PENGETAHUAN MASYARAKAT
KELURAHAN X KECAMATAN Y PROPINSI
SUMATERA SELATAN TENTANG
TUBERKULOSIS PARU
Disusun Oleh :
KELOMPOK X
Esa Indah Ayudia Tan
Prima Mediyanti
Ronalisa
Richard
Primagintara
Irwani Purnamasari
Indah Yuliati
Lucky Aryati
Ali Ridho
Ria Mareza
Indah Sari
(04033100013)
(04033100029)
(04033100049)
(04033100052)
(04033100075)
(04033100076)
(04033100091)
(04033100099)
(04033100104)
(04033100111)
(04033100115)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2005/2006
OUTLINE PROPOSAL
I. Judul : PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP TB PARU
II. Pendahuluan
II.1 Latar belakang
Sejarah penyakit TB paru
Prevalensi penyakit TB paru
Faktor Pengetahuan Masyarakat
II.2 Rumusan masalah
II.3 Tujuan
II.4 Manfaat
III. Tinjauan Pustaka
III.1 Biomedik
III.1.1 Definisi
III.1.2 Etiologi
III.1.3 Patogenesis
III.1.4 Klasifikasi
III.1.5 Gejala Klinik
III.1.6 Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Laboratorium
III.1.7 Pengobatan
Obat Anti TB (OAT)
Pembedahan Paru
III.1.8 Pencegahan
Pencegahan pada dewasa
Pencegahan pada anak
III.2 Epidemiologi Tuberkulosis
III.3 Program Pemerintah dalam Penanggulangan TB Paru
III.3.1 DOTS
III.3.2 Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional)
IV. Metode Penelitian
IV.1 Jenis Penelitian
IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
IV.3 Populasi dan Sampel
IV.4 Variabel Penelitian
IV.5 Definisi Operasional
IV.6 Metode Pengumpulan Data
IV.7 Penyajian dan Analisis Data
I.
PENDAHULUAN
III.1.3 Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi buruk dan gelap yang mengakibatkan kuman dapat tahan
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang
sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran partikel < 5m. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau
dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembang
biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau focus Ghon. Sarang
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke
pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti
paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri Pulmonalis maka terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =
kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1. sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (ini yang banyak terjadi).
2. sembuh dengan meningggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5
mm dan kurang lebih 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena
kuman yang dormant.
3. berkomplikasi dan menyebar secara :
a. perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,
b. secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus,
c. secara limfogen, ke organ tubuh lainnya,
d. secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer.
Tuberkulosis Post-Primer (Tuberculosis Sekunder)
Kuman yang dormant Pada tuberkulosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis post-primer
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apicalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paruparu dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari selsel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Berdasarkan jumlah kuman, virulensi, dan imunitas pasien sarang dini ini
dapat menjadi :
1. direabsorpsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2.
2.
3.
III.1.4 Klasifikasi
Beberapa tahun belakangan ini Unit Paru RS Persahabatan Jakarta telah
menetapkan klasifikasi TB paru. Tujuan membuat klasifikasi ini untuk
mendapatkan keseragaman dalam diagnosis, pengobatan maupun catatan medik,
sehingga dapat diikuti oleh tim pelayanan kesehatan manapun.
Klasifikasi ini berdasarkan atas hubungan manusia dengan kuman TB yang
dinyatakan dalam :
1. Hasil pemeriksaan bakteriologik
2. Gambaran radiologik
Pengobatan adekuat/tidak
sudah
Demam.
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-440xC. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian timbul kembali. Hilang timbul demam ini
berlangsung terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah lepas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Batuk/Batuk Darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan dari peradangan semula. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selanjutnya batuk
darah yang disebabkan pembuluh darah pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
Sesak Napas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru
Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah mencapai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepas napasnya.
Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan semakin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
III.1.6 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subferis),
badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda : (kapita selekta)
bronkus
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan foto toraks dan lateral. Gambaran
foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
Adanya kalsifikasi
Bayangan milier
Pemerikasaan radiologi dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak
dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomografi Scanning (CT Scan).
