi
keinginan mahluk-mahluk itu.
(56) Lan titisnya Sang Hyang Wiku, kang mengkoni ngrat sekalir,
Senapati nir wikara, karenan mring narpa dewi, tansah liniling
ngembanan, de lir ndulu golek gadhing.Dan titisan Sang Hyang Wiku,
yang menguasai dunia, Senopati tanpa halangan, kehendak kepada
sang Dewi, saling melihat mesra dalam pangkuan, seperti boneka
golek gadhing.
(57) Binekta manjing jinem rum, tinangkeban ponang samir, kakung
ndhatengaken karsa, datansyah bremara sari, mrih kilang mekaring
puspa, kang neng madya kuncup gadhing.Dibawa masuk ke tempat
tidur yang harum, tertutup kain selendang, senopati mendatangkan
hasrat, selalu mesra, kepada ratu yang seperti bunga sedang mekar,
yang berada ditengah kuncup gading.
(58) Jim prayangan miwah lembut, neng jrambah sami mangintip,
mring gusti nggen awor raras, kapyarsa pating kalesik, duk sang dyah
katameng sara, ngrerintih sambate (k.246) lalis.Jin setan parahyangan
serta mahluk halus, mereka mengintip, kepada gusti yang bercinta,
terdengar saling berbisik, ketika sang Ratu terkena tajam, mengadu
merintih (k.246).
(59) Kagyat katemben pulang yun, sang dyah duk senanira nir,
nggeladrah rempu ning tilam, ukel sosrah njrah kang sari, kongas
ganda mrik mangambar, bedhahe pura jeladri.Terkejut ketika sang
Dewi kehilangan selaput daranya, pecah membanjiri di tempat tidur,

sanggul rambutnya menjadi berantakan, tercium bau semerbak


harum, rusaknya pura samudera.
(60) Dyah ngalintreg neng tilam rum, jwala nglong kerkatira nir,
Senapati wlas tumingal, sang dyah lin sinambut ririh, sinucen dhateng
patirtan, wusira gya lenggah kalih.Dewi terbaring lemah di tempat
tidur harum, selaput daranya hilang, Senopati memandang dengan
belas kasihan, sang Dewi diambilnya pelan-pelan, lalu keduanya
duduk.
(61) Dyah sareyan pangkyan kakung, tan pegad dipunarasi, mring
kakung Sang Senapatya, nyengkah ngeses sang retna di, raket sih
kalihnya sama, penuh langen ngasmara di.Dewi tiduran diatas
pangkuan Senopati, tidak henti-hentinya diciumi oleh Senopati,
keduanya saling dekap erat, penuh cinta.
(62) Cinendhak rengganing kidung, pasihane sang akalih dugi
ngantya sapta dina, Senapati neng jeladri, ing mangke arsa kondura,
marang prajanya Matawis.Irama kidung yang pendek, kemesraan
keduanya sampai tujuh hari, Senopati tinggal di dalam samudera,
yang nanti akan pulag ke kerajaan Mataram.
(63) Kakung nabda winor rungrum, Dhuh mas mirah ingsun Gusti,
ya sira karia arja, ingsun kondur mring Matawis, wus lama aneng
samodra, mesthi sun diarsi-arsi,Senopati berbicara dengan bernyanyi,
Dhuh emas merahku, ya semoga kamu bahagia, aku pulang ke
Mataram, sudah lama di samudera, pasti aku sudah ditunggu-tunggu,
(64) Marang wadyengsun Matarum, wus dangu tugur ing nagri,
narapaning dyah sareng myarsa, yen kakung mit kondur nagri, sekala
manca udrasa, druwaya badra dres mijil.Oleh rakyatku di Mataram,
sudah lama menjaga negeri, Dewi mendengarkan sambil merasa
sedih jika senopati pamit pulang ke negerinya, menangis sedih,
Rembulan menjadi menangis deras.
(65) Dereng dugi onengipun, mring kakung kemangganing sih, alon
lengser sangking pangkyan, udrasa sret dennya angling, Kaya
mengkono (k.247) rasanya, wong tresna dentimbangi.Belum sampai
yang di pikirannya, kepada senopati yang dicintai, perlahan-lahan
turun dari pangkuan, terdengar isak tangis Ratu, Seperti ini lah (k.
247) rasanya mencintai yang dibandingkan.
(66) Kaya timbang tresnaingsun, yen sun bisa nyaput pranti, myang
nguja sakarsanira, mesthi kanggo nggonsun nyethi, kakung uning
wus kadriya, mring udrasa sang retna di.Seperti membandingkan
cintaku, seandainya aku bisa memberi, menuruti semua kehendakmu,
pasti saya berguna, Senopati sudah tahu dalam hati, atas tangisan
sang Ratna.
(67)
Lon ngudhar paningsetipun, cindhe puspa pinrada di, dyah
sinambut gya ingemban, binekta mider kuliling, marang kebon
petamanan, kinidung ing pamijil.Pelan-pelan melepas kain setagen,
berhias bunga-bunga emas, Dewi disambut diemban/diangkat, dibawa
keliling-keliling ke kebun taman sambil dinyanyikan oleh Senopati.

BABAD TANAH JAWA (PANEMBAHAN SENOPATI DENGAN NYI


RORO KIDUL) part2

kisah sebelumnya...
(1) Dhuh mas mirah aja sumlang ati, titenana ingsong, lamun supe
marang sira Angger, marcapada myang delahan Yayi, nggoningsun
mangabdi, ditulus sihipun.
Dhuh emas merahku jangan khawatir hatimu, lihatlah saya, jika lupa
kepadamu, dari dunia sampai akherat Dinda, aku mengabdi cinta
tulus.
(2)
Nadyan ingsun pas wus sugih krami, tur sami yu kaot, genging
tresna wus tan liya Angger, ingkang dadi teleng ingsun kang sih,
mung andika Gusti, nggen sun ngawu-awu.
Walaupun saya sudah punya banyak isteri, dan cantik-cantik, besar
cintaku tidak lain adalah kamu dinda, yang menjadi tanda kuat cinta,
hanya dirimu adinda Gusti, kepadamu saya tergila-gila.
(3) Malawija neng jro tilam sari, tan lengganing pangkon, mung pun
kakang timbangana Angger, ingsun yekti anandhang wiyadi, dereng
antuk jampi, tan lyan sira masku,
Kenapa saya berlebihan ditempat tidur, tidak melepaskan pangkuan,
hanya kakanda pula daripada dinda, saya sungguh sedang menderita
sakit, belum mendapatkan obat, tidak lain hanya lah kamu emasku,
(4)
Ambirata rentenging tyas kingkin, satemah sun-antos, nadyan
kinen laju jrak neng kene, tan suminggah sakarsa mestuti, nging
kapriye Yayi, solahe wadyengsun.
Yang bisa menghilangkan hati sedih, jadi saya tetap menunggununggu, walaupun harus berjalan jauh sampai disini, tidak ingin
sembunyi berusaha, tetapi bagaimana dengan rakyatku Dinda.
(5) Narpaning dyah tyasnya lir jinait, kapraneng pamuwos,
kemanisen kakung pangrengihe, (k.248) dadya luntur sihira sang dewi,
mring kakung lon angling, Pangran nuwun tumrun.
Hati Ratu tersentuh, terpesona oleh perkataan senopati yang manis
minta dimengerti, (k.248) menjadi pudar sihirnya sang Dewi, kepada
senopati berkata pelan, Pangeran saya minta turun.
(6)
Sing ngembanan wus tumrun sang dewi, long lenggah sekaron,
malih sang dyah matur mring kakunge, Pangran nuwun ngapunten
kang cehti, dene kumawani, dhoso gungan kakung.
Sang Dewi turun dari pengembanan/ bopongan, kemudian duduk
diatas bunga, kembali Dewi berbicara kepada senopati, Pangeran,
saya mohon sungguh-sungguh dimaafkan, karena terlalu berani
banyak kepada lelaki/senopati.

(7) Datan langkung panuwuning cethi, sih tresnanya yektos, sampun


siwah putra wayah tembe, tinulusna darbe cethi mami, kakung
ngraketi ngling, dyah ingras pinangku.
Tidak lebih permohonan saya, cinta kasih yang nyata, jangan berubah
sampai anak cucu nanti, ketulusan menjadi milikku, Senopati
langsung memeluk, Dewi dipangku.
(8)
Ya mas Mirah aja sumlang galih, sok bisaa klakon, malih sang
dyah matur mring kakunge, Nggih Pangeran yen wus mangguh
westhi, praptanireng jurit, mrih enggal lun tulung.
Ya emas merahku jangan khawatir hatimu, nanti akan terjadi, Dewi
berbicara lagi kepada senopati, Ya Pangeran jika sudah menjadi
sungkan nanti menghadapi perang, segera saya tolong.
(9) Magut sang dyah kakung lon winangsit, ubayaning temon,
Sedhakepa myang megeng napase, anjejaka kisma kaping katri, yekti
amba prapti, ngirit wadya lembut.
Kepala Dewi mengangguk pelan sebagai tanda akhir pertemuan,
Sedekapkan tanganmu dengan menahan nafas, hentakkan kaki ke
tanah 3 kali, saya pasti datang, membawa pasukan mahluk halus.
(10)
Lawan amba atur araneng jurit, mrih digbya kinaot, Tigan
lungsungjagad nggih namine, dhinahara gung sawabe ugi, panjang
yuswa yekti, kyating sara timbul.
Bersama saya serahkan pasukan, agar kekuatannya unggul, Telur
Lungsung Jagad namanya, mendapat pengaruh besar juga, panjang
umur pasti, kekuatan tumbuh pesat.
(11) Lawan Lisah Jayengkatong nami, dewa kang sih mring ngong ,
kalih sampun ngaturken kakunge, Senapati sawusnya nampeni,
langkung trustheng galih, antuk sraneng pupuh.
Dengan minyak Jayengkaton namanya, Dewa yang memberi padaku,
kedua hal itu sudah diberikan kepada senopati, sudah diterima oleh
senopati, bertambah senang hatinya, mendapat sarana untuk perang.
(12) Malih sang dyah mangsit marang laki, ngelmining kerato(k.249) n, mrih kinedhep mring lelembut sakeh, Senapati wus
kadriyeng wangsit, wusana sang dewi, ngraket weceng kakung.
Kembali sang Dewi memberi pesan kepada senopati, ilmu dari keraton
(k. 249), yang tersedia oleh semua mahluk halus, Senopati sudah
menerima wangsit, selesainya Dewi memeluk erat Senopati.
(13) Dhuh Pangeran yen marengi karsi, ing panuwun ingong
sampun age-age kondur mangke, wilangun lun yekti dereng dugi,
paran polah mami, yen paduka kondur.
Dhuh Pangeran jika saya diperbolehkan meminta, saya minta jangan
cepat-cepat pulang, menurut perhitungan saya belum sampai, seperti
apa saya nanti, jika Paduka pulang.
(14) Raka ngimur mrih lipuri Yayi, Adhuh mirah ingong kang sih
tresna marang ing dasihe, myang sakjarwa wus sun trima Yayi, nging
sun meksa amit, megat oneng masku.
Kanda Senopati menghibur Dinda Ratu, Adhuh emas merahku yang
aku cintai, saya sudah jelas menerima Dinda, hanya saja saya harus
pamit, berpisah dengan mu emas merahku.
(15) Aja brangta mirah wong akuning, lilanana ingong, ingsun kondur
mring Mataram prajeng, nora lama mesthi nuli bali, mring pureng
jeladri, tuwi dika masku,
Jangan sedih emas merah milikku, relakanlah saya, saya pulang ke
kerajaan Mataram, tidak lama pasti akan kembali, ke puri samudera
ini, menjenguk engkau emasku,
(16) Saking labet datan betah mami, pisah lan mas ingong, sangking
wrate wong mengkoni prajeng, sang dyah ngungsep pangkyan ngling
ing laki, Pangran sampun lami, nggih nuntena wangsul.

Saya sebenarnya sangat tidak kuat untuk berpisah dengan emasku,


hanya karena berat beban saya menjaga menlindungi kerajaan, Sang
Dewi kemudian jatuh memeluk pangkuan Senopati, Pangeran jangan
lama, segera pulang kesini.
(17) Dugi nggusthi megat onenging sih, gya mijil sang anom Ratu
Kidul ndherekken kondure, asarimbit kekanthen lumaris, rawuh
Srimanganti, gya kakung nglingnya rum.
Sampai akhirnya Gusti Senopati mengakhiri kasih cinta, segera Ratu
Kidul mengantarkan kepulangannya, saling menggandeng tangan
harmonis, sampai di Srimanganti, Senopati segera melihat sang Dewi
penuh rasa kasih.
(18)
Wus suntrima sihira Mas Yayi, nggennya ngater mring ngong,
among ingsun minta sihirangger, srana tumbal usadaning kingkin,
sang dyah manglegani, sih katresnane kakung.
Sudah saya terima sihir mu Dinda Mas, olehmu menghantar saya,
hanya saya minta sihirmu, sebagai sarana tumbal obat sakit
asmaraku, Sang Dewi memberi cintanya kepada Senopati.
(19)
Atur gantyan manglungken sing lathi, tinampen waja (k.250)
lon, geregetan ginigit lathine, sang dyah kagyat raka sru pinulir, purna
kang karon sih, sewangan lestantun.
Bergantian memberi ciuman bibir, diterima gigi secara pelan, mencium
menggigit mesra, Sang Dewi kaget pada Senopati, setelah bercumbu,
kunjungan selesai.
(20) Senapati praptanireng njawi, puranya sang sinom, sirna wangsul
keksi samodrane, Senapati nggenya napak warih, lir mangambah siti,
tinindakkira laju.
Senopati telah sampai diluar pura sang Dewi, kembali menghilang
samudera dari penglihatan, Senopati berjalan diatas air, seperti
memijak tanah, dia berjalan terus.
(21) Senapati sakpraptaning gisik, wespadeng pandulon, kang pitekur
neng Parangtritise, wus saestu lamun guru yekti, niyakaning Sunan
Adilangu.
Senopati sampai dipinggir pesisir pantai, melihat dengan waspada
kepada seseorang yang berdiri tegak di Parangtritis, sudah merasa
yakin bahwa dia adalah Guru Senopati, yaitu Sunan Adilangu.
(22) Senapati gepah nggen mlajengi, mring guru sang kaot, prapta
laju, mangusweng padane, pamidhangan ngasta mring sang yogi,
luwarnya ngabekti, lengser lenggah bukuh.
Senopati segera menghampiri maha guru, dengan segera memberi
hormat tunduk, tangan guru menyentuh sang anak/ murid, sebagai
tanda diterimanya bakti sang Senopati, bergeser duduk sopan.
(23)
Sunan Adi gya ngandika aris, Jebeng sokur ingong, lamun sira
katemu neng kene, sabab ingsun arsa anjarwani, pratingkah kang
yekti, mrih arjaning laku.
Sunan Adilangu berbicara dengan bijaksana, Aku bersyukur anakku,
aku bertemu denganmu disini, sebab aku menanti-nanti, apa yang
sebenarnya terjadi dengan perjalananmu.
(24) Sira sinung digdaya lan sekti, ngluwihi sagung wong, sun
prelambang samodra pamane, kita ambah tan teles kang warih, lir
dharatan ugi, tyasnya aja ujub,
Kamu sangat ampuh dan sakti, melebihi semua orang, misalnya saja
tanda samudera yang kamu injak tanpa basah dengan air, seperti
daratan saja, tetapi ingatlah hatimu jangan angkuh
(25) Riya kibir sumengah tan keni, segahe Hyang Manon, nabi wali
uliya sedene, yen neraka tuk sikuning Widi, karseng Hyang piningit,
bab catur piyangkuh.
Sombong, riya, congkak tidak boleh, dibenci oleh Hyang Manon, nabi

wali Allah juga membenci, jika neraka mendapat laknat dari Hyang
Widi, diharapkan oleh Hyang tersembunyi, bab pembicaraan yang
angkuh.
(26) (k.251) Wong gumedhe anglungguhi kibir, sapa padha lan ngon,
larangane Hyang Sukma kang murbeng, kibir riya piyangkuhing jalmi,
mrih ngalema luwih, keringan sawegung.
(k.251) Orang yang sombong melebihi kibir. Barang siapa yang patuh
pada larangan Hyang Sukma yang menciptakan alam dan seisinya,
sombong dan riya adalah keangkuhan manusia, minta dipuji-puji
berlebihan, semuanya itu tidak lah pantas
(27) Amemadha marang ing Hyang Widi, wong pambeg mengkono,
kalokeng rat mring praja liyane, ujubira piyangkuh ngengkoki, gawoka
kang ngeksi, lumaku gumunggung.
Mempersamakan diri dengan Hyang Widi, orang seperti itu
disemayami derajat dari raja-raja yang lainnya, perlihatkanlah
kepribadianmu yang tidak angkuh, terlihat mempesona, berjalan
anggun berwibawa.
(28)
Saksolahe was tan darbe maning, mung legane batos, sakeh
patrap ja mengkono Jeneng, Senapati tuhunen kang kapti, lan sun
plambang maning, kan tan lungguh ngelmu
Semua tingkah laku tidak ada yang mengganggu hati, tinggal
tentramnya hati saja, banyak sekali perilaku jangan hanya menjadi
nama saja, Senopati benar-benar hanya berfokus pada kehendak/citacita luhur, dan saya memperumpamakan lagi, yang tidak memiliki ilmu.
(29)
Aja sira pambeg kaya langit, bumi gunung argon, lan samodra
plambang patrap kabeh, pan ya Kaki pambeganing langit,
saengganing jalmi, ngendelken yen luhur.
Jangan lah kamu menengadah seperti langit (angkuh), bumi gunung
tinggi, dan samudera semua contoh, ya Kaki pemberian langit,
bermacam-macam manusia, mengandalkan yang luhur.
(30) Bumi kandel jembare ngluwihi, dwi lir pambeging wong, wus tan
ana mung iku dayane, myang kang gunung digung geng inggil,sagra
jro tirtaning, gurnita kang alun,
Tebalnya bumi dan luasnya itulah dua sifat manusia, sudah tidak ada
yang melebihi kekuatannya selain itu, kepada gunung-gunung besar
dan tinggi, dalamnya samudera, gumelarnya ombak,
(31) Ngendelaken digdayane sami, bumi samodra rob, langit arga
pambeg jalma kabeh, wus tan ana polataning maning, sisip pambeg
jalmi, kurang jembar kawruh.
Mengandalkan kekuatan mereka, bumi samudera banjir, semua langit
dan gunung seperti sifat manusia, sudah tidak ada perbedaannya lagi,
sedikit berbeda dengan manusia yang tidak mempunyai ilmu
pengetahuan.
(32)
Yen sira yun wigya dadi aji, mangreh sagunging wong, aja
pegat istiyarmu Je- (k.252) beng, laku pasrah mring Kang Murbeng
Bumi, neng musik di-ening, mrih uning Sukma Gung.
Jika kamu menjadi orang tinggi/ Raja, memerintah semua orang,
jangan berhenti ikhtiarmu (k.252) Nak, berpasrah kepada Kang
Murbeng Bumi (Penguasa Yang menciptakan Bumi dan seisinya),
menjadi sekutu terhadap Sukma Gung (Hyang Besar Sukma)
(33) Ginampangan seka karseng Widi, di-terang pandulon, aja sereng
sakpekoleh bae, ngibadaha nglungguhana gami, nging driya dieling,
mrih manise wadu.
Secara mudah terwujud kehendak dari Hyang Widi, berfokus lah pada
pandangan/tujuanmu, jangan sembarangan bertingkah seenaknya
saja, beribadah lah memeluk agama, selalu hati berwaspada kepada
manisnya wanita.

BABAD TANAH JAWA

Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya


daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses
pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan
lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang
kemudian melahirkan Gunung Himalaya.
Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak
benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang
muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan
mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara,
yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman
dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya
adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan
bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa.
Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti
keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali
sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga
merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.
Mengingat kalau dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa atau
Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang
hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga
perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang
nyaris sama.
Versi mistis :

Pulau terbesar dengan penduduknya paling banyak di seluruh


Indonedia ini, tidak menyangka, kalau dahulunya adalah pulau terkecil
dan terpecah-belah oleh persilangan laut antara utara dan selatan.
Kisah dipersatukannya seluruh pulau yang terdapat di berbagai pulau
Jawa, akibat dari kesaktian yang dimiliki oleh Brahmana Agung
bernama Shang Hyang Dewa. Konon dengan kesaktian beliau, pulau
itu ditarik satu persatu menjadi pulau terbesar dan dinamakan Bumi
Ing Jowo Dwipo.
Semasa pulau ini belum terjamaah oleh manusia, para siluman dari
bangsa seleman dan togog telah lebih dulu menduduki hingga ribuan
tahun lamanya. Masa itu pulau Jawa disebut dengan nama Mokso

Seleman (zaman para lelembut).Namun setelah keturunan dari Shang


Hyang Nurasa menduduki bumi Jawa (Shang Hyang Dewa) pulau itu
disebut dengan nama bumi pengurip (bumi yang dihidupkan). Shang
Hyang Dewa akhirnya moksa di puncak Gunung Tidar, setelah beliau
menyatukan berbagai bangsa lelembut untuk menuju jalan Adil
(kebenaran), dan dari keturunannya.
Terlahir pula para Shanghyang Agung, seperti Shanghyang Citra Suma,
Shanghyang Dinata Dewa, Shanghyang Panca Dria, yang akhirnya dari
merekalah sebuah titisan atau wasilah turun-temurun menjadi
kerajaan teragung yang absolut.
Baru diabad ke 12, pulau Jawa diperluas dengan tiga aliran yang
berbeda, yaitu dengan adanya ajaran Hindu, mokso Jawi dan Islam.
Akhir dari ketiga aliran tersebut nantinya menjadi suatu perlambang
dari perwatakan penduduk pulau Jawa hingga sekarang ini.
Dalam perluasan arti ketiga diatas, mencerminkan sebuah kehidupan
bermasyarakat gemah ripah loh jinawi. Konon ajaran ini hanya ada
dipulau Jawa dan seterusnya menyebar ke seluruh pelosok yang ada di
Indonesia, seperti ajaran Hindu misalnya, ilmu yang diajarkan oleh
para Shanghyang Dewa, ilmu, sebagai aji rasa manunggaling agung.
Lewat bait sansekerta Yunani yang mengupas di dalamnya, kebenaran,
keadilan, kejujuran dan memahami sifat alam. Ilmu ini akhirnya
diturunkan oleh bapaknya para dewa. Raden Nurasa kepada
Nabiyullah Khidir a.s. dan dizaman Wali Songo nanti, ilmu ini dipegang
dan menjadi lambang dari sifat kependudukan masyarakat Jawa oleh
tiga tokoh Waliyullah, yaitu Sunan Kalijaga, Mbah Cakra Buana dan
Khanjeng Syekh Siti Jenar.
c
1
Moksa jawi sendiri, sebuah ilmu yang mengupas tentang kedigdayaan
ilmu yang bersumber dari raja lelembut, bernama raja lautan. Ini
sangat berperan dan menjadi salah satu perwatakan masyarakat Jawa.
Konon ajaran yang tergabung di dalamnya mengajarkan arti tirakat,
mencegah hawa nafsu dan memahami makna rohani, simbol dari
ajaran ilmu ini digambarkan sebagai bentuk keris.
Keris menjadi suatu perlambang dari ajaran orang Jawa, bermula dari
seorang Empu, bernama Ki Supo Mandragini. Beliau salah satu santri
dari Khanjeng Sunan Ampel Denta yang diberi tugas untuk membuat
sebilah keris. Namun rupanya, pemahaman dari sang guru dan murid
ini saling berseberangan, disisi lain Sunan Ampel menginginkan
sebuah pusaka berupa sebilah pedang sebagai perlambang dari makna
Islam. Namun ketidaktahuan Ki Supo Mandragini sendiri, akhirnya
beliau membuat sebilah keris berluk 9.
Keris tersebut menjadi penengah antara ajaran Islam dan Hindu bagi
orang Jawa, dengan sebutan Islam Kejawen, dan keris pembuatan Ki
Supo diberi nama Kyai Sengkelat. Dari kedua aliaran diatas, Islam
telah ada di pulau Jawa sejak abad ke 9. Ajaran ini dibawa dari kota
Misri oleh seorang Waliyullah Kamil Syekh Sanusi dan muridnya
Muhammaad Al Bakhry, dan baru masyhur tentang ajaran Islam di
pulau Jawa pada abad 13 dan 14 atau zamannya para Wali Songo.
Pembedaran lain dari keunikan yang terdapat di pulau Jawa pada masa
itu, 300 tahun sebelum Wali Songo mendudukinya, para Shanghyang

maupun bangsa lelembut seleman telah mengetahui lewat sasmita


gaib yang mereka terima, bahwa sebentar lagi pulau Jawa akan
dibanjiri para pemimpin makhluk dari berbagai negara.
Mereka dari seluruh alam berkumpul, berdiskusi di puncak Gunung
Ciremai, pada masa itu mereka mufakat untuk mengabdi dan
membantu, apabila para Waliyullah telah menduduki pulau Jawa.
Namun tentunya tidak semua dari mereka setuju, sehingga
perpecahan dari dua kubu yang berseberang jalan itu dinamakan
Getas Kinatas (terpecahnya satu keluarga atau satu keturunan).
Nanti pada akhirnya tiba, dari Shanghyang Rowis Renggo Jenggala,
akan menurunkan beberapa keturunan Saktineng Paku Jawa (orangorang sakti yang menjdi penguasa pulau Jawa) diantaranya:
- "Arya Bengah" yang menurunkan para putera Majapahit dan
keturunannya sampai putera Mataram.
- "Ciung Wanara" yang menurunkan Lutung Kasarung hingga sampai
ke silsilah Prabu Agung Galuh atau yang dikenal dengan nama Prabu
Munding Wangi atau Prabu Siliwangi.
- "Nyi Mas Ratu Ayu Maharaja Sakti" menurunkan beberapa keturunan
berbagai alam diantaranya "Ratu Palaga Inggris, seorang puteri cantik
dari bangsa manusia, yang akhirnya dikawin oleh Prabu Siliwangi.
- "Kerta Jasa" maharaja sakti.
- "Sang Kowelan" salah satu anak dari Ratu Palaga Inggris yang
berjenis bangsa lelembut, dari beliau pula ucuk umun dan Ratu Kidul
dihasilkan.
- Dari "Syekh Sanusi" melahirkan ratusan Waliyullah kondang,
diantaranya para Wali Irak, Yaman, Mesir, Turky, dan para Wali Jawa.
Untuk yang berseberangan atau getas kinatas, sebagian dari mereka
memilih ngahyang (raib) dan tak pernah muncul lagi dipermukaan
bumi dan sebagian lagi mereka mengabdi dengan lewat menjaga
semua alam di pulau Jawa.
Diantara yang mengabdi adalah :
- Sih Pohaci, beliau menjaga awan dan langit.
- Sih Parjampi, beliau selalu menjaga bumi dan bertempat pada
lapisan bumi nomor dua.
- Sang Sontog, menjaga semua gunung pulau jawa.
- Sang Waluhun, menjaga pantai utara dan selatan.
- Sih Walakat, menjaga seluruh hutan dan pepohonan.
- Sangkala Brahma, menjaga bumi Cirebon.
- Sangkala Wisesa, menjaga bumi Mataram.
- Janggala Putih, menjaga bumi Bogor.
- Sang Lenggang Lumenggang Gajah, menjaga bumi Jakarta.
- Sang Seda Hening, menjaga bumi Banten.
Dan pengguron atau perguruan para purwa, Wali Jawa, diantaranya;
Perguruan, penatas angin Pekalongan.
Perguruan, Agung Waliyullah Ki Bagus Santo Pekalongan.

