KELOMPOK III
03011002
ABDEL HALIM
03011011
AGNESTIA S.
03011003
ABDURRACHMAN M
03011013
AKHMAD
03011005
ADINDA W.
03011014
AKHTA YUDISTIRA
03011006
ADITYA Y.
03011015
ALDISA P.
03011007
ADRI PERMANA U.
03011016
ALKITHYAR A
03011008
ADWINA SYAFITRI
03011018
AMANDA N F
03011010
AGNESS PRATIWI
03011020
AMANDA ULFA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Seorang laki laki 30 tahun, datang ke unit gawat darurat RSUD dengan keluhan
demam lebih dari 1 bulan, kurang lebih sejak 40 hari yang lalu. Pasien merasa demam naikturun, tidak terlalu tinggi disertai mencret, batuk dengan dahak berwarna kuning dan merasa
sedikit sesak disertai nyeri dada kanan saat batuk. Keringat malam (+). Nafsu makan dan
berat badan menurun sekitar 10 kg selama sakit ini. Tidak ada mual dan muntah. Buang air
kecil lancar, jernih, tak mengejan dan tak menetes. Ia sudah berobat beberapa kali ke berbagai
tempat dokter umum tetapi tidak sembuh.
Riwayat penyakit dahulu
: disangkal
: disangkal
Riwayat pengobatan
: disangkal
Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang supir truk antar pulau dan sering melakukan hubungan seks
dengan PSK sejak tahun 2005. Merokok 2 bungkus per hari dan suka minum alcohol sejak
SMP kelas 2
Pemeriksaan Fisik
Pasien sadar, gizi kurang, anemis, tidak ikterik dan nampak sedikit sesak. Terdapat
pembesaran kelenjar ke 2 leher, pada mulut lidah terdapat bercak keputihan.
Tinggi badan 170 cm; berat badan 51 kg; tensi darah 100/70 mmHg; denyut nadi 100x/menit;
suhu tubuh 38,7 C; frekuensi nafas : 24x/menit.
Pemeriksaan rongga thoraks : simetris, vocal fremitus normal, sonor ke 2 lapang paru,
vesikuler normal, ditemukan adanya ronkhi basah kasar dan suara amforik pada daerah paru
kanan atas.
Pada pemeriksaan abdomen dan eksterimitas tidak ada ditemukan kelainan.
Hasil Laboratorium
3
Darah perifer
Hb
: 9,5 %
Leukosit
: 4.600/ L
Trombosit
: 200.000
Hematokrit
: 47 %
LED
: 76 mm/jam
Hitung jenis
: 2/0/6/55/33/4
Sputum
: bakteri tahan asam positif (+2), tidak ada bakteri gram positif dan gram
negative
Kerokan lidah : ditemukan elemen candida albicans
Kimia klinik : gula darah sewaktu 176 mg/dl, SGOT 32 mg/dl, SGPT 35 mg/dl, BUN 52,
kreatinin 1,3 mg/dl
Tes HIV reaktif, CD4 207 cells/mm3, uji tuberculin positif
Foto thoraks
BAB III
PEMBAHASAN
4
Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
:: Laki-laki
: 30 tahun
:: Supir truk
Identifikasi Masalah
Masalah
Demam lebih dari 1 bulan, naik-turun, tidak Dapat
terlalu tinggi
Interpretasi
disebabkan oleh adanya
infeksi,
Tinggi
rendahnya
demam
masuk.
Kemungkinan
nafas.
Adanya
akibat
dahak
yang
adanya
gangguan
berlebihan
yang
HIV
yang
dapat
Kemungkinan
Hipotesis
Hipotesis
Tuberkulosis paru
Data Pasien
Demam lebih dari 1 bulan, batuk dengan dahak berwarna kuning,
sedikit sesak disertai nyeri dada kanan saat batuk, keringat
AIDS
Pneumoni bakterialis
PCP
TB dengan HIV
Anamnesis tambahan
1.
2.
3.
4.
Hasil
Nilai Normal
1. Sadar
Interpretasi
1. Normal.Orientasi pasien
terhadap waktu, ruang
atau tempat, dan orang,
serta situasi masih baik.
2. Gizi kurang
2. Gizi
kurang
bisa
disebabkan terdapatnya
3. Anemis
4. Tidak ikterik
5. Nampak sedikit
sesak
Getah Terdapat
Bening
Mukosa mulut
saluran
nafas
berupa mukus.