Pemeriksaan ini lebih pasti dibandingkan radiologi biasa. Perbedaan densitas
jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah MRI (Magnetic
Resonance Imaging). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT scan, tetapi dapat
mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dadaperut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital, dan koronal.
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru dimulai
(aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung
jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit masih di bawah normal dan laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal, jumlah limfosit masih tinggi dan laju endap darah mulai
turun ke arah normal.
Sputum
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di
samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas).
Namun, kuman BTA kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru
dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
-
Tes tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes
Mantoux
III.1.7 Pengobatan
1. Obat anti TB (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang
bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT,
antara lain:
paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), perbaikan radiologi,
dan menghilangnya gejala.
2. Pembedahan paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.
Indikasi mutlak pembedahan adalah:
semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap
positif
pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
b.
c.
III.1.8. Pencegahan
1. Langkah-langkah untuk mencegah penyakit TB paru pada anak
a. Pencegahan Primer
Termasuk dalam kelompok ini adalah pencegahan dini terhadap TB paru,
yaitu
ini disebabkan oleh pola hidup yang memenuhi syarat kesehatan (gizi tinggi dan
perumahan yang sehat), dan kemampuan ekonomi untuk mendapatkan pemeriksaan
medis serta pengobatan hingga sembuh sangat rendah. Oleh karena itu, Menteri
Kesehatan Achmad Sujudi menegaskan bahwa TB paru bukan masalah kesehatan
saja, namun juga berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi. Penderita TB paru
sebagian berasal dari penduduk miskin dan banyak menyerang usia produktif. Ratarata penderita akan kehilangan waktu kerja 3-4 bulan setiap tahunnya atau setara
dengan penurunan 20-30% pendapatan tahunan keluarga. Kondisi seperti ini
tentulah memprihatinkan. Berbagai faktor memang berperan di sini, termasuk
kemiskinan, program penanggulangan yang tidak baik, dan timbulnya infeksi
HIV/AIDS.
III.3 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan TB Paru
TB paru masih merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia, bahkan
TB paru ditetapkan sebagai global emergency oleh WHO. Untuk menurunkan
angka mortalitas akibat TB paru, WHO telah menetapkan berbagai kebijakan
diantaranya DOTS (directly observed treatment short-course).
Di Indonesia, TB paru merupakan penyakit infeksi yang menimbulkan
masalah terbesar. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan kebijakan
untuk menurunkan prevalensi TB paru sejak zaman kolonial Belanda walaupun
terbatas pada kalangan tertentu. Program ini dilanjutkan pada 1952 melalui Balai
Pengobatan Paru-paru (BP4). Baru setelah Lokakarya TBC Nasional I Tahun
1969, program pemberantasan TB diintegrasikan secara khusus melalui Sub
Direktorat Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis (Depkes RI, 1991b).
Kebijakan, program, dan strategi pemerintah dalam penanggulangan TB
paru diantaranya :
1. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)
DOTS merupakan strategi pemerintah yang mulai diterapkan pada 1999.
Strategi DOTS untuk menghentikan penyebaran tuberkulosis terdiri dari lima
komponen, yaitu komitmen politis, diagnosis akurat dengan pemeriksaan
mikroskopis, pengobatan dengan OAT dan ketaatan berobat, ketersediaan
OAT yang tidak terputus, dan pencatatan serta pelaporan.