Perguruan, Pandarang Semarang.


Perguruan, Jambu Karang Purwokerto.
Perguruan, Daon Lumbung Cilacap, dan lain-lain.
Begitulah sepenggal kisah Purwa Jawa.

KISAH NABI KHIDIR A.S BERUMUR PANJANG

Bahwa Nabi Khidir itu berumur panjang dan masih hidup sampai
sekarang masih diyakini sebagian besar kaum muslimin pada
umumnya, khususnya umat muslimin Islam tradisional di
Indonesia.Kisah-kisah tentang Nabi Khidir ii terus menarik perhatian
semua orang karena keunikannya.
Berikut ini di tuturkan kisah asal mula Nabi Khidir bisa berumur
panjang, walau semua itu tidak lepas dari kehendak Allah SWt.
Kisah ini diriwayatkan ole Ats-tsa labi dari imam Ali, yang bermula dari
Raja Iskandar Zulkarnain yang disebut The Great Alexander (Iskandar
yang agung). Sebutan The Great Alexander kepada Raja Iskandar
Zulkarnain karena beliau adalah seorang kaisar yang mampu
menaklukkan dunia barat dan timur.Beliau disegani dan ditakuti orang
di seluruh dunia pada zamannya.Walau demikian, posisi ini tidak
menjadikan beliau sombong, beliau adalah salah seorang raja yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Suatu ketika raja Iskandar Zulkarnain pada tahun 322 SM berjalan di
atas bumi menuju ke tepi bumi (istilah ke tepi bumi ini disebut orang
sebelum Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1492 pada
saat itu anggapan orang bumi itu tidak bulat). Allah mewakilkan
seorang malaikat yang bernama Rafail untuk mendampingi Raja
Iskandar Zulkarnain.
Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang dan raja Iskandar
Zulkarnain berkata kepada malaikat Rafail : wahai malaikat Rafail
ceritakanlah kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit.
Malaikat Rafail berkata:ibadah para malaikat di langit di antaranya
ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya. Ada
yang sujud tidak mengangkat kepala selama-lamanya, dan ada pula
yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya. Mendengar
keterangan ini Raja termenung. Dalam benaknya timbul keinginan bisa
melakukan hal yang sama seperti malaikat. Niatnya hanya satu agar
dapat beribadah kepada Allah. Lalu malaikat Rafail berkata:
Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air di bumi, namanya
Ainul hayat yang artinya sumber air hidup, maka barang siapa yang
meminumnya seteguk,maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau
sehingga ia memohon kepada Allah agar supaya dimatikan.
Kemudian raja bertanya kepada malikat Rafail: apakah kau tahu
dimana tempat ainul hayat itu. Malaikat rafail menjawab: Bahwa

sesungguhnya Ainul hayat itu berada di bumi yang gelap.Setelah raja


mendengar keterangan dari malaikat Rafail tentang Ainul hayat, maka
raja segera mengumpulkan alim ulama pada zaman itu. Raja bertanya
kepada mereka tentang Ainul hayat itu tetapi mereka menjawab: kita
tidak tahu kabarnya, namun ada seorang yang alim di antara mereka
menjawab : sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat nabi
Adam AS, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul
Hayat itu di bumi yang gelap. Dimanakah tempat bumi yang gelap itu
? Tanya raja. Dan dijawab, yaitu di tempat keluarnya matahari.
Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja
bertanya kepada sahabatnya: kuda apa yang sangat tajam
penglihatannya di waktu gelap? Dan sahabat menjawab, yaitu kuda
betina yang perawan. Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda
betina yang masih perawan, lalu raja memilih di antara tentaranya
yang sebanyak 6000 orang dipilih yang cendekiawan dan yang ahli
mencambuk.
Di antara mereka adalah Nabi Khidir AS berjalan di depan pasukannya.
Setelah menempuh perjalanan jauh maka mereka jumpai dalam
perjalanan,bahwa tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah
kiblat. Kemudian mereka tidak berhenti menempuh perjalanan dalam
waktu 12 tahun, sehingga sampai di tepi bumi yang gelap itu, ternyata
gelapnya itu seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam.
Kemudian seorang yang sangat cendekiawan mencegah raja masuk ke
tempat gelap itu dan tentara-tentaranya berkata kepada raja. Wahai
raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk ke
tempat gelap ini karena tempat ini gelap dan berbahaya . Raja
berkata : Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak . Kemudian raja
hendak masuk, maka mereka semua membiarkannya siapakah yang
berani membantah perintah maharaja yang disegani dunia barat dan
dunia timur. Kemudian raja berkata kepada pasukannya : Diamlah,
kalian di tempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang kepada
kalian dalam masa 12 tahun itu maka kita pulang bersama, jika aku
tidak datang selama 12 tahun maka pulanglah kembali ke negeri
kalian.
Kemudian raja berkata kepada Malaikat Rifail : Apabila kita melewati
tempat yang gelap ini apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita ?
. Tidak bisa kelihatan , jawab Malaikat Rifail : Akan tetapi aku
memberimu sebuah mutiara, jika mutiara itu ke atas bumi maka
mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras dengan
demikian maka teman-teman kalian yang tersesat jalan dapat kembali
kepada kalian . Kemudian Raja Zulkarnain masuk ke tempat tersebut
dengan didampingi oleh Nabi Khidir. Disaat mereka jalan Allah
memberikan wahyu kepada Nabi khidir As, Bahwa sesungguhnya
Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat itu Aku
khususkan untuk kamu . Setelah Nabi Khidir menerima wahyu
tersebut kemudian beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya :
Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah
kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian
.
Lalu beliau berjalan menuju ke sebelah kanan jurang maka didapatilah
oleh beliau sebuah Ainul Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi
Khidir turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya
dan turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan

turun ke Ainul Hayat ( sumber air hidup ) tersebut, dan beliau


terus mandi dan minum sumber air hidup tersebut maka dirasakan
oleh beliau airnya lebih manis dibanding madu. Setelah beliau mandi
dan minum Ainul hayat tersebut terus menemui Raja Iskandar
Dzulkarnain sedangkan raja tidak pernah tahu apa yang terjadi pada
Nabi Khidir As yaitu pada saat Nabi Khidir melihat Ainul Hayat dan
mandi.
Raja Iskandar Dzulkarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu
selama 40 hari, tiba-tiba tampak oleh Raja sinar seperti kilat maka
terlihat oleh Raja, bumi yang berpasir merah dan terdenganr oleh Raja
suara gemericik di bawah kaki kuda. Kenudian Raja berkata kepada
Malaikat Rafail Suara apakah yang gemerincing di bawah kaki kuda
tersebut ? , Malaikat Rafail menjawab : gemericik adalah suara
benda apabila seseorang mengambilnya niscaya ia akan menyesal dan
apabila tidak mengambilnya niscaya ia akan menyesal juga. Suara
gemericik itu membuat orang jadi penasaran namun semua orang
ragu-ragu dalam mentukan sikapnya, mengambil benda itu atau
tidak ?. Kemudian diantara pasukan ada yang mengambilnya namun
hanya sedikit setelah mereka keluar dari tempat yang gelap itu
ternyata bahwa benda tersebut adalah permata yakut berwarna merah
dan jambrut yang berwarna hijau; maka menyesallah pasukan yang
mengambil itu karena mengambilnya hanya sedikit, apalagi para
pasukan yang tidak mengambilnya pasti lebih menyesal lagi kenapa
mereka begitu bodoh tidak mengambil permata yang mahal harganya
itu.
Demikianlah kisah asal mula Nabi Khidir berumur panjang. Bukti
bahwa Nabi Khidir berumur panjang adalah dari adanya kisah-kisah
yang menyebutkan bahwa beliau sudah ada sejak zaman Nabi Musa
As, lalu beliau juga pernah bertemu dengan Rosullullah SAW dan
bahkan pernah berguru Ilmu Fiqih kepada Imam Anu Hanifah.

AWAL MULA BERDIRINYA KERAJAAN JIN LAUT SELATAN


BABAD TANAH JAWA RIWAYAT DEWI NAGA HIJAU LAUT
SELATAN,, PENGUASA LAUT SELATAN

Pada zaman Rasulullah (nabi Muhamad) diutus oleh Allah bangsa Jin (bangsa
dewa-dewi) tidak boleh lagi menemui manusia di alam gaib,tidak bermain lagi
di kancah dunia luar. Di Tanah Jawa setelah era para wali songo mereka mundur
dan mengizinkan Islam disebarkan di Tanah Jawa. Demikian Syekh Mafudin
menjelaskan kepada kami pada pagi hari setelah berjamaah shalat subuh. Pada
suasana masih gelap saya dapat melihat nenek Dewi naga selatan berada
disekitar kami namun dalam bentuk bayangan. Sang Dewi hanya tersenyum
dan memanggut tanda setuju kepada Syekh untuk menceritakan Babat Tanah
Jawa.
Sejak zaman dulu 50.000 tahun yang lalu, Dewi naga selatan ditempatkan
bersemayam di tanah Jawa di Indonesia. Atas perintah Bapaknya Malaikat JAAN
untuk menetap dan tinggal di daerah gunung selok.Yang dimana Letak
persisnya di gunung Selok daerah Cilacap perbatasan Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Dimana di daerah Cilacap ini tempat letaknya Pusatnya Puser Bumi dan
Bersemayam Para Dewa-Dewi seluruh Dunia dan juga tempat tinggalnya
Sanghiyang Wenang dan Sanghiyang Wening begitu juga Eyang Semar
( Sanghiyang Ismaya ),yaitu salah satu Dewa yang bermain di tanah Jawa.Yang
dimana Eyang Semar ini adalah utusan dari Sanghiyang Sys untuk mengajarkan
orang Jawa tentang tata krama yaitu tentang sopan santun bijaksana dalam
segala hal harus legowo dalam hidup tapi bukan berarti tidak berusaha pasrah
bukan berarti diam diri ya harus bisa berpikir mana yang baik dan mana yang
tidak baik buat kita jangan terima mentah-mentah.Yang mana Sanghiyang Sys
ini adalah Kakak pertama dari Dewi Naga Selatan.
Dewi naga selatan mempuyai 3 orang anak yaitu: Dewi Blorong, Dewi Rara
Panas atau Dewi Kidul dan Dewi Ningrum.
1. Dewi Blorong
menguasai sebagian Jawa Barat dan Jawa Tengah di Indonesia.
2. Dewi Rara Panasmenguasai daerah Jawa barat dan sebagian Jawa Tengah
di Indonesia.
3. Dewi Ningrum
hanya menguasai Jawa Timur saja.
Ketiga putrinya ini masing-masing memiliki sukma sejati Ular Kobra, Naga Hijau
dan Ular Sanca . Ketiga putri bangsa jin itu memiliki sifat dan perwatakan yang
berbeda-beda
.
Dewi Rara Panas adalah Dewi yang berparas cantik dan memiliki kemiripan
dengan ibunya Dewi Naga Selatan yang bersifat welas asih dan bijaksana.
Sedangkan saudara tuanya yakni Dewi Blorong berwatak panas, digjaya dan
menjadi ratu penguasa ilmu kegelapan. Beliaulah Dewi dari segala lelembut
yang menyebarkan ilmu kekebalan, ilmu kesaktian, ilmu santet dan sebagainya.
Oleh karena itu kekacauan yang disebabkan oleh ilmu-ilmu tersebut
sebenarnya berasal dari Dewi Blorong dan bukan lah dari Dewi Rara Panas(Dewi
Rara kidul). Dewi ningrum adalah Ratu yang berwatak dingin dan lemah
lembut, tokoh yang terakhir ini jarang muncul di dunia spiritual ketimbang
kedua tokoh sebelumnya yakni Dewi Blorong dan Dewi Rara Panas.
Dewi Blorong mengangkat 2 orang anak, yang pertama adalah Dewi Kaditha.

Dewi Kaditha adalah putri raja dari ratu di zaman kerajaan Sunda Kuno yaitu
Prabu Munding Wangi mendapat cercaan dan hinaan akibat adanya fitnah yang
disebarkan kerabat istana. Putri raja tersebut akhirnya diasingkan ke hutan
karena selain tidak disukai dikalangan istana,ia memiliki penyakit kulit yang
sangat aneh.Walaupun seorang putri raja namun dengan penyakit kulit seperti
ini tubuhnya menjadi amis dan berbau busuk.Diduga putri tersebut terkena
ilmu teluh dari para punggawa istana karena disuruh oleh beberapa kerabat
istana
yang
terkena
bisikan
jahat
tersebut.
Akhirnya sang putri berputus asa dan terus berjalan tanpa arah sehingga
sampailah ia disuatu tebing samudra yang bergelombang lautnya sangat
dahsyat.Lalu ia mendengar ada bisikan yang dimana yang membisikan itu
adalah Dewi Blorong penguasa laut selatan dari Bangsa Jin.Kemudian ia berjanji
kepada penguasa laut untuk menerimanya menjadi pengikutnya. Namun sang
penguasa laut yaitu Dewi Blorong memberkati ia sebagai ratu di alam goib
dengan satu syarat.Syarat tersebut adalah sang putri harus terjun ke laut
supaya dapat menjelma menjadi bangsa lelembut atau ruh halus.Dan akhirnya
sang putri lalu dijadikan Ratu penguasa pantai selatan di pelabuhan Ratu,
Sukabumi,Jawa Barat mengenai adanya petilasan Roro kidul dan makamnya
yang berukuran besar disana.Ini adalah kisah nyata bukan legenda.
Salah satu pemimpin Republik Indonesia Presiden Pertama yaitu Bapak
Soekarno dibantu oleh Ratu Kaditha penguasa Laut Selatan yang berada
didaerah Jawa Barat Letak persisnya di daerah sukabumikaranghawu.
Anak ke dua dari Dewi Blorong adalah anak dari Ratu Atas Angin yaitu Putri
NawangWulan.Untuk menjadi penguasa pantai selatan karena telah teruji
sebagai pelaku di bumi dengan ketabahan dan kasih sayang layaknya seorang
wanita manusia.Pada waktu itu Putri Nawangwulan yang turun mandi bersama
saudara-saudaranya mereka bertujuh tapi diantara semuanya dialah yang
paling cantik dan baik hati yang dimana mereka mandi disebuah telaga di bumi
(Tanah Jawa).mereka bersenang- senang tertawa bersama bersuka ria tapi
tanpa disadari mereka ada yang melihat sesosok manusia yang berjenis
lelaki,betapa kagetnya dia sambil mengintip di semak semak belukar melihat
bidadari cantik-cantik sedang mandi dan kebetulan laki-laki tersebut adalah
orang sakti yang bernama Joko Tarub lalu dia ambil salah satu selendang dari
bidadari yang sedang mandi di telaga tersebut.Kemudian dia simpan dibalik
bajunya.Tibalah saatnya para bidadari tersebut untuk kembali terbang ke
angkasa meniti pelangi.Enam bidadari telah siap dengan membentangkan
selendangnya.Namun seorang putri masih sibuk mencari-cari dimanakah
gerangan
selendang
yang
ia
letakkan
dibalik
semak.
Alangkah gundah gulananya sang putri mana kala para bidadari telah terbang
menuju angkasa.Akhirnya ia mengadu dan menangis sejadi-jadinya disebuah
akar pohon besar ditepi telaga.Joko Tarub mengambil kesempatan ini untuk
merayu sang putri agar jangan terlalu bersedih dan berduka,karena ia bersedia
menolong dan memberinya tempat tinggal sampai selendang yang dicari
ditemukan.Ini juga bukanlah legenda tetapi kisah nyata yang terjadi di dunia.
Dan pada suatu masa sang putri berhasil menemukan selendang miliknya
disebuah guci yang selalu dirahasikan oleh suaminya Joko Tarub.Akhirnya sang
putri mempersiapkan diri kembali ke telaga untuk terbang menuju angkasa di
keratonnya Ratu Atas Angin.Yang dimana mempunyai anak satu laki-laki
berusia masih berumur 1 thn. Sebenarnya sang putri berat meninggalkan
anaknya semata wayang tapi dia kangen juga dengan keluarganya yang di

Angkasa. Joko tarub sangat terkejut dan sedih harus kehilangan Sang putri
Nawangwulan dan dia memohon untuk tinggal beberapa masa lagi sambil
berlari dan menggendong anaknya yang masih kecil.Setelah sekian lama Putri
Nawangwulan pulang ke asalnya. Mulailah sang putri mikirin suami dan
anaknya yang di Bumi lalu dia minta ijin sama ibundanya untuk menemuinya
sebentar. Lalu ibundanya mengatakannya sekalinya turun anakku,turunlah
untuk selamanya karena bunda sudah tahu apa yang akan terjadi dengan
dirimu. Dan nanti anakku akan diangkat anak oleh turunan Bangsa Jin yang
menguasai wilayah jawa tengah yaitu Dewi Blorong. Tapi anakku akan hidup
didunia hanya 35 tahun dan anakmu sendiri tidak lama hidup di dunia hanya
sampai remaja nanti meninggalnya karena sakit. Dan akan ikut dirimu anakku
di alam sana,kalau anakku sudah siap bunda antarkan sekarang atau mau
dipikirkan lagi lalu dengan tegas Putri Nawangwulan mengatakan dengan berat
hati saya siap apapun yang akan terjadi saya didunia akan saya jalani dan tidak
akan meninggalkan ajaran dari leluhur sendiri.Baik kalau begitu dengan air
mata berlinang dia mencium tangan ibundanya mohon restunya kuatkan
hatimu bunda akan tetap memberikan ilmu tapi dipakai saat yang darurat
anakku.Lalu Bunda Ratu Atas Angin memanggil pengawal pribadinya dan
beberapa punggawanya yang dipercaya untuk mengawal turun ke Bumi.

Yang dimana dengan diiringi 50.000 bala tentara dengan kereta kencana yang
ditunggangi dan ditarik 4 ekor kuda terbang menuju Telaga yang dimana
tempat pertama bertemu dengan Joko Tarub. Setelah sampai di tempat
tersebut,betapa senangnya Putri Nawangwulan karena bisa dapat bertemu
dengan suami dan anaknya,lalu dia buru-buru mendatangi rumah Joko Tarub,
sesampainya disana,dia hanya melihat anaknya sedang bermain sendiri. Lalu
dia bertanya kepada anaknya kemana bapakmu nak dijawab dengan mata
memandang dan tertegun sejenak,bapak ada di sawah terkadang mengajarkan
orang bela diri lalu Putri Nawangwulan menangis hatinya ingin rasanya
memeluk tapi takut anak itu ketakutan. Ya sudah saya tunggu disini bapakmu
pulang kenalkan nana saya Ibu Nawangwulan lalu anak itu berkata; oh ini yang
diceritakan bapak bahwa saya mempunyai ibu berasal dari langit,yang bukan
asli Manusia dari alam lain.Putri Nawangwulan kaget tidak disangka bahwa
bapaknya bercerita tentang siapa dirinya langsung dipeluk anaknya dengan
menahan tangis.Yang dimana anak itu sudah berusia 6 tahun, tapi batn Putri
Nawangwulan mengatakan,padahal baru beberapa bulan sudah sebesar ini.Lalu
mereka bermain bersama tertawa bercanda tanpa disadari ibunda Putri
Nawangwulan melihat dari kejauhan dimana anaknya bahagia.Dan tak lama
kemudian datanglah Joko Tarub pulang ke rumah melihat istrinya Nawangwulan
kembali.Apa yang dipikirkan selama ini Bahwa istrinya tidak akan datang lagi
dan tidak mau memaafkan dirinya dan tidak akan mau bertemu lagi anaknya
yang di Bumi.Akhirnya mereka saling berpelukan dan saling tangis-tangisan
dan saling maaf-maafan.Suatu saat kemudian Putri Nawangwulan bermain ke
pantai di Jawa Tengah bersama anaknya pada saat suaminya pergi ke
ladang,dia ingin mengajak anaknya melihat pantai laut yang luas supaya
anaknya mengerti alam di Bumi ini. Tapi tanpa disadari dari kejauhan di pantau
oleh Dewi Blorong dan Panglimanya yang dimana Dewi Blorong Tahu suatu saat
anak ini akan menjadi penguasa Laut Selatan.Dan Pada saat itu juga Dewi
Blorong mau pulang ke istananya.Dan Dewi Blorong bilang kepada Panglimanya
sekarang belum saatnya untuk diambil.Setelah puas bermain pulanglah Putri
Nawangwulan dengan anaknya yang sudah tak terasa sudah sore takut
suaminya mencari-cari.Seiring sejalan anaknya sudah mulai besar meningkat
remaja usia 20 tahun mulailah anaknya sakit-sakitan karena tidak ada obat
yang membuat anaknya sehat lagi,maka jadilah ibundanya terpikiran terus dan
akhirnya tidak mau makan,tidak mau tidur,akhirnya ikut sakit juga karena dia

ingat cerita ibundanya usianya tidak lama di Bumi. Putri Nawangwulan sempat
sebentar berbicara dengan ibundanya lewat Bathinnya,Salam Sejahtera Ibunda
Nawangwulan,apakah tidak bisa di kasih waktu sudah sembilan tahun lamanya
anaknya sakit tidak sembuh-sembuh apa ini sudah menjadi takdirnya anakku
Ibunda sambil menangis Putri Nawangwulan karena tanpa anak saya,Putri
Nawangwulan tidak bisa hidup karena belahan hati Putri Ibunda.Lalu ibundanya
berkata dari awal bunda sudah bicara memang itu jalan hidupmu anakku
karena mengikuti alam manusia yang dimana harus mati,tapi nanti ada yang
menjemputmu dari Bangsa Jin Yaitu Dewi Blorong yang akan menjadi Ibu
angkatmu di Laut Selatan.Ya sudah kalau begitu Putri Nawangwulan akan
mengikuti peraturan yang ada kalau memang itu takdir Putri dan anak Putri
terima kasih Ibunda salam sejahtera selalu.Ya ibunda hanya bisa mendoakan
dari jauh. Tak lama kemudian ada yang datang yang ternyata utusan Dewi
Blorong untuk membawa anaknya dan Putri Nawangwulan,lalu putri
Nawangwulan berkata silahkan apabila mau dibawa anak saya, Saya siap dan
tak lama kemudian dibawa oleh utusannya.Tidak berapa lama kemudian Putri
Nawangwulan dibawa juga,tapi sebelum dibawa dia menitip pesan kepada
suaminya Mas Joko Tarub jagalah dirimu baik-baik dan harus hati-hati dengan
siapa saja.Lalu Putri Nawangwulan berkata saya sudah dijemput waktuku sudah
tiba selamat jalan.Dengan berteriak Nawangwulan jangan tinggalkan saya
sama siapa nanti saya akan hidup tanpa kalian saya tidak akan berdaya
sebelum nafas terakhir pergi saya akan membantu Mas Joko di alam sana. Lalu
pergilah Putri Nawangwulan dibawalah oleh utusan Dewi Blorong untuk dibawa
ke Istana Dewi Blorong yang dimana sudah di tunggu di singgasananya untuk
menerima Putri Nawangwulan yang nantinya untuk diajarkan ilmu kesaktian
dan kejayaan dan akan bersatu dengan anaknya yang dimana anaknya akan
membantu
nantinya.
Setelah sampai di Istana lalu dibawa menghadap ke Dewi Blorong dengan rasa
hormat Putri Nawangwulan memberi salam lalu dibalas kembali salammu Saya
terima,berdirilah anakku,kini dirimu panggil Saya Bunda pengganti ibumu yang
di angkasa sebagai ibu angkatmu yang di Laut Selatan dan dimana bunda akan
mengajarkan Nawangwulan ilmu politik kerajaan dan kesaktian dan juga
kejayaan dan dimana diajarkan apabila ada manusia yang gampang dan goyah
keimanannya Nawangwulan ajak untuk membuat suatu perjanjian tertulis dan
lisan tanpa disadari telah ditipu oleh bangsa lelembut.Setelah diajarkan selama
2 tahun barulah dinobatkan menjadi penguasa Laut Selatan yang menguasai
dari parangteritis sampai dengan parangkusumo yang dimana Istananya
bersebelahan dengan Dewi Blorong, dia diberi pasukan banyak Panglima dan
ada Mahapatih,Patih,Punggawa pengawal pribadi dan lain-lain.
Dan setelah mahir dan pintar mengatur tatanegara di Istana,disinilah mulai
Ratu Nawangwulan bermain selain membantu suaminya di dunia dan Ratu
Nawangwulan mencari manusia untuk membantu mereka tetapi minta
syaratnya yaitu minta nantinya mau jadi pengikut saya terserah berapa yang
mau dikasih dan dimana pantangannya tidak boleh menantang saya dengan
memakai baju Merah atau Hijau tapi kalau tidak tidak akan diapa-apakan atau
tidak disakiti.Seiring dengan waktu tiba-tiba Lautnya merasa terguncang ada
apa gerangan diatas sana siapa yang membuat goncangan dengan dasyatnya
lalu dibukanya kaca Benggalanya.Setelah melihat itu semua, lalu Ratu
Nawangwulan keluarlah dari Istananya dan menghampiri laki-laki muda yang
sedang bertapa di atas Batu dipinggiran tebing,wahai Senopati ada apa engkau
mengganggu dan mengguncangkan Istanaku apa yang kamu inginkan Senopati
lalu ia berkata wahai Ratu Penguasa Laut Selatan saya ingin jadi Raja bisakah
Ratu membantu saya untuk mewujudkan keinginan saya,baik Ratu
Nawangwulan berkata saya akan membantu Senopati menjadi Raja besar di