Bisa disebabkan
adanya
Terjadi
pembesaran
pada
infeksi
kelenjar
getah
bening di ke 2
leher
pembuluh limfe.
Terdapat
bercak
Bisa
keputihan
regional.
disebabkan
adanya
Tinggi badan
170 cm
BMI : 18,5-22,9
7
51 kg
Tekanan darah
100/70 mmHg
Sistolik : <120
Diastolik:
Normal.
<80
Denyut Nadi
100x/menit
60-100x/menit
menuju
takikardi
(batas maksimal).
Suhu tubuh
38,7C
36,5-37,2C
Febris.
Hal
menunjukkan
ini
bahwa
terjadi infeksi.
Frekuensi napas
24x/menit
Pemeriksaan
rongga thoraks
14-18x/menit
Simetris, vocal
Takipnea.
-
Normal
Terdapat cairan
fremitus
normal,
ke
sonor
lapang
paru, vesicular
-
normal
Ditemukan
adanya
ronki
basah kasar
Menunjukkan
terdapat
bisa
daerah
kavitas
ditemukan
penyakit
Paru
Normal
Pemeriksaan Laboratorium5
Hasil
di
Nilai Normal
8
pada
Tuberkulosis
ekstremitas
Pemeriksaan
bahwa
Suara amforik
pada
yang
Interpretasi
Hemoglobin
9,5 gr%
12 16 gr%
Hb
bisa
berkurang
menimbulkan
47%
40-50%
Normal.
Leukosit
4.600 /uL
5.000 10.000 / uL
menandakan
Basofil:2
Eosinofil:0
Neutrofil
batang:6
Neutrofil
segmen:55
Limfosit:33
Monosit:4
Basofi : 0-1
Eosinofil:1-3
Neutrofil batang:2-6
Neutrofilsegmen:40-
60
Limfosit: 20-40
Monosit: 2-8
Trombosit
200.000 /uL
150.000-450.000/L
Normal
LED
76 mm/jam
0 15 mm/jam
Kimia klinik :
Pemeriksaan
Hasil
GDS
176 mg%
Normal
< 180 mg%
Normal
BUN
5-25 mg/dl
Meningkat
52 mg/dl
Interpretasi
bisa disebabkan oleh
1,3 mg/dl
Normal
SGOT
32 u/L
5-38 u/L
Normal
SGPT
35 u/L
5-41 u/L
Normal.
Test HIV
Reaktif
HIV +
9
CD4
207
500-1600
sistem
imunitas
dan
patogen
infeksi
dapat
Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan
Interpretasi
Gram (-).
Kerokan
Ditemukan
lidah
Candida albicans.
Foto thoraks
10
Diagnosis Kerja
CO infeksi TB-HIV, diagnosis ini ditegakkan berdasar hasil anamnesis, hasil
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dijabarkan sebagai berikut :
Tuberkulosis paru
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Patofisiologi6,7
Merukapan mekanisme delayed type hypersensitivity. Antigen ditangkap makrofag
(belum aktif) kemudian makrofag mempresentasikan antigen ke sel T(CD4), fase sensitisasi
sekitar 1-2 minggu. Sel CD4 yang aktif kemudian menghasilkan sitokin(TNF dan IFN)
yang mengaktifkan makrofag sehingga makrofag bisa menghancurkan antigen. Mekanisme
lainnya adalah sensitisasi makrofag pada T(CD8) yang langsung melisiskan makrofag.
11
Apabila makrofag teraktivasi terus menerus kemudian menempel satu sama lain
membentuk sel datia, dimana sel datia akan mendorong jaringan sehat dan membentuk nodul
dan mensekresi enzim litik yang merusak jaringan sekitar, seperti pembuluh darah yang
kemudian akan menimbulkan nekrosis. Sehingga pada tuberkulosis terbentuk granuloma
dengan isi nekrosis perkijuan (fokus primer Ghon).