Kesesuaian DOTS
Obat anti tuberkulosis yang ada umumnya dapat menyembuhkan kasus
tuberkulosis. Karena penyakit ini sangat menular, pengobatan dapat
mencegah penularan terhadap orang lain. Pengobatan yang sukses
membutuhkan dosis harian minimal enam bulan pengobatan waktu
yang lama setelah pasien merasakan kesembuhan.
besar
karena
kebijakan
desentralisasi
fiskal
yang
di
semua
tingkatan
dalam
sistem,
mungkin
nasional
merencanakan
untuk
meningkatkan
peran
Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi
efek samping tersebut
2.
berupaya
untuk
mempromosikan
percepatan
pemberantasan
regional
untuk
pelatihan/monitor/supervisi
laboratorium,
perorangan
kelompok
4. Komitmen internasional
Pemerintah Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk
pengendalian tuberkulosis, dan telah menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obatobatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini mencakup 54% dari kebutuhan
seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta. Hal ini merupakan bukti dari komitmen
politis untuk menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberculosis pada
2015. Komitmen internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun
2000, dimana Menteri Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70% angka
deteksi kasus pada 2005 dan keberhasilan pengobatan sebesar 85%.
IV. Metode Penelitian
IV.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah survei deskriptif.
IV.2. Lokasi dan Waktu
Penelitian akan dilakukan di kelurahan X, kecamatan Y, Propinsi Sumatera Selatan
pada tanggal Z.
IV.3. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasi yang akan diambil berumur 15-50 tahun. Dan akan
diambil sample sebanyak 50 orang.
IV.4. Variabel
1. Sosiodemografi
-
Umur responden
Pekerjaan responden
Status perkawinan
2. Pengetahuan responden
-
Pengertian TB paru
Penyebab TB paru
Gejala-gejala TB paru
Penularan TB paru
Klasifikasi TB paru
Pengobatan TB paru
Pencegahan TB paru
c. Gejala TB paru adalah gejala yang diketahui oleh responden, seperti batuk,
sesak nafas, demam, nyeri dada, badan lemah, berat badan menurun,malaise,
dan lain-lain.
d. Penularan TB adalah bahwa kuman TB dapat menyebar ke udara melalui
droplet nuklei pada waktu penderita batuk atau bersin.
e. Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu lebih
rentan terinfeksi TB paru, meliputi perilaku merokok, jenis kelamin, dan
umur.
f. Klasifikasi TB paru adalah tipe-tipe TB paru yang meliputi TB paru, Bekas
TB paru, TB paru tersangka.
g
DAFTAR PUSTAKA
Danusantoso, Halim. Tuberkulosis Paru dalam Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.
Hipocrates. Jakarta. 1999; 93-151.
Waspada TBC Sejak Dini. 6 April 2004. http://www.republika.com/health.htm
Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 1997. Profil Kesehatan
Provinsi Sumatera Selatan 1997.
Novaliani, Amirah. Persepsi Masyarakat tentang Penyakit TBC. Jurnal Kedokteran
Universitas Sriwijaya. 2004; 878-885.
Corwin, Elizabeth. Sistem Pernafasan dalam Buku Saku Patofisiologi. EGC.
Jakarta.1997; 414-417.
Idris, Fahmi. Manajemen Public Private Mix: Penanggulangan Tuberkulosis Strategi
DOTS Dokter Praktik Swasta. Yayasan Penerbit IDI. Jakarta.
Marren, John. Infeksi Mikobakteria dalam Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.1994; 208-227.
Bahar, A. Tuberkulosis Paru dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Editor
Soeparman. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001; 819-829.
Nawas, Arifin. Diagnosis Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran No 63. Pusat
Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma. 1990; 13-16.
Hadiarto, Dr. Tuberkulosis Paru dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Editor
Arif Mansjoer dkk. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 1999; 472-476.
Utji, Robert & Harun, Hasrul. Kuman Tahan Asam dalam Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994; 191-199.
di
Indonesia
Ketiga
Terbanyak
di
Dunia.
November
2001.
TBC.
17
September
2001.
http://www.kompas.com/
Satu
Meninggal
Tiap
Empat
Menit
akibat
http://www.kompas.com/
Tuberkulosis (TB) subbab dari Mengendalikan Penyakit Malaria dan Mulai Menurunnya
Jumlah
Kasus
Malaria
dan
Penyakit
lainnya
pada
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/Indonesia MDG-BI-Goal6.pdf
2015.
2004.