Tanah Jawa dan begitu juga sampai keturunanmu kesananya,tapi ada syaratnya
harus mau menikah dulu dengan saya maukah Senopati ikut dengan saya ke
Istana saya lalu dijawab oleh Senopati baik Kanjeng Ratu lalu dibawalah
Senopati ke Istananya disana dipersiapkan acara untuk persiapkan pesta
pernikahan tapi sebelum itu,Ratu Nawangwulan melapor kepada Dewi Blorong
bahwa saya mau menikah dengan manusia yang dimana minta tolong saya
untuk membantu membuat Istana di Tanah Jawa ini lalu direstui oleh Dewi
Blorong.Kemudian pernikahan dilangsungkan dengan meriah dan setelah itu
Ratu Nawangwulan mengingatkan perjanjiannya jangan lupa istana itu buatkan
khusus untuk Saya dan saya juga minta anakmu yang lahir dari istri-istrimu dan
akan Saya juga majukan anak-anakmu untuk meneruskan generasi Senopati
dan nanti akan kasih gelar bukan Raja tapi Panembahan Senopati karena bukan
turun dari keturunan asli Raja,karena kanda adalah seorang Panglima yang
berambisi ingin jadi Raja,dengan Panembahan Senopati mempunyai anak satu
Laki-laki yang berbadan sukma dengan Ratu Nawangwulan.Akhirnya
Terbentuklah suatu Istana Besar di Jogyakarta hingga sekarang yang dimana
tidak pernah lepas adanya sesaji-sesaji di setiap tiang-tiangnya.Dan lilitin kain
kuning dan hijau itu semua permintaan Ratu Nawangwulan.
Saya akan menceritakan sedikit tentang siapa Ratu Atas Angin Ibunda yang
sekarang anaknya sudah menjadi Ratu Penguasa Laut Selatan yaitu Ratu
Nawangwulan.Ibunda Ratu Atas Angin itu adalah Ratu Ciptaan dari Dewi
Bulqis.Yang bersemayam di Atas Awan.
Yang sekarang ciptakan Ratu-Ratu dan yang dimana orang-orang temui itu di
Laut Selatan adalah Ciptaan dari kedua Ratu tersebut yaitu Ratu Kaditha dan
Ratu Nawangwulan atas sepengetahuan Dewi Blorong.
Cerita ini disampaikan untuk mengetahui bahwa belajar ilmu gaib akan ada
dampaknya dalam diri sendiri dan turunannya memang ada yang berhasil dan
ada juga yang tidak berhasil,tapi banyak yang tidak berhasil,dan itu dapat
merubah takdir yang sudah ditentukan oleh ALLAH SWT.Dan untuk merubah
takdir itu harus dikeluarkan siluman-siluman dari badan manusia,yang dimana
harus dilawan dari Hatinya.Karena ada turunan yang asli menjaga di dalam
badannya apabila tidak dikeluarkan pasangan yang liar liar tidak akan keluar
turunan aslinya yang jaga tidak bisa bermain karena turunannya menginginkan
keberhasilan dan kejayaan dan kekayaan,tapi terkadang manusia tidak
menyadari pergi kemana-mana malah menutup diri sendiri tanpa disadari
rejekinya terambil oleh orang lain. Dan kalau ingin menjadi sejatinya manusia
harus dikeluarkan siluman-siluman dari dalam badan manusia supaya hilang
apes dan terbuka kembali rejekinya.Tapi itu tidak mudah kalau tidak dilawan
dari Hati yang paling dalam dengan kekuatan diri dengan izin ALLAH SWT.
Wassalam.

RIWAYAT 7 TOMBAK SAKTI NYI RORO KIDUL

Menyelusuri sejarah secara detail memang sangatlah sulit untuk kita kaji,
disamping perbedaan zaman yang kita alami saat ini jauh tertinggal dengan
zaman mereka, namun secara maknawi, tidak semua sejarah musnah begitu
saja dan tanpa bisa dibuktikan, karena fakta disini akan mengupasnya.
Bercerita tentang tokoh yang satu ...ini sampai kapanpun terus menjadi
prokontra khalayak rame, suatu mithos dan kenyataan sejarah, akan terus
mewarnai pemahaman orang-orang yang belum paham sejatinya siapa Ibu
Ratu Pantai Selatan, sesungguhnya. Mereka saling membenarkan pendapatnya
masing-masing dengan mengatas namakan keluarga atau silsilah garis
keturunannya.
Wal hasil, dalam pemahaman sesungguhnya mereka masih dalam tarap
katanya, inilah kisah selengkapnya yang disarikan dalam kitan kuno.
Terboekanja Puelo Djawa / terbukanya pulau Jawa, karangan Habib Syeikh
Muhammad Idrus, ditulis pada tahun 1845, yang dinukil dari Nabiyullah Hidir
AS. Kisah perempuan yang semasa hidupnya ngahyang / raib, bermula dari Istri
Nabiyullah Sulaiman AS, yang bernama Ratu Bilqis, setelah suaminya wafat
kehadirat Allah SWT. Beliau ngahyang karena cintanya yang begitu besar
terhadap suaminya, namun Allah berkehendak lain, beliau akhirnya
ditempatkan menjadi ratu laut selatan dibawah perintah Nabiyullah Hidir AS,
yang mengepalai seluruh Abdul Jumud, Ahmar, Abyad, Qorin dan Junu, di
wilayah Timur Tengah. Juga Nyimas Ayu Nilam, atau Kencana wungu, atau Dewi
Sekar Wangi atau Dewi Nawang Wulan, istri Jaka Tarub, yang kini menjadi ratu
pantai selatan, bagian Cilacap. Siti Aisah atau Dewi Pembanyun atau Nyimas
Rara Ayu, Pokeshi, keturunan Demak, yang ibunya dinikahi oleh Prabu Siliwangi,
beliau pada akhirnya ngahyang dan menjadi Ratu Pantai Selatan, bagian
Demak Yogyakarta dan Solo.
Dewi Nawang dan Nawang Sari, putri dari Prabu Siliwangi yang menikah
dengan Ratu Palaga Inggris, beliau juga ngahyang dan menjadi penguasa
pantai selatan, setelah kerajaan ayahandanya raib akibat ditanam Lidi Lanang.
Dewi Sekar Sari atau Dewi Andini, salah satu putri Dewi Nawang Wulan, beliau
sejak lahir telah menempati salah satu wilayah pantai selatan, yang menguasai
Abdul Jumud dan Ahmar, bagian Sukabumi, Garut dan sekitarnya. Dalam hal ini
kami tidak membedarkan secara detail tentang sejati diri mereka, namun
hanya menceritakan perjalanan 7 tombak yang pernah menjadi bagian dari
hidup Dewi Nawang Wulan, putri dari Prabu Siliwangi, yang kini telah diwariskan
pada manusia bumi. Secara rinci 7 tombak yang dimaksud dalam kisah kali ini
punya nama dan gelar sebagai berikut :
1. Tombak Cakra Langit, bergelar, Tombak Kesyahidan. Motif, lurus dengan
kinatah emas murni berbentuk jangkar melingkar, ditengah badan menjulang
empat tombak kecil melingkari kepala, dengan kinatah berlian red diamond
memutar. Tombak ini diberikan kepada Kanjeng Suanan KaliJaga, untuk
melawan kesaktian Prabu Siliwangi, atas perintah Prabu Panatagama Tajuddin
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam penyebaran agama Islam, dan
tombak ini sebagai cindra mata perkawinannya Dewi Nawang Wulan, dengan
Sunan KaliJaga. Silsilah tombak Cakra Langit, akhirnya turun temurun
diwariskan kepada ahlul Khosois, diantaranya, Quthbul Abdal, Syeikh Malaka
Tajuddin, Makassar, Quthbul Muqoiyyad, Syeikh Hasyim bin Asyari, Aceh, yang
diturunkan kepada muridnya Ahmad Suyuti bin Jamal, Kalimantan, Quthbul
Autad Min Zumhur Ulama, Ki Tholkha Kalisapu, Mbah Hamid, KiPanjul dan kini
berada ditangan Min ahlillah Qurbatul Wilayah Syareatul Khotam, namun
sayang tidak boleh dipublikasikan.
2. Tombal Punjul Wilayah, bergelar, tombak Antakusuma. Tombak ini diberikan

kepada putrinya Andini, sebagai lambang dari tahta istananya yang dikemudian
hari diberikan kepada suaminya Dampu Awuk, gunung Sembung. Lalu
diturunkan kepada putrandannya yang bernama, Raden Said atau pangeran
LungBenda Jaya Negara. Dari Raden Said, akhirnya berpindah tangan karena
dicuri oleh segerombolan aliran hitam yang mengatas namakan perguruan
Kijang Kencana yang dikepalai oleh murid sakti Pangeran Ambusana, Weleri
Jawa Tengah. Baru setelah 20 tahun ditangannya, tombal Punjul akhirnya
dimiliki seorang pertapa sakti Buyut Ajigung Ajiguna, setelah adu kesaktian.
Kisah tombak ini turun temurun dijaga oleh sebagian bangsa Hindu dan pada
akhirnya raib dihutan Banyuwangi Jawa Timur, dan baru setelah seorang
Waliyullah kamil, Mbah Hafidz, yang berasal dari Timur Tengah, menduduki
wilayah tersebut, akhirnya tombak Punjuk Wilayah, tetap terjaga. Kini tombak
Punjul, masih dijaga oleh muridnya yang bernama Ki Panjalu Pati Jawa Tengah.
Bentuk tombak Punjul Wilayah. Motif lurus, urat air hujan (Majapahit) warna
hitam kebiruan, dengan lima ujung mata tombak mengarah kedepan. Tombak
ini sudah dirombak dari bentuk aslinya oleh Mbah Hafidz, sebagai suatu
pengelabuan dimasa yang akan datang agar tidak disalah gunakan.
3. Tombak Panatagama, bergelar, Raja Maemun. Pemberian dari Sulthonul Jin
Maemun Indramayu. Motif tiga cabang tombak kedepan, urat besi aji meteor
legam, hitam bersisik tanpa pamor, dihiasi 7 batu merah delima, 3 zamrud
Colombia dan 4 shapire Srilangka serta 11 batu biduri air. Silsilah tombak ini
kami hanya kedapatan 4 orang dan lainnya tidak diketahui, yaitu, Syeikh
Abdullah Al-Fanani Min Rijalullah, Syeikh Qosim Al-Jawi, Syeikh Mudaim, dan Ki
Toha Tegal Gubug.
4. Tombak Cemeti Rosul, bergelar Tombak Alam Jagat Raya. Tombak ini berasal
dari Nabiyullah Hidir AS, sewaktu dibaiat Maqomul Adzom, di alamus Sama
tingkat enam, yang kemudian diberikan kepada Dewi Nawang Wulan, sewaktu
dibaiat Syahadatiyyah oleh Ahli Rijal bangsa Rububiyyah ahlul Barri. Lewat
mandat Dewi Nawang Wulan, bahan tadi dibentuk oleh abdi dalem, Empu
Jalaga Widesa, berupa tombak mata satu dengan urat bumi yang sangat indah.
Baru disaat kota Cirebon diserang oleh pasukan tamtama Lewmunding, Tombak
ini diserahkan kepada Syeikh Magelung Sakti, sebagai benteng pertahanan
paling kuat kota Pesisir. Lalu tujuh tahun setelah itu, tombak tadi diserahkan
kepada Andika Syeikh Muhyi Pamijahan, atas ilafat Syeikh Sanusi goa gunung
Mujarrob, yang menyatakan sudah waktunya berpindah tempat. Dari Syeikh
Sanusi, Tombak Cemeti Rosul, akhirnya dirubah bentuk menjadi sebatang keris
Budho madya kuno dengan urat alami jagat raya yang selalu menitikkan air
disela uratnya, cara perubahan keris ini menurut pandangan Syeikh sanusi,
sebagai lambang penyatuan antara Islam dan Kejawen yang diajarkan bangsa
Waliyullah, pada masa itu.
Sarung kerisnya dibuat dari kayu Kaukah, dengan dihiasi 21 batu merah delima,
41 zamrud Colombia, 17 shapire Birna, 70 berlian putih, dan 4 pink shapire
srilangka. Pada tahun 1961, keris ini diberikan kepada Habib Muhammad bin
Khudhori, Magelang, atas hawatif yang diterimanya untuk mengambil secara
langsung didalam goa gunung Mujarrob, Tasikmalaya Jawa Barat. Dan pada
tahun 1998, sebelum beliau wafat, keris ini diberikan kepada Habib Syeikh
Arbaatul Amadu, atas mandat langsung dari Syeikh Sanusi. Kelebihan dari
wujud keris ini tidak bisa di foto dengan kamera digital maupun otomatis
lainnya. Kini Keris Cemeti Rosul, sedang dipinjam oleh Ahlullah Quthbul Muthlak
Habib Ali bin Jafar Alawi, Arab Saudi.
5. Tombak Karara Reksa, bergelar, Tombak Derajat. Motif bergerigi dengan
cabang berantai lebih dari sepuluh. Warna putih gading dengan bentuk tumpul,
memancarkan cahaya putih kehitaman. Tombak ini hasil riyadho Dewi Nawang

Wulan Sendiri, sewaktu masih menjadi murid Ki Ageng Surya Pangeran Kuncung
Anggah Buana (Ki Buyut Trusmi) Bahan yang dimilik tombak ini berasal dari
kembang pinang yang sudah membatu. Kisah tombak Karara Reksa, selalu
muncul sewaktu-waktu disaat menjelang pemilihan president, dan kini tombak
tersebut masih terpelihara dialam istana ghoib laut selatan.
6. Tombak Karara Mulya, bergelar, Tombak Mangku Mulyo. Tombak ini tidak
diketahui pembuatnya, hanya saja setelah dipegang Dewi Nawang Wulan,
tombak ini dihadiahkan atas perkawinan putrinya yang bernama, Nyimas
Anting Retno Wulan, untuk suaminya Pangeran Jaladara, putra Kyai Ageng
Bintaro Kejuden. Dari Pangeran Jaladara, diturunkan kepada putranya, Pangeran
Seto Bulakamba, dan kemudian diwariskan pada gurunya Ki Alam Jagat Bumi,
Banten, lalu turun temurun diberikan kepada Syeikh Asnawi Banten, Syeikh
Masduki Lasem, Syeikh Samber Nyawa Purwodadi, Mbah Hafidz Banyuwangi
dan yang terakhir kepada Habib Husein bin Umar bin Yahya Pekalongan. Asli
dari bentuk tombak Karara Mulya, disetiap ujung sampai pangkal bawah
berjeruji sangat tajam seperti mata kail pancing, namun demi menjaga
kelestarian dari keberadaan tombak fenomenal ini akhirnyaHabib Husein,
merombaknya seperti yang anda lihat saat ini.
7. Tombak Tulungagung, bergelar Tombak Sapta Jati. Tombak ini diwariskan
secara langsung dari tangan Dewi Nawang Wulan, sebagai tanda terima
kasihnya, atas keluhuran derajat Habib Husein, yang mau menyelamatkan bumi
Pekalongan, dari amukan tsunami hingga tidak sampai terjadi. Kisah ini terjadi
pada tahun 1998, bulan Pebruari, tepatnya selasa kliwon. Kini tombak tersebut
dirubah sedikit dari bentuk semula yang aslinya seperti segi tiga menjadi
tombak lurus dengan pahatan panel bunga. Dan sebagai pengantar terakhir
dari kami. Kisah ini sudah dapat restu dari beberapa orang terkait kecuali Habib
Husein bin Umar, karena beliau kini sudah (Alm).
Semoga dengan pembedaran kisah 7 tombak fenomenal yang barusan kami
bedarkan, menjadikan kita sadar diri dengan apa yang selama ini banyak kita
dengar. Karena apapun benda bertuah kelas wahid, tidak bakal jatuh pada
manusia yang masih memegang, katanya, dan aku-aku sebagai pedoman
hidup. Sebab pemahaman tentaang keluasan bangsa gaib bersumber dari
pembelajaran Ilmu Islam, Iman, Solah, Ihsan, Syahadatul Kubro, Siddikiyyah dan
Qurbah, secara dhaukiyyah (Merasakan langsung)

PERJALANAN SANG PRABU SILIHWANGI

Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja
Pajajaran. Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu
Siliwangi adalah kitab Suwasit.Kitab yg di tulis dngn menggunakan bhs.sunda
kuno di dalam selembar kulit Macan putih yg di temukan di desa pajajar
Rajagaluh jawa barat.
Prabu Siliwangi seorang raja besar pilih tanding sakti Mandraguna,Arif &
Bijaksana Memerintah Rakyatnya di kerajaan Pakuan Pajajaran Putra Prabu
Anggalarang atau Prabu dewa Niskala Raja dari kerajaan Gajah dari dinasti
Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh di Ciamis Jawa barat.
Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Sejak kecil
beliau Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati
di kerajaan singapura
(seblum bernama kota cirebon).
Setelah Raden pemanah Rasa Dewasa & sudah cukup ilmu yg di
ajarkan oleh ki gedeng sindangkasih.
Beliau kembali ke kerajaan Gajah untuk Mengabdi kepada ayahandanya prabu
Angga Larang/dewa Niskala.
Setelah itu Raden pemanah Rasa Menikahi Putri ki gedeng sindangkasih.
Yg bernama nyi Ambet kasih.
Ketika itu Kerajaan gajah dalam pemerintahan Prabu dewa Niskala atau prabu
Angga Larang sedang dlm masa keemasanya.
Wilayahny terbentang Luas dari Sungai Citarum Di karawang yg berbatasan
Langsung dengan kerajaan Sunda,smpai sungai ci-pamali berbatasan Dengan
Majapahit.
Silsilah Prabu Siliwangi sebagai keturunan ke-12 dari Maharaja Adimulia.
MAHA RAJA ADI MULYA / RATU GALUH AJAR SUKARESI Menikahi Dewi
Naganingrum / Nyai Ujung Sekarjingga berputra :
PRABU CIUNG WANARA berputra :
SRI RATU PURBA SARI berputra :
PRABU LINGGA HIANG berputra :
PRABU LINGGA WESI berputra :
PRABU SUSUK TUNGGAL berputra :
PRABU BANYAK LARANG berputra :
PRABU BANYAK WANGI berputra :
PRABU MUNDING KAWATI / PRABU LINGGA BUANA berputra :
PRABU WASTU KENCANA ( PRABU NISKALA WASTU KANCANA )berputra :
PRABU ANGGALARANG ( PRABU
DEWATA NISKALA ) menikahi Dewi Siti Samboja / Dewi Rengganis berputra :
SRI BADUGA MAHA RAJA PRABU SILIHWANGI/PRABU PEMANAH RASA (14591521M)
Pada suatu Hari Prabu AnggaLarang Geram karna Banyak dari penduduknya di
muara jati yg beragama Hindu Pindah keagama Baru yg Dibawa oleh Alim
Ulama dari Campa kamboja bernama Syekh Quro
Agama tersebut Bernama islam.
Maka di Utuslah Beberapa orang kepercayaannya Untuk Mengusir Ulama itu
dari tanah jawa.
Konon kabarnya,Ulama besar yang
bergelar Syekh Qurotulain dengan nama aslinya Syekh Mursyahadatillah atau
Syekh Hasanudin.beliau adalah seorang yang arif dan bijaksana dan termasuk
seorang ulam yang hafidz Al-quran serta ahli Qiroat yang sangat merdu
suaranya.
Syekh Quro adalah putra ulama besar
Mekkah,penyebar agama Islam di negeri Campa (Kamboja) yang bernama
Syekh Yusuf Siddik yang masih keturunan dari Sayidina Hussen Bin Sayidina Ali
RA.dan
Siti Fatimah putri Rosulullah SAW.