TNF berfungsi dalam enkapsulasi granuloma dan mencegah penyebaran.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menyebabkan
llimfangitis dan ke kelenjar getah bening menyebabkan limfadenitis, gabungan ini disebut
kompleks primer. Pada fase ini imunitas seluler sudah terbentuk, sehingga hasil tes tuberkulin
(+). Pada fokus primer nanti akan menjadi kalsifikasi, tapi pada kelenjar limfe penyembuhan
tidak sesempurna pada fokus primer sehingga kuman TB dapat masih hidup dan dormant dan
nanti bisa terreaktivasi.
Diketahui pasien sering melakukan hubungan seks dengan PSK yang merupakan
salah satu cara penularan HIV. Target sel virus ini salah satunya adalah CD4. Virus
berpenetrasi ke dalam CD4 kemudian DNA virus berintegrasi dengan DNA sel, dilanjutkan
dengan transkripsi dan translasi dari virus, dan akhirnya terbentuklah virus baru dan CD4
mati. Semakin berkurangnya CD4 maka semakin turunya pertahanan tubuh hospes sehingga
dapat terjadi reakivasi TB dan CD4 ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman TB.
Demam naik turun dan menetap pada pasien dipengaruhi oleh berat ringanya infeksi
kuman TB. Selain itu makrofag menghasilkan IL-1 dimana sitokin ini akan menstimulasi
hipotalamus untuk menaikan set point.
Proses eradikasi kuman TB yang terjadi terus menerus menyebabkan overproduksi
TNF yang berfungsi untuk mencegah penyebaran kuman TB. Overproduksi TNF
mengakibatkan penurunan berat badan dan keringat malam2.Keringat malam juga dapat
disebabkan mekanisme tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas pada fase demam.
Pada nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar
melalui bronkus sehingga merangsang reseptor batuk dan timbulah batuk dengan sputum
warna kuning. Nekrosis perkijuan ini juga menyebar ke pleura visceral yang mengakibatkan
inflamasi pada pleura viseralis. Saat batuk terjadi fase inspirasi dalam yang mengakibatkan
12
pleura visceralis yang meradang bergesekan dengan pleura parietal yang menstimulasi saraf
di pleura parietal sehingga menimbulkan nyeri saat batuk.
Pada pasien didapatkan adanya diare hal ini bisa dikarenakan adanya infeksi sekunder
pada saluran cerna, hal ini menyebabkan timbulnya gejala nafsu makan berkurang dan berat
badan menurun.
Sex Bebas
Virus HIV
Microlesi
CD4 Limfosit
Replikasi
Virus
Jumlah Virus
CD4
Sistem
Imunitas
Tubuh
Mycobacteriu
m Aktif
Infeksi TB
Infeksi
Oportunistik
Oral
Candidiasis
Diare Kronis
Diagnosis banding
1. PCP (Pneumocystic Carinii Pneumonia)
Riwayat sub akut
Berkaitan dengan infeksi HIV
Demam, dyspnea, Batuk, penurunan berat badan, cepat lelah
Pemeriksaan thorax sering tidak ditemukan kelainan . tidak ditemukan pada
pasien
Foto thorax : infiltrate intersisial yang difus, konsolidasi. Tidak ditemukan
pada pasien
Tidak ada efusi pleura
CD4 < 200 . tidak ditemukan pada pasien
2. Pneumonia Bakterialis
Demam
Batuk produktif
Sesak napas
13
Penatalaksanaan8
Medikamentosa
1. Rifampisin dengan dosis 10-20 mg/Kg BB/hari.
2. Isoniazid dengan dosis 10-15 mg/Kg BB/hari.
3. Pyrazinamid dengan dosis 20-30 mg/Kg BB/hari.
4. Obat ARV diberikan setelah pengobatan TB selesai atau CD 4 <200 atau hitung sel
limfosit <1200.
Non medikamentosa
1. Edukasi Kepatuhan mengkonsumsi obat.
2. Pemberian nutrisi yang adekuat Perbaikan gizi.
3. Berhenti merokok dan minum alcohol
Komplikasi
Seiring dengan menurunnya CD4 yang bermakna untuk pertahanan tubuh, maka akan
semakin banyak infeksi opurtunistik seperti herpes zooster, oral hairy leukoplakia,
cytomegalovirus, pnemonia kistik fibrosis dan sebagainya.
Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanantionam
: dubia ad malam
: dubia ada bonam
: dubia ad malam
HIV menyebabkan sistem imun melemah sehingga daya tahan tubuh terhadap infeksi
berkurang dan meningkatkan resiko kematian. TB pada pasien dapat diobati namun pasien
juga mrngidap HIV yang tidak dapat sembuh. HIV menyebabkan daya tahan tubuh melemah
sehingga meningkatkan kemunkinan terjadinya reaktivasi TB.
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Batuk9
Reflek batuk muncul karena adanya mekanisme yang berurutan dari
komponen reflek batuk, adapun komponen reflek batuk adalah reseptor, saraf aferen,
pusat batuk, saraf eferan dan efektor. Reseptor batuk tersebar di larings, trakea,
bronkus, telinga, lambung, hidung, sinus paranasal, faring dan perikardium serta
diafragma. Saraf yang berperan sebagai aferen yaitu n.vagus, trigeminus dan frenikus.
Pusat batuk tersebar merata di medula dekat dengan pusat pernafasan. Saraf eferan
yaitu n.vagus, frenikus, interkostal, lumbalis, trigeminus, fasial, hipoglosus,
Sedangkan yang bertindak sebagai efektor adalah otot laring, trakea, bronkus,
diafragma, interkostal dan abdominal.
Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan
diteruskan oleh saraf aferen ke pusat batuk di medulla. Dari pusat batuk, impuls akan
diteruskan oleh saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam
proses respiratorik.
Proses terjadinya batuk:
15
1.
Inspirasi
Terjadi inspirasi dalam untuk meningkatkan volume gas yang terinhalasi.
Semakin dalam inspirasi semakin banyak gas yang terhirup, teregang otot-otot napas
dan semakin meningkat tekanan positif intratorakal.
2. Kompresi
Terjadi penutupan glotis setelah udara terhirup pada fase inspirasi. Penutupan
glotis kira-kira berlangsung selama 0.2 detik. Tujuan penutupan glotis adalah untuk
mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada keadaan ini
terjadi pemendekan otot ekspirasi dengan akibat kontraksi otot ekspirasi, sehingga
akan meningkatkan tekanan intratorakal dan juga intra abdomen.
3. Ekspirasi(eksplusif)
Pada fase ini glotis dibuka, dengan terbukanya glotis dan adanya tekanan
intratorakal dan intra abdomen yang tinggi maka terjadilah proses ekspirasi yang
cepat dan singkat (disebut juga ekspulsif). Derasnya aliran udara yang sangat kuat dan
cepat maka terjadilah pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus
dan sebagainya.
4. Relaksasi
Terjadi relaksasi dari otot-otot respiratorik. Waktu relaksasi dapat terjadi
singkat ataupun lama tergantung rangsangan pada reseptor batuk berikutnya.
Demam
Suhu tubuh diregulasi oleh suatu inti dalam hipotalamus anterior yang
berfungsi sebagai termostat yang mengendalikan keseimbangan antara produksi dan
kehilangan panas. Demam berkembang bila termostat digeser ke set yang lebih tinggi.
Untuk tubuh mencapai suatu suhu lebih tinggi kehilangan panas melalui kulit
dikurangi dengan vasokonstriksi, sehingga dalam waktu singkat, sewaktu suhu
meningkat, kulit secara paradoks menjadi dingin. Saat pergeseran ini, secara klinis
terlihat sebagai gemetar, yang artinya suhu lingkungan mendadak diterjemahkan
sebagai dingin.
16
IL-1, IL-6 dan TNF adalah mediator-mediator penting dari reaksi ini. Sitokinsitokin ini dihasilkan oleh leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme
infeksi atau reaksi-reaksi imunologis dan toksik, yang dilepaskan dalam sirkulasi. IL1 dan IL-6 mempunyai efek yang sama dalam menghasilkan reaksi fase akut,
keduanya menghasilkan demam melalui interaksi dengan reseptor-reseptor vaskuler
dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan aksi langsung dari sitokin atau
lebih cenderung melalui induksi produksi prostaglandin lokal (PGE), informasi ini
kemudian ditransmisi dari hipotalamus anterior ke posterior ke pusat vasomotor,
menyebabkan stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi pembuluh-pembuluh kulit,
mengurangi perspirasi dan timbul panas demam. Pirogen endogen yang diketahui
mencakup TNF, IL-1 dan IL-6. Mereka dilepaskan oleh monosit/makrofag dan sel-sel
inang yang lain dalam respons terhadap mikroba dan stimulasi pirogen lain. Aspirin
melawan demam dangan melalui inhibisi siklooksigenasi dalam hipotalamus. TNF
juga menstimulasi pusat hipotalamus secara langsung. Secara teoritis kenaikan suhu
pada infeksi dinilai
menguntungkan, oleh karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan
oksigenasi makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi (di atas 38,5C) pasien
mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah darah untuk mengaliri organ
vital (otak, jantung, paru) bertambah, sehingga volume darah ke ekstremitas
dikurangi, akibatnya ujung kaki/tangan teraba dingin. Demam yang tinggi memacu
metabolisme yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi
napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru dan disertai
dengan ketidakseimbangan.10
Sesak Nafas
Dispnea atau yang biasa dikenal dengan sesak napas adala Perasaan sulit
bernapas dan biasanhya merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Orang
yang mengalami sesak napas sering mengeluh napas nya terasa pendek dan dangkal.
Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot-otot pernapasan
tambahan seperti sternocleidomastoidseus, scalenus, trapezius, dan pectoralis mayor,
adanya pernapasan cuping hidung, tachypnea dan hiperventilasi. Tachypnea adalah
frekuensi pernapasan yang cepat, yaitu lebih dari 20 kali permenit yang dapat muncul
dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada
17
jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahan kan pengeluaran CO2 normal, hal ini
dapat diidentifikasi kan dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan
pa CO2 yaitu lebih rendah dari angka normal yaitu 40mmHg.
Sumber penyebab dispnea termasuk :
1. Reseptor reseptor mekanik pada otot otot pernapasan, paru, dinding dada dalam
teori tegangan panjang, elemen elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya
berperan penting dalam membandingkan tegangan otot dengan drjat elastisitas
nya. Dispnea dapat terjadi jika tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu
panjang otot.
2. Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2.
3. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkat nya rasa
sesak napas.
4. Ketidak seimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi
Sesak Napas
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika
ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran
gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat
sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas
juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka
makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance
paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan
ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama. 11
Diare
18
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml/24jam.
Etiologi Diare
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,
parasit, virus), malabsorpsi, alergi.Faktor malabsorbsi
Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
B. Tuberkulosis Paru-HIV
1. Definisi
TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru
(95%), tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati
19
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur lama selama beberapa tahun. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit, serta dapat cepat menular
dan berisiko tinggi kepada individu yang imunosupresif, khususnya pada mereka
yang menderita HIV .
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kumn
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1). M.
tuberculosae, 2). Varian Asian, 3). Varian African I, 4). Varian African II, 5). M.
bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
3. Faktor Predisposisi
Diantara secara kesehatan dan rendahnya ekonomi, manusia di seluruh dunia,
tuberculosis menunjukan ke arah penyebab kematian.Tuberkulosis berkembang
dimana saja, dimana ada kemiskinan, kepadatan penduduk, dan seseorang yang
menderita penyakit kronik. Sama seperti, pada orang tua, dengan kelemahan
pertahanan tubuh mereka merepukan hal yang sangat berisiko. Di Amerika,
tuberkulosis adalah suatu penyakit orang tua, masyarakat pendalaman miskin,
pasien yang menderita immunodeficiency syndrome (AIDS), dan biasanya
terdapat pada kelompok minoritas. African American, American, orang dari
Alaska, Hispanic, dan immigrant dari asia tenggara mempunyai tingkatan
menderita lebih tinggi dibandingkan segmen populasi lainnya. Status penyakit
tertentu juga menambah risiko terjangkit tuberkulosis: diabetes mellitus, Hodgkin,
penyakit paru kronik, penyakit gagal ginjal kronik, malnutrisi, peminum alcohol,
dan pasien dengan imunosupresi
Di area dari dunia dimana HIV infeksi terdapat di dalamnya. Ini menjadi
suatu hal yg tunggal penting dalam faktor risiko untuk perkembangan
tuberkulosis. Kebanyakan, kemungkinan semua, merupakan kondisi predisposisi
dihubungkan dengan suatu penurunan kemampuan untuk membangun dan
menjaga media sel T imunitas melawan agen infeksi.
20
Walaupun jalan lain dapat berpengaruh, tapi kebanyakan infeksi terjadi secara
langsung oleh karena penularan orang ke orang secara langsung melalui airborne
droplet kuman dari orang yang mempunyai aktif tuberkulosis.
4. Patofisiologi
Masa inkubasi tuberkulosis yaitu 2-10 minggu sesudah exposure (IDAI, 2008).
Proses terbentuknya tuberkulosis primer; Di paru basil yang berkembang biak
menimbulkan suatu daerah radang yang disebut afek/fokus primer dari ghon.
Kemudian, basil akan menjalar melalui saluran limfe dan terjadi limfangitis dan
akan terjadi limfadenitis regional. Pada lobus atas paru akan terjadi pada kelenjar
limfe pada trakheal, sedangkan pada lobus bawah akan terjadi pada kelenjar limfe
hiler.
21
dini
Lanjut
Klinis
tipikal
Atipikal
PPD
Biasanya (+)
Biasanya (-)
Foto Dada
Tipikal
Atipikal
22
Gamb Paru
Lobus atas
Radiologi
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas
atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior)
atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial). Pada
awal penyakit saat lesi masih merupkan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis
berupa bercak-bercak sperti awan dan dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan bats yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (plueritis). Massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan
hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pnuemothoraks).
Laboratorium Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan juga spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai
(aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran
ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulau meningkat. Bila
penyakit sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju
endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobtan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan
murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak
mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non
produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan
minum air sebanyak kurang lebih 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga
23
dengan memberikan tambahan obat-obat muklitik eks-pektoran atau inhalasi larutan garam
hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage).
BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan
pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
Criteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum.
Tes tuberculin
Pemerikasaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 .
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami
infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Setelah
48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody selular dan antigen
tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody selular dan antigen tuberkulit
sangant dipengaruhi oleh antibody humoral, semakin besar pengaruh antibody humoral,
semakin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang
positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG
atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada
positif palsu
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux 5 mm, dinilai positif.
Tes HIV
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis HIV.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologic untuk mendeteksi adanya
antibody terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Deteksi
adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi
antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien.
24
Berdasarkan keluhan pada pasien yaitu demam lebih dari 1 bulan, demam naikturun,
tidak terlalu tinggi disertai mencret, batuk dengan dahak berwarna kuning dan merasa sedikit
sesak disertai nyeri dada kanan saat batuk, keringat malam (+), nafsu makan dan BB menurun
> 10%. Berdasarkan pemeriksaan fisik terdapat pembesaran kelenjar ke 2 leher, candidiasis
oral, pemeriksaan rongga thoraks yang mendukung. Pemeriksaan penunjang sputum terdapat
bakteri tahan asam positif (+2), serta hasil tes HIV yang reaktif dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami koinfeksi HIV-TB. Penatalaksanaan yang tepat diharapkan dapat
mengurangi keluhan pasien dan resiko timbulnya komplikasi.
25
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan JE, Benson C, Holmes KH, et al. HIV and tuberculosis. March 19, 2013.
Available from: http://www.cdc.gov/hiv/resources/factsheets/hivtb.htm. Accessed on
June 10, 2013.
2. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Binarupa Aksara
Publisher. 2012. p. 30-53.
3. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Binarupa Aksara
Publisher. 2012. p. 78-9
4. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Binarupa Aksara
Publisher. 2012. p. 143-4.
5. Hadisaputro S. Pemeriksaan Hematologi. Buku saku mengenal penyakit melalui hasil
pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta:Penerbit Amara Books. 2012.p.17-41.
6. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyana D, editors. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed.
Jakarta: Badan Penebit IDAI, 2012.
7. Mold J, Holtzclaw B, McCarthy L. Night Sweats: A systemic review of the literature.
J Am Board Fam Med. 2012;25(6):878-93.
26
8. Amin, Zulkifli dan Bahar Asril. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. (2009). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Jakarta: Interna Publishing. p. 2243-4.
9. Makmuri MS, Retno A, Landia S. Patofisiologi batuk. Continuing education ilmu
kesehatan anak. Surabaya: FK UNAIR; 2009.
10. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC.
2005.
11. Jenny Page, Maylani Louw, Delene Pakkiri, Monica Jacobs. 2006. Working with
HIV/AIDS. Cape Town: Juta Legal and Academic Publishers.
27