Sebelum Beliau datang ke tanah jawa sekitar tahun 1409 Masehi,Syekh Quro
pertama kali menyebarkan Agama islam di negeri Campa Kamboja ,lalu ke
daerah Malaka dan dilanjutkan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura
akhirnya sampailah ke Pelabuhan Muara Jati yg saat itu syahbandar di gantikan
oleh ki gedeng Tapa karna Ki gedeng sindangkasih telah Wafat.
Disini beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng
Jumajan Jati,yang masih keturunan Prabu Wastu Kencana Ayah dari Prabu
Anggalarang dan, oleh masyarakat sekitar.
mereka sangat tertarik dengan
ajaran yang disampaikan oleh Syekh Quro yang di sebut ajaran agama Islam.
Sampailah para utusan itu di depan pondokan syech Quro,Utusan itu
Menyampaikan Perintah dari Rajanya Agar penyebaran agama Islam di muara
jati Harus segera dihentikan.
Perintah dari Raja Gajah tersebut
dipatuhi oleh Syeh Quro.namun,kepada utusan prabu Anggalarang
yang mendatangi Syekh Quro,beliau
mengingatkan,meskipun ajaran agama Islam dihentikan penyebarannya.
tapi kelak, dari keturunan Prabu Anggalarang akan ada yang menjadi seorang
Wali Allah.
Beberapa saat kemudian beliau pamit
pada Ki Gedeng Tapa untuk kembali ke negeri Campa,di waktu itu pula Ki
Gedeng Tapa menitipkan putrinya yang bernama Nyi Mas Subang Larang,untuk
ikut dan berguru pada Syekh Quro.
BerangkatLah Syeh Quro bersama Nyi subang Larang dngn menggunakan
Perahu kembali ke negri campa kamboja.
Sebagai Seorang putra Raja Beliau tidak Betah tinggal diam di istana,Raden
Pamanah Rasa kerap mengembara Menyamar menjadi Rakyat Jelata dari
daerah satu ke daerah Lainya,Menolong yg Lemah & Memberantas
Keangkaramurkaan.
Gemar bertapa & mencari kesaktian,
Di dalam salah satu pengembarannya, Ketika beliau hendak beristirhat di Curug
atau air terjun,curug itu bernama Curug Sawer yg terletak di daerah
Majalengka,Raden pemanah Rasa dihadang oleh siluman Harimau Putih
Pertempuran pun tak terelakkan.
Raden Pamanah Rasa dan Siluman Harimau Putih yang diketahui memiliki
kesaktian tinggi itu pun bertarung sengit hingga Setengah Hari,Namun
kesaktian Prabu Pamanah Rasa berhasil
memenangi pertarungan dan membuat siluman Harimau Putih tunduk
kepadanya.
Harimau Putih itu memberi sebuah pusaka yg terbuat dari kulit Macan,
Dengan pusaka itu beliau bisa Terbang Laksana burung,Menghilang tak terlihat
oleh mata (ajian Halimun),berjalan secepat angin (Ajian saepi Angin)& Bisa
Mendatangkan Bala tentara Jin.
Harimau itupun memutuskan untuk mengabdi kepada Raden Pamanah Rasa
sebagai pendamping beliau.
Dengan tunduknya Raja siluman Harimau Putih,maka meluaslah wilayah
kerajaan Gajah.
Siluman Harimau Putih beserta pasukannya selanjutnya dengan setia
mendampingi dan membantu Raden Pamanah Rasa.
Salah satunya kala kerajaan Gajah
menundukkan kerajaan2 yg Memeranginya.Siluman Harimau Putih juga turut
membantu Raden Pamanah rasa saat kerajaan Pajajaran diserang oleh pasukan
Mongol pada Masa kekaisaran Kubilai khan.
Karna Jasa-jasa Anaknya yg begitu besar dalam Kejayaan kerajaan gajah,maka
diangkatlah Raden pemanah Rasa sebagai Raja kedua di kerajaan tersebut.
Prabu Pamanah Rasa pun selanjutnya
mengubah nama kerajannya menjadi

kerajaan Pajajaran. Yang berarti menjajarkan atau menggabungkan kerajaan


Gajah dengan kerajaan Harimau Putih.
Seiring meluasnya wilayah kerajaan Gajah,Prabu Pamanah Rasa kemudian
membuat senjata sakti yang pilih tanding.
Beliau menyuruh Eyang Jaya Perkasa untuk membuat senjata pisau berbentuk
harimau sebanyak tiga Buah,Dalam Tiga Warna, yaitu Kuning, Hitam, Putih.
Senjata pertama yang berwarna hitam,dibuat dari batu yang jatuh dari langit
yang sering disebut meteor, yang dibakar dengan kesaktian Prabu Pamanah
Rasa Dalam membentuk besi yang diperuntukkan untuk membuat senjata
tersebut.
Senjata Kedua dibuat dari air,api yang dingin,yang warnanya kuning dibekukan
menjadi besi kuning, Senjata ketiga dari besi biasa yang direndam dalam air
hujan menjadi putih berkilau.
Senjata itu selesai dalam waktu tujuh hari.
semalam penuh Pengeran Pamanah
Rasa memikirkan nama untuk senjata sakti tersebut,tepat ayam berkokok
ditemukan nama untuk ketiga barang tersebut,Pisau pusaka itu di beri nama
KUJANG (Senjata Berbentuk Harimau), dikarenakan
Pusaka itu ada tiga,Maka kujang tersebut di beri nama KUJANG
TIGA SERANGKAI,yang Artinya
BEDA-BEDA TAPI TETAP SAMA.
Senjata itu berbentuk melengkung dengan ukiran harimau di gagangnya.
Ukiran harimau di gagang Kujang konon sebagai pengingat terhadap
pendamping setianya, siluman
Harimau Putih.
Dan pusaka itu yg kini menjadi lambang dari propinsi Jawa Barat,
Beberapa Tahun kemudian Syekh Quro datang kembali ke negeri Pajajaran
beserta Rombongan para santrinya,dengan menggunakan Perahu dagang dan
serta didalam rombongan adalah,Nyi Mas Subang Larang,Syekh Abdul
Rahman.Syekh Maulana Madzkur dan Syekh Abdilah Dargom.
Setelah Rombongan Syekh Quro melewati Laut Jawa dan Sunda Kelapa dan
masuk Kali Citarum,yang waktu itu di Kali tersebut ramai dipakai Keluar masuk
para
pedagang ke Pajajaran,akhirnya
rombongan beliau singgah di Pelabuhan Karawang.
Menurut buku sejarah masa silam Jawa Barat yang terbitan tahun 1983
disebut,Pura Dalem.
mereka masuk Karawang sekitar 1416 M.yang mungkin dimaksud Tangjung
Pura,dimana kegiatan Pemerintaahan dibawah kewenangan Jabatan
Dalem..Karena rombongan tersebut,sangat menjunjung tinggi peraturan kota
Pelabuhan,sehingga aparat setempat sangat menghormati dan,memberikan
izin untuk mendirikan Mushola ( 1418 Masehi) sebagai sarana Ibadah sekaligus
tempat tinggal mereka.Setelah beberapa waktu berada di
pelabuhan Karawang,Syekh Quro
menyampaikan Dakwah-dakwahnya di Mushola yang dibangunya (sekarang
Mesjid Agung Karawang ).dari urainnya mudah dipahami dan mudah
diamalkan,ia beserta santrinya juga memberikan contoh pengajian Al-Quran
menjadi daya
tarik tersendiri di sekitar karawang.
Ulama besar ini sering mengumandangkan suara Qorinya yang merdu bersama
murid-muridnya,Nyi Subang Larang,Syekh Abdul
Rohman,Syekh Maulana Madzkur dan
santri lainnya seperti ,Syekh Abdiulah
Dargom alias Darugem alias Bentong bin Jabir Modafah alias Ayekh Maghribi
keturunan dari sahabat nabi (sayidina Usman bin Affan).
Berita kedatangan kembali Syekh
Quro,rupanya terdengar oleh Prabu

Anggalarang yang pernah melarang


penyebaran agama islam di muara jati,sehingga Prabu Anggalarang
mengirim utusannya.untuk menutup
pesantren Syekh Quro dengan paksa.
utusan yang datang itu adalah Putra Mahkota yang bernama Raden Pamanah
Rasa.
sesampainya di depan pesantren Raden pemanah Rasa tertambat hatinya oleh
alunan suara merdu yang dikumandangkan oleh Nyi Subang Larang,Saat
menlantunkan Ayat-ayat Al-Quran,
Prabu Pamanah Rasa akhirnya
mengurungkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut.
Atas kehendak yang Maha Kuasa Prabu Pamanah Rasa,menaruh perhatian
khususnya pada Nyi Subang Larang yang cantik dan
merdu suaranya.
Beliau pun menyampaikan keinginanya untuk mempersunting Nyi Subang
Larang sebagai permaisurinya.
Pinangan tersebut diterima tapi,dengan syarat mas kawinnya yaitu Lintang
Kerti Jejer Seratus,yang di maksud itu adalah simbol dari Tasbeh yang
merupakan alat untuk berdzikir.
Selain itu,Nyi Subang Larang mengajukan syarat lain agar kelak anak-anak
yang lahir dari mereka harus menjadi Raja.
seterusnya menurut cerita,semua
permohonan Nyi Subang Larang
disanggupi oleh Raden Pamanah
Rasa.Atas petunjuk Syekh Quro,Prabu
Pamanah Rasa segera pergi ke Mekkah.
Di tanah suci Mekkah,Prabu Pamanah
Rasa disambut oleh seorang kakek
penyamaran dari Syekh Maulana Jafar Sidik.
Prabu Pamanah Rasa merasa
keget,ketika namanya di ketahui oleh
seorang kakek.Dan Kekek itu, bersedia
membantu untuk mencarikan Lintang
Kerti Jejer Seratus dengan syarat harus mengucapkan Dua Kalimah
Syahadat.Sang Prabu Pamanah Rasa denga tulus dan ikhlas mengucapkan,Dua
Kalimah Syahadat.yang makna pengakuan pada Allah SWT,sabagai satusatunya Tuhan yang harus disembah dan, Muhammad
adalah utusannya.
Semenjak itulah,Prabu Pamanah Rasa
Atau prabu silihwangi masuk agama Islam dan menerima Lintang Kerti Jejer
Seratus atau Tasbeh,mulai dari itu,Prabu Pamanah Rasa diberi ajaran tentang
agama islam yang sebenarnya.
Setelah itu Prabu Pamanah Rasa segera kembali ke Kraton Pajajaran,Untuk
melangsungkan pernikahannya denga Nyi Subang Larang waktu terus berjalan
maka pada tahun 1422 M,pernikahan di langsungkan di Pesantren Syekh Quro
dan
dipimpin y oleh Syekh
Quro.
Hasil dari pernikahan tersebut mereka
dikarunai 3anak yaitu:
1.Raden Walangsungsang/kian santang( 1423 Masehi)
2.Nyi Mas Rara Santang ( 1426 Masehi)
3.Raja Sangara ( 1428 Masehi).
Nama Silihwangi pun & dikenal sebagai raja yang mencintai rakyatnya.
Dia meminta agar pajak hasil bumi tidak memberatkan rakyat. Dia juga
mengatur pemerintahan dengan cukup baik sehingga Pajajaran disegani.
Kemudian Prabu Silihwangi Menikahi putri Prabu Susuktunggal Raja dari

kerajaan Sunda,yg bernama


KENTRING MANIK MAYANG SUNDA
Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Galuh yang seayah ini menjadi besan.Pada
tahun 1482 , Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada
puteranya Raden pemanah Rasa atau Jaya Dewata.
Demikian pula dengan Prabu
Susuktunggal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya
ini(Jayadewata).
Dengan peristiwa yang terjadi pada tahun 1482 itu, kerajaan
warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan.
PRABU SILIHWANGI.
Beliau memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan sebagai "Susuhunan"
karena ia telah lama tinggal di sina menjalankan pemerintahan sehari-hari
mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan.
Zaman Pajajaran diawali oleh pemerintahan Prabu Jayadewata yang bergelar Sri
Baduga Maharaja prabu silihwangi yang memerintah selama 39 tahun (1482 1521).
Pada masa inilah Pakuan Pajajaran mencapai puncak perkembanganya.
Gemah Ripah Loh Jinawi,Daerah kekuasaanya sepertiga pulau Jawa yg
terbentang Luas dari ujungkulon sampai ke Dataran tinggi Dieng jawa
tengah.wilayah ini kala itu di sebut tataran Sunda.
Singkat Cerita Setelah Prabu Silihwangi di tinggal nyi Subang Larang ke Rahmat
Allah,istri yg paling di cintainya.
Beliau mulai Melupakan islam yg pernah di ikrarkanya,Beliau lebih Memilih
Kembali Memeluk Agama yg di Anut leluhurnya(sunda wiwitan).
Sedangkan Raden Walangsungsang yang juga putra mahkota Kerajaan
Pajajaran berkeinginan untuk berguru agama Nabi Muhammad saw.
Lalu,ia mengutarakan maksudnya kepada ayahandanya, Prabu Siliwngi. Namun,
Prabu Siliwangi melarang bahkan mengusir Walangsungsang dari istana.
Pangeran walangsungsang lahir dikeraton Pajajaran bertepatan dengan Tahun
1423 Masehi. Pada masa mudanya ia memperoleh pendidikan yang berlatar
belakang kebangsawanan dan politik,
kurang lebih 17 tahun lamanya ia hidup di Istana Pajajaran.
Pada suatu malam, Walangsungsang melarikan diri meninggalkan istana
Pakuan Pajajaran.
Ia menuruti panggilan mimpi untuk
berguru agama nabi kepada
Syekh Nurjati, seorang pertapa asal
Mekah di bukit Amparan Jati cirebon.
Dalam perjalanan mencari Syekh Nurjati,Walangsungsang bertemu dengan
seorang pendeta Budha bernama Resi Danuwarsi.
Kemudian Beliau pergi menuju Gunung Dihyang di Padepokan Resi Danuwarsih,
masuk wilayah Parahiyangan Bang Wetan. Resi
Danuwarsih adalah seorang Pendeta
Budha yang menjadi penasehat Keraton Galuh, ketika Ibukota Kerajaan masih di
Karang Kamulyan Ciamis. Sulit dibayangkan bagaimana keteguhan Sang
Pangeran yang muslim, berguru kepada seorang Pendeta yang secara lahiriah
masih beragama Budha.
tp Mungkin saja secara hakiki sang Danuwarsih sudah Islam meskipun tingkah
lakunya masih Hindu-Budha. Tetapi yang Jelas kedatangan Putra Sulung Prabu
Siliwangi di Padepokan Gunung Dihyang disambut suka cita oleh pendeta
Danuwarsih.
Dan untuk menyempurnakan kegembiraan tersebut, sang Guru menikahkan
putri satu-satunya yang bernama Endang Geulis.
Darinyalah lahir seorang putri yang bernama Nyai Mas Pakungwati yang kelak
kemudian hari menjadi permaisuri Kanjeng Sunan Gunung jati.
Begitupun Rara santang adik

Walangsungsang yang juga berkeinginan untuk mempelajari agama


nabi,Rarasantang amat bersedih hati ditinggalkan pergi oleh kakaknya. Ia terus
menerus menangis. Jerit hatinya tak tertahankan lagi hingga akhirnya ia
pun pergi meninggalkan istana Pakuan Pajajaran.
Lalu, Prabu Siliwangi mengutus Patih
Arga untuk mencari sang putri. Ia tidak diperkenankan pulang jika tidak berhasil
menemukan Rarasantang. Namun, usaha Patih Arga sia-sia belaka karenanya ia
tidak berani pulang.
Akhirnya, ia mengambil keputusan mengabdi di negeri Tajimalela.
Sementara itu, perjalanan Rarasantang telah sampai ke Gunung Tangkubanperahu dan bertemu dengan Nyai Ajar Sekati.
Rarasantang diberi pakaian sakti
oleh Nyai Sekati sehingga ia bisa
berjalan dengan cepat. Nyai Sekati
memberi petunjuk agar Rarasantang
pergi ke gunung Cilawung menemui
seorang pertapa. Di gunung Cilawung,
oleh ajar Cilawung nama Rarasantang
diganti menjadi Nyai Eling dan diramal akan melahirkan seorang anak yang
akan menaklukkan seluruh isi bumi dan langit,dikasihi Tuhan, dan menjabat
sebagai pimpinan para wali. Selanjutnya, Nyai Eling diberi petunjuk agar
meneruskan perjalanan ke Gunung Merapi.
Cerita beralih dengan menceritakan Resi Danuwarsi yang juga dikenal dengan
nama Ajar Sasmita,yang tengah mengajar Walangsungsang. Sang Danuwarsi
mengganti nama
Walangsungsang menjadi Samadullah
dan menghadiahi sebuah cincin bernama Ampal yang berkesaktian dapat
dimuati segala macam benda. Ketika keduanya tengah asyik berbincangbincang tiba-tiba datanglah Rarasantang yang serta
merta memeluk kakaknya. Di Gunung
Merapi, Walangsungsang di nikahkan
dengan indang geulis putri dari Resi Danuwarsi.
Sesuai dengan petunjuk Resi Danuwarsi, Samadullah beserta istri
dan adiknya meninggalkan Gunung
Merapi menuju bukit Ciangkup. Indang
Geulis dan Rarasantang dimasukkan ke dalam cincin Ampal.
Di bukit Ciangkup tempat bertapa seorang pendeta Budha bernama Sanghyang
Naga,Samadullah
diberi pusaka berupa sebilah golok
bernama golok Cabang yang dapat
berbicara seperti manusia dan bisa
terbang. Setelah mengganti nama
Samadullah,Sanghyang Naga memberi petunjuk agar Samadullah melanjutkan
perjalanan ke Gunung Kumbang menenemui seorang pertapa yang bergelar
Nagagini yang sudah teramat tua.
Nagagini adalah seorang pendeta yang mendapat tugas dewata untuk menjaga
beberapa jenis pusaka: kopiah waring,badong bathok (hiasan dada dari
tempurung), serta umbul-umbul yang harus diserahkan kepada putera
Pajajaran.
Atas petunjuk Nagagini,Walangsungsang kemudian berangkat ke Gunung
Cangak. Nagagini memberi
nama baru bagi Walangsungsang, yakni Karmadullah.
Ketika tiba di Gunung Cangak, Walangsungsang melihat pohon
kiara yang setiap cabangnya dihinggapi burung bangau. Walangsungsang
bermaksud menangkap salah seekor burung bangau itu, tetapi khawatir
semuanya akan terbang jauh.
Ia teringat akan pusakanya kopiah waring yang khasiatnya menyebabkan ia

tidak akan terlihat oleh siapapun termasuk jin dan setan.


Kopiah Waring segera ia pakai,
lalu ia mengambil sebatang bambu
untuk membuat bubu yang dipasang
disalah satu cabang kiara.
Dalam bubu itu diletakkan seekor ikan. Burung-burung bangau tertarik melihat
ikan dalam bubu hingga membuat suara berisik dan menarik perhatian raja
bangau (Sanghyang Bango) yang segera mendekati rakyatnya.
Raja Bango berusaha mengambil ikan
dalam bubu, namun ia terjebak masuk
ke dalam perangkap dan tak dapat
keluar, dan akhirnya ditangkap oleh
Walangsungsang. Raja Bango
mengajukan permohonan agar tidak
disembelih, dan ia menyatakan takluk
kepada Walangsunsang serta
mengundangnya untuk singgah di
istananya guna diberi pusaka.
Di dalam istana, Raja Bango berubah menjadi seorang pemuda tampan dan
menyerahkan benda pusaka berupa:
periuk besi, piring, serta bareng. Periuk
besi dapat dimintai nasi beserta lauk
pauknya dalam jumlah yang tidak
terbatas, piring dapat mengeluarkan
nasi kebuli, sedangkan bareng dapat
mengeluarkan 100.000 bala tentara.
Sanghyang Bango memberi nama Raden Kuncung kepada Walangsungsang
yang kemudian melanjutkan perjalanan ke
Gunung Jati.
Setibanya di gunung Jati, Walangsungsang menghadap Syekh
Nurjati yang juga bernama Syekh Datuk Kafi yang berasal dari Mekah, dan
masih keturunan Nabi Muhammad dari Jenal Ngabidin.
Lalu, Walangsungsang berguru kepada Syekh Nurjati dan menjadi seorang
muslim dengan mengucapkan syahadat.
Setelah ilmunya dianggap cukup, Syekh Datuk Kafi menyuruh Walangsungsang
untuk mendirikan perkampungan di tepi pantai. Walangsungsang memenuhi
perintah gurunya. Ia pun berangkat
menuju Kebon Pesisir, berikut istri dan
adiknya, yang di masukkan ke dalam cincin Ampal.
Perkampungan baru yang akan dibukanya kelak dikenal dengan
nama Kebon Pesisir, sedangkan
pesantrennya diberi nama Panjunan.
Dalam pada itu, Syekh Datuk Kafi
memberi gelar kepada Walngsungsang dengan sebutan Ki Cakrabumi.
Selanjutnya,Cakrabumi membuka hutan dengan Golok Cabang. Dengan
kesaktian Golok Cabang, hutan lebat telah dibabat dalam waktu singkat. Ketika
goloknya bekerja
membabat hutan, pohon-pohonan roboh dengan mudah, lalu golok
mengeluarkan api dan membakar kayu-kayu hutan sehingga dalam waktu
singkat pekerjaan
sudah selesai; sementara
Walangsungsang tidur mendengkur.
Hutan yang dirambah cukup luas
sehingga pendatang-pendatang baru
tidak perlu bersusah payah membuka
hutan. Dalam waktu singkat, pedukuhan baru itu sudah banyak
penduduknya,dan mereka menamakan Cakrabuwana dengan sebutan Kuwu

Sangkan.
Kuwu Sangkan sendiri tidak bertani
karena pekerjaannya hanyalah menjala ikan dan membuat terasi. Jemuran
terasi yang dibuatnya membentang ke selatan hingga Gunung Cangak di tanah
Girang. Suatu ketika, ia pulang ke rumahnya yang terletak di Kanoman,
ternyata gurunya, Syekh Datuk Kahfi
telah berada disana.
Ketika Syekh Datuk Kahfi menemui Walangsungsang di Kebon Pesisir,ia
menganjurkan supaya Walangsungsang dan adiknya
menunaikan ibadah haji ke Mekah.
di mekkah kemudian mereka berkenalan dengan patih dari mesir yg sedang
mencari permaisuri untuk rajanya,dari perkenalan itu akhirnya raja mesir
menikah dengan nyi Rara santang dengan maskawin sorban nabi muhammad
saw,Rara santang tinggal di Mesir bersama Suaminya & kian santang Pulang
kembali ke pulau Jawa,ketika Rarasantang sedang Hamil tersiarlah kabar Bahwa
Raja Mesir Wafat saat berkunjung ke negri Rum di kerajaan saudaranya,
Kesedihan Rarasantang yang sedang hamil tua itu tak terbayangkan lagi
mendengar kematian suaminya,apalagi masa kehamilannya telah mencapai
usia 12 bulan.
Rara santang di karuniahi anak kembar yaitu syarif hidayatulloh & syarif Arifin.
Ketika Mereka berdua dewasa,tahta kerajaan mesir di turunkan ke pada syarif
hidayatullah tapi Beliau Menolaknya dan Memberikanya pada Adik kembarnya
syarif Arifin,syarif hidayatullah lebih Memilih Berdakwah ke pulau Jawa di tanah
Leluhurnya,Setelah sampai Di muara Jati Beliau Bertemu dengan
Walangsungsang,uwaknya yg telah berganti Nama pangeran
Cakrabuana,kemudian di Nikahkanlah Syarif Hidayatullah dengan putri
Uwaknya yg bernama Nyi mas Pakung Wati.
Kemudian Syarif Hidayatullah di Angkat menjadi Waliyulloh dengan sebutan
Sunan Gunung Jati dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin Maulana
Sultan Muhammad Syarif
Abdullah dan bergelar pula sebagai
Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya
Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.
Pada tahun 1479 M, kedudukan Pangeran Cakrabuana sebagai Raja di keraton
Pakung wati kemudian digantikan Sunan Gunung Jati,Beliau Lalu Mendirikan
Kesultanan Cirebon Sebagai Pusat Penyebaraan Agama islam di tataran
Sunda,Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon
dimulai oleh Syarif Hidayatullah dengan membentuk Dewan Dakwah Sembilan
Wali atau Wali Songo sebagai tokoh Ulama penyebar Agama islam di Jawa.
Dan kemudian Syarif Hidayatullah diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja
Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa
Barat seperti Majalengka , Kuningan , Kawali (Ciamis),Sunda Kelapa , dan
Banten.
Di Kisahkan,setelah kerajaan2 kecil Bawahan pakuan Pajajaran berhasil di
taklukan oleh kesultanan Demak & cirebon,dan rakyat pajajaran hampir
seluruhnya masuk islam & para pejabat tinggi pajajaran kebanyakan lari
kedaerah banten yaitu daerah badui kabupaten rangkas dan ada yang kegarut
serta kecirebon.
Rakyat & pembesar kerajaan pajajaran yg tidak mau masuk islam & masih Setia
mengikuti ajaran terdahulunya yg Masih Bertahan di kerajaan
Padjajaran,keadaan itu Membuat Prabu Siliwangi bersedih
hati,ketenangan,kedamaian dan ketentraman batinnya yang slalu
bergejolak tentang iman,karna
prabu siliwangi bersih keras mengikuti
ajaran terdahulunya dan prabu silihwangi tidak mau mengikuti ajaran istrinya
meski secara hakiki prabusiliwangi telah masuk islam melalui istri nya yang
kedua yaitu nyi subang larang anak ki gedeng tapa. diantara istri dan putra

putrinya prabu silihwangi merasa berdosa tidak meneruskan ajaran islam yang
pernah diikrarkannya pada sumpah
perkawinannya dengan nyi subang
larang dengan maskawin berupa tasbih dipondok pesantren syeh Quro
dikarawang .
Prabusiliwangi merasa malu dengan istri dan putra putrinya serta cucunya yang
menjadi waliulloh sunan gunung jati, anak dari Rara santang apa lagi pada
waktu itu prabu silihwangi terkalahkan pasukan islam dan rakyat pajajaran
hampir seluruhnya masuk islam.
Pada Suatu Hari Berkat kesaktiannya, Prabu Siliwangi mengetahui kedatangan
cucunya,,Sunan gunung Jati. yg bermaksud ingin Mengajaknya kembali
Memeluk islam.
Dalam hatinya, ia merasa malu kalau sampai tunduk kepada cucunya.
Dengan kesaktian pusakanya, sebilah
Ecis, ia berjalan ke tengah alun-alun pajajaran dan membaca mantra aji sikir,
lalu pusaka Ecis ditancapkan ke tanah. Seketika itu,negara dan rakyat Pajajaran
lenyap dan Sirna ke Alam ghaib,Pusaka Ecis Itupun berubah pula menjadi
rumput ligundi hitam.
Syarif Hidayatullah atau sunan gunung jati yang datang kaget karena kerajaan
pajajaran beserta Rakyatnya telah hilang berpindah ke Alam Ghaib dan berubah
menjadi hutan belantara,
Sebelum pergi beliau berucap"Rakyat pajajaran yg bersembunyi di hutan
seperti Harimau"
Seketika itu pula Perkataan Waliullah di kabulkan oleh Allah swt.
Rakyat pajajaran selamanya akan menjadi Harimau sampai Rumput ligundi itu
di Cabut.
Kegagalan Sunan gunung Jati dalam Mengislamkan kakeknya,Prabu
silihwangi.Membuat Pangeran Walangsungsang Harus Turun tangan
Mengislamkan Ayahandanya,Prabu silihwangi.
dengan ilmu Saepi Angin Hanya dalam Sekejap Beliau Melesat ke Pajajaran yg
telah Berubah Menjadi Hutan Belantara.
Berkat Kesaktian Ajian Trawangan walangsungsang Berhasil Menemukan
Ayahandanya,Prabu Silihwangi yg Menggunakan Ajian Halimun.Namun usaha
kian santang pun sia-sia untuk merubah pendirian Ayahandanya,sang prabu
tetap bersikukuh tidak mau memeluk islam.Akhirnya sang prabu beserta
pengikutnya merubah wujud mereka menjadi Harimau Sebagai bukti bulatnya
tekad sang prabu untuk tetap mengikuti Ajaran Leluhurnya.
prabu siliwangi pun memilih Menghilang atau ngahyang di kawasan Hutan
Sancang ,saat terdesak oleh kejaran putra Sulungnya pangeran
walangsungsang yg Bersikeras Mengajak Ayahandanya Untuk Masuk islam.
Kerajaan Pajajaran & prabu silihwangi Menghilang bukan berdasarkan perang
melawan anak dan cucunya melainkan hanya semata-mata tidak ingin
membanjiri darah dengan anak cucunya apa lagi prabu siliwangi adalah ayah
yang bijaksana dan Raja yg penuh wibawa pada rakyatnya.
Sekian,apabila ada kesalahan saya mohon maaf,apabila terkandung kebaikan
semata-mata karna Allah swt & smga bermanfaat untuk kita semua..
Hikayat ini di tulis Berdasarkan :
-kitab suwasit
-Babad tanah karawang
-Naskah Martasinga

PERJALANAN SPIRITUAL SUNAN GUNUNG JATI

Tersebutlah Rara santang adik dari walang sungsang Anak maharaja sri baduga
prabu silihwangi dari istrinya yg ke 2 nyi subang larang.
Rara santang yg menikah dengan Raja Mesir Ia melahirkan bayi kembar
laki-laki: anak pertama diberi nama
Syarif Hidayat, sedangkan anak kedua
syarif (Ng)aripin. Ketika mereka sudah
berumur 14 tahun, mereka rajin
mempelajari ilmu agama. Lebih-lebih
Syarif Hidayat, segala macam kitab
agama ia baca hingga akhirnya pada suatu hari di Gedung Agung dia
menemukan sebuah kitab yang ditulis dengan tinta emas,sebuah kitab yang
bernama Kitab Usul Kalam. Kitab ini memperinci hakekat Nabi Muhammad
dan menjelaskan mengenai Allah Yang Maha suci.
Pupuh keduabelas
Sinom, 21 bait. Setelah membaca kitab rahasia yang menjelaskan bahwa lamun
sira arep luwi, gegurua ing Mukhamad ( jika ingin menjdi manusia istimewa
bergurulah kepada Muhammad ), Syarif Hidayat merasa setengah tidak percaya
terhadap amanat yang tertera dalam
buku itu. Namun, dalam setiap tidurnya,ia selalu bermimpi melihat cahaya yang
mengeluarkan suara: e Syarif Hidayat iki, rungunen satutur isun, lamon sira
arep mulya, nimbangi keramat Nabi,ulatana sira guguru Mukhamad ( Hai Syarif
Hidayat dengarkanlah petunjukku,jika engkau ingin menjadi manusia mulia
sehingga dapat mengimbangi
keramat nabi, carilah dan bergurulah
kepada Muhammad ). Dalam hatinya, ia merasa pedih mengenang nasibnya
yang tidak berayah sehingga tidak ada yang dapat menuntun mengkaji ilmu.
Meskipun demikian, hatinya teguh
hendak menuruti petunjuk kitab dan
panggilan mimpi. Ia memohon diri
kepada ibunya dan sudah tak dapat
dicegah lagi kemauannya. Ia tidak
tertarik pada kedudukan sebagai raja.
Syarif Hidayat mulai mengembara
mencari Nabi Muhammad. Ia berziarah ke patilasan Nabi Musa dan Nabi
Ibrahim di Mekah, tetapi belum juga memperoleh petunjuk. Lalu, ia shalat hajat
dua rakaat, memuji Tuhan,membaca shalawat nabi, dan
mengucapkan taubat. Setelah itu, ia
melanjutkan perjalanan ke gunung
Jambini. Di sana, ia bertemu dengan
Naga Pratala yang menderita sakit
bengkak. Sang Naga minta diobati, dan Syarif Hidayat hanya menjawab : yen
lamon isun pinanggi, pasti waras puli kadi du ing kuna ( jika aku benar-benar
dapat bertemu dengan Nabi Muhammad pastilah engkau sembuh ). Seketika
Naga Pratala menjadi sembuh.Kemudian, ia memberikan sebuah cincin pusaka
bernama Marembut yang berkhasiat dapat melihat segala isi bumi
dan langit. Oleh Naga Pratala, Syarif
Hidayat dianjurkan agar pergi ke pulau Majeti (Mardada) menemui pertapa di
sana.
Pulau Mardada dihuni oleh binatang
buas dan berbisa yang sedang menjaga sebuah keranda biduri. Di sebuah
cabang kay yang tinggi, Syarif Hidayat melihat ada seorang pemuda bernama
Syekh Nataullah sedang bertapa.
Pemuda itu menjelaskan bahwa tidak
ada harapan untuk menemui orang yang sudah tiada, lebih baik berusaha
mendapatkan cincin Mulikat yang
berada di tangan Nabi Sulaiman. Ia

menjelaskan bahwa barang siapa


memiliki cincin Mulikat, ia akan
menguasai seisi langit dan bumi, serta dihormati oleh umat manusia. Syarif
Hidayat kemudian mengajak Syekh Nataullah bersama-sama mengambil cincin
tersebut.
Pupuh ketigabelas
Kinanti, 30 bait. Ketika Syarif Hidayat
berada di makam Nabi Sulaeman,
jenazah Nabi Sulaeman seolah-olah
hidup dan memberikan cincin Mulikat
kepadanya. Syekh Nataullah mencoba
merebut cincin tersebut, tetapi tidak
berhasil. Tiba-tiba meledaklah petir dari mulut Nabi Sulaeman sehingga yang
sedang mengadu tenaga memperebutkan cincin tersebut terlempar. Syekh
Nataullah melesat jatuh di pulau jawa,sedangkan Syarif Hidayat jatuh di Pulau
Serandil.
Cerita dalam pupuh ini diselingi oleh
kisah Rarasantang yang merindukan
Syarif Hidayat. Sudah sepuluh tahun
Rarasantang ditinggal putranya. Ia
selalu berdoa agar anaknya mendapat
lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tiba-tiba, ia mendengar suara, ujarnya :
wondening anakira iku, waruju kang dadi aji, Banisrail kratonira, nama Sultan
Dul Sapingi, mung kang dadi lara brangta,amung putranipun Syarip, lamon
eman maring siwi, balik angungsiyang Jawa,
lamon arep ya pinanggi ( Anakmu yang muda itu akan menjadi raja, keratonnya
di Baniisrail, bergelar Abdul Sapingi.
Jika engkau benar-benar merindukan
anakmu Syarip Hidayat, sebaiknya
kembalilah engkau ke Pulau Jawa.)
Akhirnya, Rarasantang kembali ke Pulau Jawa menantikan anaknya di Gunung
Jati menuruti pesan Syekh Datuk Kahfi.
Cerita kembali ke Syarif Hidayat yang
jatuh di Gunung Surandil. Di sana, ia
melihat sebuah kendi berisi air sorga
yang sangat harum baunya. Kendi itu
mempersilahkan Syarif Hidayat
meminumnya. Karena ia hanya
menghabiskan setengahnya, kendi itu
meramalkan bahwa kesultanan yang
kelak akan didirikan olehnya tidak akan langgeng. Meskipun kemudian air kendi
itu dihabiskan, namun yang langgeng hanyalah negaranya, bukan raja-rajanya.
Setelah berkata demikian, kendi itu pun lenyap.
Syarif Hidayat kemudian bertemu
dengan Syekh Kamarullah. Atas
anjurannya, Syekh Kamarullah pergi ke Jawa dan menetap di gunung Muriya
dengan gelar Syekh Ampeldenta. Dengan
demikan, sudah empat orang syekh dari Mekah yang tiba di tanah Jawa.
Pupuh keempatbelas
Sinom, 28 bait. Suatu ketika, Nabi
Aliyas ( Ilyas ) menyamar sebagai
seorang wanita pembawa roti. Ia
menawarkan kepada Syarif Hidayat
bahwa rotinya adalah roti sorga, dan
barang siapa yang memakan roti itu, ia akan mengerti berbagai macam bahasa
Arab, Kures, Asi, Pancingan, Inggris,cina,Turki.

Nabi Aliyas juga memberi petunjuk bahwa jika hendak mencari


Muhammad ikutilah seseorang yang
menunggang kuda di angkasa, dialah
Nabi Khidir yang dapat memberi
petunjuk. Wanita pemberi petunjuk itu
hilang seketika dan tiba-tiba di angkasa tampak seorang penunggang kuda.
Syarif Hidayat melesat ke angkasa lalu membonceng di ekor kuda. Nabi Khidir
penunggang kudamenyentakkan kudanya hingga Syarif Hidayat terpelanting
dan jatuh di negeri Ajrak di hadapan Abdul Sapari.
Abdul Sapari memberinya dua butir
buah kalam muksan; sebuah dimakan
habis oleh Syarif Hidayat dan terasa
manis sekali, sementara sebuah lagi
disimpan untuk lain waktu. Abdul Sapari menyatakan bahwa tindakan itu
menjadi pertanda bahwa kelak akan timbul tantangan-tantangan di saat Syarif
Hidayat menjadi sulltan. Tidak demikian halnya jika dua buah itu dihabiskan
sekaligus. Akhirnya, buah Kalam Muksan yang sebuah lagi segera dimakan,
namun rasanya sangat pahit dan sangat menyakitkan seperti sakitnya orang
menghadapi sakratul maut.
Ia pingsan seketika. Abdul Sapari
segera memanggil patih Sadasatir untuk memasukkan Syarif Hidayat ke
bubungan mesjid. Dari situ, Syarif
Hidayat mikraj ke langit. Dalam
perjalanan mikraj, pertama kali ia
sampai di pintu dunia dan melihat
orang-orang yang mati sabil serta
mukmin yang alim dan kuat beribadat.
Di langit kedua, ia bertemu dengan roh-roh wanita yang setia dan patuh pada
suami. Di langit ketiga, ia bertemu dengan Nabi Isa yang menghadiahkan nama
Syarif Amanatunggal. Di langit
keempat, ia bertemu dengan ribuan
malaikat yang dipimpin oleh Jibril,
Mikail, Israfil, dan Izrail. Para
pemimpin malaikat juga memberinya
nama, antara lain, Malaikat Jibril
memberi nama Syekh Jabar, Mikail
memberi nama Syekh Surya, Israfil
memberi nama Syekh Sekar, dan Izrail
memberinya nama Syekh Garda
Pangisepsari. Di langit kelima, ia
bertemu dengan ribuan nabi, antara lain,
Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Musa.
Mereka juga menghadiahi nama baru
bagi Syarif Hidayat. Nabi Adam
memberi nama Syekh Kamil, Nabi
Ibrahim memberi nama Saripulla, dan
Nabi Musa memberi nama Syekh Marut.
Selanjutnya, Syarif Hidayat melihat
neraka, dinding jalal, dan meniti sirotol
mustakim. Akhirnya, ia tiba di langit
ketujuh dan melihat cahaya terang
benderang.
Pupuh kelimabelas
Kinanti, 26 bait. Di langit ketujuh Syarif Hidayat bertemu dengan Nabi
Muhammad yang sedang tafakur. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa ia
sudah meninggal.
Karena itu, ia tidak boleh mengajar umat manusia. Apalagi

karena di dunia sudah ada wakilnya,


yakni para fakir, haji, kitab Al quran,
puji-pujian, dan segala macam ilmu
telah lengkap di dunia. Akan tetapi,
Syarif Hidayat berkeras tak mau berguru pada aksara. Ia ingin mendengar
penjelasan langsung dari Nabi Muhammad, terutama tentang makna asasi
kalimat syahadat dan
perbedaannya dengan zikir satari. Nabi Muhammad menjawab pertanyaanpertanyaan Syarif Hidayat dan menganugerahkan jubah akbar. Syarif Hidayat
diperintahkan agar pergi ke tanah Jawa, dan berguru kepada Syekh Nurjati di
Gunung Jati, serta tetap memelihara dan menjaga syareat.
Syarif Hidayat lalu turun dari langit
ketujuh ke puncak Mesjid Sungsang di
Ajrak dan kembali ke Gunung Jati. Di
sana, ia bertemu dengan bundanya yang sudah menjadi pertapa wanita
bernama Babu Dampul, sedangkan Syekh Nurjati telah pindah ke gua Dalam.
Pupuh keenambelas
Sinom, 27 bait. Syekh Nurjati berusaha menghindari pertemuan dengan Syarif
Hidayat. Ketika tamunya datang, ia meninggalkan sepucuk surat dan meminta
agar Syarif Hidayat menyusul ke Gunung Gundul. Ia segera menyusul ke
Gunung Gundul, tetapi Syekh Nurjati
pergi ke Gunung Jati. Akhirnya, atas
petunjuk cincin Marembut, ia
mencegatnya di tengah jalan. Keduanya mendiskusikan ilmu agama. Syekh
Nurjati memberi nama syarif Hidayat dengan nama Pangeran Carbon, dan kelak
jika sudah menjadi sultan bergelar Sultan Jatipurba.
Selesai mengutarakan pesan-pesannya,
Syekh Nurjati lenyap dan tidak pernah
muncul lagi sebagai Syekh Nurjati
melainkan sudah bernama Pangeran
Panjunan atau Syekh Siti Jenar, dan
bergelar Sunan Sasmita. Dengan
perantaraan cincin Marembut, Syarif
Hidayat melihat ke mana sebenarnya
kepergian Syekh Nurjati.

KISAH WAFATNYA SUNAN GUNUNG JATI


(pupuh LVI.13 - LVIII.06)
Diceritakan kemudian bahwa pada suatu
hari Sinuhun Gunung Jati berkeinginan
untuk menyendiri di tempat yang sepi.
Sinuhun pergi dengan membawa serta
kerisnya Sangyang Naga. Sinuhun sudah
mengetahui bahwa ajalnya sudah
mendekat. Dia pergi ke Gunung Jati dan
duduk bertafakur disana, di Gunung Jati
yang di sebelah timur itu. Kemudian
Sinuhun menulis surat dengan
menggunakan daun sebagai kertasnya,
surat itu ditujukan kepada anaknya di
Banten yang isinya berbunyi, "He Sunan
Sebakingkin, itu cucumu yang bernama
Kapil [nama panggilan untuk Maulana
Muhammad] suruhlah dia pergi
menunaikan ibadah haji, sebab dialah
yang kelak akan menjadi raja.
Sepulangnya menunaikan ibadah haji,
segeralah dinobatkan, karena setelah itu
engkau dan demikian juga anakmu tidak
akan lama memerintah. Oleh karena itu
Muhammad Kapil besok yang akan
menjadi raja dan yang akan
mendapatkan wasiatnya Nabi".
Daun itu digulung dan diikatkan
pada keris yang kemudian melesat
terbang ke angkasa. Keris itu terbang
dengan cepat, cahayanya terang
bagaikan andaru (bintang jatuh) di
tengah malam. Sesampainya di Banten
keris itu turun di istana Banten. Semua
yang ada di Dalem Puri terkejut
melihatnya, mereka mengira bahwa ada
bintang jatuh. Keris tersebut jatuh di
hadapan Pangeran Sebakingkin. Dengan
penuh ketakjuban Sunan Banten melihat
keris yang jatuh di hadapannya itu, dia
mengetahui bahwa itu adalah Keris
Sangyang Naga milik ayahandanya.
Segera surat itu dibacanya, yang isinya
minta agar cucunya disuruh naik haji.
Sunan Banten menyetujui
keinginan wali, ayahandanya, dan Sunan
Banten pun segera membuat surat
balasannya. Surat balasan itu ditulis
diatas kertas perak dan bertuliskan
dengan tinta emas indah. Isi suratnya
berbunyi, "Ayahanda wali, sang cucu
akan hamba suruh menunaikan ibadah
haji, pesan akan ananda laksanakan".
Setelah selesai ditulis, kemudian surat itu
dibungkus dengan kesturi wulung , dan
diikatkan kembali pada keris itu. Sang
keris pun segera terbang lagi ke angkasa

bagaikan burung, dan tidak dikisahkan


perjalanannya, keris itu telah tiba
kembali di Gunung Jati. Tibanya pada
waktu tengah malam, Sinuhun melihat
surat balasan yang ditulis dengan amat
indah. Sinuhun berkata, "Inilah ciri dari
kesombongan dan hati yang takabur.
Seberapa lamanya kita dalam hidup ini
akan berkuasa, pasti tidak akan
selamanya. Lama kekuasaan
keturunanku di Banten kelak tak akan
lebih dari sembilan keturunan".
Setelah berkata demikian, Sunan
Gunung Jati lalu merebahkan dirinya di
tanah sambil melipat tangan diatas
dadanya. Dia berbaring di tanah
beralaskan daun Rudamala, dan
berbantalkan batu. Kepalanya berada di
arah timur sedangkan kakinya di arah
barat, seperti layaknya tengah melakukan
shalat. Ketika tiba waktunya makan
sahur, Sinuhun Gunung Jati meninggal
dunia. Pada waktu itu Sinuhun usianya
genap seratus dua puluh tahun. Sunan
Kalijaga segera memberitahukan berita
duka cita itu kepada seluruh sanak
keluarga. Semua telah diberitahu bahwa
Sinuhun Jati telah meninggal di Gunung
Kentaki. Sebagai pembawaan seorang
Wali utama, alam dunia ikut berduka cita
atas kepergiannya.
Dedaunan jatuh berguguran,
hewan-hewan berbunyi saling
bersahutan, air bergelora dan lautan
menjerit bergemuruh bergantian dengan
gempa yang bergetar dengan suara yang
menakutkan. Alam dunia bagaikan akan
roboh, batuan krikil bergemeletuk dan
terdengar suara beraneka macam. Tanah
menjadi gembur dan seluruh isi hutan
riuh berbunyi. Bergelegar suara gunung,
bergema berkumandang di langit. Sang
surya panas membara, sang bulan begitu
pula. Semua yang ada di dunia bagaikan
menangis. Tidak lama kemudian turun
para malaikat dari langit ke atas Gunung
Jati. Para malaikat itu kemudian
membawa jenazah Sinuhun naik ke
langit.
Setelah tersiar berita duka cita
itu, para santri dan para sanak saudara
semua menangis dengan sedihnya,
mereka bingung ketika mengetahui
bahwa jenazah Sinuhun telah tiada.
Suasana saat itu hiruk pikuk, canang Ki
Bicak berbunyi bertalu-talu tanpa ada
yang menabuh. Para santana mantri

semuanya pergi menuju ke Gunung


Sembung. Yang pergi ke Gunung Jati,
hanyalah Sunan Kalijaga, Syekh Datuk
Khapi, dan Pangeran Makdum saja.
Ketika mereka tiba di situ jenazahnya
sudah tidak ada, yang tinggal tergeletak
di tanah hanyalah wangkingan (ikat
pinggang) dan jubah Sinuhun saja.
Begitulah Sunan Kalijaga segera
menyingsingkan lengan bajunya untuk
menggali liang lahat. Syekh Datuk Khapi
datang dan minta untuk menggantikan,
demikian juga halnya dengan Pangeran
Makdum. Akan tetapi Sunan Kali berkata,
"Biarlah kalian jangan ikut-ikut, biar aku
sendiri saja yang menguburkan pakaian
itu". Akhirnya selesai sudah pakaian
Sinuhun dikuburkan di sana dengan
sempurna, yaitu di Gunung Kentaki yang
di sebelah timur itu. Akan tetapi bentuk
kuburannya tak terlihat karena diratakan
lagi dengan tanah. Hanya tandanya ialah
bahwa tak akan ada daun yang jatuh
keatas kuburan ini.
Sementara itu Tubagus Pase
datang ke Gunung Kentaki yang di
sebelah barat bersama para sentana
mantri. Mereka berkumpul di tempat itu
dan mereka menemukan bahwa jenazah
sudah tidak ada lagi, yang masih ada di
sana hanya Keris Naga dan Tasbih
Sinuhun. Sang keris menggelantung di
udara, merah membara bagaikan bintang
jatuh, sedangkan tasbihnya kemudian
dikuburkan di bumi mulia. Tempat itu
kemudian direka-reka menjadi berbentuk
makam, di Gunung Sembung. Terkenal
diantara rakyat kecil bahwa Sinuhun
Aulia, dimakamkan di Gunung Jati yang
di sebelah Barat itu, di tempat mana
dahulu beliau tinggal. Adapun Nyi Mas
Putri Jangkung, kemudian tinggal disana
menunggui kuburan suaminya dengan
penuh kasih sayang. Adapun Keris
Sangyang Naga kemudian terbang
melesat ke langit bagaikan bintang dan
jatuh masuk ke Dalem Agung, dan Keris
Sangyang Naga itu menghilang disana.
Catatan: Mengenai waktu wafatnya
Syarif Hidayatullah, ada beberapa
pendapat. Dalam History of Java ditulis
bahwa Syarif Hidayatullah wafat pada
tahun 1428 Saka (1506 M) dalam "usia
yang sangat lanjut", tahun tersebut tidak
tepat karena pada waktu perang dengan
Galuh Pajajaran (Bab XXII) dimana
Sunan Gunung Jati masih berperan.

Dalam Negarakertabhumi, dan demikian


juga dalam Purwaka Caruban Nagari
bahwa Syarif Hidayatullah wafat pada
tanggal 11 Kresna-paksa, bulan
Badramasa tahun 1490 Caka (1568 M),
Sumber lainnya menyebutkan bahwa
Sunan Gunung Jati wafat pada tanggal
12 bagian terang, bulan Badra tahun
1490 Saka atau 19 Septem-ber 1568 M.
(Hasil alih aksara dan alih bahasa dari
naskah-naskah lama mengenai Babad
Cirebon dan Pajajaran post by Amman
W)

Hal Yang disembunyikan Oleh ALLAH SWT


Diawali dengan membaca Bismillahirohmaanirohim :
Setelah Allah SWT selesai menciptakan Jibrail as dengan bentuk yang cantik,
dan Allah menciptakan pula baginya 600 sayap yang panjang , sayap itu antara
timur dan barat (ada pendapat lain menyatakan 124, 000 sayap). Setelah itu
Jibrail
as
memandang
dirinya
sendiri
dan berkata: Wahai Tuhanku, adakah engkau menciptakan makhluk yang lebih
baik daripada aku?.Lalu Allah swt berfirman yang bermaksud.. Tidak
Kemudian Jibrail as berdiri serta solat dua rakaat kerana syukur kepada Allah
swt. dan tiap-tiap rakaat itu lamanya 20,000 tahun. Setelah selesai Jibrail as
solat, maka Allah SWT berfirman yang bermaksud. Wahai Jibrail, kamu telah
menyembah aku dengan ibadah yang bersungguh - sungguh, dan tidak ada
seorangpun yang menyembah kepadaku seperti ibadat kamu, akan tet api di
akhir zaman nanti akan datang seorang nabi yang mulia yang paling aku cintai,
namanya Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan sentiasa berdosa,
sekiranya mereka itu mengerjakan solat dua rakaat yang hanya sebentar
sahaja, dan mereka dalam keadaan lupa serta serba kurang, fikiran mereka
melayang bermacam-macam dan dosa mereka pun besar juga. Maka demi
kemuliaannKu
dan ketinggianKu, sesungguhnya solat mereka itu aku lebih sukai dari solatmu
itu. Kerana mereka mengerjakan solat atas perintahKu, sedangkan kamu
mengerjakan
solat
bukan
atas
perintahKu.Kemudian Jibrail as berkata: Ya Tuhanku, apakah yang Engkau
hadiahkan kepada mereka sebagai imbalan ibadat mereka? Lalu Allah
berfirman yang bermaksud. Ya Jibrail, akan Aku berikan syurga Mawaa sebagai
tempat tinggal Kemudian Jibrail as meminta izin kepada Allah untuk melihat
syurga Mawaa. Setelah Jibrail as mendapat izin dari Allah SWT maka pergilah
Jibrail as dengan mengembangkan sayapnya dan terbang, setiap dia
mengembangkan dua sayapnya dia boleh menempuh jarak perjalanan 3000
tahun, terbanglah malaikat jibrail as selama 300 tahun sehingga ia merasa letih
dan lemah dan akhirnya dia turun singgah berteduh di bawah bayangan sebuah
pohon
dan
dia
sujud
kepada
Allah SWT lalu ia berkata dalam sujud: Ya Tuhanku apakah sudah aku
menempuh jarak perjalanan setengahnya, atau sepertiganya, atau
seperempatnya? Kemudian Allah swt berfirman yang bermaksud. Wahai
Jibrail, kalau kamu dapat terbang selama 3000 tahun dan meskipun aku
memberikan kekuatan kepadamu seperti kekuatan yang engkau miliki, lalu
kamu terbang seperti yang telah kamu lakukan, nescaya kamu tidak akan
sampai kepada sepersepuluh dari beberapa perpuluhan yang telah kuberikan
kepada umat Muhammad terhadap imbalan solat dua rakaat yang mereka
kerjakan. . Marilah sama2 kita fikirkan dan berusaha lakukan
Sesungguhnya
Allah
S.W.T
telah
menyembunyikan
enam
perkara yaitu :
1. Allah S.W.T telah menyembunyikan redha-Nya dalam taat.
2. Allah S.W.T telah menyembunyikan murka-Nya di dalam maksiat.
3. Allah S.W.T telah menyembunyikan nama-Nya yang Maha Agung di dalam AlQuran.
4. Allah S.W.T telah menyembunyikan Lailatul Qadar di dalam bulan Ramadhan.
5. Allah S.W.T telah menyembunyikan solat yang paling utama di dalam solat
(yang lima waktu).
6. Allah S.W.T telah menyembunyikan (tarikh terjadinya) hari kiamat di dalam
semua hari.

DETIK-DETIK WAFATNYA RASULULLAH SAW

Assalamu alaikum wr.wb


Dengan di awali Bismillahirohmanirohim :
WAHAI ikhwah...
Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut Ada sebuah kisah
tentang
cinta
yang
sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi
itu,
walaupun
langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan
sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah, Wahai umatku,
kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan
bertakwalah
kepada-Nya.
Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Quran dan sunnahku. Barang siapa
mencintai sunnahku,bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku. Khutbah singkat itu
diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat
menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca,Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman
menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat
itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita
semua,keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai
menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan
Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan
goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang
hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi
pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,Rasulullah sedang
terbaring
lemah
dengan
keningnya
yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tibatiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
Bolehkah
saya
masuk?
tanyanya.
Tapi
Fatimah
tidakmengizinkannya
masuk,Maafkanlah,ayahku
sedang
demam, kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian
ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan
bertanya
pada
Fatimah,
Siapakah
itu
wahai
anakku?
Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya, tutur
Fatimah
lembut.
Lalu,Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut, kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri,
tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia
menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. Jibril, jelaskan apa hakku
nanti di hadapan Allah? Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua
syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak
membuatkan Rasulullah lega,matanya masih penuh kecemasan. Engkau tidak
senang mendengar khabar ini? Tanya Jibril lagi. Khabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak? Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku
pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan syurga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya, kata Jibril. Detikdetik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.Perlahan ruh Rasulullah
ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,urat-urat lehernya
menegang. Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.Perlahan Rasulullah
mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin

dalam
dan
Jibril
memalingkan
muka.
Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril? Tanya Rasulullah
pada
Malaikat
pengantar wahyu itu. Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut
ajal,
kata
Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik,kerana sakit yang tidak
tertahankan
lagi.
Ya
Allah,dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku,
jangan
pada
umatku.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera
mendekatkan telinganya. Uushiikum bis shalati, wa maa malakat
aimanuku,peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulaibkebiruan. Ummatii, ummatii,
ummatiii? Umatku,umatku,umatku Dan, berakhirlah hidup manusia mulia
yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli ala Muhammad wa baarik wa salim alaihi. Betapa cintanya
Rasulullah kepada kita.
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran untuk
mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.
Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.
Note : untuk membaca sejarah lainnya pilih Beranda.ada d bawah halaman ini.

SYEIKH SITI JENAR

Merajut sebuah ilmu dan menjadikannya sehelai kain yang didalamnya


penuh akan keindahan corak dan warna, inilah yang diidamkan seluruh
ahli sufi. rajutan demi rajutan tentang segala pemahaman ilmu,
penghayatan dan keluasan tentang segala kebesaran Allah SWT,
perjalanan dan pengorbanan yang selalu dilakoninya sedari kecil,
membuat segala macam ilmu yang ada padanya menjadikannya
serajat
seorang
waliyulloh
Kamil.
Dalam pandangan para Waliyulloh, dimana badan telah tersirat asma
Allah dan segala tetesan darahnya telah mengalir kalimat tauhid,
dimana setiap detak jantung selalu menyerukan keagunganNya dan
setiap pandangan matanya mengandung makna tafakkur, tiada lain
orang itu adalah seorang waliyulloh agung yang mana jasad dan
ruhanuyahnya telah menyatu dengan dzat Allah. inilah senjungan yang
dilontarkan oleh seluruh bangsa wali kala itu pada sosok Kanjeng
Syeikh
Siti
Jenar.
Rohmat yang tersiram didalam tubuhnya, ilmu yang tersirat disetiap
desiran nafasnya, pengetahuan tentang segala makna ketauhidan
yang bersemayam didalam akal dan hatinya, membuat kanjeng Syeikh
Siti Jenar menjadi seorang guru para Wali, lewat kezuhudan yang
beliau miliki serta keluasan ilmu yang dia terpkan, membuat segala
pengetahunnya selalu dijadikan contoh. beliau benar-benar seorang
guru agung dalam mengembangkan sebuah dhaukiyah kewalian /
tentang segala pemahaman ilmu kewalian. tak heran bila kala itu
banyak bermunculan para waliyulloh lewat ajaran ilafi yang
dimilikinya.
Diantara beberapa nama santri beliau yang hingga akhir hayatnya
telah sampai kepuncak derajat Waliyulloh kamil, salah satunya, sunan
Kali Jaga, Raden Fatah, Kibuyut Trusmi, Kigede Plumbon, Kigede
Arjawinangun, Pangeran Arya Kemuning, Kiageng Demak Purwa Sari,
Ratu Ilir Pangabean, Gusti Agung Arya Diningrat Caruban, Pangeran
Paksi Antas Angin, Sunan Muria, Tubagus Sultan Hasanuddin, Kiageng
Bimantoro Jati, Kisubang Arya Palantungan dan kigede Tegalgubug.

Seiring perjalanannya sebagai guru para wali, Syeikh Siti Jenar mulai
menyudahi segala aktifitas mengajarnya tatkala Syarif Hidayatulloh /
Sunan Gunung Jati telah tiba dikota Cirebon. bahkan dalam hal ini
bukan hanya beliau yang menyudahi aktifitas mengajar pada saat itu,
dedengkot wali jawa, sunan Ampel dan sunan Giri juga mengakhirinya
pula. mereka semua tadzim watahriman / menghormati derajat yang
lebih diagungkan, atas datangnya seorang Quthbul muthlak / Raja Wali
sedunia pada zaman tersebut, yaitu dengan adanya Syarif
Hidayatulloh,
yang
sudah
menetap
dibumi
tanah
jawa.
Sejak saat itu pula semua wali sejawa dwipa mulai berbondong ngalaf
ilmu datang kekota Cirebon, mereka jauh-jauh sudah sangat
mendambakan kedatangan, Syarif Hidayatulloh yang ditunjuk
langsung oleh Rosulullos SAW menjadi sulthan semua makhluk
(Quthbul Muthlak). Nah sebelum misteri kupas tuntas tentang jati diri,
syeikh siti jenar, tentunya pembaca majalah kesayangan kita agak
merasa bingung tentang jati diri Syarif Hidayatulloh yang barusan
dibedarkan tadi mengapa Syarif Hidayatulloh kala itu sangat
disanjung
oleh
seluruh
bangsa
wali?
Dalam tarap kewalian, semua para waliyulloh tanpa terkecuali mereka
semua sudah sangat memahami aakan segala tingkatan yang ada
pada dirinya. dan dalam tingkatan ini tidak satupun dari mereka yang
tidak tahu akan segala derajat yang dimiliki oleh wali lainnya, semua
ini karena Allah SWT jauh-jauh telah memberi hawatief pada setiap
diri para waliyulloh tentang segala hal yang menyangkut derajat
kewalian
seseorang.
Nah, sebagai pemahaman yang lebih jelas, dimana Allah SWT
menunjuk seseorang menjadikannya derajat waliyulloh maka pada
waktu yang bersamaan nabiyulloh Hidir AS yang diutus langsung oleh
malaikat Jibril AS, akan mengabarkannya kepada seluruh para
waliyulloh lainnya tentang pengangkatan wali yang barusan ditunjuk
tadi sekaligus dengan derajat yang diembannya. disini misteri akan
menuliskan tingkatan derajat kewalian seseorang dimulai dari
tingkatan yang paling atas Quthbul Muthlak Athman Arbaul
Amadu Autad Nukoba Nujaba Abdal dan seterusnya Nah dari
pembedaran ini wajar bila saat itu sekuruh wali jawa berbondong
datang ngalaf ilmu ketanah Cirebon, karena tak lain didaerah tersebut
telah bersemayam seorang derajat Quthbul Muthlak yang sangat
dimulyakan
akan
derajat
dan
pemahaman
ilmunya.
Kembali kecerita syeikh Siti Jenar, sejak adanya Syarif Hidayatulloh
yang telah memegang penting dalam peranan kewalian hampir seluruh
wali kala itu belajar arti marifat kepadanya, diantara salah satunya
adalah
syeikh
Siti
Jenar
sendiri.
Empat tahun para wali ikut bersamanya dalam Husnul Ilmi Al Kamil /
menyempurnakan segala pemahaman ilmu. dan setelah itu Syarif
Hidayatulloh menyarankan pada seluruh para wali untuk kembali
ketempat asalnya masing-masing. mereka diwajibkan untuk membuka
kembali pengajian secara umum sebagai syiar islam secara
menyeluruh. Tentunya empat tahun bukan waktuyang sedikit bagi
para wali kalaitu, mereka telah menemukan jati diri ilmu yang
sesungguhnya lewat keluasan yang diajarkan oleh seorang derajat
Quthbul Muthlak sehingga dengan kematangan yang mereka peroleh
tidak semua dari mereka membuka kembali pesanggrahannya. Banyak
diantara mereka yang setelah mendapat pelajaran dari Syarif
Hidayatulloh, segala kecintaan ilmunya lebih diarahkan kesifat
Hubbulloh / hanya cinta dan ingat kepada Allah semata. hal seperti ini
terjadi dibeberapa pribadi para wali kala itu diantaranya Syeikh Siti
Jenar, Sunan Kali Jaga, Sulthan Hasanuddin Banten, Pangeran

Panjunan, Pangeran Kejaksan dan Syeikh Magelung Sakti. mereka


lebih memilih hidup menyendiri dlaam kecintaannya terhadap Dzat
Allah SWT, sehingga dengan cara yang mereka lakukan menjadikan
hatinya tertutp untuk manusia lain. keyakinannya yang telah
mencapai roh mahfud membuat tingkah lahiriyah mereka tidak stabil,
mereka bagai orang gila yang tidak pernah punya rasa malu terhadap
orang lain yang melihatnya. seperti halnya Syeikh Siti Jenar beliau
banyak menunjukkan sifat khoarik / kesaktian ilmunya yang
dipertontonkan didepan kalayak masyarakat umum, sedangkan sunan
kali jaga sendiri setiap harinya selalu menaiki kuda lumping yang
terbuat dari bahan anyaman bambu. sulthan Hasanuddin lebih banyak
mengeluarkan fatwa dan selalu menasehati pada binatang yang dia
temui. Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan kakak beradik ini
setiap harinya selalu membawa rebana yang terus dibunyikan sambil
tak henti-hentinya menyanyikan berbagai lagu cinta untuk tuannya
Allah SWT. dan Syeikh Magelung Sakti lebih dominan hari-harinya
selalu
dimanfaatkan
untuk
bermain
dengan
anak-anak.
Lewat perjalanan merka para hubbulloh / zadabiyah / ingatannya
hanya kepada Allah SWT semata. tiga tahun kemudian mereka telah
bisa mengendalikan sifat kecintaannya dari sifat bangsa Dzat Allah,
kembali kesifat asal yaitu syariat Dhohir. namun diantara mereka yang
kedapatan sifat Dzat Allah ini hanya Syeikh Siti Jenar, yang tidak mau
meninggalkan kecintaannya untuk tuannya semata (Allah). beliau
lebih memilih melestarikan kecintaannya yang tak bisa terbendung,
sehingga dengan tidak terkontrol fisik lahiriyahnya beliau banyak
dimanfaatkan kalangan umum yang sama sekali tidak mengerti akan
ilmu kewalian. Sebagai seorang waliyulloh yang sedang menapaki
derajat fana, segala ucapan apapun yang dilontarkan oleh Syeikh Siti
Jenar kala itu akan menjadi nyata, dan semua ini selalu dimanfaatkan
oleh orang-orang culas yang menginginkan ilmu kesaktiannya tanpa
harus terlebih dahulu puasa dan ritual yang memberatkan dirinya.
dengan dasar ini orang-orang yang memanfaatkan dirinya semakin
bertambah banyak dan pada akhirnya mereka membuat sebuah
perkumpulan untuk melawan para waliyulloh. dari kisah ini pula
Syeikh Siti Jenar berkali kali dipanggil dalam sidang kewalian untuk
cepat-cepat merubah sifatnya yang banyak dimanfaatkan orang-orang
yang tidak bertanggung jawab, namun beliau tetap dalam
pendiriannya untuk selalu memegang sifat Dzat Allah. bahakan dalam
pandangan Syeikh Siti Jenar sendiri mengenai perihal orang-orang
yang memanfaatkan dirinya, beliau mengungkapkannya dalam sidang
terhormat para waliyulloh. bagaimana diriku bisa marah maupun
menolak apa yang yang diinginkan oleh orang yang memanfaatkanku
mereka semua adalah makhluk Allah, yang mana setiap apa
dikehendaki oleh mereka terhadap diriku, semua adlah ketentuanNya
juga lanjutnya diriku hanya sebagai perantara belaka dan segala
yang mengabulkan tak lain dan takbukan hanya dialah Allah semata.
karena sesungguhnya adanya diriku adanya dia dan tidak adanya
diriku tidak adanya dia. Allah adalah diriku dan diriku adalah Allah,
dimana
diriku
memberi
ketentuan
disitu
pula
Allah
akan
mengabulkannya. jadi janganlah salah paham akan ilmu Allah
sesungguhnya, karena pada kesempatanmya nanti semua akan
kembali
lagi
kepadaNya.
Dari pembedaran tadi sebenernya semua para waliyulloh , mengerti
betul akan makna yang terkandung dari seorang yang sedang jatuh
cinta kepada Tuhannya, dan semua waliyulloh yang ada dalam
persidangan kala it tidak menyalahkan apa barusan yang diucapkan
oleh Syeikh Siti Jenar. hanya saja permasalahannya kala itu, seluruh

wali sedang menapaki pemahaman ilmu bersifat syari sebagai bahan


dasar dari misi syiar Islam untuk disampaikan kepada seluruh
masyarakat luas yang memang belum mempunyai keyakinan yang
sangat kuat dalam memasuki pencerahan arti islam itu sendiri, wal
hasil semua para wali pada saat itu merasa takut akan pemahaman
dari Syeikh Siti Jenar yang sepantasnya pemahaman beliau ini hanya
boleh didengar oleh orang yang sederajat dengannya, sebab
bagaimanapun juga orang awam tidak akan bisa mengejar segala
pemahaman yang dilontarkan oleh Syeikh Siti Jenar. sedangkan pada
saat itu, Syeikh Siti Jenar yang sedang kedatangan sifat zadabiyah,
beliau tidak bisa mengerem ucapannya yang bersifat ketauhidan,
sehingga dengan cara yang dilakukannya ini membawa dampak
kurang
baik
bagi
masyarakat
luas
kala
itu.
Nah, untuk menanggulangi sifat Syeihk Siti Jenar ini seluruh para wali
akhirnya memohon petunjuk kepada Allah SWT, tentang suatu
penyelesaian atas dirinya, dan hampir semua para wali ini mendapat
hawatif yang sama yaitu Tiada jalan yang lebih baik bagi orang yang
darahnya telah menyatu dengan Tuhannya, kecuali dia harus cepatcepat dipertemukan dengan kekasihnya dari hasil hawatif para
waliyulloh akhirnya Syeikh Siti Jenar dipertemukan dengan kekasihnya
Allah SWT, lewat eksekusi pancung. dan cara ini bagi Syeikh Siti Jenar
sendiri
sangat
diidamkannya.
karena
baginya
mati
adalah
kebahagiaan yang membawanya kesebuah kenikmatan untuk selamalamanya dalam naungan jannatun naim.

KISAH GOA DALEM PALIMANAN

Pada masa Sunan Gunung Jati memimpin Kerajaan Cirebon, ada satu
peristiwa yang sempat menggemparkan seluruh kerajaan. Banyak
anak bayi yang baru berumur 15 hari hilang tanpa bekas. Peristiwa
tersebut
sangat
meresahkan
seluruh
penduduk
Cirebon.
Hebatnya bayi-bayi tersebut tidak ketahuan siapa yang mencurinya.
Hal ini mengakibatkan penduduk melakukan penjagaan ketat di
seluruh wilayah kerajaan terutama penduduk yang baru mempunyai
bayi berumur 2 minggu tersebut. Tetapi tetap saja penculikan bayi
terus terjadi dan makin membuat takut penduduk. Siapakah gerangan
yang telah menculik bayi-bayi tersebut ? Seluruh pejabat kerajaan
Cirebon langsung mengadakan rapat untuk membicarakan dan
mencari tahu apa dan siapa yang menyebabkan penculikan ini.
Akhirnya Pangeran Patang Aji (anaknya Sunan Gunung Jati ) diberi
tugas untuk menyelesaikan masalah ini dengan tuntas. Segala cara
telah dilakukan tetapi tetap saja penculikan masih terus terjadi. Hebat
sekali orang yang menculik bayi-bayi tersebut pikir Pangeran Patang
Aji karena dijaga ekstra ketatpun masih bisa lolos. Akhirnya Pangeran
Patang Aji melakukan meditasi untuk mengetahui siapakah yang telah
menculik bayi-bayi tersebut. Betapa kagetnya Pangeran Patang Aji
setelah mengetahui sosok tersebut dari hasil meditasinya. Ternyata
yang menculik bayi-bayi tersebut adalah Siluman Wanita yang
memang sengaja menculik dan memakannya sampai habis tubuh bayibayi tersebut. Tujuannya adalah Siluman Wanita dapat berubah
menjadi wanita muda yang cantik dan sekaligus mendapatkan
kekuatan agar bisa bertahan hidup di alam dunia. Siluman wanita
tersebut bernama Endang Banowati. Siluman wanita berwajah
menyeramkan seperti Mak Lampir dengan rambut panjang yang tidak
dirawat alias awut-awutan dan suka tertawa melengking yang dapat
membuat bulu roma orang yang mendengarnya naik ke atas alias
merinding disko. Memang Endang Banowati mempunyai kemampuan
untuk menyirep orang sehingga tertidur pulas. Pada suatu malam,
Pangeran Patang Aji membuat sebuah perangkap di sebuah rumah
penduduk yang isterinya baru mempunyai bayi berumur 15 hari.
Dengan ilmu penangkal sirep dan cambuk saktinya maka dipancinglah
Endang Banowati untuk datang ke rumah tersebut. Tepat jam 12
malam, terdengarlah suara tertawa melengking yang bisa membuat
orang tertidur tapi dengan persiapan yang matang orang-orang yang
berada di rumah tersebut tidak mempan. Baru saja Endang Banowati
mau masuk ke rumah dan ingin mengambil bayi yang berada di

samping ibunya, langsung terhempas keluar. Rupanya bayi dan ibunya


telah diisi ilmu penangkal lewat bacaan-bacaan Asma Allah SWT.
Saat terhempas itulah, Pangeran Patang Aji berusaha menahan
Endang Banowati. Tetapi dengan licinnya Endang Banowati dapat
melepaskan perangkap yang telah disiapkan sebelumnya. Dengan satu
gerakan, Endang Banowati melesat meninggalkan rumah penduduk.
Pangeran Patang Aji juga tidak menyerah dan mengejar Endang
Banowati. Akhirnya Pangeran Patang Aji tiba di sebuah gua di daerah
Palimanan dan kebetulan hari menjelang subuh. Pangeran Patang Aji
dan beberapa anak buahnya menunggu di luar gua sambil memasang
jaringan goib di muka gua dengan harapan Endang Banowati tidak
bisa lagi keluar kemana-mana lagi atau diisolir di dalam gua. Pangeran
Patang Aji sangat mengerti kalau Endang Banowati tidak akan mampu
bertahan lama di dalam gua selama belum mendapatkan mangsanya.
Sampai menjelang maghrib lagi, terdengar suara teriakan yang keras
dan melengking dengan emosinya. Beberapa kali Endang Banowati
mau keluar terhalang jaringan goibnya Pangeran Patang Aji.
Sementara kalau terus di dalam gua, Endang Banowati merasakan
panas yang teramat sangat. Akhirnya Endang Banowati menyerah juga
dan
hanya
bertahan
di
dalam
gua
selama
3
hari.
Endang Banowati memohon ampun kepada Pangeran Patang Aji
karena sudah tidak kuat lagi menahan panas dan sakitnya yang
menjadi-jadi akibat ilmu kanuragan yang dimiliki oleh Pangeran
Patang Aji. Kemudian Pangeran Patang Aji memasuki gua untuk
melihat situasi dan kondisi di dalam. Tampak Endang Banowati
bersembunyi di sebuah sudut ruangan gelap dalam gua agar tidak
terkena sinar matahari. Dengan wajah yang merah dan sekujur
tubuhnya
melepuh,
Endang
Banowati
bersujud
memberikan
penghormatan kepada Pangeran dan sekali lagi memohon ampun.
Betapa terkejutnya Pangeran Patang Aji ketika melihat beberapa
potongan tubuh manusia kecil yang namapaknya tubuh bayi yang
masih orok dan meninggalkan warna merah di potongan tubuh
tersebut. Sisa tulang belulang yang berserakan di salah satu ruangan
gua tersebut terasa saat diinjak. Pangeran Patang Aji tampak geram
dan murka melihat suasana di ruangan tersebut. Apa yang telah
dilakukan Endang Banowati terhadap bayi-bayi yang diculiknya ?
Endang Banowati dengan terpaksa menceritakan secara rinci segala
yang telah diperbuatnya. Bayi-bayi tersebut dimakan dengan sangat
buasnya dan kadang tanpa meninggalkan sisa potongan tubuh
satupun. Biadab !!! Begitu teriakan Pangeran Patang Aji. Baru saja
Pangeran Patang Aji ingin mengacungkan cambuknya, tiba-tiba
Pangeran Patang Aji tersadar kalau Endang Banowati telah minta maaf
dan bertobat walaupun Pangeran Patang Aji masih meragukannya.
Tapi Endang Banowati terus memohon maaf dan pengampunan karena
dia melakukan hal tersebut dengan terpaksa agar bisa bertahan hidup
di dunia dan dengan darah bayi umur 15 hari itulah yang bisa
merubahnya menjadi wanita pada umumnya. Bayi yang dibutuhkan
oleh Endang Banowati sebagai tumbal berjumlah 40 bayi tapi tinggal
satu lagi (sudah 39 bayi yang dikorbankan) malah tertangkap oleh
Pangeran
Patang
Aji.
Ketika didesak oleh Pangeran Patang Aji apa alasan sebenarnya
Endang Banowati memakan bayi, maka terungkaplah kalau sebetulnya
Endang Banowati ingin menjadi manusia dan merasa iri melihat
kemuliaan seorang manusia. Pangeran Patang Aji mengatakan kalau
itu sudah menjadi kuasa Allah SWT dan Endang Banowati harus
menerima takdirnya. Terus saja Endang Banowati menangis dan
merintih betapa kurang beruntung nasibnya sementara untuk

melakukan aksinya supaya bisa seperti manusia terhalang oleh


perlawanan Pangeran Patang Aji. Endang Banowati terus memohon
agar diberi kesempatan untuk menculik satu bayi lagi agar wujudnya
bisa sempurna seperti seorang wanita. Pangeran Patang Aji tetap
pada pendiriannya untuk menolak permintaan Endang Banowati.
Untuk itu Endang Banowati mengatakan lebih baik Pangreran Patang
Aji membunuhnya saja daripada hidup tersiksa dan terisolir. Pangeran
Patang Aji terenyuh juga mendengar perkataan Endang Banowati.
Akhirnya dengan melakukan tafakur sejenak, Pangeran Patang Aji
menemukan
solusi
atas
permasalahan
Endang
Banowati.
Hai Endang Banowati, Siluman Gua Palimanan. Ku telah menemukan
jalan keluar untukmu tapi dengan satu syarat yang tidak dapat
diganggu gugat ataupun dilanggar olehmu. Siapkah kau meneriwa
tawaranku ? Aku siap menerima tawaran Pangeran dengan segala
resikonya dan tunduk kepada perintah Pangeran Dengarkan apa
yang kuucapkan Baik Pangeran Pasrah kepada Allah SWT dan
memohon ampun kepadaNya. Dengan seijin Allah SWT, saya akan
menikah denganmu dengan syarat kau harus masuk Islam seutuhnya.
Kemudian kau dilarang untuk memakan atau membunuh bayi-bayi
yang ada di seluruh kerajaan Cirebon khususnya dan yang ada di muka
bumi ini pada umumya. Sebagai gantinya kami akan memberikan
darah bayi segar yang diambil dari beberapa bayi yang ada di seluruh
kerajaan pada hari Sabtu Pahing minggu pertama setiap bulannya.
Apakah kau menerima tawaranku, Hai Endang Banowati Siluman Gua
Palimanan ?Endang Banowati tampak diam sejenak dan menyatakan
kesanggupannya untuk menerima tawaran Pangeran Patang Aji.
Penerimaan Endang Banowati disambut suka cita oleh para prajurit
yang ada di dalam gua. Ini berarti mengakhiri penculikan bayi-bayi
yang selama 3 tahun mengganggu ketenangan penduduk Cirebon.
Kabar ini langsung disampaikan kepada Sunan Gunung Jati. Dengan
penjelasan yang matang dan masuk akal oleh Pangeran Patang Aji,
akhirnya Sunan Gunung Jati menyetujuinya dengan syarat semua ini
dilakukan atas dasar lillahi taala. Bergerigi seperti lidah buaya
Beberapa bulan kemudian, pernikahan dilangsungkan secara tertutup
dalam hukum Islam tanpa banyak orang mengetahuinya. Setelah
menikah, Endang Banowati tetap tinggal di gua Palimanan dan
sesekali dikunjungi oleh Pangeran Patang Aji sambil membawakan
darah bayi untuk dijadikan santapan Endang Banowati. Endang
Banowati sangat taat menjalankan perintah suaminya Pangeran
Patang Aji dan tidak pernah lagi keluar gua kecuali menerima
kedatangan suaminya. Dari pernikahannya dengan Pangeran Patang
Aji diperoleh anak tunggal berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama
Raden Kilab. Raden Kilab lahir layaknya manusia biasa tetapi yang
membedakan adalah lidahnya bergerigi. Lidahnya yang bergerigi
diturunkan dari ibunya Endang Banowati dimana saat memakan tulang
bayi dulu, lidah terkena sayatan serpihan tulang bayi yang tajam dan
menyerupai gerigi.

RADEN TARUHLINTANG

Kecantikan Dewi Arum Sari dari kerajaan Cirebon membuat banyak


pangeran mencoba untuk mendapatkan hati Dewi Arum Sari. Tetapi
Dewi Arum Sari tidak tertarik dengan para Pangeran itu.
Dewi Arum Sari teringat dengan seorang pria yang pernah
menolongnya ketika dia diserang oleh perampok. Sayangnya sosok
pria itu langsung pergi setelah menolong Dewi Arum Sari tanpa
menyebutkan nama dan asal-usulnya. Sosok pria itu selalu
membayangi hari-hari Dewi Arum Sari. Walaupun Dewi Arum Sari
sangat mencintai sosok pria itu, Dewi Arum Sari tidak pernah
mengungkapkan perasaannya itu kepada ayahnya karena Dewi Arum
Sari tahu bahwa ayahnya sangat menginginkan mempunyai menantu
seorang pangeran. Kecantikan Dewi Arum Sari ternyata tidak serta
merta mendatangkan kebahagiaan. Dewi Arum Sari diculik oleh
seorang raksasa bernama Wira Gora karena kecantikannya. Tidak ada
prajurit istana yang bisa menghadang raksasa Wira Gora. Ayah Dewi
Arum Sari sangat sedih atas hilangnya Dewi Arum Sari. Ayah Dewi
Arum Sari kemudian membuat sayembara, Barang siapa yang bisa
mengembalikan Dewi Arum Sari, jika wanita akan dijadikan anak, jika
pria akan dinikahkan dengan Dewi Arum Sari. Dengan adanya
sayembara itu, orang-orang dari seluruh negeri berusaha untuk
membebaskan Dewi Arum Sari. Salah seorang di antara mereka adalah
Raden Wira Santika. Raden Wira Santika terkenal dengan kepandaian
ilmu bela dirinya. Orang-orang yang ikut perlombaan sebenarnya
segan dengan Raden Wira Santika. Tetapi karena tergirur dengan
hadiah yang ditawarkan, orang-orang tetap mengikuti sayembara.
Sementara itu di tengah hutan, Wira Gora yang membawa Dewi Arum
Sari, bertemu dengan Raden Tarulintang. Raden Tarulintang adalah
seorang pemuda yang tinggal di hutan dan berguru kepada Ki Tapak
Jagat. Raden Tarulintang yang melihat Dewi Arum Sari di tangan
raksasa Wira Gora berusaha untuk menyelamatkan Dewi Arum Sari.
Tetapi kesaktian Wira Gora tidak bisa ditandingi oleh Raden
Tarulintang. Raden Tarulintang berhasil dibuat babak belur oleh Wira
Gora. Wira Gora kembali membawa Dewi Arum Sari pergi ke
tempatnya. Raden Tarulintang yang babak belur kemudian ditolong
oleh Ki Tapak Jagat.
Sementara itu, Raden Wira Santika dan orang-orang yang ikut
sayembara memasuki hutan untuk mencari Dewi Arum Sari. Raden
Wira Santika yang ingin mendapatkan Dewi Arum Sari kemudian
membuat jebakan untuk peserta sayembara yang lain hingga
membuat peserta sayembara yang lain tidak bisa lagi mengikuti
sayembara. Hanya tinggal Raden Wira Santika sendiri yang mengikuti
sayembara itu.
Raden Tarulintang diobati oleh Ki Tapak Jagat. Ternyata Raden
Tarulintang mengenal Dewi Arum Sari. Raden Tarulintang kemudian
mempelajari ilmu baru agar bisa mengalahkan Wira Gora. Raden
Tarulintang berlatih dengan sungguh-sungguh karena dia merasa
jatuh cinta kepada Dewi Arum Sari. Ternyata Raden Tarulintang adalah
orang yang pernah menolong Dewi Arum Sari ketika dihadang

perampok. Raden Tarulintang juga selalu terbayang-bayang wajah


Dewi Arum Sari yang cantik.
Raden Wira Santika yang mencari Wira Gora akhirnya berhasil
menemukan Dewi Arum Sari. Saat berhadapan dengan Wira Gora, Wira
Gora langsung memberi hormat kepada Raden Wira Santika. Ternyata
Raden Wira Santik adalah orang yang menyuruh Wira Gora untuk
menculik Dewi Arum Sari. Wira Santika sangat dendam karena dia
pernah ditolak oleh Dewi Arum Sari dan ingin memperistri Dewi Arum
Sari secara paksa. Tetapi ketika Wira Santika mendengar sayembara
yang diumumkan oleh ayah Dewi Arum Sari, Wira Santika ingin
memenangkan sayembara itu agar bisa memperistri Dewi Arum Sari
secara syah.
Ternyata informasi bahwa Wira Gora merupakan anak buah Wira
Santika ini diketahui oleh Dewi Arum Sari. Dewi Arum Sari tidak mau
menjadi istri dari Wira Santika. Wira Santika sudah membujuk Dewi
Arum Sari dengan berbagai cara, tetapi Dewi Arum Sari tetap tidak
mau menikah dengan Wira Santika. Akhirnya Wira Santika membuat
Dewi Arum Sari jatuh cinta kepadanya dengan kekuatan dari Wira
Gora. Wira Gora mempunyai kekuatan hipnotis yang susah untuk
dihilangkan. Akhirnya Dewi Arum Sari mau menjadi istri Wira Santika.
Pernikahan akan dilangsungkan di istana ayah Dewi Arum Sari. Wira
Santika kemudian membawa Dewi Arum Sari kembali ke kerajaan.
Sementara itu, Raden Tarulintang yang mencari Wira Gora akhirnya
berhasil menemukan persembunyian Wira Gora. Setelah terjadi
pertarungan seru, Raden Tarulintang berhasil mengalahkan Wira Gora.
Tetapi Raden Tarulintang tidak menemukan Dewi Arum Sari. Setelah
dipaksa, akhirnya Wira Gora mengatakan bahwa Dewi Arum Sari sudah
dibawa oleh Wira Santika ke istana. Tetapi Wira Gora mengatakan
bahwa usaha Raden Tarulintang hanya akan sia-sia saja karena Dewi
Arum Sari sekarang berada di bawah pengaruh ilmunya. Seberapapun
usaha Raden Tarulintang tidak akan bisa berhasil karena ilmu Wira
Gora hanya bisa dihilangkan dengan mendapatkan mustika ular. Demi
cintanya kepada Dewi Arum Sari, Tarulintang pergi mencari mustika
ular.
Mustika ular dikenal oleh rakyat kerajaan Cirebon sebagai mustika
sakti. Untuk mendapatkannya pun tidak mudah. Banyak orang yang
berusaha mendapatkan mustika ular untuk menambah kesaktiannya,
tetapi orang-orang yang mencari mustika ular itu tidak pernah kembali
lagi. Ular yang mempunyai mustika itu adalah ular raksasa yang
tinggal di sebuah goa di gunung berapi.
Dewi Arum Sari dan Wira Santika tiba di istana. Semua senang
menyambut kedatangan Dewi Arum Sari. Tetapi penasehat raja tidak
senang dengan Wira Santika. Penasehat itu sudah tahu sepak terjang
Wira Santika yang suka menindas rakyat kecil. penasehat khawatir
dengan keadaan rakyat jika Wira Santika nanti diangkat menjadi raja.
Ayah Dewi Arum Sari yang mengetahui hal itu tidak bisa membatalkan
janjinya untuk menikahkan lelaki yang bisa menyelamatkan Dewi Arum
Sari. Apalagi Dewi Arum Sari yang sudah dibawah pengaruh ilmu Wira
Gora terlihat sangat mencintai Wira Santika. Pernikahan akan
dilangsungkan tiga hari lagi.
Sementara itu Raden Tarulintang yang mencari mustika ular akhirnya

berhasil menemukan ular yang mempunyai mustika di kepalanya.


Ternyata ular raksasa yang mempunyai mustika itu sangat sakti.
Raden Tarulintang sempat kewalahan. Tetapi, akhirnya Raden
Tarulintang berhasil mendapatkan mustika ular itu. Raden Tarulintang
langsung pergi ke istana.
Sudah tiga hari berlalu. Pernikahan antara Wira Santika dan Dewi
Arum Sari akan segera digelar. Ayah Dewi Arum Sari terlihat hanya
bisa pasrah. Sudah banyak tabib yang diam-diam disuruh untuk
menyembuhkan Dewi Arum Sari, tetapi tidak ada satupun yang
berhasil. Di saat terakhir pernikahan akan dilangsungkan, Raden
Tarulintang datang sambil membawa batu mustika ular. Dewi Arum
Sari berhasil disembuhkan. Wira Santika sangat marah dan menyerang
Raden Tarulintang. Setelah terjadi perkelahian beberapa waktu
lamanya, akhirnya Raden Tarulintang berhasil mengalahkan Wira
Santika. Dewi Arum Sari sangat senang melihat Raden Tarulintang
yang selama ini selalu diimpikannya. Akhirnya raja menikahkan Raden
Tarulintang dan Dewi Arum Sari. Raden Tarulintang kemudian diangkat
menjadi patih dengan gelar Dipati Arya Kusumah.

BABAD RAJAGALUH

Konon dahulunya Desa rajagaluh adalah sebuah Kerajaan dibawah


wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang dipimpin oleh Prabu
Siliwangi.
Saat itu Kerajaan rajagaluh dibawah tampuk pimpinan seorang raja
yang terkenal digjaya sakti mandraguna. Agama yang diantunya
adalah
agama
Hindu.
Pada tahun 1482 Masehi, Syeh Syarif Hidayatulloh ( Sunan Gunung Jati
) mengembangkan Islam di Jawa Barat dengan secara damai. Namun
dari sekian banyak Kerajaan di tatar Pasundan hanya Kerajaan
rajagaluh
yang
sulit
ditundukan.
Setelah Kerajaan Cirebon memisahkan diri dari wilayah Kerajaan
Pajajaran maka pembayaran upeti dan pajak untuk Kerajaan Cirebon
dibebeaskan, namun untuk Kuningan pajak dan upeti masih berlaku.
Untuk penarikan pajak dan upeti dari Kuningan Prabu Siliwangi
mewakilkan kepada Prabu Cakra Ningrat dari Kerajaan rajagaluh.
Akhirnya Prabu Cakra Ningrat mengutus Patihnya yang bernama
Adipati Arya Kiban ke Kuningan, namun ternyata adipati Kuningan
yang bernama adipati Awangga menolak mentah-mentah tidak mau
membayar pajak dengan alasan bahwa Kuningan sekarang masuk
wilayah Kerajaan Cirebon yang sudah membebaskan diri dari Kerajaan
Pajajaran. Sebagai akibat dari penolakannya maka terjadilah perang
tanding antara Adipati Awangga dan Adipati Arya Kiban. Dalam perang
tanding keduanya sama-sama digjaya, kekuatannya seimbang
sehingga perang tanding tidak ada yang kalah atau yang menang.
Tempat perang tanding sekarang dikenal sebagai desa JALAKSANA
artinya jaya dalam melaksanakan tugas.
Perang tanding tersebut dapat didengar oleh Syeh Syarif Hidayatulloh
yang kemudian beliau mengutus anaknya Arya Kemuning yang dikenal
sebagai Syeh Zainl Akbar alias Bratakalana untuk membantu Adipati
Awangga dalam perang tanding. Dengan bantuan Arya Kemuning
akhirnya adipati Arya Kiban dapat dikalahkan. Adipati Arya Kiban
melarikan diri dan menghilang didaerah Pasawahan disekitar Telaga
Remis, sebagian prajuritnya ditahan dan sebagian lagi dapat
meloloskan diri ke rajagaluh.
Semenjak kejadian tersebut Kerajaan rajagaluh segera menghimpun
kekuatannya kembali untuk memperkokoh pertahanan menakala ada
serangan
dari
Kerajaan
Cirebon.
Sebagai pengganti Adipati Arya Kiban ditunjuknya Arya mangkubumi,
Demang Jaga Patih, Demang Raksa Pura, dan dibantu oleh Patih Loa

dan Dempu Awang keduanya berasal dari Tata/dataran Cina. Syeh


Syarif Hidayatulloh melihat Kerajaan rajagaluh dengan mata hatinya
berkesimpulan bahwa prajurit Cirebon tidak akan mampu menaklukan
rajagaluh kecuali dengan taktik yang halus. Hal ini mengingat akan
kesaktian Prabu Cakraningrat. Akhirnya Syeh Sarif Hidayatulloh
mengutus 3 (tiga) orang utusan yakni Syeh Magelung Sakti, Pangeran
Santri, Pangeran Dogol serta diikut sertakan ratusan Prajurit.
Pengiriman utusan dari Cirebon dengan segera dapat diketahui oleh
Prabu Cakra Ningrat, beliaupun segera menugaskan patih Loa dan
Dempu Awang untuk menghadangnya. Saat itupun terjadilah
pertempuran sengit, namun prajurit Cirebon dapat dipukul mundur,
Melihat prajurit Cirebon kucar-kacir maka majulah Syeh Magelung
Sakti, Pangeran Santri dan Pangeran Dogol, terjadilah perang tanding
melawan Patih Loa dan Dempu Awang. Perang tanding tidak kunjung
selesai karena kedua belah pihak seimbang kekuatannya, yang
akhirnya pihak Cirebon tidak berani mendekati daerah rajagaluh,
begitupun sebaliknya.
Atas kejadian ini Prabu Cakra Ningrat segera mengutus Patih Arya
Mangkubumi ditugaskan untuk menancapkan sebuah Tumbak Trisula
pada sebuah Lubuk sungai disekitar tempat terjadinya perang
tanding. Akibatnya tancapan tombak tersebut serta merta air sungai
tersebut berubah menjadi panas dan dapat membahayakan bagi
prajurit Cirebon manakala menyebranginya. Kejadian tersebut
mengundang marahnya pihak Cirebon. Nyi Mas Gandasari cepat
bertindak, dengan kesaktiannya ia mengencingi sungai tersebut. Serta
merta air sungaipun tidak berbahaya lagi walaupun airnya tetap
panas. Tempat kejadian tersebut sekarang dikenal dengan nama Desa
Kedung Bunder.
Setelah kejadian itu syeh Magelung Sakti dan kawan-kawan serta
prajuritnya berupaya mendekati kota rajagaluh, rombongan kemudian
berhenti ditepian kota rajagaluh, membuat perlindungan sebagai
tempat pengintaian. Tempat tersebut berada disekitar Desa Mindi
yang sekarang dikenal dengan hutan tenjo.
Pada saat yang bersamaan Syeh Syarif Hidayatulloh mengutus pula
Nyi Mas Gandasari, ia ditugaskan untuk menggoda Prabu Cakra
Ningrat, dengan harapan Nyi Mas Gandasari dapat melarikan Zimat
Bokor Mas ( Kandaga Mas ) sebagai zimat andalan kesaktian Prabu
Cakra Ningrat.
Saat mendekati wilayah rajagaluh Nyi Mas Gandasari menyamar
sebagai pengemis dan ia selamat luput dari pengawasan prajurit
rajagaluh.
Begitu
masuk
pinggiran
Kota
rajagaluh,
peran
penyamarannya dirubah menjadi ronggeng keliling. Pinggiran kota
tersebut sekarang
dikenal sebagai Desa
Lame.
Gerak-gerik
penyamaran Nyi Mas Gandasari tidak terlepas dari pengawasan dan
Pengintaian Syeh Magelung Sakti dan kawan-kawan. Ketenaran
Nyimas Ronggeng begitu cepat meluas baik dari kecantikannya
ataupun lemah gemulai tariannya yang mempesona. Berita ketenaran
Nyi Ronggeng sampai pula ke istana. Dengan penuh penasaran Prabu
Cakra Ningrat memanggil Nyi Ronggeng ke istana. Usai Nyi Ronggeng
mempertunjukan kebolehannya. Tanpa diduga sebbelumnya ternyata
Sang Prabu Cakra Ningrat langsung terpikat hatinya. Gelagat
perubahan yang terjadi pada Prabu Cakra Ningrat segera diketahui
oleh anaknya Nyi Putri Indangsari. Dinasehatilah ayahnya agar jangan
terpikat oleh Nyi Ronggeng.Namun, nasehat Nyi Putri ternyata tidak
digubrisnya diacuhkannya, bahkan Sang Prabu berkenan mengajaknya
Nyi Ronggeng masuk ke istana malahan beliau sampai mengajak tidur
bersama.

Nyi Ronggeng menolak ajakan terakhir dari Sang Prabu Cakra Ningrat,
Nyi Ronggengpun dapat mengabulkan ajakan beliau untuk tidur
bersama asal dengan syarat Prabu Cakra Ningrat terlebih dahulu
dapat memperlihatkan zimat andalannya yaitu Bokor Mas. Syarat
tersebut disetujui oleh Sang Prabu, maka diperlihatkanlah zimat yang
dimaksud, serta merta dirabalah zimat tersebut oleh Nyi Ronggeng.
Bertepatan dengan itu tiba-tiba Sang Prabu ingin buang air kecil,
maka kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Nyi Ronggeng. Bokor Mas
langsung diambil dan dibawa lari saat Sang Prabu buang hajat kecil. Di
luar Nyi Mas Gandasari dihadang oleh seekor banteng besar penjaga
istana, namun dengan kesaktiannya ia dapat lolos dari amukan
banteng
tersebut.
Kejadian tersebut segera terlihat oleh Syeh Magelung Sakti dan
kawan-kawannya, banteng itupun ditebasnya sampai putus lehernya.
Kendatipun kepalanya sudah terpisah namun kepala banteng tersebut
masih bisa mengamuk menyeruduk membabi buta, namun akhirnya
kepala banteng tersebut terkena tendangan Syeh Magelung Sakti
sehingga melayang dan jatuh didaerah ciledug yang sekarang dikenal
sebagai Desa Hulu Banteng. Sedangkan badannya lari kearah utara
sampai akhirnya terjerembab ke sebuah Lubuk Sungai. Sekarang
dikenal sebagai Desa Leuwimunding.
Prajurit Cirebon terus menyerbu kota rajagaluh. Pertahanan rajagaluh
sudah lemah sehingga rajagaluh mengalami kekalahan. Prabu Cakra
Ningrat sendiri melarikan diri ke kota Talaga bergabung dengan Prabu
Pucuk Umum. Yang kemudian keduanya pergi menuju Banten (Ujung
Kulon). Sementara anaknya Nyi Putri Indangsari tidak ikut serta
dengan ayahnya karena rasa jengkel sebab saran-saran Nyi Putri
Indangsari tidak didengar oleh ayahnya. Nyi Putri Indangsari sendiri
malah pergi kesebelah utara sekarang di kenal dengan Desa Cidenok.
Di Cidenok Nyi Putri tidak lama, ia teringat akan ayahnya. Nyi Putri
sadar apapun kesalahan yang dilakukan oleh Sang Prabu Cakra
Ningrat, sang Prabu adalah ayah kandungnya yang sangat ia cintai,
iapun berniat menyusul ayahnya, namun ditengah perjalanan Nyi Putri
dihadang oleh prajurit Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Birawa.
Nyi Putri dan pengawalnya ditangkap kemudian diadili. Pengadilan
akan membebaskan hukuman bagi Nyi Putri dengan syarat mau masuk
islam. Akhirnya semua pengawalnya masuk islam tapi Nyi Putri sendiri
menolaknya, maka Nyi Putri Indangsari ditahan disebuah gua. Alkisah
menghilangnya Adipati Arya Kiban yang cukup lama akibat
kekalahannya oleh Adipati Awangga saat perang tanding, ia timbul
kesadarannya untuk kembali ke rajagaluh untuk menemui Prabu Cakra
Ningrat untuk meminta maaf atas kesalahannya. Namun yang ia
dapatkan hanyalah puing-puing kerajaan yang sudah hancur luluh. Ia
menangis sedih penuh penyesalan. Ia menrenungkan nasibnya
dipinggiran kota rajagaluh. Tempat tersebut sekarang dikenal dengan
Batu Jangkung (batu tinggi). Ditempat itu pula akhirnya Adipati Arya
Kiban ditangkap oleh prajurit Cirebon, kemudian ditahan/dipenjarakan
bersama Nyi Putri Indangsari disebuah gua yang dikenal dengan Gua
Dalem yang berada di daerah Kedung Bunder, Palimanan.
Dikisahkan bahwa Nyi Putri Indangsari dan Adiapti Arya Kiban
meninggal di gua tempat ia dipenjarakan (Gua Dalem), kisah lain
keduanya mengilang.
WALLAHU ALAM BISHSHOWAB.

SEJARAH WALI SONGO

Senja hampir bergulir di Desa Gapuro, Gresik, Jawa Timur, menjelang


bulan Ramadhan itu. Tak ada angin. Awan seperti berhenti berarak.
Batu pualam berukir kaligrafi indah itu terpacak bagaikan saksi
sejarah. Itulah nisan makam almarhum Syekh Maulana Malik Ibrahim,
yang wafat pada 12 Rabiul Awal 822 Hijriah, atau 8 April 1419.
Di latar nisan itu tersurat ayat suci Al-Quran: surat Ali Imran 185, ArRahman 26-27, At-Taubah 21-22, dan Ayat Kursi. Ada juga rangkaian
kata pujian dalam bahasa Arab bagi Malik Ibrahim: Ia guru yang
dibanggakan para pejabat, tempat para sultan dan menteri meminta
nasihat. Orang yang santun dan murah hati terhadap fakir miskin.
Orang yang berbahagia karena mati syahid, tersanjung dalam bidang
pemerintahan dan agama.
Demikian terjemahan bebas inskripsi di nisan pualam makam
berbangun lengkung menyerupai kubah itu. Dalam beberapa sumber
sejarah tradisional, Syekh Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai
anggota Wali Songo, tokoh sentral penyebar agama Islam di Pulau
Jawa. Sejarawan G.W.J. Drewes menegaskan, Maulana Malik Ibrahim
adalah tokoh yang pertama-tama dipandang sebagai wali di antara
para
wali.
Ia seorang mubalig paling awal, tulis Drewes dalam bukunya, New
Light on the Coming of Islam in Indonesia. Gelar Syekh dan Maulana,
yang melekat di depan nama Malik Ibrahim, menurut sejarawan
Hoessein Djajadiningrat, membuktikan bahwa ia ulama besar. Gelar
tersebut hanya diperuntukkan bagi tokoh muslim yang punya derajat
tinggi.
Sekalipun Malik Ibrahim tidak termasuk dalam jajaran Wali Songo,
masih menurut Hoessein, jelas dia adalah seorang wali. Adapun istilah
Wali Songo berasal dari kata wali dan songo. Kata wali berasal
dari bahasa Arab, waliyullah, orang yang dicintai Allah alias kekasih
Tuhan. Kata songo berasal dari bahasa Jawa, yang berarti sembilan.
Ada wali yang termasuk anggota Wali Songo yang terdiri dari
sembilan orang dan ada wali yang bukan anggota dewan Wali
Songo. Konsep dewan wali berjumlah sembilan ini diduga diadopsi
dari paham Hindu-Jawa yang berkembang sebelum masuknya Islam.
Wali Songo seakan-akan dianalogikan dengan sembilan dewa yang
bertahta di sembilan penjuru mata angin.

Dewa Kuwera bertahta di utara, Isana di timur laut. Indra di timur,


Agni di tenggara, dan Kama di selatan. Dewa Surya berkedudukan di
barat daya, Yama di barat, Bayu, atawa Nayu, di barat laut, dan Siwa
di tengah. Para wali diakui sebagai manusia yang dekat dengan Tuhan.
Mereka ulama besar yang menyemaikan benih Islam di Jawadwipa.
Figur para wali sebagaimana dikisahkan dalam babad dan
kepustakaan tutur selalu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang
dahsyat. Namun, hingga sekarang, belum tercapai kesepakatan
tetang siapa saja gerangan Wali nan Sembilan itu. Terdapat beragamragam pendapat, masing-masing dengan alasannya sendiri. Pada
umumnya orang berpendapat, yang terhisab ke dalam Wali Songo
adalah: Syekh Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik, Raden
Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku alias Sunan Giri, Syarif
Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, Raden Maulana Makdum Ibrahim
alias Sunan Bonang, Syarifuddin alias Sunan Drajat, Jafar Sodiq alias
Sunan Kudus, Raden Syahid alias Sunan Kalijaga, dan Raden Umar
Sayid
alias
Sunan
Muria.
Namun, komposisi Wali nan Sembilan ini juga punya banyak versi.
Prof. Soekmono dalam bukunya, Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia, Jilid III, tidak memasukkan Syekh Maulana Malik Ibrahim
dalam jajaran Wali Songo. Guru besar sejarah kebudayaan Universitas
Indonesia itu justru menempatkan Syekh Siti Jenar, alias Syekh Lemah
Abang, sebagai anggota Wali Songo. Sayang, Soekmono tak
menyodorkan argumentasi mengapa Maulana Malik Ibrahim tidak
termasuk Wali Songo. Ia hanya menyebut Syekh Siti Jenar sebagai
tokoh sangat populer. Siti Jenar dihukum mati oleh Wali Songo, karena
dinilai menyebarkan ajaran sesat tentang jubuhing kawulo Gusti
(bersatunya hamba dengan Tuhannya), yang dapat mengguncang iman
orang dan menggoyahkan syariat Islam.
Selain itu, Wali Songo juga ditafsirkan sebagai sebuah lembaga, atau
dewan dakwah. Istilah sembilan dirujukkan dengan sembilan fungsi
koordinatif dalam lembaga dakwah itu. Teori ini diuraikan dalam buku
Kisah Wali Songo; Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa karya
Asnan Wahyudi dan Abu Khalid. Kedua penulis itu merujuk pada kitab
Kanz Al-ulum karya Ibn Bathuthah. Mereka menjelaskan, sebagai
lembaga dewan dakwah, Wali Songo paling tidak mengalami lima kali
pergantian anggota. Pada periode awal, anggotanya terdiri dari
Maulana Malik Ibrahim, Ishaq, Ahmad Jumad Al-Kubra, Muhammad AlMagribi, Malik Israil, Muhammad Al-Akbar, Maulana Hasanuddin,
Aliyuddin, dan Syekh Subakir. Pada periode kedua, Raden Rakhmad
(Sunan Ampel), Sunan Kudus, Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati),
dan Sunan Bonang masuk menggantikan Maulana Malik Ibrahim, Malik
Israil, Ali Akbar, dan Maulana Hasanuddin yang wafat. Pada periode
ketiga, masuk Sunan Giri, menggantikan Ishaq yang pindah ke Pasai,
Aceh, dan Sunan Kalijaga menggantikan Syekh Subakir yang pulang ke
Persia.
Pada periode keempat, Raden Patah dan Fatullah Khan masuk jajaran
Wali Songo. Kedua tokoh ini menggantikan Ahmad Jumad Al-Kubra dan
Muhammad Al-Magribi yang wafat. Sunan Muria menduduki lembaga
Wali Songo dalam periode terakhir. Ia menggantikan Raden Patah,
yang naik tahta sebagai Raja Demak Bintoro yang pertama.
Analisis tersebut secara kronologis mengandung banyak kelemahan.
Contohnya Sunan Ampel, yang diperkirakan wafat pada 1445. Dalam
versi ini disebutkan, seolah-olah Sunan Ampel masih hidup sezaman
dengan Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga,
dan Sunan Muria. Padahal, Sunan Kudus hidup pada 1540-an.

Adapun Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel.
Sunan Bonang merupakan guru Sunan Kalijaga, yang berputra Sunan
Muria. Bagaimana mungkin Sunan Ampel hidup sezaman dengan
Sunan Muria? Lagi pula, tokoh Wali Songo yang disebut dalam buku ini
Aliyuddin, Ali Akbar, dan Fatullah Khan bukan wali terkenal di Jawa.
Nama mereka jarang ditemukan dalam historiografi tradisional, baik
berupa serat maupun babad. Padahal, di Jawa terdapat puluhan
naskah kuno berupa babad, hikayat, dan serat, yang mengisahkan
para wali. Sebagian besar babad juga menggambarkan, Wali Songo
hidup dalam kurun waktu yang bersamaan. Para wali, menurut versi
babad, dikisahkan sering mengadakan pertemuan di Masjid Demak
dan Masjid Sang Cipta Rasa (Cirebon). Di sana mereka
membicarakan berbagai persoalan keagamanan dan kenegaraan.
Kisah semacam ini, antara lain, dapat dibaca di Babad Demak, Babad
Cirebon, dan Babad Tanah Jawi. Babad Cirebon, misalnya, mewartakan
bahwa pada 1426, para wali berkumpul di Gunung Ciremai. Mereka
mengadakan musyawarah yang dipimpin Sunan Ampel, membentuk
Dewan Wali Songo. Sunan Gunung Jati ditunjuk selaku wali katib,
atau imam para wali. Anggotanya terdiri dari Sunan Ampel, Syekh
Maulana Magribi, Sunan Bonang, Sunan Ngudung alias Sunan Kudus,
Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Syekh Lemah Abang, Syekh Betong, dan
Sunan Majagung.
Ditambah dengan Sunan Gunung Jati, jumlah wali itu malah menjadi 10
orang. Nama-nama Wali Songo yang tertulis di Babad Cirebon tersebut
berbeda dengan yang tersurat di Babad Tanah Jawi. Dalam Babad
Tanah Jawi, yang berasal dari Jawa Tengah, tidak ditemukan nama
Syekh Betong dan Syekh Majagung. Sebagai gantinya, akan dijumpai
nama Sunan Giri dan Sunan Drajat. Tapi, peran Wali Songo jelaslah tak
sebatas di bidang keagamaan. Mereka juga bertindak selaku anggota
dewan penasihat bagi raja. Bahkan, Sunan Giri membentuk dinasti
keagamaan, dan secara politis berkuasa di wilayah Gresik, Tuban, dan
sekitarnya. Ia mengesahkan penobatan Joko Tingkir sebagai Raja
Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya, setelah kekuasaan Raja Demak
surut.
Di luar Wali Songo, ada puluhan tokoh penyebar agama Islam di Jawa
yang juga dianggap sebagai wali. Hanya, biasanya mereka berkuasa di
kawasan tak seberapa luas. Sunan Tembayat, misalnya, dikenal
sebagai pedakwah di Tembayat, sebuah wilayah kecamatan di
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ia dilegendakan sebagai murid Sunan
Kalijaga.
Sunan Tembayat adalah Adipati Semarang yang termasyhur dengan
nama Ki Ageng Pandanarang. Berdasarkan cerita babad yang dikutip
H.J. De Graaf dan T.H. Pigeuad, Pandanaran meninggalkan
singgasananya lantaran gandrung akan ajaran Islam yang disampaikan
Sunan Kalijaga. Pada 1512, Pandanarang menyerahkan tampuk
pemerintahan kepada adik laki-lakinya.
Ia bersama istrinya mengundurkan diri dari dunia ramai, tulis De
Graaf dan Pigeaud dalam buku Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
Pasangan bangsawan Jawa ini berkelana mencari ketenangan batin,
sembari berdakwah, kedua pakar sejarah dari Universitas Leiden,
Negeri Belanda, itu menambahkan. Usai bertualang, Pandanarang dan
istrinya bekerja pada seorang wanita pedagang beras di Wedi, Klaten.
Akhirnya ia menetap di Tembayat sebagai guru mengaji. Di sana
selama 25 tahun, Pandanarang hidup sebagai orang suci dengan
sebutan Sunan Tembayat. Ia wafat pada 1537 dan dimakamkan di situ.
Bangunan kompleks makam Sunan Tembayat terbuat dari batu berukir,
menyerupai bentuk Candi Bentar di Jawa Timur dan pura di Bali.

Pada prasasti makam Sunan Tembayat tertulis, makam ini pertama kali
dipugar pada 1566 oleh Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya. Kemudian,
pada 1633, Sultan Agung dari Mataram memperluas dan memperindah
bangunan makam Tembayat, tulis De Graaf. Cerita tutur tentang
kesaktian orang suci dari Semarang yang dimakamkan di Tembayat ini,
menurut De Graaf, sudah beredar luas di kalangan masyarakat Jawa
sejak pertengahan abad ke-17. Kisah ini ternukil di naskah klasik
karya Panembahan Kajoran dari Yogyakarta, yang ditulis pada 1677.
Naskah tersebut pertama kali diteliti oleh D.A. Rinkes pada 1909. Dan
kini, bukti sejarah itu tersimpan di Museum Leiden, Negeri Belanda.
Dengan begitu, legenda itu punya inti kebenaran, tulis De Graaf,
yang dijuluki Bapak Sejarah Jawa. Selain Sunan Tembayat menurut
versi Babad Tanah Jawi Sunan Kalijaga juga punya murid lain, Sunan
Geseng namanya. Nama asli petani penyadap nira ini adalah Ki
Cokrojoyo. Alkisah, dalam pengembaraannya, Sunan Kalijaga terpikat
suara merdu Ki Crokro yang bernyanyi setelah menyadap nira.
Kalijaga meminta Ki Cokro mengganti syair lagunya dengan zikir
kepada Allah. Ketika Ki Cokro berzikir, mendadak gula yang ia buat
dari nira itu berubah jadi emas. Petani ini heran bukan kepalang. Ia
ingin berguru kepada Sunan Kalijaga. Untuk menguji keteguhan hati
calon muridnya, Sunan Kalijaga menyuruh ki Cokro berzikir tanpa
berhenti, sebelum ia datang lagi. Setahun kemudian, Sunan Kalijaga
teringat Ki Cokro. Sang aulia memerintahkan murid-muridnya mencari
Ki Cokro, yang berzikir di tengah hutan. Mereka kesulitan
menemukannya, karena tempat berzikir ki Cokro telah berubah
menjadi padang ilalang dan semak belukar. Syahdan, setelah muridmurid Sunan Kalijaga membakar padang ilalang, tampaklah Ki Cokro
sujud ke kiblat.
Tubuhnya hangus, alias geseng, dimakan api. Tapi, penyadap nira ini
masih bugar, mulutnya berzikir komat-kamit. Sunan Kalijaga
membangunkannya dan memberinya nama Sunan Geseng. Ia
menyebarkan agama Islam di Desa Jatinom, sekitar 10 kilometer dari
kota Klaten arah ke utara. Penduduk Jatinom mengenal Sunan Geseng
dengan sebutan Ki Ageng Gribik. Julukan itu berangkat dari pilihan
Sunan Geseng untuk tinggal di rumah beratap gribik anyaman daun
nyiur. Menurut legenda setempat, ketika Ki Ageng Gribik pulang dari
menunaikan ibadah haji, ia melihat penduduk Jatinom kelaparan. Ia
membawa sepotong kue apem, dibagikan kepada ratusan orang yang
kelaparan. Semuanya kebagian. Kia Ageng Gribik meminta warga yang
kelaparan makan secuil kue apem seraya mengucapkan zikir: YaQowiyyu (Allah Mahakuat). Mereka pun kenyang dan sehat. Sampai
kini, masyarakat Jatinom menghidupkan legenda Ki Ageng Gribik itu
dengan menyelenggarakan upacara Ya-Qowiyyu pada setiap bulan
Syafar.
Warga membikin kue apem, lalu disetorkan ke masjid. Apem yang
terkumpul jumlahnya mencapai ratusan ribu. Kalau ditotal, beratnya
sekitar 40 ton. Puncak upacara berlangsung usai salat Jumat. Dari
menara masjid, kue apem disebarkan para santri sambil berzikir, YaQowiyyu. Ribuan orang yang menghadiri upacara memperebutkan
apem gotong royong itu. Kisah Ki Ageng Gribik hanyalah satu dari
sekian banyak mitos tentang para wali. Legenda keagamaan yang
ditulis babad, menurut De Graaf, sedikit nilai kebenarannya. Hanya
yang mengenai wali-wali terkemuka, katanya, ada kepastian sejarah
yang cukup kuat. Makam mereka masih tetap merupakan tempat yang
sangat dihormati. Pada kurun abad ke-16 hingga abad ke-17,
keturunan para wali juga memegang peranan penting dalam sejarah
politik Jawa. SELAMA 40 hari, Raden Paku bertafakur di sebuah gua. Ia

bersimpuh, meminta petunjuk Allah SWT, ingin mendirikan pesantren.


Di tengah hening malam, pesan ayahnya, Syekh Maulana Ishak,
kembali terngiang: Kelak, bila tiba masanya, dirikanlah pesantren di
Gresik.
Pesan
yang
tak
terlalu
sulit,
sebetulnya.
Tapi, ia diminta mencari tanah yang sama persis dengan tanah dalam
sebuah bungkusan ini. Selesai bertafakur, Raden Paku berangkat
mengembara. Di sebuah perbukitan di Desa Sidomukti, Kebomas, ia
kemudian mendirikan Pesantren Giri. Sejak itu pula Raden Paku
dikenal sebagai Sunan Giri. Dalam bahasa Sansekerta, giri berarti
gunung.
Namun, tak ada peninggalan yang menunjukkan kebesaran Pesantren
Giri yang berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton. Tak ada juga
bekas-bekas istana. Kini, di daerah perbukitan itu hanya terlihat situs
Kedaton, sekitar satu kilometer dari makam Sunan Giri. Di situs itu
berdiri
sebuah
langgar
berukuran
6
x
5
meter.
Di sanalah, konon, sempat berdiri sebuah masjid, tempat Sunan Giri
mengajarkan agama Islam. Ada juga bekas tempat wudu berupa kolam
berukuran 1 x 1 meter. Tempat ini tampak lengang pengunjung.
Memang banyak orang yang tidak tahu situs ini, kata Muhammad
Hasan, Sekretaris Yayasan Makam Sunan Giri, kepada GATRA.
Syahdan, Pesantren Giri terkenal ke seluruh penjuru Jawa, bahkan
sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Menurut Babad Tanah Jawi, murid Sunan Giri juga bertebaran sampai
ke Cina, Mesir, Arab, dan Eropa. Pesantren Giri merupakan pusat
ajaran tauhid dan fikih, karena Sunan Giri meletakkan ajaran Islam di
atas Al-Quran dan sunah Rasul. Ia tidak mau berkompromi dengan
adat istiadat, yang dianggapnya merusak kemurnian Islam. Karena itu,
Sunan Giri dianggap sebagai pemimpin kaum putihan, aliran yang
didukung Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Tapi, Sunan Kalijaga
menganggap cara berdakwah Sunan Giri kaku. Menurut Sunan
Kalijaga,
dakwah
hendaklah
pula
menggunakan
pendekatan
kebudayaan. Misalnya dengan wayang. Paham ini mendapat sokongan
dari Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung
Jati. Perdebatan para wali ini sempat memuncak pada peresmian
Masjid Demak. Aliran Tuban Sunan Kalijaga cs ingin meramaikan
peresmian itu dengan wayang. Tapi, menurut Sunan Giri, menonton
wayang tetap haram, karena gambar wayang itu berbentuk manusia.
Akhirnya, Sunan Kalijaga mencari jalan tengah. Ia mengusulkan
bentuk wayang diubah: menjadi tipis dan tidak menyerupai manusia.
Sejak itulah wayang beber berubah menjadi wayang kulit. Ketika
Sunan Ampel, ketua para wali, wafat pada 1478, Sunan Giri diangkat
menjadi penggantinya. Atas usulan Sunan Kalijaga, ia diberi gelar
Prabu Satmata. Diriwayatkan, pemberian gelar itu jatuh pada 9 Maret
1487, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Gresik.
Di kalangan Wali nan Sembilan, Sunan Giri juga dikenal sebagai ahli
politik dan ketatanegaraan. Ia pernah menyusun peraturan
ketataprajaan dan pedoman tata cara di keraton. Pandangan
politiknya pun dijadikan rujukan. Menurut Dr. H.J. De Graaf, lahirnya
berbagai kerajaan Islam, seperti Demak, Pajang, dan Mataram, tidak
lepas dari peranan Sunan Giri. Pengaruhnya, kata sejarawan Jawa itu,
melintas sampai ke luar Pulau Jawa, seperti Makassar, Hitu, dan
Ternate. Konon, seorang raja barulah sah kerajaannya kalau sudah
direstui Sunan Giri. Pengaruh Sunan Giri ini tercatat dalam naskah
sejarah Through Account of Ambon, serta berita orang Portugis dan
Belanda di Kepulauan Maluku. Dalam naskah tersebut, kedudukan
Sunan Giri disamakan dengan Paus bagi umat Katolik Roma, atau
khalifah bagi umat Islam. Dalam Babad Demak pun, peran Sunan Giri

tercatat.
Ketika
Kerajaan
Majapahit
runtuh
karena
diserang
Raja
Girindrawardhana dari Kaling Kediri, pada 1478, Sunan Giri dinobatkan
menjadi raja peralihan. Selama 40 hari, Sunan Giri memangku jabatan
tersebut. Setelah itu, ia menyerahkannya kepada Raden Patah, putra
Raja Majapahit, Brawijaya Kertabhumi.
Sejak itulah, Kerajaan Demak Bintoro berdiri dan dianggap sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa. Padahal, sebenarnya, Sunan Giri
sudah menjadi raja di Giri Kedaton sejak 1470. Tapi, pemerintahan Giri
lebih dikenal sebagai pemerintahan ulama dan pusat penyebaran
Islam. Sebagai kerajaan, juga tidak jelas batas wilayahnya.
Tampaknya, Sunan Giri lebih memilih jejak langkah ayahnya, Syekh
Maulana Ishak, seorang ulama dari Gujarat yang menetap di Pasai, kini
Aceh. Ibunya Dewi Sekardadu, putri Raja Hindu Blambangan bernama
Prabu Menak Sembuyu. Kisah Sunan Giri bermula ketika Maulana
Ishak tertarik mengunjungi Jawa Timur, karena ingin menyebarkan
agama Islam. Setelah bertemu dengan Sunan Ampel, yang masih
sepupunya, ia disarankan berdakwah di daerah Blambangan. Ketika
itu, masyarakat Blambangan sedang tertimpa wabah penyakit. Bahkan
putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu, ikut terjangkit. Semua tabib
tersohor tidak berhasil mengobatinya. Akhirnya raja mengumumkan
sayembara: siapa yang berhasil mengobati sang Dewi, bila laki-laki
akan dijodohkan dengannya, bila perempuan dijadikan saudara angkat
sang dewi. Tapi, tak ada seorang pun yang sanggup memenangkan
sayembara itu. Di tengah keputusasaan, sang prabu mengutus Patih
Bajul Sengara mencari pertapa sakti. Dalam pencarian itu, patih
sempat bertemu dengan seorang pertapa sakti, Resi Kandayana
namanya. Resi inilah yang memberi referensi tentang Syekh
Maulana Ishak. Rupanya, Maulana Ishak mau mengobati Dewi
Sekardadu, kalau Prabu Menak Sembuyu dan keluarganya bersedia
masuk Islam. Setelah Dewi Sekardadu sembuh, syarat Maulana Ishak
pun dipenuhi. Seluruh keluarga raja memeluk agama Islam. Setelah
itu, Dewa Sekardadu dinikahkan dengan Maulana Ishak. Sayangnya,
Prabu Menak Sembuyu tidak sepenuh hati menjadi seorang muslim. Ia
malah iri menyaksikan Maulana Ishak berhasil mengislamkan sebagian
besar rakyatnya. Ia berusaha menghalangi syiar Islam, bahkan
mengutus orang kepercayaannya untuk membunuh Maulana Ishak.
Merasa jiwanya terancam, Maulana Ishak akhirnya meninggalkan
Blambangan, dan kembali ke Pasai. Sebelum berangkat, ia hanya
berpesan kepada Dewi Sekardadu yang sedang mengandung tujuh
bulan agar anaknya diberi nama Raden Paku. Setelah bayi laki-laki itu
lahir, Prabu Menak Sembuyu melampiaskan kebenciannya kepada anak
Maulana Ishak dengan membuangnya ke laut dalam sebuah peti.
Alkisah, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal dagang dari Gresik,
yang sedang menuju Pulau Bali. Bayi itu lalu diserahkan kepada Nyai
Ageng Pinatih, pemilik kapal tersebut. Sejak itu, bayi laki-laki yang
kemudian dinamai Joko Samudro itu diasuh dan dibesarkannya.
Menginjak usia tujuh tahun, Joko Samudro dititipkan di padepokan
Sunan Ampel, untuk belajar agama Islam. Karena kecerdasannya, anak
itu diberi gelar Maulana `Ainul Yaqin. Setelah bertahun-tahun
belajar, Joko Samudro dan putranya, Raden Maulana Makhdum
Ibrahim, diutus Sunan Ampel untuk menimba ilmu di Mekkah. Tapi,
mereka harus singgah dulu di Pasai, untuk menemui Syekh Maulana
Ishak. Rupanya, Sunan Ampel ingin mempertemukan Raden Paku
dengan ayah kandungnya. Setelah belajar selama tujuh tahun di Pasai,
mereka kembali ke Jawa. Pada saat itulah Maulana Ishak membekali
Raden Paku dengan segenggam tanah, lalu memintanya mendirikan

pesantren di sebuah tempat yang warna dan bau tanahnya sama


dengan yang diberikannya. Kini, jejak bangunan Pesantren Giri hampir
tiada. Tapi, jejak dakwah Sunan Giri masih membekas. Keteguhannya
memurnikan agama Islam juga diikuti para penerusnya. Sunan Giri
wafat pada 1506 Masehi, dalam usia 63 tahun. Ia dimakamkan di Desa
Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai