Anda di halaman 1dari 258

MODEL STOKASTIK UNTUK PEMBEBANAN LALULINTAS

BANYAK-RUTE DENGAN MEMPERTIMBANGKAN


PERSEPSI BIAYA PERJALANAN

DISERTASI

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Doktor dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh

R DIDIN KUSDIAN

NIM : 34200033

Program Studi Transportasi

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2006

1
Bab I Pendahuluan

I.1 Deskripsi Topik Penelitian Dan Latar Belakang

Keragaman dan sebaran potensi sosial-ekonomi secara ruang menimbulkan


kebutuhan akan transportasi. Transportasi dibutuhkan untuk mengatasi hambatan
jarak antar benua, antar pulau, antar kota dan antar zona dalam kota, dimana orang
dan barang bergerak dari tempat asal menuju tempat tujuan, untuk tujuan suatu
aktivitas dan mendapat nilai tambah.

Kebutuhan transportasi cenderung terus meningkat, hal ini terjadi di Indonesia,


terutama di wilayah perkotaan. Transportasi akan menjadi kebutuhan semakin
banyak orang, sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan jumlah kendaraan. Di
wilayah perkotaan intensitas transportasi relatif lebih tinggi dibandingkan daerah
luar kota dengan kerapatan penduduk yang rendah. Transportasi barang di
perkotaan berlangsung terus-menerus untuk memenuhi segala jenis kebutuhan
penduduk kota. Perjalanan antar zona di dalam suatu wilayah perkotaan akan
terdiri dari terutama perjalanan yang dilakukan sehari-hari oleh para pekerja, dan
perjalanan perniagaan barang. Dalam hal ukuran kota, Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, membagi kota menjadi: kota raya (jumlah penduduk
>1.000.000 orang), kota besar (jumlah penduduk 500.000-1.000.000 orang), kota
sedang (jumlah penduduk 100.000-500.000 orang), kota kecil (jumlah penduduk
<100.000 orang). Antara tahun 2001 sampai 2003, statistik menunjukan bahwa
konsolidasi transportasi yang terjadi di kota besar mengalami pertumbuhan yang
cukup tinggi, yaitu 9,38%. Di Indonesia jumlah kota yang tumbuh dari kota besar
ke kota raya dan dari kota sedang menjadi kota besar terus bertambah. Ini antara
lain dipicu oleh ketertarikan orang untuk hidup dan bermata pencaharian di kota,
sehingga urbanisasi terus berlangsung, meningkatkan intensitas sebaran penduduk
kota, diikuti oleh peningkatan intensitas arus lalulintas.

Peningkatan intensitas arus lalulitas dapat ditunjukan juga dari data pertambahan
jumlah kendaraan, misalnya sebagai contoh untuk kota Bandung pada tahun 2005

2
dengan luas area 16.729 Ha, jumlah penduduk 2.193.268 jiwa, panjang jalan total
1.168,681 km, tercatat jumlah kendaraan 548.288, dan pertumbuhan kendaraan
sepeda motor 1200 kendaraan per bulan, serta mobil 300 kendaraan per bulan.

Persoalan yang sering timbul di perkotaan adalah kemacetan lalulintas. Dengan


pesatnya pertumbuhan lalulintas kendaraan di perkotaan kemacetan menjadi
masalah yang dihadapi oleh hampir setiap kota-kota besar di Indonesia.

Sering terjadinya kemacetan lalulintas akan menimbulkan kerugian baik terhadap


pelaku perjalanan maupun terhadap sistem sosial. Akibat yang ditimbulkan oleh
kemacetan antara lain penurunan produktivitas individu dan sistem ekonomi
akibat adanya waktu terbuang, penambahan polutan udara, dan pemborosan
persediaan bahan bakar.

Kejadian kemacetan perlu diperkirakan jauh sebelumnya oleh pihak fasilitator


transportasi, untuk dapat direncanakan dan dirancang manajemen pencegahan dan
pengatasannya. Untuk ini diperlukan pengembangan teknik kajian sistem
transportasi.

Kajian sistem transportasi kota, akan memerlukan pemodelan untuk


memperkirakan gerakan. Gerakan yang dimaksud adalah gerakan orang atau
barang dengan menggunakan kendaraan diatas jalan dari asal ke tujuan. Pada
suatu interval waktu kejadian gerakan yang telah diperkirakan itu berlangsung
serentak dimasing-masing ruas pada jaringan jalan. Pada interval waktu itu
gerakan yang terjadi di ruas jalan dapat dinyatakan dengan besaran volume ruas.
Pada konteks waktu masa datang volume lalulintas tersebut, didapat dari hasil
perkiraan melalui pemodelan termasuk model pembebanan lalulintas. Perkiraan
volume lalulintas ini berguna sekali untuk perencanaan sistem jaringan jalan dan
manajemen lalulintas. Perencanaan bersifat antisipasi terhadap kemungkinan yang
mungkin terjadi di masa datang, baik jangka pendek, jangka menengah maupun
jangka panjang. Pengembangan riset pemodelan pemilihan rute memegang

3
peranan penting dalam pengembangan pemodelan transportasi untuk kepentingan
perencanaan sistem transportasi yang efektif dan efisien.

Kemacetan dapat diupayakan untuk dikurangi dengan mengoptimalkan


penggunaan jaringan jalan melalui manajemen lalulintas, atau jika diperlukan
dengan menambah kapasitas aksesbilitas jaringan melalui penambahan ruas jalan
baru.

Penanggulangan kemacetan dapat dilakukan melalui suatu perencanaan, jadi


kemacetan perlu diperkirakan sebelumnya lalu direncanakan tindakan untuk
mengantisipasinya.

Dalam kajian sistem transportasi kota diperlukan penyusunan prosedur


perhitungan untuk menganalisa hubungan antara kebutuhan transportasi dan
penyediaan sistem transportasi. Kebutuhan transportasi yang dimaksud adalah
jumlah gerakan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan diatas jalan
dari asal ke tujuan. Sedangkan penyediaan adalah penambahan atau pengaturan
pemakaian ruas jalan yang menyatu dalam jaringan jalan.

Dari sisi kebutuhan akan diperlukan suatu perkiraan jumlah dan pola sebaran
terhadap ruang. Hal ini akan termasuk sebaran perilaku. Sisi penyediaan
menyangkut sifat fisik dan sebaran ruang. Kajian dilakukan simultan dari dua sisi
tersebut.

Pada suatu interval waktu kejadian gerakan yang telah diperkirakan itu
berlangsung serentak di masing-masing ruas pada jaringan jalan. Pada interval
waktu itu besaran volume arus yang terjadi di setiap ruas jalan perlu diprediksi.
Prediksi dapat dilakukan dengan menggunakan model pemilihan rute dan
pembebanan lalulintas.

Sebagai bagian detil dari pemodelan prosedur perhitungan kajian kebutuhan-


penyediaan transportasi diatas adalah pemodelan biaya perjalanan. Biaya

4
perjalanan sangat dipengaruhi oleh persepsi masing-masing pelaku perjalanan.
Diperlukan suatu kajian untuk mendapatkan rumusan biaya perjalanan yang dapat
digunakan untuk kajian kebutuhan-sediaan dalam kajian sistem. Kajian rumusan
biaya perjalanan akan lebih baik jika menyertakan faktor persepsi yang terjadi
dalam kenyataan.

I.2 Masalah Penelitian, Tujuan dan Lingkup Permasalahan

Masalah yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah bahwa diperlukan
suatu prosedur perhitungan yang berlatar belakang peniruan perilaku pengguna
jalan dalam mengambil keputusan pemilihan rute. Prosedur perhitungan ini
ditujukan untuk menghasilkan perkiraan volume lalulintas di setiap ruas jalan.
Dengan dasar perkiraan volume lalulintas di setiap ruas jalan ini dapat disusun
suatu rencana peningkatan efisiensi penggunaan jaringan melalui pengaturan
lalulintas, dan dapat juga dipelajari kelayakan alternatif-alternatif peningkatan
kapasitas fisik jaringan melalui penambahan ruas jalan.

Model pemilihan rute merupakan satu tahapan dalam pemodelan kebutuhan


transportasi, dan dengan pembebanan lalulintas (yang menggunakan model
pemilihan rute) dilakukan analisa hubungan kebutuhan dan penyediaan. Persoalan
awal model ini adalah bagaimana merumuskan biaya perjalanan. Rumusan biaya
perjalanan akan lebih mendekati kenyataan jika mempertimbangkan adanya
perbedaan persepsi.

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan adanya suatu proses atau sifat
stokastik dari sisi kebutuhan yaitu sisi para pelaku perjalanan, berupa perbedaan
dan sebaran persepsi terhadap biaya perjalanan.

Pada sistem lalulintas manusia merupakan komponen sistem. Dalam populasi


manusia akan selalu terdapat perbedaan-perbedaan. Dimana akan terdapat
kelompok yang dibedakan oleh faktor-faktor: usia, etnis, pendidikan, pendapatan,
status ekonomi, kepentingan saat melakukan perjalanan dan lain-lain.

5
Perbedaan ini kemudian menimbulkan perbedaan persepsi terhadap terhadap
komponen-komponen atribut perjalanan. Atribut perjalanan yang menjadi bagian
dari kebutuhan transportasi menurut Jotin dan Lall (1998) secara umum
mencakup: waktu, kecepatan, efisiensi, ongkos perjalanan, keselamatan,
kenyamanan.

Untuk dapat merumuskan model biaya perjalanan diperlukan informasi dari


pelaku perjalanan atau sebahagiannya sebagai sampel, mengenai pandangannya
tentang komponen biaya perjalanan yang dipertimbangkan menurut persepsi
masing-masing, dan informasi yang dapat menggambarkan nilai waktu serta
persepsi mengenai biaya perjalanan harapannya.

Berdasarkan informasi yang didapat dari sampel pelaku perjalanan dapat


dianalisis dan dirumuskan model biaya perjalanan. Proses analisis dan perumusan
memerlukan teknik dan prosedur tertentu yang dapat menyertakan pertimbangan
adanya perbedaan persepsi.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan model biaya perjalanan yang


mempertimbangkan adanya perbedaan persepsi diantara para pelaku perjalanan,
model ini kemudian dapat digunakan untuk kajian dan analisis jaringan
transportasi.

Biaya perjalanan yang menjadi objek penelitian adalah biaya perjalanan dengan
menggunakan kendaraan pribadi khususnya kendaraan pribadi roda empat (mobil
pribadi), dengan tujuan perjalanan sehari-hari untuk bekerja atau sekolah.

I.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda tentang biaya perjalanan dan
komponen- komponennya.

6
2. Persepsi terhadap masing-masing komponen biaya perjalanan merupakan suatu
himpunan persepsi dengan derajat berbeda yang menggambarkan adanya
keragaman atau sebaran.
3. Pemodelan perbedaan persepsi komponen biaya perjalanan menjadi model
kesatuan dapat dilakukan melalui pembandingan pada satu besaran harga acuan,
sehingga muncul suatu nilai (value) yang mengacu pada kesatuan (unity).
4. Perbedaan persepsi biaya perjalanan dapat dianalisis dan dapat dirumuskan
dalam satu model biaya perjalanan yang dapat digunakan dalam kesatuan analisis
kajian kebutuhan-sediaan jaringan transportasi.

I.4 Cara Pendekatan Dan Metode Penelitian Yang Digunakan

Informasi mengenai persepsi terhadap biaya perjalanan dan komponen-


komponennya dicari dan didapatkan melalui survey. Survey dilakukan dengan
cara pengisian angket dan wawancara. Responden yang menjadi sasaran survey
adalah para pengguna jalan (di wilayah Kota Bandung dan sekitarnya). Sebagai
sampel ruas jalan dipilih ruas jalan tol. Dalam penelitian ini dipilih sasaran
responden adalah pelaku perjalanan sehari-hari yang menggunakan ruas jalan tol
Pasteur- Padalarang. Pemilihan ruas jalan tol bertujuan agar informasi persepsi
komponen biaya perjalanan yang didapat lengkap, dengan kata lain ada komponen
ongkos tol.

Daftar pertanyaan untuk angket dirancang untuk mendapatkan informasi tentang


persepsi biaya perjalanan masing-masing responden dan data acuan untuk
merumuskan nilai dari masing-masing besaran harga komponen, untuk acuan ini
ditanyakan besarnya pengeluaran untuk satu kali makan siang (ditempat kerja atau
tempat sekolah). Disamping itu dibuat juga pertanyaan untuk mendapatkan
informasi bobot pertimbangan komponen-komponen biaya perjalanan bagi
masing-masing responden, skala bobot dibuat dari 1 sampai 9 (‘sangat tidak
penting’ sampai ‘sangat penting’ untuk dipertimbangkan). Untuk mendapatkan
gambaran informasi tentang nilai waktu, disertakan pertanyaan menyangkut
pendapatan bulanan dan jam kerja. Karakteristik kendaraan yang digunakan

7
ditanyakan dalam hal efisiensi penggunaan bahan bakar terhadap jarak tempuh
perjalanan.

Dari data jawaban responden yang terkumpul kemudian dilakukan analisis dengan
penerapan teori himpunan fuzzy, kuantifkasi fuzzy dan regresi fuzzy, untuk
mendapatkan gambaran adanya keragaman dan dihitung parameter-parameter dari
sebaran persepsi biaya perjalan.

Dari analisis bisa didapat koefisien regresi sebagai parameter model dan nilai
variansi untuk menjelaskan karakteristik sebaran persepsi yang terjadi. Dari
besaran variansi bisa didapat standar deviasi sebagai parameter sebaran. Dari data
dan analisanya akan didapat pula himpunan sebaran nilai waktu dan rataannya
serta sebaran bobot pertimbangan komponen biaya dan rataannya.

Model biaya perjalanan dan besaran parameter-parameter yang didapat bisa


digunakan kemudian untuk analisis jaringan, dalam hal ini adalah analisis
kebutuhan-sediaan melalui penerapan model pemilihan rute dan pembebanan
kebutuhan pergerakan keatas jaringan jalan.

I.5 Pelaksanaan Penelitian Secara Garis Besar

Penelitian diawali dengan melakukan studi pustaka. Dari hasil studi pustaka
dipilih topik permasalahan yang akan diteliti, dan disusun pemetaan hasil
penelitian yang telah ada serta gambaran posisi penelitian disertasi ini. Pemilihan
topik dan fokus penelitian didasarkan pada asas manfaat penelitian dengan
mempertimbangkan potensi kemungkinan kelayakan pelaksanaannya dari sisi
sumberdaya yang tersedia. Penelitian ini memilih topik pemodelan persepsi biaya
perjalanan yang dikaitkan dengan pembebanan jaringan.

Tahap pelaksanaan penelitian diawali dengan disain daftar pertanyaan dan pilot
survey kuesioner, kemudian dicoba analisa hasilnya untuk menyempurnakan
daftar pertanyaan. Selanjutnya dilakukan survey kuesioner.

8
Survey dilakukan dengan cara pengisian angket dan wawancara. Responden
adalah pelaku perjalanan yang menggunakan kendaraan pribadi untuk perjalanan
sehari-hari dalam wilayah Bandung yang menggunakan ruas tol Pasteur-
Padalarang. Responden dipilih berdasarkan perkiraan tempat tinggal dan tempat
kerja atau sekolah. Berdasarkan tempat tinggal, dipilih responden yang bermukim
di wilayah pemukiman Bandung barat, misalnya komplek Bumi Parahiyangan
Padalarang.

Dari jawaban responden terhimpun data tentang: pendapatan bulanan, jam kerja
per hari, hari kerja per minggu, karakteristik efisiensi bahan bakar kendaraan yang
digunakan, besarnya biaya pengeluaran satu kali makan siang, waktu tempuh yang
diharapkan atau diperkiranan, dan pendapat masing-masing tentang bobot
kepentingan mempertimbangkan komponen biaya bahan bakar, ongkos tol dan
waktu, serta skala tingkat kepuasan (kenyamanan) melewati ruas jalan yang
ditanyakan (ruas jalan tol Pasteur-Padalarang).

Pengolahan jawaban responden dilakukan dengan pendekatan teori himpunan


fuzzy, kuantifikasi fuzzy dan regresi fuzzy.

Dari data pendapatan bulanan dan waktu kerja dianalisa sebaran nilai waktu dan
rataannya. Sebaran nilai waktu dinyatakan dalam himpunan fuzzy, besaran nilai
waktu merupakan rataan fuzzy dari himpunan fuzzy nilai waktu.

Jarak tempuh adalah data jarak ruas tol Pasteur-Padalarang, yang sama bagi
semua pengguna jalan, perbedaan ongkos jarak dapat turun dari perbedaan
karakteristik efisiensi konsumsi bahan bakar kendaraan masing-masing.

Data harapan atau perkiraan waktu tempuh [menit] dan hasil hitungan nilai waktu
[rupiah/jam], kemudian dikalikan untuk mendapatkan besaran biaya waktu
masing-masing responden.

9
Komponen biaya ongkos tol, biaya jarak (biaya bahan bakar minyak), dan biaya
waktu (persepsi waktu tempuh dikali nilaiwaktu), dijumlahkan untuk
mendapatkan biaya gabungan.

Biaya gabungan dan komponen-komponennya berbeda untuk masing-masing


responden, perbedaan ini merupakan sebaran yang dapat dinyatakan sebagai
himpunan fuzzy. Selanjutnya dengan kuantifikasi fuzzy dan regresi fuzzy bisa
didapat parameter yang menjelaskan tingkat pengaruh masing-masing komponen
biaya pada biaya gabungan. Dapat diperoleh juga besarnya variansi yang
menjelaskan karakteristik sebaran.

Data pendapat responden menyangkut bobot (tingkat kepentingan)


dipertimbangkannya masing-masing komponen biaya gabungan diolah dengan
cara serupa sehingga didapat fuzzy-mean bobot komponen biaya ongkos tol, biaya
jarak (biaya bahan bakar) dan biaya waktu.

Parameter sebaran yang didapat dari analisis regresi fuzzy (variansi = kuadrat
deviasi standar), fuzzy-mean dari bobot komponen, dan fuzzy-mean dari nilai
waktu kemudian digunakan sebagai penerapan dalam analisis pembebanan
jaringan jalan wilayah Bandung. Untuk ini digunakan data matrik perjalanan hasil
estimasi dan data jaringan jalan yang telah dimodelkan. Sebaran persepsi biaya
perjalanan digunakan sebaran normal dengan nilai parameter sebaran hasil regresi
tadi.

Pada pembebanan diperlukan informasi model jaringan yang disusun menjadi


data numerik. Posisi penelitian yang terkait dalam peta model pemilihan rute
untuk pembebanan dapat dilihat pada Gambar I.1 dan Gambar I.2

10
Model Pemilihan Rute

Model Disagregat Model Agregat

Model Agregat Pemilihan Rute Untuk


Pembenanan Lalulintas

Dengan Mempertimbangkan Tanpa Mempertimbangkan


Batasan Kapasitas Batasan Kapasitas

Kecepatan Pendekatan :
(speed) Tidak Kecepatan
Konstan (speed) Konstan
Terhadap Arus Terhadap Arus

Pembebanan all-or nothing All-Or-Nothing


berulang

Pembebanan Bertahap Stokastik Murni

Equilibrium Meminimumkan
Fungsi Tujuan
Dengan Batasan
Pembebanan Perilaku Arus;
Berulang Algoritma Frank
Wolfe
Stochastic
Equilibrium

Gambar I.1 Pemilahan Jenis Model Pemilihan Rute


Berdasarkan Pendekatannya

11
Model Pembenanan
Tanpa Mempertimbangkan
Batasan Kapasitas Lalulintas

Tanpa Mempertimbangkan Dengan Mempertimbangkan Efek


Efek Stokastik (Persepsi Stokastik (Perbedaan Persepsi)
Dianggap Sama)

Model
All-or-Nothing

Model Burrel Model Sakarovitch


(1968) (1968);
Model Dial (1971)

Penelitian Model Model Fuzzy


Persepsi Biaya Lotan (1992);
Perjalanan (2006) Henn (1997);
Akiyama (1998)

Pembebanan Pembebanan Rute


Rute

Gambar I.2 Peta Posisi Penelitian Disertasi

12
I.6 Kontribusi dan Manfaat

Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan kontribusi berupa suatu pendekatan


baru terhadap peniruan perilaku pengguna jalan, dimana antara pengguna jalan
satu dengan lainnya dapat berbeda dalam memperkirakan biaya perjalanan ruas
yang membentuk biaya perjalanan rute.

Manfaat dari model yang dibuat dalam penelitian ini adalah dapat digunakan
untuk proses perhitungan dan analisa jaringan, terutama jaringan jalan perkotaan.
Proses perhitungan dan analisa jaringan selalu diperlukan untuk mengevaluasi
efisiensi penggunaan jaringan jalan, dan kelayakan tingkat pelayanan jaringan
jalan. Evaluasi diperlukan untuk mengantisipasi masalah yang tidak diinginkan,
misalnya tingkat kemacetan yang terlalu tinggi di suatu ruas, sehingga perlu
dipelajari manfaat berbagai alternatif penanggulangan yang direncanakan untuk
dilaksanakan. Alternatif penanggulangan dapat berupa pengaturan kembali pola
arus lalulintas maupun berupa pembangunan jalan baru yang ditambahkan pada
jaringan. Sebelum alternatif-alternatif penanggulangan ini dilaksanakan, perlu
dilakukan perhitungan, analisa dan evaluasi, melalui model perhitungan, dimana
model pemilihan rute yang dihasilkan penelitian disertasi ini dapat menjadi bagian
dari pada proses perhitungan tersebut.

I.7 Sistematika Disertasi

Disertasi inidisusun terdiri dari 6 (enam) bab. Bab satu adalah bab pendahuluan
yang berisi penjelasan tentang latar belakang dipilihnya topik penelitian, hipotesis
yang mendasari penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian disertasi ini, ruang
lingkup penelitian yang telah dilakukan, metoda yang digunakan dalam penelitian,
garis besar pelaksanaan penelitian dan bagian ini yang memaparkan sistematika
penulisan disertasi ini.
Bab dua berisi tinjauan pustaka dimana dalam bab dua dituliskan kembali
rangkuman dari hasil penelaahan pustaka yang telah dilakukan pada tahap
pertama dari penelitian disertasi ini. Tinjauan pustaka yang dituliskan kembali

13
adalah terbatas pada yang terkait atau menjadi latar belakang pengembangan
model yang dibuat pada disertasi ini.

Bab tiga berisi pembahasan tentang pengembangan model persepsi biaya


perjalanan yang didasarkan pada pengolahan data jawaban responden menyangkut
komponen biaya perjalanan. Pengolahan data jawaban responden dilakukan
dengan pendekatan teori himpunan fuzzy dan teori kuantifikasi fuzzy.

Bab empat berisi tentang percobaan penggunaan model biaya perjalanan untuk
pembebanan jaringan jalan. Bab ini menjelaskan mengenai pemodelan jaringan
jalan dan hasil estimasi kebtuha gerak daerah kajian, yaitu wilayah Bandung.
Pendekatan pemilihan rute digunakan model all-or-nothing, model sebaran
merata, dan sebaran normal.

Bab lima berisi pembahasan hasil perhitungan dan analisis pemodelan persepsi
biaya perjalanan dan penerapannya pada pembebanan jaringan jalan nyata daerah
kajian. Dalam bab ini dituliskan pembahasan mengenai karakteristik persepsi
orang dalam hubungan antar komponen biaya perjalanan, serta karakteristik hasil
pembebanan jaringan melalui beberapa pendekatan.

Bab enam berisi butir-butir kesimpulan yang ditarik dari hasil pembentukan
model, penerapan model dan pembahasannya. Pada bab ini diutarakan pula saran
untuk penelitian lanjutan.

14
Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Perencanaan dan Pemodelan Transportasi

Perencanaan transportasi dilakukan melalui atau dengan menggunakan


pemodelan transportasi. Model dapat didefinisikan sebagai bentuk penyederhaaan
atau pendekatan dari dunia nyata (Ortuzar, 1994). Transportasi banyak
dimodelkan dengan model grafis dan model matematis. Model grafis berbentuk
gambar (titik, garis, baris berarah, bentuk, warna) yang menyampaikan informasi
tentang realita, disesuaikan dengan tujuan atau konteks bahasan. Model
matematis menggunakan persamaan atau fungsi matematika sebagai media dalam
usaha mencerminkan realita, dengan model matematika pembahasan dapat
dilakukan mengikuti prosedur analisis matematis, sehingga bahasan persoalan
dapat dipahami dan berlaku secara luas (universal).

II.2 Pendekatan Perencanaan Transportasi

Pendekatan perencanaan transportasi pada dasarnya berkaitan dengan hubungan


antara kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan (demand-supply) transportasi.
Perencanaan transportasi adalah proses-proses yang mencakup analisis dari pola-
pola perjalanan saat sekarang, prediksi pola-pola perjalanan masa datang, usulan
untuk infrastruktur dan pelayanan transportasi, serta eavaluasi terhadap usulan
alternatif proyek-proyek. Hasil dari proses-proses tersebut adalah sebuah rencana,
yaitu suatu set pengembangan dari sistem transportasi untuk dipertimbangkan
oleh para pengambil keputusan guna dilaksanakan (Fricker 2004). Salah satu
proses yang perlu dilakukan dalam perencanaan adalah usaha untuk
memperkirkan kebutuhan perjalanan pada masa datang. Melalui pendifinisian
kerangka horison waktu masa datang disusun beberapa alternatif skenario yang
akan diterapkan. Skala waktu masa datang tersebut dapat dipilah menjadi jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Skenario yang diputuskan untuk
diterapkan pada jangka pendek terkisar pada horison waktu lebih pendek dari 5
tahun, jangka menengah antara 10 sampai 20 tahun, sedangkan jangka panjang

15
lebih dari 20 tahun. Rencana disusun berdasarkan pada hasil prediksi kebutuhan
transportasi pada tahun-tahun masa datang sesuai jangka waktu yang ditentukan,
rencana dibuat sebagai suatu bentuk antisipasi terhadap kebutuhan masa depan.

II.4 Pengertian Sistem Transportasi dan Pandangan Sistem Terhadap


Transportasi

Pendekatan sistem adalah pendekatan serentak menyeluruh, yang dapat digunakan


misalnya untuk suatu teknik perencanaan. Perencanaan dengan pendekatan sistem
membutuhkan analisis faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan
permasalahan. Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Jika dipandang sebagai suatu sistem, transportasi memiliki tiga aspek kegunaan
atau utilitas yang membentuk tujuan luas yaitu: akses ruang atau lokasi, waktu
perjalanan yang dapat diterima, dan biaya yang rendah (Fricker, 2004).

Transportasi berfungsi untuk menciptakan utilitas lokasi atau akses. Transportasi


terikat erat dengan cara bagaimana suatu lahan atau lokasi digunakan. Utilitas
waktu berhubungan dengan kecepatan perjalanan dari transportasi, yaitu jarak
yang ditempuh dibagi dengan total waktu perjalanan, termasuk waktu berhenti dan
tundaan dari tempat asal sampai tempat tujuan. Utilitas biaya dari transportasi
dapat dilihat berdasarkan keefektifan biaya yang dikeluarkan untuk transportasi,
sebagai contoh jika untuk suatu tujuan hubungan masih dapat dilakukan melalui
alat telekomunikasi, maka pengeluaran biaya untuk transportasi menjadi kurang
efektif.

Pengertian sistem transportasi memerlukan dukungan pengetahuan dan pengertian


yang terdiri dari tiga area utama. Area pertama adalah pengetahuan tentang
komponen-komponen sistem transportasi. Area kedua adalah pengetahuan yang
mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk pengadaan sistem transportasi
pada tempat tertentu, mulai dari perencanaan, operasi dan pemeliharaan. Area

16
ketiga pengetahuan yang berkaitan dengan identifikasi isu-isu yang mungkin tidak
termasuk dalam proses-proses pembuatan keputusan transportasi, tetapi mungkin
dapat dipengaruhi oleh keputusan-keputusan tersebut. Isu-isu ini sering
diidentifikasi sebagai eksternalitas.

Komponen-komponen sistem transportasi membentuk tiga kelompok komponen


yaitu moda-moda (modes), pergerakan (movement) dan arus (flow). Moda terdiri
dari aspek: kendaraan, jalan, kendali, teknologi gerak, tenologi tenaga, titik
transfer antar-moda, muatan (penumpang atau barang), dan pengemudi.

Pengadaan sistem transportasi pada tempatnya, mencakup aspek-aspek:


perencanaan dan analisis, penanaman modal, kebutuhan pengguna dan pentarifan,
kualitas pelayanan, pengoperasian, struktur industri, riset dan teknologi.

Sedangkan yang termasuk eksternalitas, yaitu isu-isu untuk kelangsungan atau


kelanggengan, mencakup aspek-aspek: mobilitas/aksesbilitas, ekuitas (keadilan),
pengambilan keputusan pemerintah, perdagangan internasional, pekerja
transportasi, politik bahan bakar minyak, faktor-faktor lingkungan, perilaku
pengemudi, keamanan, dan aksesbilitas untuk penyandang cacat.

Analisis sistem transportasi adalah suatu cara untuk mendisain atau memodifikasi
sistem transportasi untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Dimulai dengan
penentuan sasaran sistem yang mencakup: pemeriksaan kelayakan sistem atau
modifikasi sistem yang diusulkan, mengestimasi biaya-biaya yang tercakup,
mengevaluasi alternatif cara-cara untuk mencapai sasaran. Tantangan dari analisis
sistem transportasi adalah dalam melakukan campur tangan secara halus serta
secara sengaja, dalam suatu tatanan masyarakat yang kompleks agar dapat
menggunakan transportasi dengan efektif, melalui koordinasi dengan tindakan-
tindakan lain yang dilakukan masyarakat atau perseorangan untuk mencapai
tujuan dari masyarakat tersebut.

17
Penentuan batasan sistem atau hierarki sistem dimulai dengan penetapan
kebutuhan sistem. Kemudian selanjutnya ditelaah dan dilakukan penentuan
terhadap: tujuan dari sistem, batas geografi dari fungsi sistem yang akan
dianalisis, spesifikasi teknis yang dibutuhkan untuk mendukung kegunaan sistem,
kapasitas sistem, ketersediaan dan kesiapan sistem untuk dioperasikan ketika
dibutuhkan, kehandalan operasi sistem, efektivitas-biaya dari sistem.

Alat utama untuk analisis sistem adalah ukuran-ukuran kinerja sistem. Ukuran
kinerja sistem yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi
transportasi ini harus dipilih secara hati-hati. Sebagai ilustrasi beberapa ukuran
yang dapat berhubungan dengan kinerja sistem transportasi misalnya: laju rata-
rata dan kecepatan maksimum dalam kilometer per jam, jumlah perjalanan
barang atau penumpang dalam ton-kilometer atau orang-kilometer per tahun,
kapasitas operasional dalam operasi per jam atau mobil penumpang per jam per
lajur atau perjalanan kendaraan-kilometer per tahun, kepadatan lalulintas dalam
kendaraan penumpang per kilometer per lajur, rentang jelajah layanan dalam
kilometer, intensitas atau penggunaan enerji dalam liter per ton-kilometer barang
atau per orang-kilometer penumpang, percepatan dan perlambatan (pengereman)
dalam meter per detik per detik, biaya operasi transportasi dalam rupiah per ton-
kilometer barang atau orang-kilometer penumpang, keamanan diukur dalam
kecelakaan fatal atau kecelakaan per tahun atau per kilometer perjalanan,
kehandalan diukur dalam kegagalan per unit waktu atau per unit jarak perjalalan
artinya waktu antar kegagalan, ketersediaan atau kesiapan dinyatakan dalam
prosen probabilitas, kinerja cuaca dinyatakan dalam meter jarak pengereman
diatas permukaan basah, polusi kimia dalam gram hidro karbon per unit jarak atau
waktu, polusi suara dalam desibel, dan produktivitas dinyatakan dalam ton-
kilometer terantarkan per jam-buruh.

II.3 Metodologi Perencanaan Transportasi

Perencanaan transportasi dilakukan dengan menggunakan analisis hubungan


kebutuhan-sediaan transportasi. Karena perencanaan mencakup antisipasi

18
terhadap kebutuhan masa depan, dalam proses perencanaan diperlukan prosedur
untuk memperkirakan kebutuhan transportasi di masa depan, untuk ini dibuat
model kebutuhan perjalanan. Keluaran atau hasil utama dari model kebutuhan
perjalanan adalah jumlah lalulintas yang diharapkan akan menggunakan setiap
ruas jalan dalam jaringan jalan untuk horison (perkiraan) beberapa tahun
kedepan, dengan asumsi atau skenario masukan tertentu menyangkut misalnya
populasi, jumlah lapangan kerja, pola guna lahan dan susunan jaringan pada tahun
tersebut. Dalam analisis pola perjalanan harus dipertimbangkan apa yang
menimbulkan terjadinya perjalanan dan keputusan-keputusan apa yang diambil
oleh pelaku perjalanan.

Metoda pemodelan kebutuhan perjalanan berdasarkan kepada beberapa konsep.


Pertama, kebanyakan transportasi dilakukan bukan demi perjalanan itu sendiri,
tetapi untuk melakukan sesuatu di tempat tujuan, misalnya bekerja,
sekolah/kuliah. Transportasi adalah suatu kebutuhan turunan dari kebutuhan
aktivitas. Kedua, pola perjalanan sangat dipengaruhi oleh pola guna lahan. Sifat
dari aktivitas yang diplot diatas lahan tertentu akan menentukan jumlah perjalanan
yang terbangkitkan dari atau tertarik ke lokasi itu.

Beberapa elemen dari keputusan seseorang berkenaan dengan transportasi


mungkin dibuat dibawah sadar, dengan atau tanpa secara simultan, bedasarkan
pemikiran hati-hati ataupun sedikit sekali menggunakan pertimbangan rasional,
diluar dari kebiasaan, dan mungkin tunduk pada perubahan yang terjadi selama
perjalanan. Kemudian dalam metodologi perencanaan dimodelkan terdapat empat-
langkah prosedur yang mengasumsikan pelaku perjalanan mempertimbangkan
empat pertanyaan terurut sebagai berikut :
1. Apakah akan melakukan perjalanan ?
2. Tempat mana yang akan dituju ?
3. Moda transportasi apa yang akan digunakan ?
4. Rute mana yang akan dilalui ?

19
Walaupun ada beberapa orang yang mungkin tidak melakukan pertimbangan
dengan urutan prosedur diatas, tetapi dalam konteks perencanaan jumlah orang
yang ditinjau dapat mencapai ratusan bahkan ribuan pelaku perjalanan.

Hubungan antara guna lahan dan transportasi dapat berlangsung dua arah.
Perjalanan dilakukan seseorang sebagai hasil suatu keputusan untuk pergi ke suatu
tempat guna melakukan suatu kegiatan disana. Perjalanan dilakukan sebagai
respon keputusan pemilik lahan dalam bagaimana menggunakan atau
memanfaatkan lahan mereka. Fasilitas dan layanan transportasi juga suatu respon
terhadap guna lahan, selain dalam rangka antisipasi terhadap lalulintas yang bakal
dihasilkan atau sebagai respon terhadap kebutuhan perjalanan yang tengah
berlangsung. Hubungan ini terjadi juga dalam arah sebaliknya, misalnya
keputusan-keputusan menyangkut guna lahan dipengaruhi oleh fasilitas dan
layanan transportasi yang telah ada atau yang diizinkan.

II.4 Model Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan

Model ini dapat digunakan untuk mencerminkan hubungan antara sistem tata guna
lahan (kegiatan) dengan sistem transportasi (jaringan) dengan menggunakan
beberapa seri fungsi atau persamaan (model matematik). Dengan model ini dapat
diterangkan cara kerja sistem dan hubungan keterkaitan antar sistem secara
terukur. Dalam model ini, hubungan antara sistem tata guna lahan (kegiatan),
sistem prasarana transportasi (jaringan), dan sistem arus lalulintas (pergerakan)
dinyatakan secara matematis.

Daerah kajian dibagi menjadi beberapa zona internal dan zona eksternal, untuk
mencerminkan sistem aktivitas. Jaringan jalan dicerminkan oleh ruas dan simpul,
dimana simpul merupakan persimpangan ruas jalan. Setiap zona diwakili oleh
pusat zona, yang dihubungkan ke jaringan jalan oleh penghubung pusat zona.
Sistem penomoran (integer) pusat zona, zona, simpul dan ruas, akan
memungkinkan pemodelan dan analisa secara matematik serta pemrograman
komputer.

20
II.5 Atribut

Proses pengambilan keputusan individu setelah keputusan melakukan transportasi


diambil, selanjutnya akan dihadapkan pada situasi memilih : tempat tujuan, cara
mencapai atau alat transportasi yang akan digunakan, dan rute atau lintasan yang
akan dilewati. Pada kenyataanya bisa terdapat lebih dari satu bahkan banyak
pilihan. Keputusan biasanya diambil begitu saja oleh individu pelaku perjalanan.
Model transportasi berupaya untuk menggambarkan proses pengambilan
keputusan ini, untuk dapat memperkirakan kebutuhan transportasi pada suatu
tempat. Menurut model individu akan membandingkan diantara alternatif pilihan,
sebelum mengambil keputusan memilih salah satunya. Yang dibandingkan adalah
ciri dari masing-masing alternatif yang kemudian disebut atribut. Sehingga atribut
dapat berupa: atribut tempat, atribut alat transportasi, atribut jalan.

Atribut tempat misalnya: keramaiannya, pemandangannya, kelengkapan prasarana


dan sarananya. Atribut alat transportasi misalnya: ongkos, waktu tempuh
(kecepatan), kemudahan mencapai tempat tujuan akhir, waktu menunggu,
kenyamanan, keamanan. Sedangkan atribut jalan dapat berupa: jarak, hambatan
samping, waktu perjalanan, kenyamanan tikungan, kenyamanan kelandaian
memanjang (naik-turun), ongkos tol.

Nilai atribut dapat berbeda diantara alternatif dan bersamaan dengan itu atribut
dalam pandangan individu dapat berbeda dengan individu lain, antara individu-
individu dan pilihan-pilihan terjadi hubungan bersilangan. Hubungan ini ada yang
dapt dijelaskan secara rasional dan ada yang tidak mudah dijelaskan. Model
berusaha menjelaskan situasi dan proses kompleks hubungan (relasi) antara
individu dalam populasi dengan pilihan-pilihan. Model yang jelas dapat
digunakan untuk memperkirakan situasi dimasa depan dan memberi usulan untuk
mengantisipasinya.

21
II.6 Bangkitan Pergerakan

Dalam perencanaan perlu diperkirakan berapa jumlah perjalanan yang berawal


atau berakhir di setiap lokasi dimana area studi dibagi menjadi beberapa lokasi
yang berupa zona analisis lalulintas. Dalam pengelompokan atau agregasi
perjalanan yang dihasilkan oleh suatu zona pertanyaan urutan pertama pada
prosedur pertimbangan perjalanan individu ‘Apakah akan melakukan perjalanan
?’ dikolektifkan menjadi ‘Berapa perjalanan yang akan dilakukan dari (atau
menuju) zona ini?’. Setiap perjalanan dilakukan untuk tujuan tertentu, di tahap
awal ditentukan tujuan dari perjalanan, standar tujuan perjalanan adalah: bekerja,
sekolah, belanja, rekreasi.

Proses pemodelan mengambil asumsi bahwa jumlah perjalanan yang dilakukan


dari suatu zona tertentu merupakan fungsi dari karakteristik tertentu yang dapat
diukur dari zona itu atau penduduknya. Sebagai contoh, umumnya dapat diterima
bahwa suatu rumah tangga atau keluarga akan menghasilkan jumlah perjalanan
kendaraan pribadi mingguan yang lebih banyak jika memiliki karakteristik:
banyak anggota keluarga berusia batas izin mengemudi, banyak anggota keluarga
yang bekerja, penghasilan tinggi, banyak memiliki kendaraan.

Dengan diawali pengumpulan data yang terkait dengan karakteristik zona atau
karakteristik rumah tangga penduduk zona dalam jumlah sampel yang mencukupi,
perkiraan jumlah bangkitan pergerakan dari tiap zona dapat dilakukan dengan
membuat model regresi linier dengan bentuk seperti persamaan II-1 berikut:

T = a0 + a1 X 1 + a 2 X 2 + ... + a n X n (II.1)

dimana X i adalah suatu faktor yang menjelaskan tingkat perjalanan yang terjadi

dan ai koefisien atau konstanta yang mengubah faktor-faktor ini kedalam jumlah

perjalanan T. Regresi dapat dihitung salah satunya dengan berbasis rumah tangga,
setelah kecukupan sampel rumah tangga untuk setiap zona dipenuhi. Pendekatan
lainnya yang dapat digunakan adalah model klasifikasi silang untuk bangkitan
perjalanan (Fricker, 2004).

22
Analisis regresi untuk bangkitan pergerakan ( T = Oi ) dan tarikan pergerakan

( T = Dd ) dapat dihitung dengan basis zona, dimana variabel terikat pada

pesamaan (II.1) adalah bangkitan atau tarikan dan variabel bebas dicari melalui
analisis regresi-korelasi dengan menggunakan data statistik sosio-ekonomi zona.

II.7 Sebaran Pergerakan

Setelah bisa didapat besaran perjalanan yang dibangkitkan oleh setiap zona,
persoalan selanjutnya adalah menyangkut berapa jumlah perjalanan yang berawal
dari suatu zona akan berakhir di zona tujuan tertentu. Setiap perjalanan memiliki
dua ujung yaitu asal dan tujuan. Pada tahap sebaran pergerakan dua ujung ini
terhubungkan untuk terbentuknya perjalanan terhubung ( Tid ), yang

merepresentasikan jumlah perjalanan yang dibangkitkan di zona i dan tertarik ke


zona d. Jika setiap ujung bangkitan dan ujung tarikan perjalanan telah dapat
ditentukan, sebuah matrik perjalanan dapat terbentuk. Setiap zona memiliki satu
baris dan satu kolom dalam matrik, sel matrik berisi angka yang menyatakan
jumlah perjalanan yang ber-asal atau dibangkitkan dari zona i dan ber-tujuan atau
tertarik ke zona d. Matrik perjalanan disebut juga Matrik Asal Tujuan (MAT),
atau tabel perjalanan (trip table), yang merangkum kebutuhan (demand)
transportasi untuk suatu batasan wilayah (geografis) kajian analisis sistem.

Prosedur standar untuk mengubah total bangkitan ( Oi ) dan tarikan ( Dd ) antar

zona menjadi perjalanan terhubung Tid antara lain Model Gravity. Model Gravity
dikembangkan sesuai dua asumsi mendasar:
- Suatu perjalanan yang dibangkitkan dari zona i adalah lebih besar
kemungkinannya untuk tertarik pada suatu zona tarikan yang memiliki tingkat
atau jumlah tarikan (penarik) yang besar atau tinggi.
- Suatu perjalanan yang dibangkitkan dari zona i adalah lebih besar
kemungkinannya untuk tertarik pada suatu zona tarikan yang lebih dekat ke
zona i.

23
Model gravity analog dengan Hukum Newton tentang gravitasi, dimana gaya
gravitasi antara dua benda adalah perkalian masa dua benda tersebut dibagi
dengan kuadrat jarak antara keduanya. Secara analog dapat dijelaskan bahwa
kemungkinan terjadinya perjalanan terhubung antara dua tempat berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antara dua tempat tersebut, dengan demikian jumlah
perjalanan yang mungkin dihasilkan antara dua tempat berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak antara kedua tempat tersebut. Setiap kendaraan bergerak dengan laju
perjalanan, jika jarak dibagi oleh laju perjalanan akan didapat waktu tempuh
perjalanan. Kemudian pemodelan kebutuhan perjalanan membentuk persamaan
II-2 berikut:

Ad Fid
Tid = Pi (II-2)
∑ Ak Fik
k

dimana Tid adalah jumlah perjalanan yang berangkat dari zona i menuju zona d.

Fid adalah suatu fungsi yang menerangkan keterpisahan zona i dari zona d dan

biasanya disebut faktor waktu perjalanan atau faktor hambatan. Secara normal,
pemisahan antar zona diukur dalam bentuk waktu perjalanan t id . Bentuk yang

paling dikenal dari Fid adalah:

1
Fid = 2
= t id− 2 (II-3)
t id

Bentuk umum dari persamaan (II-3) adalah : Fid = at idb

Untuk dapat membuat suatu distribusi panjang perjalanan dikenal juga fungsi
faktoer hambatan yang disebut Fungsi Tanner, yang bentuknya sebagai berikut:

Fid = at idb e
ct jd
(II-4)

24
Parameter-parameter a, b, dan c digunakan untuk mencocokkan matrik perjalanan
(atau distribusi panjang perjalanan) hasil model dengan hasil observasi lapangan
untuk suatu area studi (Fricker, 2004).

II.8 Pemilihan Moda

Pada suatu waktu dan kondisi seseorang telah memutuskan untuk berangkat ke
suatu tempat guna melakukan suatu aktivitas. Untuk mencapai tempat yang dituju
dihadapi alternatif pilihan dengan menggunakan apa gerakan akan dilakukan.
Gerakan yang paling dasar dan pasti dilakukan adalah berjalan kaki, misalnya
menuju tempat kendaraan yang akan digunakan, untuk penyandang cacata yang
tidak dapat berjalan kaki diperlukan bantuan orang lain dan kendaraan khusus
yaitu kursi roda. Jarak merupakan batasan penggunaan jenis moda. Moda jalan
kaki atau kursi roda bagi penyandang cacat hanya dapat dilakukan atau digunakan
untuk jarak dekat, pilihan berjalan kaki disamping dipengaruhi oleh tujuan
perjalanan pertimbangan pemilihannya dipengaruhi oleh kemampuan kecepatan
berjalan kaki, batasan penghematan tenaga serta batasan penghematan waktu.
Moda kendaraan yang selanjutnya menjadi pilihan dapat kendaraan pribadi atau
kendaraan umum. Ketersediaan kendaraan umum yang bisa dipilih akan
tergantung pada tempat atau kota dimana perjalanan akan dilakukan. Kendaraan
pribadi yang banyak digunakan adalah sepeda motor dan mobil pribadi. Mobil
pribadi akan lebih besar pengaruhnya pada konteks analisis perencanaan jaringan
jalan, dibandingkan sepeda motor, dari sisi perjalanan orang.

Dalam hal penggunaan moda, terdapat sekelompok orang yang tidak memiliki
lebih dari satu pilihan, misalnya karena kelompok ini tidak memiliki kendaraan
pribadi atau dari sisi usia terlalu muda sehingga belum sampai usianya untuk
memiliki surat izin mengemudi atau usianya sudah cukup lanjut dan secara fisik
tidak mungkin mengemudi. Kelompok yang tidak memiliki pilihan ini disebut
captive.

25
Model pemilihan moda didekati dari pilihan orang terhadap utilitas moda, dimana
setiap moda memiliki utilitas yang merupakan gabungan dari atribut-atribut yang
melekat pada moda tersebut. Dengan asumsi terdapat perbedaan pilihan diantara
pengguna transportasi, kemudian dibuat model pemisahan (atau pembagian)
proporsi pengguna untuk moda-moda yang tersedia. Pemisahan penggunaan moda
terbentuk dari perbedaan pilihan terhadap utilitas yang merupakan gabungan dari
atribut-atribut moda-moda yang menjadi pilihan.

Bentuk sederhana dari model utilitas yang sering digunakan dalam analisis
transportasi adalah bentuk linier sederhana seperti persamaan II-5 berikut:
U i = a 0i + a1i X 1i + a 2i X 2i + ... + a ni X ni (II.5)

dimana U i adalah utilitas dari pilihan i, X 1i , ..., X ni adalah atribut yang melekat

pada pilihan i, a1 , ..., a n adalah koefisien dari model, dan a0 adalah konstanta
model.

Dari sisi pilihan pandangan individu, atribut yang dimiliki suatu moda dapat
sesuatu yang ukurannya sama atau mudah diperbandingkan diantara banyak orang
misalnya ongkos, waktu tunggu, waktu dalam kendaraan, dan dapat pula sesuatu
yang ukurannya relatif misalnya keamanan dan kenyamanan. Bentuk dari
kenyamanan yang paling awal terasa oleh pelaku perjalanan biasanya adalah
kemudahan mencapai titik akhir tujuan, dalam hal ini maksudnya adalah sifat dari
pintu ke pintu (dor to dor), atribut ini sulit dimiliki kelompok moda kendaraan
umum tanpa pergantian moda, sedangkan pergantian moda itu sendiri adalah
bentuk dari ketidaknyamaman.

Sifat unik pandangan individu terhadap utilitas pilihan pada kenyataannya dapat
mencakup semua atribut, sebagai akibat dari perbedaan karakteristik individual,
misalnya tingkat pendapatan, sehingga nilai relatif antar individu dapat berbeda
sesuai perbandingan antara harga masing-masing atribut (misalnya ongkos)
dibandingkan terhadap pendapatan. Hal ini dapat berlaku untuk atribut dengan
ukuran waktu. Disamping itu pilihan yang sama dapat dipilih pengguna melalui

26
alasan atau cara berbeda. Jadi setiap individu dapat dikatakan memiliki utilitas
sendiri-sendiri, hal ini merupakan kesulitan bagi pemodelan. Pada pemodelan
kemudian perbedaan ini didekati melalui pengelompokkan (agregasi), dari
perbedaan individu menjadi perbedaan kelas atau kelompok. Model pemilihan
moda diturunkan dengan dasar kecenderungan bahwa setiap orang (yang memiliki
pilihan) akan memilih moda yang terbesar utilitasnya bagi dirinya.

Frickers (2004) menuliskan fungsi utilitas moda seperti pada persamaan II-6
berikut:
U m = a 0 m + a1m X 1m + a 2 m X 2 m + ... + a nm X nm + ε (II.6)

dimana U m adalah utilitas dari moda m, X 1m , ..., X nm adalah atribut yang


melekat atau menjadi ciri pada moda m, yang merupakan variabel terukur yang
membantu menjelaskan bahwa pelaku perjalanan dengan kategori tertentu akan
memilih moda m, misalnya waktu perjalanan dan ongkos. Suku persamaan
a1 X 1 , ..., a n X n pada persamaan (II.5) merupakan utilitas yang dapat diukur

(Vm ) . Sedangkan ε adalah suatu peubah acak untuk memasukan kedalam


hitungan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pelaku perjalanan
dimana faktor-faktor tersebut tidak mudah diukur atau diobservasi.

Peubah acak ε merupakan peubah yang mewakili kekhasan cara pandang


individual yang mempengaruhi keputusan individual. Kesulitan observasi
terhadap peubah ini timbul karena cara pandang individual ini pada kenyataannya
tidak sama dan tidak pasti. Ketidakpastian ini dalam pemodelan dikodekan
melalui model distribusi.

Selanjutnya model pilihan moda yang mudah dan sering digunakan adalah model
pilihan diskret yaitu model logit-multinomial. Model ini bisa didapat melalui
asumsi bahwa faktor ketidakpastian yang mempengaruhi individu dalam
mengambil pilihan keputusannya ( ε ), terdistribusi ( f (ε ) ) sesuai distribusi
Gumbel. Kemudian dengan mengambilnya pada rataan atau nilai harapan sama

27
dengan 0, model pilihan moda menjadi sederhana seperti pada persamaan II.7
berikut:
exp(Vm )
Pm = (II.7)
∑ exp(V j )
j =1, k

dimana Pm adalah probabilitas pelaku perjalanan untuk memilih moda m dari

himpunan moda tertentu yang dapat dipilih, Vm adalah utilitas terukur moda m

dan j = 1, k menyatakan himpunan moda yang dapat dipilih.

Pemodelan pemilihan moda dapat dilakukan pada 4 (empat) jenis posisi tahapan
dalam proses pemodelan untuk analisis sistem transportasi. Pertama, posisi proses
pemodelan pilihan moda melekat pada tahapan menghitung bangkitan pergerakan;
disini pergerakan angkutan umum langsung dipisahkan dengan angkutan pribadi.
Kemudian, setiap moda dianalisis secara terpisah pada model hitungan distribusi
pergerakan yang dilanjutkan model hitungan pembebanan jaringan.

Kedua, pemodelan pilihan moda dilakukan pada urutan kedua setelah didapat
hasil dari hitungan model bangkitan pergerakan, kemudian setelah didapat
hasilnya diteruskan dengan model hitungan sebaran pergerakan lalu setelah itu
dilanjutkan dengan model hitungan pemilihan rute dan pembebanan.

Ketiga, pemodelan pemilihan moda menyatu dengan pemodelan sebaran


pergerakan, yaitu pada tahap kedua setelah didapat hasil dari model hitungan
bangkitan pergerakan, setelah model sebaran dan pilihan moda dilanjutkan
dengan pemodelan pilihan rute dan pembebanan.

Keempat, pemodelan pilihan moda dilakukan pada urutan tahap ketiga setelah
model bangkitan dan model sebaran pergerakan, kemudian dilanjutkan
perhitungan model pemilihan rute dan pembebanan. Empat jenis posisi pemodelan
pilihan moda dalam rangkaian tahapan pemodelan transportasi ini diilustrasikan
oleh Gambar 2.1. (Tamin, 2000).

28
Jenis I Jenis II Jenis III Jenis IV

G-MS G G G

MS

D D D-MS D

MS

A A A A

Keterangan : A = Assignment = pembebanan rute


D = Distribution = sebaran pergerakan
MS = Modal Split = pemilihan moda
G = Trip Generation = bangkitan pergerakan

Gambar II.1 Alternatif Posisi Model Pemilihan Moda


Sumber : Tamin (2000)

II.9 Model Untuk Pilihan

Pemodelan pilihan telah dibuat menjadi model distkrit untuk digunakan dalam
situasi dimana individu harus memilih dari set alternatif pilihan tertentu. Model
ini dikembangkan melalui kerangka teori utilitas acak. Secara umum postulat dari
model pilihan diskrit adalah bahwa probabilitas individu menentukan pilihan dari
set alternatif pilihan dipengaruhi oleh atau merupakan merupakan fungsi dari
karanteristik sosial-ekonomi individu dan bandingan kemenarikan antar pilihan.

29
Untuk memprediksi bahwa suatu alternatif akan terpilih, nilai utilitasnya harus
dapat dibedakan dari pilihan-pilihan alternatif dan ditransformasikan kedalam
suatu nilai probabilitas antara 0 dan 1. Terdapat beberapa transformasi matematis
yang dapat digunakan yang secara tipikal tujuan penerapannya adalah untuk
mendapatkan penggambaran kurva bentuk S, antara lain: Logit dan Probit.

Logit:
exp(V1 )
P1 =
exp(V1 ) + exp(V1 )

Probit:
⎧⎪ 1 ⎡⎛ x ⎞ 2 2 ρx x ⎛ x ⎞ 2 ⎤ ⎫⎪
exp⎨− ⎢⎜⎜ 1 ⎟⎟ − 1 2
+ ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⎥ ⎬
⎪⎩ 2(1 − ρ ) ⎢⎣⎝ σ 1 ⎠ σ 1σ 2 ⎝ σ 2 ⎠ ⎥ ⎪
2

V2 −V1 + x1 ⎦⎭
P1 = ∫ ∫ dx 2 dx1
−∞
−∞
2πσ 1σ 2 (1 − ρ 2 )

dimana matrik kovariansi distribusi normal yang berkaitan dengan model probit
memiliki bentuk:
⎛ σ 12 ρσ 1σ 2 ⎞
∑ = ⎜⎜ ρσ σ σ 22


⎝ 1 2 ⎠

Model pilihan diskrit tidak dapat dikalibrasi dengan teknik pendekatan kurva
standar yang umum dipakai, karena peubah tidak-bebasnya Pi adalah probabilitas
yang tidak teramati (antara 0 dan 1) dan pengamatan-pengamatan adalah pada
pilihan-pilihan para individu (baik 0 maupun 1); pengecualian dari hal ini adalah
model-model untuk kelompok individual yang homogen, atau dimana perilaku
setiap individu telah tercatat dalam beberapa kali, sebab frekuensi pilihan yang
telah teramati juga merupakan variabel antara 0 dan 1.

Sifat model pilihan diskrit dirangkum sebagai berikut:


1. Model demand disagregat berbasis pada teori perilaku individual dan tidak
merupakan suatu jenis apapun dari analogi-fisikal. Sebagai suatu upaya yang

30
dibuat untuk menjelaskan perilaku individual, sebagai bentuk keuntungannya
dibanding model lain model ini lebih memungkinkan untuk stabil (atau
memiliki keluwesan untuk ditransfer) terhadap waktu dan tempat.
2. Model demand disagregat diestimasi dengan menggunakan data individual
sehingga memiliki implikasi berikut:
• lebih efisien dalam hal penggunaan informasi; titik data yang diperlukan lebih
sedikit dimana seseorang dan pilihan-pilihannya dapat digunakan sebagai
suatu observasi terhadap banyak variabel yang akan diamati, sedangkan dalam
pemodelan agregat satu hasil observasi adalah merupakan rata-rata dari
banyak (kadang ribuan) individu.
• dengan menggunakan data menyangkut seorang individu maka semua
keragaman yang melekat pada dirinya dapat dimanfaatkan sebagai informasi.
• model demand disagregat dapat saja, prinsipnya, digunakan untuk suatu
tingkatan agregasi, tetapi walaupun dapat terjelaskan proses agregasi ini tidak
trivial (tidak berlaku sebaliknya, dimana sifat yang telah ditentukan sebagai
ciri kelompok tidak langsung dapat diuraikan atau dicari kebalikannya untuk
menemukan individu-individu dengan ciri tersebut), kejelasan yang dimaksud
adalah bahwa dapat ditentukan ada beberapa orang atau individu yang
memiliki karakteristik serupa dengan individu yang diamati atau diobservasi.
Penentuan ini mengikuti suatu sifat alam yang logis dan dapat dijelaskan
secara statistik dengan suatu tingkat kepercayaan tertentu.
• model demand disagregat kecil kemungkinan terkena bias dari korelasi antar
unit agregat. Model yang didekati dengan model agregat berbasis zona
misalnya untuk model bangkitan pergerakan, mengandung persoalan dalam
proses agregasinya yaitu bahwa ada perilaku individu yang tersembunyikan
oleh karakteristik zona yang tak teridentifikasi; hal ini dikenal sebagai korelasi
ekologi.
3. Model disagregat adalah probabilistik; selanjutnya melalui hasil berupa
probabilitas untuk memilih masing-masing alternatif dengan tidak
mengindikasikan siapa yang telah memilih, penggunaan hasil model ini harus
dilakukan melalui konsep probabilitas sebagai berikut:

31
• jumlah orang yang diharapkan menggunakan suatu pilihan perjalanan tertentu
sama dengan penjumlahan dari tiap probabilitas individual memilih alternatif
itu:
N i = ∑ Pin
n

• Secara terpisah dapat dimodelkan suatu set keputusan yang independen


dengan mempertimbangkan masing-masing keputusan sebagai suatu pilihan
kondisional; kemudian probabilitas resultannya didapat dengan perkalian
sehingga dihasilkan probabilitas gabungan untuk set keputusan tersebut,
seperti berikut:
P ( f , d , m, r ) = P ( f ) P (d / f ) P (m / d , f ) P (r / m, d , f )
dengan f = frekuensi, d = tempat tujuan; m = moda; r = rute
4. Koefisien dari peubah penjelas V yang tercakup dalam model bisa didapat dari
proses estimasi. Dalam prinsip, fungsi utilitas (utility function)
memungkinkan munculnya beberapa buah dan dengan masing-masing jenis
dari peubah penjelas, hal ini berlaku sebaliknya didalam konsep biaya
gabungan (generalised cost) dimana dari awal peubah-peubahnya ditentukan
atau dibatasi demikian juga dengan parameternya ada beberapa yang
ditentukan dari awal pemodelan. Hal ini mengandung implikasi sebagai
berikut:
• Model demand disagregat memberikan kemungkinan untuk
mempertimbangkan peubah-peubah tertentu yang perlu dimasukan sesuai
kebijakan dan tujuan suatu studi.
• koefisien-koefisien daripeubah-peubah penjelas memiliki interpretasi
langsung utilitas marginal, misalnya merepleksikan tingkat kepentingan
relatif dari masing-masing atribut.

II.9.1 Kerangka Teori Utilitas Acak

Kerangka teori utilitas acak adalah dasar bagi pembangkitan model pilihan diskrit.
Untuk membangkitkan model ini disusun tahapan postulasi dengan memasukan

32
asumasi atau mengawali pembangkitan dengan suatu kondisi yang mengarahkan
pada jalan penurunan model.

Pada tahap pertama diambil suatu kondisi dimana terdapat kumpulan individu
yang homogen Q, yang dianggap selalu menggunakan keputusan rasional sesuai
informasi lengkap yang dimilikinya, sehingga selalu mengambil keputusan untuk
menentukan satu pilihan dari pilihan-pilihan yang ada dengan jalan
memaksimumkan utilitas personalnya terhadap batasan-batasan: peraturan, sosial,
sosial, fisik dan/atau pengalokasian sumber daya (baik waktu maupun uang).
Utilitas personal ini unik bagi setiap individu, tetapi terdapat kemungkinan adanya
peubah generik yang menjadi komponen utilitas beberapa individu.

Tahap kedua adalah diumpamakan tersedia himpunan alternatif


A = {A1 ,..., A j '..., AN } dan himpunan X vektor-vektor dari atribut-atribut bagi tiap

individu terhadap tiap alternatif yang terukur. Setiap individu q secara alami
memiliki (diberkati) atribut x ∈ X dan secara umum dihadapkan pada set pilihan
A(q ) ∈ A . Untuk meneruskan pembahasan perlu diasumsikan bahwa set pilihan
telah ter’nominasi’ melalui suatu cara.

Postulat dari tahap tiga adalah bahwa setiap pilihan A j ∈ A telah menyatukan

suatu utilitas tersendiri U jq untuk q individual. Pemodel sebagai pengamat sistem,

tidak mempunyai informasi lengkap tentang semua elemen-elemen yang


dipertimbangkan oleh individu dalam membuat keputusan; untuk itu, pemodel
mengasumsikan bahwa U jq dapat ungkapkan melalui dua komponen:

• komponen yang dapat diukur, sistematik atau dapat diungkapkan V jq yang

merupakan fungsi dari atribut terukur x; dan


• komponen acak ε jq yang merepleksikan kesalah-dugaan dan selera khusus

dari setiap individu, bersamaan dengan kesalahan pengukuran tau observasi


yang dilakukan pemodel. komponen ini biasa disebut juga gangguan
(disturbances).

33
Rangkuman postulasi dituliskan dalam persamaan linier berikut:
U jq = V jq + ε jq (II.8)

yang memungkinkan pembahasan dua ‘ketidak-rasionalan’ yang nyata menjadi


dapat dijelaskan: bahwa dua individual dengan atribut-atribut yang sama
dihadapkan pada set pilihan yang sama akan memilih opsi yang berbeda, dan
bahwa beberapa individumungkin tidak selalu akan memelih alternatif terbaik
(dalam sudut pandang pertimbangan terhadap atribut-atribut menurut pemodel).

Supaya penguraian dengan persamaan (II.8) benar dibutuhkan homogenitas


tertentu dari populasi yang menjadi objek kajian. Secara prinsip, diperlukan
bahwa semua individu berbagi suatu set alternatif yang sama dan menghadapi
batasan-batasan yang sama, dan untuk mencapai hal ini dibutuhkan pemisahan
segmen pasar.

Meskipun diungkapkan V adalah suku yang dapat dijelaskan, terkandung subkrip


q karena suku ini merupakan fungsi dari atribut-atribut x dan fungsi ini akan
bervariasi dari individu ke individu. Demikian juga, tanpa kehilangan
keberlakuannya secara umum, dapat diasumsikan bahwa suku-suku ε merupakan
variabel-variabel acak dengan rataan (mean) sama dengan 0 dan terdistribusi
dengan suatu distribusi probabilitas tertentu yang akan dicari atau ditentukan. Jika
dilakukan pendekatan model koefisien tetap (fixed coefficients model) dapat
dirumuskan:
V jq = ∑ θ kj x jkq (II.9)
k

dimana parameter-parameter θ diasumsikan menjadi konstan untuk semua


individu tetapi bervariasi diantara alternatif-alternatif.

Penting untuk ditekankan adanya dua sudut pandang dalam merumuskan


persoalan diatas: pertama, adalah sudut pandang individu yang dengan tenang saja
memberikan bobot pada setiap elemen yang menarik (tanpa pengacakan) dan
memilih opsi yang paling disukainya; kedua adalah sudut pandang pemodel yang

34
dengan mengamati hanya sebagian dari elemen-elemen tersebut membutuhkan
gangguan ε untuk menjelaskan adanya pengaruh perbedaan perilaku individual
terhadap komponen V yang akan diperhitungkan.

Postulasi keempat adalah bahwa individu q memilih alternatif dengan utilitas


maksimum, jadi, individu memilih A j jika dan hanya jika:

U jq ≥ U iq , ∀Ai ∈ A(q) (II.10)

jadi
V jq − Viq ≥ ε iq − ε jq (II.11)

Persoalan persamaan (II.8) tidak mungkin diselesaikan dengan pemenuhan


batasan persamaan (II.10) selama analis mengabaikan ( ε iq − ε jq ). Sehingga,

probabilitas memilih A j diberikan oleh:

Pjq = Pr ob{ε iq ≤ ε jq + (V jq − Viq ), ∀Ai ∈ A(q)} (II.12)

dan selama distribusi dari gangguan ε tidak diketahui, adalah tidak


memungkinkan sampai tahap ini untuk menurunkan suatu ekspresi analitik dari
model. Tetapi sampi tahap ini, sudah dapat diketahui bahwa gangguan adalah
suatu peubah acak dengan suatu distribusi tertentu yang dapt dituliskan kembali
oleh f (ε ) = f (ε 1 ,..., ε N ) . Secara pintas, misalkan saja bahwa distribusi dari U
yaitu f(U), adalah serupa tapi dengan rataan berbeda. Dengan kata lain distribusi
utilitas alternatif bagi setiap individu mengikuti suatu distribusi yang serupa
tetapi rataannya berbeda (misalnya setiap alternatif cenderung mempunyai utilitas
V, dan cenderung tidak 0). Sehingga, persamaan (II.12) dapat dituliskan kembali
secara lebih ringkas, sebagai:
Pjq = ∫ f (ε )dε (II.13)
RN

dimana
⎧⎪ε iq ≤ ε jq + (V jq − Viq ), ∀Ai ∈ A(q)
RN = ⎨
⎪⎩V jq + ε jq ≥ 0

35
bentuk model berbeda mungkin dibangkitkan tergantung pada pola distribusi
gangguan ε .

Kelas penting dari model-model utilitas acak adalah yang dibangkitkan melalui
fungsi-fungsi utilitas yang bersifat terdistribusi bebas dan identik (independent
and identically distributed/IID). Dalam kasus ini f (ε ) dapat diuraikan kedalam:

f (ε 1 ,..., ε N ) = ∏ g (ε n ) (II.14)
n

dimana g (ε N ) adalah distribusi utilitas yang berhubungan dengan opsi An , dan


ekspresi umum yang dinyatakan persamaan (II.13) menyempit jadi:
∞ V j −Vi +ε j
Pj = ∫ g (ε j )d (ε j )∏ ∫ g (ε i )dε i (II.15)
−∞ −∞
i≠ j

dimana dalam hal ini walaupun sedikit tidak konsisten, rentang dari kedua integral
diperpanjang sampai − ∞ dengan tujuan agar kedua integral dapat ditemukan
solusinya. Persamaan (II.15) dapat pula diekspresikan sebagai:

Pj = ∫ g (ε j )dε j ∏ G (ε j + V j − Vi ) (II.16)
−∞
i≠ j

dengan

G ( x) = ∫ g ( x)dx
−∞

banyak upaya telah dilakukan untuk mencari bentuk-bentuk yang cocok untuk g
agar persamaan (II.16) dapat ditemukan solusinya. Yang banyak diusulkan untuk
ini adalah distribusi Gumbel seperti dikemukan oleh Ben-Akiva (1985) dan
Ortuzar (1995).

Penerapan model utilitas acak yang diturunkan ini perlu ditinjau terhadap
kecocokan antara sifat distribusi dari objek yang dimodelkan dengan asumsi yang
mendasari penurunan model utilitas acak kelas ini yaitu: bahwa fungsi-fungsi
utilitas terdistribusi bebas (satu sama lain) dan identik (bentuk distribusi satu sama
lain), sehingga dengan adanya dua syarat dapat digambarkan kemungkinan pada
Tabel II.1 berikut:

36
Tabel II.1 Sifat Distribusi Fungsi Utilitas Antar Alternatif Pilihan
Sifat Distribusi Fungsi Utilitas
(Antar Alternatif Pilihan) Bebas (Independent)
Ya Tidak
Identik (Identical) Ya Konsisten Melanggar
Tidak Melanggar -

Dari Tabel 2.1 dapat terlihat bahwa terdapat 2 kemungkinan pelanggaran terhadap
kecocokan antara model dan kondisi objek (situasi pilihan) dimana model akan
diterapkan, yaitu:
1. identik tetapi tidak bebas
2. bebas tetapi tidak identik

II.9.2 Model Multinomial

Dapat diungkapkan kembali bahwa situasi pilihan yang mungkin dihadapi setelah
keputusan untuk bergerak harus diambil adalah yang pertama hanya ada satu
pilihan, disebut captive, yang kedua adalah tersedia dua pilihan yang kemudian
dimodelkan menjadi model dua pilihan (biner), dan selanjutnya situasi dimana
bisa terdapat lebih dari dua pilihan. Dalam situasi terakhir ini jumlah pilihan
banyak. Kemudian dari sejumlah banyak pilihan di’nominasi’ menjadi sejumlah
pilihan yang lebih dari dua, pilihan yang ternominasi menjadi set atau himpunan
pilihan yang dihadapi individu.

Model analitik dapat diturunkan untuk menentukan proporsi bagi produk pertama
dan produk kedua dalam situasi terdapat dua pilihan. Untuk situasi ini bisa
digunakan dua jenis model yaitu logit-biner dan probit-biner.

Selanjutnya untuk situasi banyak pilihan proses pemodelan menominasi pilihan-


pilihan menjadi set pilihan (pilihan-banyak) sehingga bisa dilakukan analisis.

37
Model yang diturunkan untuk situasi ini adalah model pilihan nominasi-banyak
yang sering disebut model pilihan multinomial.

Model pilihan multinomial yang sering digunakan adalah model logit-


multinomial, selain model ini ada juga model logit-berhierarki yang disebut juga
hierarchical multinomial atau nested multinomial, dan model probit-multinomial.
(Ortuzar, 1994). Pada model logit-berhierarki pembandingan alternatif
diasumsikan dilakukan secara berjenjang dimana antar alternatif dari jenjang tidak
setingkat tidak langsung diperbandingkan, jika prosedur ini dilanggar hasil
pembagian proporsi bisa menjadi tidak realistis.

Model Logit-Multinomial

Model logit-multinomial dapat diturunkan dari asumsi bahwa komponen acak


(gangguan ε ) dari utilitas mengikuti distribusi nilai ekstrim type I yang disebut
pula distribusi Gumbel, antar alternatif distribusi adalah identik (Gumbel) dengan
rataan berbeda, dan antar distribusi antar alternatif saling bebas.

Fungsi distribusi gangguan dapat dituliskan menjadi:


[
F (ε ) = exp − e − μ (ε −η ) , ] σ >0 (II.17a)
dan fungsi kepadatan probabilitas gangguan menjadi:
[
f (ε ) = μe − μ (ε −η ) exp − e − μ (ε −η ) ] (II.17b)
dimana fungsi ini mempunyai sifat-sifat bawaan: parameter lokasi yang adalah
sama dengan modus η , rataan adalah ε = η + (γ / μ ) , dan variansinya adalah

π2
, γ adalah konstantan Euleur (~0,577...). Variansi biasa dinyatakan sebagai
6μ 2
kuadrat dari simpangan baku.

38
Untuk tujuan menuliskan postulasi model logit-multinomial Ortuzar (1995)
memisalkan ada suatu koefisien β yang disebar (asumsi merata) pada semua
suku persamaan komponen terukur V dari persamaan utilitas untuk mewakili
gangguan. Kemudian koefisien β ini diberi ada hubungan (relasi) dengan deviasi

π2
standar (simpangan baku) . Sehingga kemudian dapat dituliskan postulasi
6μ 2
model logit-multinomial (model pilihan banyak-nominasi dengan
menggunakan pendekatan logit) sebagai berikut:
exp( β Viq )
Piq = (II.18)
∑ A ∈A( q )
j
exp( β V jq )

untuk distribusi dengan satu simpangan baku β dengan nilai sama dengan 1
menjadi:

exp(1 × Viq ) exp(Viq )


Piq = = (II.19)
∑ A ∈A( q )
j
exp(1 × V jq ) ∑ A ∈A( q )
j
exp(V jq )

persamaan (II.19) ini serupa dengan persamaan (II.7) yang sudah dikhususkan
untuk situasi pilihan moda. Dua persamaan ini menjadi sederhana melalui
pengambilan 2 (dua) asumsi berbeda:
π
• persamaan II.18 dengan asumsi: satu simpangan baku ( )⇒β=1
σ 6
• persamaan II.7 dengan asumsi: diambil ε pada nilai rataannya ε = 0,
sehingga fungsi utilitas (menjadi) tidak memperhitungkan komponen acak.

Sifat Logit
Model logit mengandung aspek sifat bebas dari alternatif yang tak-relevan
(independence from irrelevant alternatives property/IIA). Sifat ini terkait
dengan pengaruh munculnya alternatif pilihan baru terhadap set pilihan yang telah
ada sebelumnya. Hasil akhir pembagian porsi pemilih untuk set pilihan yang telah
sebelumnya merupakan fungsi dari atribut tertentu dari masing-masing alternatif

39
pada set pilihan tersebut. Pengaruh adanya penambahan alternatif terhadap
pembagian porsi pilihan akan sangat tergantung dari dengan alternatif yang mana
alternatif baru ini relevan untuk saling berbagi pemilih. Jika antara atribut dari
salah satu alternatif yang telah ada pada set semula tidak relevan untuk
diperbandingkan dengan atribut dari alternatif baru yang menambah set pilihan,
maka proporsi pemilih salah satu alternatif yang telah ada tadi cenderung bebas
dari pengaruh munculnya alternatif baru. Alternatif baru akan mendapatkan porsi
pemilih terutama dari proses berbagi dengan alternatif lainnya dari set pilihan
semula yang atribut atau ‘sub-atribut’nya relevan.

Pendekatan Logit Pilihan Rute

Situasi pilihan rute (dilihat dari suatu titik persimpangan jalan) dapat didekati
dengan konsep utilitas acak dan probabilitas kondisi. Probabilitas kondisi
misalnya dikaitkan dengan: kesempatan atau ‘saat-diskrit’ (occasion) waktu t
dimana situasi dihadapi, sebaran tingkat informasi yang dimiliki diantara
pengguna jalan tentang kondisi jaringan jalan, atau sebaran apa saja yang terjadi
diantara para pengguna jaringan jalan terhadap utilitas jalan yang dapat
dijelaskan oleh terminologi komponen acak (gangguan) ε . Dengan sedikit
modifikasi pada persamaan (II.17) ekspresinya dapat dituliskan sebagai berikut:
exp( β Viqt )
Piqt = (II.20)
∑ A j ∈A( q )
exp( βV jqt )

, persepsi pengguna terhadap utilitas produk (jalan) dimana persepsi ini dapat
merupakan pembobotan yang dianut secara individual terhadap atribut produk
tersebut. Fungsi utilitas acak untuk dapat menjelaskan hubungan individu i
dengan alternatif j dapat dituliskan sebagai:
U ij = Vij ( y i , w j ) + ε ij (II.21)

Untuk dapat dilakukan proses tinjauan analitik dengan menggunakan model


statistik dipertimbangkan asumsi bahwa komponen deterministik Vij adalah suatu

fungsi linier dari atribut-atribut alternatif w j dan atribut-atribut individu y i .

Sehingga dengan asumsi tadi dapat diuraikan bahwa Vij ( y i , w j ) = β ' X ij , dimana

40
X ij = ( xij1 , xij 2 ..., xijk )' adalah vektor dari karakteristik-karakteristik individual I

dan atribut-atribut dari alternatif j, sedangkan β adalah vektor yang terdiri dari
koefisien-koefisien. Vektor koefisien β merepleksikan sebaran apa saja dari
individu dalam populasi, yaitu sebaran sesuatu yang berkaitan dengan persepsi
individual dalam populasi (demand) terhadap sistem supply dalam situasi pilihan
rute (tergantung batasan kajian, minimal sub sistem sistem jaringan jalan, dan bisa
termasuk sub sistem beban lalulintas berikut subsistem teknologi informasinya).

Kemudian diumpamakan penerapan asumsi:


• komponen acak dari utilitas-utilitas (gangguan ε ij ) untuk alternatif berlainan

terdistribusi Gumbel (Persamaan II.17), bebas, dan identik


• faktor lokasi dari distribusi Gumbel η diambil nilai 0 sehingga sebaran
‘sesuatu’ yang terjadi diantara pemilih menjadi:
[
f (ε ) = μe − με exp − e − με ]
artinya terdapat sebaran dari ε dengan parameter sebaran μ dengan variansi

π2
dan rataan sebaran menjadi:
6μ 2
ε =γ /μ,
dimana konstantan Euleur γ ~ 0,577... sehingga ε ~ 0,557... / μ .

Dengan adanya sebaran ‘sesuatu’ (bisa berkaitan dengan persepsi) diantara


pemilih dengan parameter sebaran μ ini, vektor utilitas dapat diekspresikan:
μV j = μ ( β ' X ) = ( μβ 0 + μβ1 + μβ 2 + ... + μβ k ) (II.22)

Pendekatan logit untuk situasi pilihan dimana pengemudi i = 1, 2, ...., I memilih


satu rute diantara alternatif j = 1,2,..., J yang disediakan jaringan jalan, untuk
kesempatan t = 1,2,....,T, menjadi dapat dituliskan dengan ekspresi sebagai
berikut:

41
⎧ ⎛ K
⎞⎫
exp⎨μ i ⎜ β 0 j + ∑ β k xijkt ⎟⎬
Pit ( j ) = ⎩ ⎝ k =1 ⎠⎭
(II.23)
J
⎧ ⎛ N
⎞⎫
∑ exp⎨μ i ⎜ β 0l + ∑ β k xilkt ⎟⎬
l =1 ⎩ ⎝ l =1 ⎠⎭

dimana:
Pit ( j ) = probabilitas bahwa pengemudi ke i memilih rute j pada kesempatan t

(i = 1,2,..., I ; j = 1,2,..., J ; t = 1,2....T )


X ijkt = nilai dari faktor ke k untuk rute j yang dihadapi pengemudi i pada

kesempatan t
β oj = bagian intersep yang merepresentasikan ciri dalam rute j

β k = koefisien respon untuk faktor ke k (k = 1,2, ..., K)


μ i = angka skala bagi pengemudi i untuk distribusi Gumbel

Dapat dilihat jelas dari persamaan (II.23) bahwa parameter μ i adalah khas
secara individual. Untuk dapat mengestimasi parameter dengan konsisten terhadap
pengambilan asumsi distribusi Gumbel tentu akan diperlukan pengamatan yang
banyak terhadap tiap individu pengemudi, pekerjaan ini akan sulit terpenuhi.

Salah satu solusi persoalan estimasi parameter μ ini bisa didapat dengan
menggunakan suatu peubah acak- μ , dimana parameter tingkat-mikro μ
diasumsikan terdistribusi acak diantara individu-individu dengan suatu distribusi
probabilitas G ( μ ) .

Untuk suatu individual tertentu i, paremeter μ i diumpamakan sebagai realisasi

dari G ( μ ) . Kondisional menyangkut nilai dari μ , probabilitas dari pengemudi


memilih rute j pada kesempatan t yang tergambar acak bisa didapat dari:

42
⎧ ⎛ K
⎞⎫
exp⎨μ ⎜ β 0 j + ∑ β k xijkt ⎟⎬
Pt ( j μ ) = ⎩ ⎝ k =1 ⎠⎭
(II.24)
J
⎧ ⎛ J
⎞⎫
∑ exp⎨μ ⎜ β 0 j + ∑ β t xilkt ⎟⎬
t =1 ⎩ ⎝ l =1 ⎠⎭
Untuk individual yang tergambar acak, probabilitas tidak-kondisional dari
pemilihan alternatif j pada kesempatan t akan menjadi:
Pt ( j ) = ∫ Pt ( j μ )dG ( μ ) (II.25)

Untuk mengestimasi parameter-parameter, dapat diambil asumsi suatu parametrik


tertentu yang membentuk distribusi G ( μ ) . Kemudian dengan suatu asumsi
ditribusi bagi G ( μ ) (misalnya distribusi normal dengan rataan 0 dan variansi σ )
kecocokan model dapat dikalibrasi menggunakan metoda kemiripan maksimum
untuk mengestimasi vektor koefisien β .

Hubungan Ruas Dalam Rute

Biasanya dilakukan pendekatan bahwa ruas jalan dalam jaringan jalan terbentuk
oleh adanya persimpangan antar jalan berbeda arah. Ruas jalan adalah potongan
jalan yang dibentuk oleh adanya persimpangan. Dari titik mana situasi pilihan
akan ditinjau merupakan persoalan pendekatan untuk memodelkan pilihan. Secara
potensial keputusan dapat dilakukan pada setiap titik persimpangan.

Gabungan ruas-ruas yang dilewati membentuk rute (route) atau lintasan (path).
Sehingga utilitas rute U R merupakan gabungan utilitas ruas u r . Dengan asumsi
bentuk fungsi utilitas serupa, hubungan linier utilitas rute dan utilitas ruas dapat
dekspresikan:
U R = ∑ ur (II.26)
r∈R

43
Model Probit

Model ini diawali asumsi bahwa komponen-komponen acak dari fungsi-fungsi


utilitas masing-masing terdistribusi menurut distribusi normal. Alasan pengabilan
asumsi ini adalah karena distribusi normal dianggap dapat digabungkan, dan
cukup dekat bila gabungannya diasumsikan melalui transformasi linier. Fungsi
kepadatan distribusi gabungan dari komponen acak diasumsikan merupakan
fungsi distribusi normal dengan banyak-variat (multivariate normal /MNV
function).

Distribusi normal banyak variansi adalah pengembangan multinomial dari fungsi


kepadatan distribusi normal yang telah dikenal, untuk menggambarkan distribusi
dari vektor komponen acak fungsi utilitas ε = (ε 1 , ε 2 ,..., ε J ).

Distribusi gabungan ini dicirikan oleh vektor rataan μ = ( μ1 , μ 2 ,..., μ J ) dan

matrik variansi gabungan Σ , dengan ukuran ( J × J ) serta bersifat nonsingular,


simetris, positip, definite:
⎛ σ 12 σ 12 L σ 1J ⎞
⎜ ⎟
⎜ σ 21 ⎟
Σ=⎜
⎜ M M ⎟⎟
⎜σ K σ J2 ⎟⎠
⎝ J1

jika hanya ada dua alternatif dalam set pilihan, maka akan hanya ada dua
distribusi normal yang digabungkan, maka vektor rataan adalah μ = ( μ1 , μ 2 ) , dan
variansi gabungan:
⎛ σ 2 σ 12 ⎞
Σ = ⎜⎜ 1 ⎟
2 ⎟
⎝ σ 21 σ 2 ⎠
Matrik variansi gabungan dari distribusi normal banyak-variansi sering
diekspresikan dalam suatu bentuk baku sebagai matrik korelasi, ρ . Elemen matrik

diisi oleh hasil persamaan ρ jl = σ 2jl / σ j σ l , ∀j , l dimana ρ jl telah dikenal

sebagai koefisien korelasi.

44
Suatu vektor-acak-J (panjang vektor atau jumlah elemen = J) , dinamai X, adalah
terdistribusi normal banyak-variat (MNV) jika fungsi kedapatannyan f x (x )
diberikan oleh:

f x ( x) = (2μ Σ )
−K / 2
[
exp − 0,5( x − μ ).Σ −1 .( x − μ ) T ]
pernyataan ini sering diekspresikan dengan X~MNV( μ , Σ ), dimana vektor- rataan
adalah nilai ekspektasi dari vektor-acak X, ditulis μ = E [ X ] dan Σ = cov[X ] .
Elemen-elemen diagonal matrik Σ adalah variansi-variansi dari elemen-elemen
vektor-acak X, sedangkan elemen-elemen selain elemen diagonal
mengekspresikan variansi gabungan antara elemen-elemen matrik Σ .

Seperti telah dituliskan diatas sifat penting dari distribusi MNV adalah dapat
didekat melalui transformasi linier, artinya bahwa suatu transformasi linier dari
suatu vektor-acak terdistribusi normal membangkitkan sebuah vektor-acak baru
yang juga terdistribusi normal.

Urutan transformasi dapat dituliskan dengan mengawali Y = (Y1 ,..., YL ) adalah


suatu vektor-acak - L yang di’relasi’kan ke X melalui suatu transformasi linier.
Dengan kata lain:
Y = X .m + b (II.27)

dimana m adalah suatu matrik konstanta berukuran (J × L ) dan b adalah vektor


L -konstanta. Vektor Y adalah suatu variabel acak. Vektor rataan dari Y, E[Y],
diberikan oleh:
E [Y ] = μ .m + b (II.28)
dimana μ = E [X ] . Matrik variansi gabungan dari Y, cov[Y ], diberikan oleh:

cov[Y ] = m T .Σ.m (II.29)

dimana Σ = cov[X ] . Karena E [Y ] adalah suatu vektor- L dan cov[Y ] adalah suatu
matrik yang diharapkan berukuran L × L .

45
Jika X adalah skalar, akan terdistribusi normal dengan fungsi kepadatan diberikan
oleh:

1 ⎡ (x − μ)2 ⎤
f x ( x) = exp ⎢− ⎥ (II.30)
2μσ ⎣ 2σ 2 ⎦

dimana μ adalah rataan dan σ 2 adalah variansi dari X . Transformasi linier


(melalui pembagian oleh σ , atau satu deviasi standar):
1 1
Z= X− μ (II.31)
σ σ
akan menghasilkan variabel-acak, dengan rataan (0) nol dan variansi 1 (kuadrat
dari 1 adalah 1, artinya satu deviasi standar). Variabel Z telah dikenal sebagai
variat normal standar.

Fungsi distribusi kumulatif dari suatu variat normal tidak dapat diekspresikan
dengan pendekatan satu persamaan. Dengan menggunakan transformasi
persamaan (II.27) distribusi kumulatif ini dapat diekspresikan dalam terminologi
dari suatu distribusi untuk variat normal standar, dikenal sebagai kurva normal
standar:
z 1 ⎛ −ω2 ⎞
Φ( z ) = ∫ exp⎜⎜ ⎟⎟dω (II.32)
−∞ 2 μ
⎝ 2 ⎠

dimana z adalah nilai dimana variabel acak Z bisa didapat dengan percobaan.
Nilai dari Φ(z ) untuk berbagai nilai z pada interval − ∞ < z < ∞ adalah nilai
yang kemudian diupayakan ditabelkan, telah banyak dikenal sebagai tabel z
distribusi normal.

Jika terdapat suatu situasi pemilihan dimana pemilih dihadapkan pada set pilihan
J , dengan fungsi utilitas U j = V j + ε j , ∀j ∈ J . Kemudian diasumsikan vektor

komponen acak (gangguan) utilitas ε = (ε 1 ,..., ε j ) adalah terdistribusi MNV

dengan vektor rataan 0 dan matrik variansi gabungan adalah Σ . Probabilitas


bahwa alternatif ke-j dipilih, Pj , diberikan oleh:

46
Pj = Pr(U j ≥ U l , ∀l ∈ J ) (II.33)

dengan substitusi fungsi utilitas didapat:


Pj = Pr(ε l ≤ V j − Vl + ε k , ∀l ∈ J ) (II.34)

Persamaan (II.29) mencakup suatu perhitungan fungsi kumulatif distribusi MVN,


yang tidak dapat terevaluasi dalam bentuk yang disederhanakan; karena
persamaan itu mencakup integral lipat dengan dimensi J − 1 , sulit untuk
dipecahkan terutama untuk J yang besar atau situasi banyak pilihan. Pendekatan
solusi dapat dilakukan dengan pendekatan Clark, atau dengan metoda simulasi
Monte Carlo (Sheffi, 1985).

Untuk situasi terdapat hanya 2 (dua) pilihan dimana fungsi utilitasnya dinyatakan
oleh U = (U 1 , U 2 ) , dengan U 1 = V1 + ε 1 dan U 2 = V2 + ε 2 . Distribusi vektor
komponen acak (gangguan) diberikan oleh:
ε ~ MVN ( μ , Σ)
diambil rataan μ = 0
ε ~ MVN (0, Σ)
dimana vektor gangguan ε = (ε 1 , ε 2 ), vektor rataan distribusi gangguan μ = (0,0)

⎛ σ 2 σ 12 ⎞
dan Σ = ⎜⎜ 1 ⎟ , probabilitas untuk memilih alternatif pertama adalah:
2 ⎟
σ
⎝ 21 σ 2 ⎠

P1 = Pr[(V1 + ε 1 ) ≥ (V2 + ε 2 )]
= Pr[(ε 2 − ε 1 ) ≤ (V1 − V2 )] (II.35)

Mengacu pada karakteristik peringkasan-bentuk dari distribusi normal banyak-


variat MVN, maka ( ε 2 − ε 1 ) adalah variabel acak terdistribusi normal dengan

rataan nol dan variansi σ 2 = σ 12 + σ 22 − 2 ρσ 1σ 2 . Menggunakan transformasi


normal standar, persamaan (II.30) mengimplikasikan bahwa:

⎛ V −V ⎞
P1 = Φ⎜⎜ 2 2 0,15 ⎟⎟ (II.36)
⎝ (σ ) ⎠

47
dimana Φ (⋅) adalah kurva normal kumulatif standar. Dengan diketahuinya nilai
V1 , V2 dan σ , nilai P1 dapat ditemukan dengan mengacu pada tabel distribusi
normal standar.

Probabilitas memilih untuk alternatif 2, dapat dihitung dan diperiksa setelah


probabilitas memilih alternatif 1 ( P1 ) diketahui, dengan:
J

∑P
j =1
j =1

0 ≤ Pj ≤ 1, ∀j ∈ J (II.37)

Metoda Pendekatan Clark

Pendekatan dari dua momen (kejadian) dari distribusi untuk


max(U 1 ,...U J ), dimana suatu J variabel acak mengikuti suatu kepadatan normal
gabungan, adalah sebagai berikut:

Jika U 1 , U 2 dan U 3 terdistribusi MVN dengan rataan-rataan V1 , V2 dan V3 ,

variansi-variansi σ 12 , σ 22 dan σ 32 , dan koefisien-koefisien korelasi

ρ12 , ρ13 dan ρ 23 . Kemudian vi adalah momen ke-i sekitar 0 dari variabel acak,
max(U 1 , U 2 ) , dan ρ [U 3 , max(U 1 ,U 2 )] adalah koefisien korelasi antara variabel

baru dan U 3 , Clark menunjukan bahwa

v1 = V1Φ (γ ) + V2 Φ (−γ ) + aφ (γ ) (II. 38a)

v 2 = (V12 + σ 12 )Φ(γ ) + (V22 + σ 22 )Φ (−γ ) + (V1 + V2 )aφ (γ ) (II.38b)


dan
σ 1 ρ13 Φ (γ ) + σ 2 ρ 23 Φ (−γ )
ρ [U 3 , max(U 1 ,U 2 )] = (II.38.c)
(v 2 − v12 ) 0,5

48
dimana
⎛ −ω2 ⎞
φ (ω ) = (2π ) 0,5 exp⎜⎜ ⎟⎟ (distribusi normal standar)
⎝ 2 ⎠
ω
Φ (ω ) = ∫ φ (l)dl (kurva standar normal kumulatif)
−x

a 2 = σ 12 + σ 22 − 2σ 1σ 2 ρ12 (variansi dari selisih V1 − V2 )


dan
V1 − V2
γ =
a

Sehingga distribusi dari maksimum antara U 1 dan U 2 dapat didekati oleh suatu
distribusi normal melalui penggunaan kejadian-kejadian dalam persamaan (II. ).
Dengan kata lain,
max(U 1 ,U 2 ) ~ N (v1 , v 2 − v12 ) (II.39)

Pendekatan ini dapat digunakan berulang untuk mendapatkan distribusi


pendekatan dari maksimum dari beberapa variabel-variabel acak terdistribusi
normal, dengan menghitung vektor rataan dan matrik variansi gabungan dari
[U 1 ,...,U J −2 , max(U J −1 ,U J )] dan mengulang proses hitungan vektor dan matrik
tersebut untuk
[U 1 ,..., max(U J −2 , max(U J −1 ,U J ))] , [U 1 ,..., max(U J −3 , max(U j −2 , max(U J −1 ,U J )))]
dan seterusnya.

Jika U J adalah variabel terakhir yang akan dipertimbangkan, setelah J-1 kali
iterasi akan didapat rataan pendekatan dari maksimum dari J-1 variabel yang
dipertimbangkan (merupakan V− j ), pendekatan untuk variansi dari maksimum

(σ ) dan korelasi antara maksimum ini dengan U


2
−j J (merupakan ρ − j , j ). Dengan

kata lai dapat diketahui paramete-parameter berikut:

[
V− j = E max(U 1 ,...,U j −1 ,U j +1 ,...,U J )] (II.40a)

49
σ −2 j = var[max (U 1 ,...,U j −1 ,U j +1 ,...,U J )] (II.40b)

ρ − j , j = corr [U j , max(U j ,...,U j −1 , U j +1 ,...,U J )] (II.40c)

Sehingga memungkinkan perhitungan probabilitas bahwa variat ke –j adalah yang


terbesar ( misalnya adalah probabilitas bahwa alternatif ke-j terpilih), Pj , sebagai

berikut:
⎧ ⎫
Pj = Pr ⎨U j ≥ max [U l ]⎬
⎩ ∀l = j ⎭

[ ]
= Pr{ max(U 1 ,..., U j −1 , U j +1 ,...,U j ) − U j ≤ 0}

⎛ V j − V− j ⎞
= Φ⎜ ⎟ (II.41)
⎝ j (
⎜ σ 2 + σ 2 − 2σ σ ρ
−j j − j − j, j )0,5 ⎟

Metoda Simulasi

Pendekatan metoda simulasi dapat digunakan untuk mencari solusi probabilitas


pilihan probit dengan berbasis prosedur simulasi Monte Carlo. Metoda simulasi
dapat diterapkan pada komputasi fungsi pilihan dari suatu pilihan diskrit.

Dalam situasi pilihan terdapat suatu set fungsi utilitas: U j = V j + ε j , ∀j ∈ J .

Dengan diberi nilai dari V = (V1 ,...,V j ) , simulasi berjalan secara iteratif seperti

berikut: suatu vektor yang terdiri dari J variabel acak ‘tergambar’ pada setiap
iterasi dari fungsi kepadatan dari ε . Menunjukan ‘gambar-gambar’ terbangkitkan
pada iterasi ke-n oleh ε 1n ,..., ε Jn . Persepsi utilitas dari tiap alternatif kemudian

menjadi dapat terhitung dengan penambahan komponen sistematik utilitas, V j ,

pada komponen acak ε nj (yang ‘tergambar’), sehingga U nj = V j + ε nj , ∀j .

Selanjutnya, alternatif dengan utilitas maksimum (yaitu, alternatif dimana


U nj ≥ U ln , ∀l ) terekam. Proses ini diulangi sampai N kali. Jumlah pengulangan

50
bahwa alternatif j telah terekam (sebagai suatu utilitas maksimum) ditunjukan
oleh N j probabilitas alternatif ke j dipilih, Pj , diberikan oleh:

Nk
Pj ≈
N

dimana pada suatu limit (misalnya N → ∞ ), Pk = N k / N .

Metoda simulasi untuk menghitung probabilitas pilih didasarkan pada iterasi


berikut:
1. Menggambar realisasi dari vektor acak terdistribusi normal multi variat
2. Merekam komponen terbesar dari vektor ini

Probabilitas pilih untuk tiap komponen kemudian didekati oleh jumlah frekuensi
komponen ini telah terekam sebagai yang terbesar. Makin banyak jumlah
pengulangan ketelitian akan makin meningkat.

Kesulitan metoda ini, jika diterapkan untuk suatu distribusi normal multi variat
adalah menyangkut proses penggambaran Monte Carlo. Untuk membangkitkan
satu realisasi dari suatu variabel acak terdistribusi normal tidak sulit, tetapi untuk
membangkitkan suatu vektor normal acak dengan variansi gabungan tertentu,
lebih sulit. Proses ini dapat diselesaikan dengan faktorisasi terhadap variansi
gabungan, yang dikenal sebagai faktorisasi Choleski.

Faktorisasi mencakup pencarian ‘akar’ matrik, R, dari matrik variansi gabungan


Σ yang diketahui, sehingga:
R ⋅ RT = Σ (II.38)

Faktorisasi Choleski menemukan suatu matrik triangular, R, yang memenuhi


persamaan (II.38). Untuk membangkitkan realisasi, x, dari suatu vektor acak, X,
dimana:
X ~ MNV ( μ , Σ) (II.39)

51
suatu vektor dari variat-variat acak bebas normal standar, s, dapat dibangkitkan.
Distribusi variabel acak S ( darimana s tergambar) diberikan oleh:
S ~ MNV (0, I ) (II.40)
dimana I adalah matrik identitas. Kemudian pertimbangkan suatu transformasi:
X = R⋅S + μ (II.41)
Dengan menggunakan hubungan seperti pada persamaan (II.28) dan (II.29),
distribusi dari X bisa didapat dari distribusi S, sehingga,
E [X ] = R.0 + μ = μ (II.42)

cov[X ] = R T ⋅ I ⋅ R = Σ (II.43)
Jadi transformasi
x = R⋅S + μ (II.44)
membangkitkan suatu realisasi, x, dari distribusi yang diberikan oleh persamaan
(II.39).

II.10 Spesifikasi dan Estimasi Parameter Model Pilihan

Model dapat dibuat untuk suatu batasan ruang, waktu dan populasi (orang).
Batasan tempat biasanya menyatukan batasan ruang dan orang. Parameter model
dapat membedakan model dari sisi ruang, waktu dan orang. Parameter didapat
melalui proses estimasi atau kalibrasi.

Proses estimasi atau kalibrasi akan melengkapi model hasil postulasi dengan
parameter tertentu, atau akan menguji asumsi yang menurukan model dengan
hasil pengamatan kenyataan. Proses ini mengikuti prosedur statistik dan dapat
diukur melalui ukuran-ukuran statistik tertentu.

Model yang telah tertentu parameternya harus dapat digunakan untuk suatu tujuan
analisa. Tujuan dari analisa menurunkan adanya fungsi tujuan. Fungsi tujuan
inilah yang kemudian dihubungkan dengan faktor uang. Tujuan sistem secara
umum telah dibahas diatas, yaitu untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dan
memperkecil resiko atau kerugian. Pada proses analisis diterapkan konsep
memaksimalkan dan meminimalkan. Secara umum tujuan akan berupa

52
meminimalkan biaya, menimalkan resiko, atau memaksimalkan manfaat
(utilitas).

Model matematik dapat mencari titik ekstrim fungsi tujuan dengan beberapa cara
antara lain melalui turunan (derivative) fungsi. Cara lainnya adalah melalui
metoda heuristik, dengan menyusun urutan langkah menuju solusi yang umum
dinamakan algoritma.

II.10.1 Nominasi pilihan

Walaupun secara matematis jumlah pilihan (dan permutasi kombinasinya) dapat


banyak bahkan tak-hingga, ada suatu batas-batas rasional yang dapat menominasi
pilihan menjadi tertentu. Set atau himpunan pilihan dalam kajian transportasi
dapat pula terbentuk oleh penentuan batasan tempat menjadi tertentu. Pada
konteks pemodelan jaringan jalan, khususnya menyangkut kombinasi ruas dalam
pilihan rute nominasi merupakan kasus khusus yang dapat disatukan oleh model
dengan fungsi tujuan.

Selain itu jumlah pilihan dalam set pilihan dapat menjadi tertentu oleh batasan
tujuan kajian.

II.10.3 Fungsi-Kepuasan Dan Waktu Tempuh-Persepsi

Pada model pilihan diskrit suatu ukutan kuantitatif selain besarnya fraksi pemilih
~ ~
adalah kepuasan (satisfaction , S ) dan fungsi kepuasan S (a) . Kepuasan adalah
skalar, yang mencakup utilitas harapan individu pemilih dari suatu set pilihan, J,
yang masing-masing memiliki fungsi utilitas U j . Dengan asumsi bahwa masing-

masing individu memilih dengan jalan memaksimumkan utilitas, kepuasan dapat


diekspresikan:
⎡ ⎤
S = E ⎢max{U j }⎥
~
(II.45)
⎣ ∀j ⎦

53
dimana harapan (ekspektasi) diputuskan atas respek pada distribusi dari U (yang
penurunannya termasuk dari distribusi ε ). Kepuasan dapt diekspresikan sebagai
~
fungsi dari vektor a dan kuantitas S (a ) dikenal sebagai fungsi-kepuasan. Jika
diketahui bahwa V = V (a ) dan suatu distribusi yang elah diketahui untuk ε ,
kepuasan dapat juga diekspresikan sebagai suatu fungsi dari vektor utilitas
terukur, V ,sehingga:

⎡ ⎤
S (V ) = E ⎢max{Vk + ε k }⎥
~
(II.46)
⎣ ∀j ⎦
tiga sifat utama fungsi ini adalah:
1. Cembung terhadap V
2. Turunan parsial dari fungsi kepuasan terhadap utilitas sistematik (komponen
tidak acak) dari alternatif, sama dengan robabilitas pilihan bagi alternatif
tersebut,
~
∂S (V )
= Pj (V ) ∀jεJ (II.47)
∂V j

3. Kepuasan monoton terhadap jumlah set pilihan dalam, sehingga:


~
S = (V1 ,...,V K ,VK +1 ) ≥ S (V1 ,....,VK ) (II.48)

Fungsi kepuasan untuk model logit diturunkan dari sifat kedua, menjadi:
~
S (V ) = ln ∑ e vl (II.49)
l

Untuk model probit, tidak diturukan dari metoda clark, tetapi bisa diketahui jika
menggunakan metoda simulasi Monte Carlo. Utilitas dari alternatif terpilih,
U n ,harus direkam pada setiap iterasi (U n = max ∀l {U ln }) . Kepuasan diberikan
oleh:
N
~ 1
S ≅
N
∑U n =1
n
(II.50)

dimana N adalah jumlah iterasi (‘penggambaran-penggambaran’)

54
Pilihan rute dapat dipandang sebagai model pilihan diskrit dengan ekspresi utilitas
dari perjalanan sepanjang lintasan U idj , sebagai berikut:

U idj = −θC idj (II.51)

dimana θ adalah suatu unit skala parameter (positif). Fungsi kepuasan untuk
suatu (maksimasi utilitas) model pilihan diantara alternatif-alternatif rute yang
~
menghubungkan pasangan asal i ke tujuan d, S id (c id ) , diberikan oleh

{ }
S id = E ⎡max U id ⎤
~
⎢⎣ j∈J id ⎥⎦
(II.52)

Penekanan pada model pemilihan rute adalah tidak pada maksimasi utilitas tetapi
pada minimasi biaya, hambatan (impedance) atau waktu perjalanan. Maka
{ } adalah waktu perjalanan harapan antara adal i dan
kemudian nyatakan S id c id
tujuan d. Dengan kata lain

( ) ( )
S id c id = E ⎡min c idj ⎤
⎢⎣ j∈J id ⎥⎦
(II.53)

( )
Hubungan antara S id c id dengan fungsi kepuasan , S id (⋅) , dapat diturunkan
~

1
dengan substitusi C idj = (− )U idj lihat persamaan (II. ) sehingga didapat:
θ
⎡ ⎫⎤
( ) ⎧ 1
S id c id = E ⎢min ⎨− U idj ⎬⎥
⎣ j ⎩ θ ⎭⎦

=−
1 ⎡
θ ⎢⎣ j
{ }
⎥⎦ θ
( )
E max U idj ⎤ = − S id c id
1~
(II.54)

( )
Fungsi S id c id ini cekung (concav) terhadap c id .

55
II.10.3 Spesifikasi Bentuk Fungsi dan Metoda Estimasi

Parameter (dari fungsi utilitas) dalam bentuk fungsi linier seperti pada persamaan
(II.9) selalu mengandung campuran dari variabel-variabel kuntitatif dan kualitatif.
Persoalan kemudian adalah bagaimana memasukan kedua jenis variabel dan pada
tahap mana memasukan variabel kualitatif. Kemudian persamaan (II.9) dapat
dituliskan menjadi:
V jq = ∑ θ kj f kj (x kjq ) (II.55)
k

yang parameternya tetap linier, tetapi menjadikan bentuk fungsi dari variabel x
yang merupakan sesuatu yang sembarang (arbitrary) menjadi lebih eksplisit.
Untuk mendapatkan skala parameter yang kontinu, biasa digunakan teknik
transformasi, salah satunya adalah transformasi Box-Cox sebagai berikut:

Transformasi x (τ ) dari suatu variabel x , diberikan oleh:

(τ ) ⎧( x τ − 1) / τ , jika τ ≠ 0
x =⎨ (II.56)
⎩log x , jika τ = 0
yang kontinu untuk nilai τ yang bisa terjadi. Dengan ini persamaan (II.55) dapat
dituliskan berikut:
V jq = ∑ θ kj x τkjqk (II.57)
k

dengan demikian jika τ 1 = τ 2 = ... = τ k = 1 , persamaan (II.57) tereduksi menjadi

bentuk yang lebih tipikal yaitu persamaan (II.9); selanjutnya jika semua τ k = 0 ,
didapat bentuk log-linier biasa. Jadi bentuk log-linier yang biasa dipakai dan
bentuk tipikal persamaan (II.9) merupakan kasus khusus dari persamaan
(II.57).

Untuk mengestimasi koefisien θ k dalam persamaan (II.9) normal digunakan


metoda kemiripan maksimum (maximum likelihood). Metoda ini didasarkan pada
pemikiran bahwa meskipun suatu sampel dapat bersasal dari beberapa populasi,
suatu sampel tertentu memiliki kemungkinan besar tergambar dari suatu populasi

56
tertentu. Jadi estimasi metoda kemiripan maksimum adalah parameter-parameter
yang membangkitkan sampel teramati menjadi lebih sering muncul.

Suatu n pengamatan dari variabel yang diketahui Z = {Z 1 ,..., Z n } tergambar atau

turun dari suatu populasi yang karakteristiknya diwakili suatu parameter θ (rataan,
variansi, dan sebagainya). Karena Z suatu variabel acak maka ada hubungannya
dengan suatu fungsi kepadatan f (Z / θ ) yang tergantung pada nilai θ . Nilai-nilai
Z dalam sampel menjadi (independent), fungsi kepadatan gabungan dapat
dituliskan:
f ( Z 1 , Z 2 ,..., Z n / θ ) = f ( Z 1 / θ ) f ( Z 2 / θ )... f ( Z n / θ ) (II.58)

Statistik sering menginterpretasikan persamaan ini dengan Z sebagai variabel-


variabel dan θ tetap. Dengan membalikan proses, persamaan (II.58) dapat
diinterpretasikan sebagai fungsi kemiripan maksimum L(θ ) ; dan jika diturunkan
terhadap θ , hasilnya menjadi perkiraan kemiripan maksimum (maximum
likelihood estimate) karena berhubungan dengan nilai parameter yang memiliki
kemungkinan terbesar untuk dapat membangkitkan sampel terobservasi. Ide ini
dapat diperluas menjadi beberapa parameter (sebagai contoh, dalam regresi
multilinier dapat diperlihatkan bahwa koefisien-koefisien kuadrat terkecil adalah
estimasi-estimasi kemiripan maksimum).

Misalkan sampel dari individu-individu Q akan diamati pilihan-pilihannya (0 atau


1) dengan nilai-nilai x jkq untuk setiap alternatif ang tersedia.

Definisikan variabel semu sebagai berikut:

⎧1 jika Aj dipilih oleh q


g jq = ⎨
⎩0 jika tidak
Secara umum fungsi kemiripan dapat dituliskan:
Q
L(θ ) = ∏ ∏ (P
g jq
jq ) (II.59)
q =1 A j ∈ A ( q )

57
maksimum dari fungsi ini bisa didapat dengan menghitung turunan parsialnya
terhadap θ kemudian dicari nilai pada turunan sama dengan 0. Untuk
memudahkan dilakukan maksimasi l (θ ) yaitu fungsi logaritma-natural dari L(θ ) .
Q
l (θ ) = log L(θ ) = ∑ ∑g jq log Pjq (II.60)
q =1 A j ∈ Aq

setelah l (θ ) dimaksimasi, didapat suatu set parameter perkiraan θ * yang

terdistribusi normal dengan rataan θ dan variansi S 2 , atau N (θ , S 2 ) , dimana:


−1
S2 = (II.61)
⎛ ∂ 2 l (θ ) ⎞
E ⎜⎜ 2 ⎟

⎝ ∂ θ ⎠

II.11 Agregasi

Fungsi atau model pilihan menghubungkan probabilitas pilihan dengan suatu set
variabel-variabel, a . Beberapa variabel dalam vektor a merepresentasikan
karakter individu yang bervariasi (misalnya pendapatan). Jadi a terdistribusi
diantara populasi tertentu dari pengambil keputusan atau pemilih sesuai dengan
suatu fungsi kepadatan, f (a ) .

Dengan Pj (a ) ditetapkan sebagai fungsi pilihan untuk alternatif j , segmen dari

populasi yang berbagi memilih alternatif j diberikan oleh:


Pa = ∫ Pk (a ) f (a )da
a

Persamaan ini adalah suatu multi integral yang sulit dievaluasi. Ini adalah
ekspektasi dari Pj (a ) yang terkait pada distribusi (multivariat) dari a (yaitu

E a [Pk (a )] ).
Integral ini dapat didekati dengan membagi populasi menjadi kelompok-
kelompok yang memiliki a yang mirip, menghitung Pj (a ) untuk masing-masing

kelompok, kemudian merata-rata hasilnya. Sebagai pilihan lain Pj (a ) dihitung

58
dengan simulasi Monte Carlo. Pendekatan ini mencakup penggambaran nilai-nilai
a acak dari f (a) , hitung Pj (a ) masing-masing, kemudian dirata-ratakan.

II.12 Pemilihan Rute dan Pembebanan Lalulintas

Didalam teknik pembebanan digunakan model pemilihan rute dimana


pembebanan merupakan tahap ke empat dari metodologi perencanaan transportasi.
Setelah tahap pemodelan bangkitan pergerakan, distribusi pergerakan dan
pemilihan moda selesai akan dihasilkan jumlah perjalanan dari tempat asal i
menuju tempat tujuan d yang menggunakan moda m ( Tidm ). Yang kemudian perlu
ditentukan adalah ruas-ruas mana pada jaringan jalan yang digunakan oleh
masing-masing Tidm sejak berangkat dari tempat asal i menuju tempat tujuan d.

Pada kenyataannya setiap Tidm dapat menggunakan lebih dari satu set ruas. Set
ruas yang digunakan atau dilewati membentuk satu lintasan atau satu rute. Dalam
hal ini perjalanan dengan asal-tujuan berbeda dapat saja menggunakan satu atau
lebih ruas yang sama dalam set ruas yang membentuk rute pilihannya.

II.12.1 Konsep Dasar

Untuk melakukan pergerakan dari satu asal sampai satu ke tujuan, dapat tersedia
lebih dari satu rute. Di atas suatu jaringan jalan, rute yang tersedia bisa banyak,
meskipun demikian akan terdapat hanya beberapa rute alternatif yang ‘masuk
akal’ yang biasa atau mungkin dipilih. Rute yang mungkin dipilih ini disebut juga
rute nominasi (Akiyama, 1997).

Pemodelan pemilihan rute dibuat untuk tujuan menentukan dari sebaran jumlah
pergerakan dari setiap zona asal i ke zona tujuan d (Tid) menjadi jumlah
pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan rute r (Tidr). Pada
jenis model yang sesuai model pemilihan rute menentukan jumlah pergerakan dari
zona asal i menuju zona tujuan d dengan menggunakan moda m dan rute r ( Tidrm ).

59
Konsep pemodelan pemilihan rute pada sudut pandang sisi analisis jaringan
adalah analisis kebutuhan-sediaan sistem transportasi (pembebanan). Sehingga
pemodelan akan termasuk sisi kebutuhan dan sisi sediaan. Di samping mencari
besaran jumlah di sisi kebutuhan juga dibutuhkan pemodelan sisi perilaku
(behaviour). Sedangkan pada sisi sediaan dibutuhkan pemodelan ruang dan ciri
fisik jalan dan jaringan jalan.

Prosedur pemilihan rute bertujuan memodel perilaku pergerakan dalam memilih


rute terbaiknya. Dalam proses pemilihan rute pergerakan antara dua zona (yang
didapat dari tahap sebaran pergerakan) untuk moda tertentu dibebankan ke rute
tertentu yang terdiri dari ruas jaringan jalan tertentu.

Dengan mengasumsikan bahwa setiap pengendara memilih rute yang


meminimumkan biaya-biaya perjalanannya, maka adanya penggunaan ruas lain
mungkin disebabkan oleh perbedaan persepsi pribadi tentang biaya.

Dalam proses pembebanan rute dibuat perkiraan asumsi pengguna jalan mengenai
pilihan terbaiknya. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi para
pengguna jalan dalam proses pemilihan rute, antara lain : waktu tempuh, jarak,
biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang
dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu
dan marka jalan, serta kebiasaan. Untuk pertimbangan kepraktisan pemodelan
faktor yang dipertimbangkan sebagai biaya adalah waktu tempuh. Pendekatan
lainnya adalah dengan menggunakan dua faktor utama, yaitu biaya pergerakan
dan nilai waktu. Biaya pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh.

Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan dua faktor pertimbangan


yang didasari pengamatan bahwa tidak setiap pengendara dari zona asal yang
menuju zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, yaitu :
• perbedaan persepsi pribadi tentang biaya perjalanan karena adanya perbedaan
kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai kondisi
lalulintas pada saat itu; dan

60
• peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang
menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga
meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.

Perbedaan dalam tujuan dan persepsi menghasilkan proses penyebaran kendaraan


pada setiap rute yang dalam hal ini disebut proses stokastik dalam proses
pemilihan rute. Klasifikasi model pemilihan rute sesuai dengan asumsi yang
melatarbelakanginya adalah seperti tercantum pada Tabel II.1.

Tabel II.2 Klasifikasi Model Pemilihan Rute


Kriteria Efek stokastik dipertimbangkan ?
Tidak Ya
Efek batasan Tidak All-or-nothing Stokastik murni (Dial,
kapasitas Burrel)
dipertimbangkan ? Ya Keseimbangan Keseimbangan-
Wardrop pengguna-stokastik
Sumber :Tamin (2000)

Setiap model mempunyai tahapan yang harus dilakukan secara berurutan. Fungsi
dasarnya adalah :
• mengidentifikasi beberapa set rute yang akan diperkirakan menarik bagi
pengendara; rute ini disimpan dalam struktur data yang disebut pohon; oleh
sebab itu, tahapan ini disebut tahap pembentukan pohon.
• membebankan segmen MAT ke jaringan jalan yang menghasilkan volume
pergerakan pada setiap ruas jalan.

II.12.2 Pembentukan Pohon

Beberapa teknik dan metoda telah dikembangkan. Ciri pendekatannya bertahap


antara lain: dari satu asal ke satu tujuan, dan dari satu asal ke banyak (N) tujuan.

61
Dua algoritma dasar yang sering digunakan untuk mencari rute tercepat (atau
termurah) dalam suatu jaringan jalan. Kedua algoritma itu adalah Moore (1957)
dan Dijkstra (1959). Keduanya diterangkan dengan notasi berorientasi simpul:
jarak (biaya) ruas antara dua titik A dan B dalam suatu jaringan dinotasikan
dengan dA,B. Rute didefinisikan dalam bentuk urutan simpul yang saling
berhubungan, A-C-D-H dan seterusnya, sedangkan jarak ke rute adalah
penjumlahan setiap ruas yang ada dalam rute tersebut.

Anggap dA adalah jarak minimum antara zona asal dari pohon S ke simpul A; PA
adalah simpul-sebelum A sehingga ruas (PA, A) adalah bagian dari rute terpendek
dari S ke A. Prosedur untuk menghasilkan rute tercepat dari S ke setiap simpul
yang lain dijelaskan sebagai berikut:

Penelitian disertasi ini menjadikan pohon sebagai variabel tidak bebas (akan
ditentukan atau dicari) dengan sisi perilaku (persepsi) kebutuhan (pelaku
perjalanan) sebagai variabel bebas. Algoritma pembentukan pohon yang
digunakan pada penelitian ini adalah seperti dijelaskan Gambar G.1 sampai
Gambar G.4 yang tertera di Lampiran G.

Inisialisasi

Tetapkan semua dA= ∞ (dengan jumlah simpul yang disesuaikan dengan kapasitas
kemampuan memori komputer) kecuali dS yang harus sama dengan nol. Tetapkan
juga tabel-tak-berujung-akhir L yang nantinya akan berisi data simpul yang
sudah dicapai oleh algoritma, tetapi belum semuanya dianalisis apakah simpul
tersebut merupakan simpul-sebelum bagi simpul seterusnya. Inisialkan semua
masukan Li dalam L ke nol dan semua PA ke suatu nilai tertentu yang ditentukan.

Prosedur
Mulailah dengan simpul asal S sebagai simpul awal = A;
1 Periksa setiap ruas (A,B) dari simpul awal A secara bergantian jika dA + d A,B
< dB ,kemudian tetapkan dB=dA + d A,B dan PB = A dan tambahkan B ke L;

62
2 Pindahkan A dari L jika tabel-tak-berujung-akhir telah kosong, lalu stop.
3 Jika tabel belum kosong, pilih simpul lainnya dari tabel-tidak-berjung-akhir
dan kembali ke tahap 1 dengan simpul asal berikutnya.

Pohon mempunyai dua kegunaan tambahan penting dalam perencanaan dan


pemodelan transportasi, yang sering digunakan untuk menjelaskan biaya. Sebagai
contoh, total waktu tempuh antara dua zona bisa didapat dengan mengikuti urutan
ruas dalam pohon dan menjumlahkan waktu tempuhnya. Operasi ini sering
disebut proses penguraian pohon. Pohon diperlukan, jika waktu tempuh dapat
diuraikan dalam bentuk atribut lainnya, misalnya biaya gabungan, jarak dan
jumlah simpul.

Pohon dapat juga digunakan untuk menghasilkan informasi pada saat pasangan
Asal-Tujuan sudah pasti memilih ke rute tertentu. Fasilitas ini, sering disebut
analisis ruas terpilih, memungkinkan mengenali pengendara yang terpengaruh
oleh perubahan jaringan. Selain itu, dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
titik masuk dan keluar ke suatu daerah kajian yang kecil dan pohon yang
menggabungkan zona awal ke zona eksternal dari kawasan baru (Tamin, 2000).

II.12.3 Faktor Penentu Utama

Faktor penentu utama dalam pemilihan rute terdiri dari: waktu tempuh, nilai
waktu dan biaya perjalanan.

Waktu Tempuh: Waktu tempuh adalah waktu total perjalanan yang diperlukan,
termasuk berhenti dan tundaan, dari suatu tempat ke tempat lain melalui rute
tertentu. Pada penelitian ini waktu tempuh didekati sebagai jarak dibagi laju
(speed) kendaraan.

Nilai Waktu: Nilai waktu yang dimaksud adalah nilai waktu perjalanan. Salah
satu hasil usaha pendefinisiannya adalah sejumlah uang yang disediakan

63
seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu
perjalanan.

Perhitungan nilai waktu saat ini merupakan topik pembahasan tersendiri dalam
bidang transportasi, dan terus berkembang. Hasil penelitian yang telah dilaporkan
antara lain menggunakan dua metode yaitu pendekatan perhadap pilihan moda
(Mode Choice Approach) dan pendekatan terhadap tingkat pendapatan (Income
Approach). Survey dilakukan dengan teknik pilihan yang ditetapkan (stated
preference), suatu teknik disain kuesioner dan wawancara yang diarahkan dengan
mengkonfrontir persepsi responden, teknik lainnya adalah revealed preference
(Setyo Santoso, Erik, 2001).

Metode pendekatan pilihan moda menghasilkan satu besaran nilai waktu, sebagai
hasil analisa regresi linier berganda. Metode pendekatan tingkat pendapatan
menghasilkan nilai waktu rata-rata.

II.12.4 Biaya Perjalanan

Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak, atau
kombinasi ketiganya yang biasa disebut biaya gabungan.

Dengan mengetahui semua biaya dari setiap ruas jalan, dapat ditentukan rute
terbaik yang dapat dilalui pada jaringan jalan tersebut. Tetapi, sebenarnya persepsi
setiap pengendara terhadap biaya perjalanan berbeda-beda sehingga sukar
menjabarkan perbedaan ini ke dalam bentuk pemilihan rute yang sederhana.

Efek batasan-kapasitas dan efek stokastik dapat juga dianalisis dalam bentuk
biaya perjalanan. Dapat diasumsikan bahwa setiap pemakai jalan memilih rute
yang meminimumkan biaya perjalanannya dan ini sangat beragam. Jadi,
diperlukan usaha untuk mendapatkan ‘rata-rata’ biaya perjalanan yang sesuai
untuk semua pengendara. Metode yang paling sering digunakan adalah dengan

64
mendefinisikan biaya sebagai kombinasi linear antara jarak dan waktu seperti
yang dinyatakan persamaan II.2 (Tamin, 2000).

Biaya = a1 x waktu + a2 x jarak + a3 (II.62)

a1 = nilai waktu (Rp/jam)


a2 = biaya operasi kendaraan (Rp/km)
a3 = biaya tambahan lain (harga karcis tol)

II.12.5 Biaya Operasi Kendaraan

Biaya operasi kendaraan antara lain mencakup penggunaan bahan bakar, pelumas,
biaya penggantian (misalnya ban), biaya perawatan kendaraan, dan upah atau gaji
supir. Komponen biaya operasi kendaraan dapat berbeda disesuaikan tujuan dan
batasan sistem dari kajian.

II.13 Pembebanan All-Or-Nothing

Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimumkan


hambatan transportasi (jarak, waktu, dan biaya). Semua lalulintas antara zona asal
dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan
mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan
mengetahui rute terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya
menggunakan rute tersebut, tidak ada yang menggunakan rute lain.

Pembebanan all-or-nothing menghasilkan hanya satu rute yang terbebani arus


lalulintas, untuk setiap pasangan asal-tujuan.

Model ini merupakan model pemilihan rute yang paling sederhana dan efisien,
yang mengasumsikan bahwa semua pengendara berusaha meminimumkan biaya
perjalanannya yang tergantung pada karakteristik jaringan jalan dan asumsi
pengendara. Jika semua pengendara memperkirakan biaya ini dengan cara yang

65
sama, pastilah mereka memilih rute yang sama. Biaya ini dianggap tetap dan tidak
dipengaruhi oleh efek kemacetan.

Metode ini menganggap bahwa semua perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d
akan mengikuti rute tercepat. Dengan mengetahui rute terbaik antarzona yang
setiap pergerakannya dibebankan ke jaringan jalan melalui rute terbaik tersebut,
maka total arus untuk setiap ruas jalan bisa dihitung.
Menentukan rute terpendek dengan cara manual tidaklah mudah, apalagi untuk
jaringan yang luas dengan kepadatan moda yang tinggi. Algoritma dari
pembebanan tersebut adalah prosedur pembebanan dari MAT [T] pada rute
terbaik yang menghasilkan arus VA,B pada ruas antara simpul A dan B.

Semua algoritma dimulai dengan tahap inisialisasi. Pada tahap ini semua VA,B=0
dan kemudian digunakan salah satu pendekatan, yaitu pendekatan pasangan-
demi-pasangan atau pendekatan sekaligus.

II.13.1 Pendekatan Pasangan-Demi-Pasangan

Pendekatan ini adalah pendekatan yang paling sederhana yang belum tentu paling
efisien. Hitungan mulai dari zona asal dan menggunakan zona tujuan secara
berurutan. Pertama, tetapkan semua VA,B=0. Kemudian, untuk setiap pasangan
(i,d):
1 set B menjadi zona tujuan d
2 jika (A,B) merupakan ruas-sebelum dari B, tambahkan V A,B sebesar Tid , atau
buat V A,B = V A,B + Tid
3 set B menjadi A
4 jika A=i, stop (lakukan proses selanjutnya untuk pasangan (i,d) berikutnya),
atau jika tidak, kembali ke tahap 2.

66
II.13.2 Pendekatan Sekaligus

Metode ini sering dikenal sebagai metode Cascade karena proses pembebanan
arus dilakukan dari simpul ke setiap ruas yang sesuai dengan rute terbaiknya dari
suatu zona asal i. Tetapkan V A sebagai besar arus kumulatif pada simpul A, lalu
1 set semua VA =0, kecuali untuk simpul tujuan d dengan Vd = Tid
2 set B sama dengan simpul terjauh dari i
3 tingkatkan nilai V A sebesar V B dengan A adalah simpul-sebelum dari B (atau
dengan kata lain, set V A = V A + V B);
4 tingkatkan nilai VA,B sebesar VB (atau dengan kata lain, set VA,B = VA,B + V B);
5 set B sama dengan simpul yang paling jauh berikutnya; jika B=i, simpul asal
telah tercapai; mulai lagi dengan proses simpul asal berikutnya, jika tidak,
teruskan ke tahap 3.

Dalam hal ini, VB menunjukkan total pergeraan dari i yang melalui simpul B dan
simpul selanjutnya dari i. Dengan memilih simpul dalam bentuk tersusun sesuai
dengan jarak, setiap simpul diproses sekali saja. Algoritma ini membutuhkan
pohon untuk disimpan dalam bentuk urutan simpul-sebelum berdasarkan jarak
dari simpul asal (Ortuzar dan Willumsen, 1994; Tamin, 2000).

II.14. Model Pembebanan Stokastik

Istilah stokastik secara sederhana dapat diartikan sebagai kebalikan dari


deterministik. Deterministik berarti langsung dibuat tentu atau pasti melalui
asumsi atau penyederhanaan masalah (seperti pada pembebanan all-or-nothing),
sehingga bisa diteruskan perhitungan analitik langsung menuju solusi.

Pada perhitungan stokastik, suatu peubah dapat bersifat tidak pasti, atau secara
numerik tidak selalu akan berarti satu nilai atau angka, ketidak-pastian dinyatakan
oleh peubah probabilistik atau peubah acak. Dengan kata lain dapat terjadi atau
berlaku sejumlah nilai yang benar untuk peubah tersebut, yang direpresentasikan
oleh suatu sebaran probabilistik.

67
Untuk mencapai solusi suatu perhitungan stokastik pada akhirnya dapat juga
mengandung langkah perhitungan deterministik, jika solusi memungkinkan dicari
dengan cara analitik. Jika tidak bisa dengan cara analitik, solusi dicari dengan cara
simulasi, yaitu dengan membuat dan menjalankan suatu algoritma tertentu sebagai
cerminan jalan logika dalam mencapai hasil yang diinginkan sesuai konsep dan
tujuan.

Soejoeti (1992), memberi ilustrasi proses stokastik melalui kejadian fisis gerakan
partikel mikroskopik pada waktu bebenturan dengan molekul-molekul dalam zat
cair (gerakan Brown). Proses perubahan jarak terhadap waktu (gerak) terdiri dari
gerakan-gerakan semua partikel (himpunan), bersamaan dengan itu terjadi juga
gerakan individual partikel tertentu (sampel). Gerakan individual partikel
merupakan peubah acak, dalam tinjauan gerakan himpunan partikel.

Suatu penjelasan dalam Tamin (2000), menerangkan bahwa pada suatu sistem
jalan raya, khususnya pada saat volume lalulintas mendekati kapasitas, banyak
terdapat rute alternatif lain yang bervariasi, tergantung pada jarak. Model
pemilihan rute dan pembebanan rute yang lebih realistis yang disebut model
banyak-rute menyebarkan arus yang ada ke rute tersebut dengan memperhatikan
kecenderungan setiap pengendara dalam memilih rute.

Pengendara diasumsikan akan mengambil rute tercepat, tetapi tidak yakin mana
rute tercepat itu. Cerminan waktu tempuh untuk setiap rute yang dianggap
pengendara sebagai rute tercepat dihasilkan dengan seleksi secara acak sebaran
yang mempunyai rata-rata waktu tempuh sebenarnya dari rute tersebut. Hanya
satu rute yang akan digunakan antara setiap pasangan zona i dan d; penjumlahan
arus lalulintas antara i dan d menghasilkan tingkat keacakan pembebanan tersebut.

Jika dipertimbangkan suatu populasi pengendara yang melakukan perjalanan


antara suatu pasang tempat asal dan tujuan. Sepasang tempat asal dan tujuan ini
dihubungkan oleh beberapa alternatif rute atau lintasan, yang masing-masing

68
memiliki waktu tempuh perjalanan tertentu. Sesuai dengan variasi dalam persepsi
dan faktor-faktor eksogonus (misalnya cuaca, penerangan, dan lain-lain) waktu
tempuh rute dipersepsi secara berbeda oleh para pengemudi. Sehingga kemudian
wajar jika untuk memodelkan waktu tempuh persepsi untuk masing-masing rute
sebagai variabel acak yang terdistribusi diantara populasi pengemudi. Dengan
berpegang pada waktu tempuh persepsi masing-masing, tiap pengemudi
diasumsikan memilih waktu tempuh terpendek dari tempat asal ke tempat tujuan.
Setiap pengendara akan memiliki persepsi berlainan terhadap waktu tempuh rute,
sehingga akan memilih rute berbeda. Karena waktu temph persepsi adalah
variabel acak, akan akan berkaitan dengan suatu fungsi kepadatan probabilitas
tertentu. Fungsi ini memberikan probabilitas bahwa pengendara tergambar secara
acak dari populasi sehubungan dengan waktu perjalanan suatu rute. Pembebanan
stokastk jaringan, menghitung berdasarkan distribusi ini, berapa pengendara akan
menggunakan tiap rute. Arus ruas bisa didapat dari arus rute-rute melalui relasi
atau hubungan kejadian (incidence relationship):
xl = ∑∑∑ Tidr δ idr
l
(II.63)
i d r

dimana:
xl = arus ruas

Tidr = arus pada rute r yang menghubungkan asal i dan tujuan d

1 jika ruas jalan l merupakan bagian dari rute r dari zona asal i ke zona
tujuan d
δ idr
l
=
0 jika tidak

Jika biaya (misalnya waktu perjalanan ) yang dipersepsi pada rute r antara asal i
dan tujuan d, dinyatakan oleh variabel acak C rid , dan misalkan c rid adalah biaya
terukur (biaya sebenarnya, misalnya waktu perjalanan sebenarnya) antara i dan d,
asumsikan:
C rid = c rid + ζ rid ∀r , i, d (II.64)

69
dimana ζ rid adalah suatu komponen (kesalahan, ketidak-tepatan, ketidak-telitian)
acak pada rute yang akan dipertimbangkan. Selanjutnya dengan mengasumsikan
[ ] [ ]
bahwa E ζ rid = 0 , atau E C rid = c rid , dengan kata lain rataan biaya persepsi
adalah nilai biaya sebenarnya, jika populasi pengendara antara asal i dantujuan d
besar, proporsi (share) dari pengendara yang memilih rute-r , Prid , diberikan oleh:

(
Prid = Pr C rid ≤ C idj , ∀ j ∈ J id ) ∀r , i, d (II.65)

arus rute menjadi :


Tidr = Tid Prid (II.66)
Model pembebanan stokastik dapat berbasis model pilihan logit dan model pilihan
probit.

II.14.1 Model Pembebanan Stokastik Berbasis-Logit

Model pilihan logit sebagai model utulitas acak didasari asumsi bahwa utilitas
semua altrenatif dalam set pilihan adalah variat-variat terdistribusi Gumbel bebas
dan identik (identically and independently distributed/i.i.d Gumbel variates).
Model pilihan rute logit dapat diturunkan dari asumsi bahwa utilitas menggunakan
rute-r antara asal i dan tujuan d, U rid , diberikan oleh:

U rid = −θc rid + ε rid ∀r , i, d (II.67)

dimana c rid adalah biaya (waktu perjalanan) terukur, θ adalah parameter positif,

dan ε rid adalah komponen acak yang distribusinya diberikan oleh fungsi

kepadatan Gumbel. Variabel acak ε rid pada persamaan (II.67) berhubungan


dengan komponen acak pada biaya (waktu tempuh) rute persepsi yang
dikemukakan pada persamaan (II.64), dimana komponen acak ζ rid
ditransformasi secara sederhana: ε rid = −θζ rid ,∀ i, d . Jika komponen acak yang

berhubungan dengan semua rute diasumsikan terdistribusi identik, ε rid pada

persamaan (II.67) dapat digantikan menjadi ε id . Dengan pendekatan logit-

multinomial, implikasi terhadap probabilitas pilihan menjadi:

70
Prid =
(
exp − θc rid ) ∀r , i, d
(
∑ exp − θclid ) (II.68)
l

dan dari transformasi diatas biaya persepsi rute menjadi :


1
C rid = c rid − ε id ∀r , i, d (II.69)
θ
Komponen-komponen acak ε id kembali diasumsikan merupakan variat-variat
Gumbel terdistribusi bebas dan identik. Parameter θ adalah konstantan yang me-
skala-kan biaya (waktu tempuh) persepsi. Jika θ sangat besar kesalahan persepsi
kecil dan para pengguna cenderung untuk memilih rute dengan biaya (waktu
tempuh) terukur yang paling minimum. Nilai θ yang kecil mengidikasikan
variansi persepsi yang besar, dimana para pelaku perjalanan menggunakan banyak
rute, termasuk rute yang lebih mahal (waktu perjalanan lebih lama atau jarak lebih
panjang) dibanding rute termurah yang sebenarnya, perbandingan pembagian
beban diantara semua rute tergantung biaya rute.

Diantara model yng diturukan dengan pendekatan logit dikenal dengan model
Dial (1971). Pergerakan pada setiap titik simpul disebarkan ke semua ruas yang
mungkin dalam bentuk peluang yang lebih diarahkan pada rute termurah.
Pergerakan dialokasikan pada beberapa alternatif rute sedemikian rupa, tergantung
pada panjang (biaya) rute.

Metode pembebanan model Dial didasarkan pada kenyataan bahwa rute yang
lebih panjang mempunyai peluang lebih kecil dibandingkan dengan rute yang
lebih pendek. Rute yang lebih pendek mempunyai kemungkinan yang lebih besar
untuk digunakan. Kemungkinan pemilihan rute r direpresentasikan melalui
persamaan II.4 berikut ini:

exp(−1.tr )
prob(r ) = N
(II.70)
∑ exp(−a.t )
r =1
r

prob ( r) = kemungkinan memilih rute r

71
N = jumlah alternatif pilihan
t r = waktu tempuh ruas
a = parameter yang akan dikalibrasi

Jika a=0, semua rute alternatif akan mempunyai peluang yang sama untuk dipilih.
Jika nilai a makin besar, rute yang lebih pendek akan mulai dipilih. Tetapi jika
nilai a sangat besar, hanya rute yang tercepat saja yang terpilih.

II.14.2 Model Pembebanan Stokastik Berbasis Probit

Seperti telah dibahas tentang model pilihan diatas, model probit adalah model
pilihan diskrit berbasis pada teori utilitas acak. Model ini mengasumsikan bahwa
biaya (waktu perjalanan) rute persepsi sepanjang lintasan tertentu terdistribusi
normal dengan rataan sama dengan biaya (waktu tempuh perjalanan) sebenarnya
(terukur). Distribusi biaya persepsi rute ini dapat diturunkan dari distribusi biaya
ruas.

Jika Ta adalah waktu perjalanan pada ruas a yang dipersepai oleh seorang

pengendara yang diambil secara acak dari populasi para pengendara. Ta adalah
variabel acak yang diasumsikan terdistribusi normal dengan rataan sama dengan
waktu perjalanan ruas sebenarnya (terukur) dan dengan variansi yang proporsional
terhadap waktu perjalanan ruas sebenarnya. Dengan kata lain:
Ta ~ N (t a , βt a ) (II.71)

dimana β adalah konstanta yang proporsional, pada kenyataan dapat


diinterpretasikan sebagai variansi dari waktu perjalanan persepsi sepanjang
segmen jalan dalam unit waktu perjalanan. Diasumsikan bahwa segmen-segmen
jalan yang tidak bersimpangan (nonoverlapping) dipersepsi secara bebas
(perceived independently), variansi dari suatu segen dengan waktu perjalanan t a

akan menjadi β t a , seperti terindikasi pada persamaan (II.71).

72
Ketidakpastian (uncertainty) dalam persepsi terhadap waktu tempuh dapat
diasumsikan lebih berhubungan dengan panjang ruas dibanding waktu perjalanan.
Konsekuensinya, variansi pada persamaan (II.71) dapat didefinisikan , misalnya,
βl a , dimana l a adalah panjang dari ruas a (dan β adalah variansi dari waktu
perjalanan persepsi sepanjang suatu segmen jalan dalam unit panjang). Sebagai
alternatif variansi dapat didefinisikan sebagai β t a0 dimana t a0 adalah waktu

tempuh arus bebas pada ruas a [misalnya, t a0 = t a0 (0) dan β diinterpretasikan


sebagai variansi dari waktu perjalanan persepsi sepanjang segmen jalan dalam
unit waktu perjalanan pada kondisi arua bebas]. Untuk penyederhanaan
diasumsikan var(Ta ) = β t a .

Asumsi normalitas sebenarnya tidak begitu cocok untuk memodelkan distribusi


dari waktu tempuh ruas persepsi, karena waktu ini tidak pernah bernilai negatif.
Konsekuensinya suatu distribusi tidak negatif dengan ekor panjang kearah kanan
(positif), seperti misalnya distribusi gamma, akan lebih cocok (Sheffi,1985).
Meskipun demikian cukup beralasan bahwa karena besarnya kesalahan persepsi
relatif kecil terhadap t a sehingga walaupun jika digunakan distribusi gamma,
perhitungan akan masih didalam wilayah dimana distribusi gamma dengan baik
dapat didekati oleh distribusi normal. Asumsi bahwa waktu perjalanan ruas
persepsi adalah terdistribusi normal sebenarnya bukan yang paling tepat. Dengan
asumsi bahwa waktu perjalanan persepsi dari segmen jalan yang tidak bersilangan
adalah bebas, variabel acak {Ta } secara mutual adalah bebas.

Distribusi dari waktu perjalanan rute kemudian bisa didapat dari hubungan
kejadian (incidence relationship), sehingga:
C rid = ∑ Ta δ aid,r ∀r , i, d (II.72)

Persamaan (II.72) menyatakan bahwa biaya (waktu perjalanan) persepsi pada rute
r antara i dan d adalah jumah dari biaya pada semua ruas yang termasuk atau
terlintasi oleh rute ini. Sesuai dengan sifat distribusi normal (cenderung dapat

73
digabung dan dibagi/dipisah), biaya perjalana persepsi rute akan terdistribusi
normal dengan rataan, c rid ,diberikan oleh:

c rid = ∑ t a δ aid,r (II.73)


a

dan variansi diberikan oleh:


( )
var C rid = ∑ β t a δ aid,r = β c rid (II.74)

Secara langsung ini mengikuti persamaan (II.71) dan (II.72). Tetapi biaya
(waktu perjalanan) rute, tidak bebas: Jika dua rute, r1 dan r2 memiliki beberapa
ruas yang digunakan bersama, biaya persepsinya bisa berkorelasi. Variansi
gabungan antara dua biaya perjalanan persepsi itu akan berhubungan dengan porsi
penggunaan bersama, sehingga:
( )
cov C rid1 , C rid2 = ∑ βt a δ aid,r1 δ aid,r2 = β c rid1 ,r2 (II.75)

dimana c rid1 ,r2 adalah biaya (waktu perjalanan) terukur pada segmen yang dipakai

bersama (common segments) dari rute r1 dan r2 antara asal i dan tujuan d.

Distribusi dari biaya (waktu perjalanan) persepsi dapat juga diturunkan dari sifat
dintribusi normal-multivariat dengan menggunakan notasi matrik. Misalkan
T = (..., Ta ,...) adalah vektor biaya ruas persepsi dan asumsikan T terdistribusi
normal, sehingga:
T ~ MVN (t a , Σ t ) (II.76)

dimana t = (..., t a ,...) , dan Σ t = [β .t.I ] dimana I adalah matrik identitas. Matrik
variansi gabungan ruas dalam persamaan (II.76) adalah diagonal, dengan
elemen-elemen tidak nol β t a . (Dengan kata lain, matrik variansi gabungan ini
mencakup hanya variansi yang tidak nol. Semua komponen variansi gabungan
nol). Misalkan Δid adalah matrik kejadian ruas-rute untuk pasangan asal-tujuan i-
d, (elemen-elemen matrik ini adalah δ aid,r ). Vektor dari waktu perjalanan persepsi

untuk rute-rute yang menghubungkan asal i dan tujuan d, ( )


C id = ..., C rid ,...

74
diberikan oleh C id = T .Δid . Fungsi kepadatan gabungan dari vektor ini diberikan
oleh:
(
C id ~ MVN c id , Σ id ) ∀i, d (II.77)
dimana
c id = t.Δid ∀i, d (II.78)

Σ id = Δid .[β t.I ].Δid ∀i, d


T
(II.79)

Elemen-elemen diagonal dari Σ id adalah variansi-variansi yang dijelaskan


persamaan (II.74), sedangkan elemen-elemen non diagonal adalah variansi-
variansi gabungan yang diberikan persamaan (II.75).

Begitu fungsi kepadatan dari biaya (waktu perjalanan) persepsi dapat diketahui,
distribusi tersebut dapat digunakan untuk menentukan pembagian arus
antara pasangan asal-tujuan untuk dibebankan pada masing-masing rute.
Tetapi probabilitas pilihan-rute tidak dapat diselesaikan dengan cara analitis
termasuk metoda pendekatan Clark. Alasannya adalah karena metoda analitis
membutuhkan perincian atau penelusuran penjumlahan rute; suatu hambatan
perhitungan yang menyulitkan yang secara tipikal merupakan langkah dalam
analisa jaringan untuk perencanaan jaringan transportasi perkotaan. Sehingga
satu-satunya metoda yang mungkin dilakukan untuk penyelesaian model berbasis
probit ini adalah metoda simulasi Monte Carlo.

Algoritma Pembebanan Stokastik Berbasis Probit

Pada setiap iterasi dari fungsi kepadatan dari biaya perjalanan persepsi untuk
setiap ruas diambil satu sampel. Hasilnya adalah berupa himpunan realisasi
(‘penggambaran’) dari biaya persepsi ruas yang kemudian digunakan untuk
pembebanan all-or-nothing. Arus antara tiap asal dan tiap tujuan dibebankan pada
rute biaya termurah (terpendek, tercepat) antara tiap asal dan tiap tujuan
berdasarkan biaya persepsi ruas yang telah tersimulasi. Proses pembangkitan
sampel dan pembebanan ini kemudian diulang beberapa kali. Waktu proses

75
dihentikan, hasil masing-masing iterasi dirata-ratakan untuk setiap ruas untuk
menghasilkan pola arus akhir.

Keuntungan metoda simulasi adalah tidak dibutuhkan pengambilan sampel dari


biaya persepsi rute; hanya biaya persepsi ruas yang diambil sampelnya pada tiap
langkah itersi sehingga tidak dibutuhkan penelusuran rute (path enumeration).
Biaya persepsi rute dibentuk secara otomatis sejalan dengan perhitungan pohon
biaya minimum. Biaya persepsi yang digunakan pada setiap iterasi untuk rute
tertentu adalah jumlah dari biaya persepsi ruas yang tergambar, dalam proses
simulasi, dari fungsi kedapatan yang berhubungan dengan ruas-ruas sepanjang
rute itu.

Secara teoritis proses penggambaran biaya persepsi dengan simulasi Monte Carlo
dapat menghasilkan nilai biaya persepsi negatif. Biaya (wktu perjalanan) persepsi
negatif ini dapat menimbulkan masalah pada perhitungan lintasan terpendek pada
pembebanan all-or-nothing. Dengan tidak mengurangi ketelitian perhitungan
probabiitas dari biaya negatif dapat diabakan, sehingga fungsi kepadatan normal
dapat dipotong pada titik nol.

Jumlah pengambilan sampel/iterasi pembebanan yang akan ditampilkan dapat


diputuskan berbasis pada variansi dari arus-arus ruas rata-rata pada tiap iterasi.
Untuk ini, misalkan X a(l ) menyatakan arus pada ruas a, dihasilkan dari aplikasi

ke-l dari urutan pengambilan sampel-pembebanan. Perkiraan arus ruas dalam hal
ini adalah , x a( l ) , dimana:

1 l
x (l )
a = ∑ X a( m ) (II.80)
l m =1
Deviasi standar (sampel) untuk setiap ruas a dalam sampel diberikan oleh:
1/ 2
⎧ 1 l 2⎫
⎨ ∑ ( )
X a( m ) − x a( l ) ⎬ (II.81)
⎩ l − 1 m =1 ⎭

Misalkan σ a( l ) menyatakan deviasi standar dari x a( l ) , diberikan oleh:

76
1/ 2
⎧ 1 2⎫
( )
l
σ (l )
=⎨ ∑ X a( m ) − x a( l ) ⎬ ∀a (II.82)
⎩ l (l − 1) m =1
a

Standar deviasi ini dapat digunakan untuk mengembangkan kriteria penghentian


iterasi dalam algoritma pembebanan. Sebagai contoh, algoritma dihentikan jika:

a
{ }
max σ a( l ) ≤ K (II.83)

dimana K adalah konstanta yang ditentukan sebelumnya mengindikasikan tingkat


akurasi. Kriteria penghentian dapat juga (sebagai contoh) berdasarkan pada
perbandingan relatif besarnya variansi terhadap rataan arus, yaitu:

∑σ (l )
a
⎧σ ( l ) ⎫
a
≤ K' atau max ⎨ (al ) ⎬ ≤ K " (II.84)
∑xa
(l )
a
a
⎩ xa ⎭

(a) dimana K’ dan K” adalah konstantan lainnya yang tak berdimensi.

Model Burrel (1969) dijelaskan oleh Black (1981), melalui suatu contoh
perhitungan (dijelaskan dalam Lampiran A).

Ortuzar (1994) menuliskan bahwa teknik simulasi Monte Carlo dapat


merepresentasikan keragaman persepsi pengemudi tentang biaya (waktu tempuh)
per ruas-ruas jalan. Kemudian pengembangan model Burrel dijabarkan seperti
dijelaskan kembali oleh Tamin (2000), (lebih lanjut dijelaskan di Lampiran B).

Dasar pengembangan model Burrell diawali dengan usaha membedakan antara


biaya objektif yang ditentukan pengamat atau pemodel, dan biaya persepsi yang
diperkirakan oleh kelompok pelaku perjalanan (pada model all-or-nothing hanya
satu persepsi, tidak ada sebaran persepsi), dengan asumsi ada perilaku sebaran
persepsi.

Penelitian disertasi ini menjadikan model dengan pendekatan adanya sebaran


persepsi sebagai titik keberangkatan pengembangan.

77
II.15 Model Batasan Kapasitas

Dalam kondisi macet, biaya yang diperlukan setiap ruas jalan tergantung pada
arusnya melalui hubungan matematis antara rata-rata biaya dengan arus lalulintas.
Beberapa model batasan kapasitas dibahas dalam Tamin (2000), termasuk dalam
kategori ini: metode all-or-nothing berulang, metode pembebanan bertahap,
metode pembebanan stokastik dengan batasan kapasitas, metode pembebanan-
berulang, metode pembebanan-kuantal, metode pembebanan-banyak-rute, metode
pembebanan-berpeluang.

Model pemilihan rute dengan batasan kapasitas, tidak dibahas lebih lanjut dan
tidak dijadikan bagian pembahasan lanjut, dalam disertasi ini.

II.16 Teori Tentang Persepsi

II.16.1 Pendahuluan

Walaupun teori himpunan Fuzzy telah dikemukakan cukup lama, yaitu pertama
kali dalam tulisan Zadeh (1965), percobaan penerapannya dalam studi teknik
transportasi baru mulai dilaporkan pada tahun 1990-an. Riset khusus untuk
pemilihan rute dan pembebanan lalulintas fuzzy yang dapat mengarah pada
analisis jaringan transportasi, telah diteliti oleh Lotan (1992), Henn (1997; 2001)
dan Akiyama (1996; 1997; 1999; 2000; 2002).

Zadeh (1976) mengemukakan pendekatan fuzzy untuk pendefinisian konsep yang


kompleks atau tidak teliti/tidak tepat (imprecise). Konsep yang yang dinyatakan
secara linguistik seringkali tidak teliti/tidak tepat.

78
II.16.2 Model Pemilihan Rute dan Pembebanan Lalulintas Berbasis Persepsi

Akiyama (1998) mengajukan model pembebanan lalulintas fuzzy, dengan


keberangkatan analisa dari pola pembebanan proporsional model Dial (1971).
Faktor penentu yang digunakan dalam penelitiannya adalah waktu tempuh
perjalanan (travel time) rute, yang dinyatakan dengan bilangan fuzzy segitiga.
Model ini mencari proporsi pembebanan melalui pendefinisian fungsi tujuan,
yang dinyatakan pula dengan bilangan fuzzy segitiga

Henn (2002) mengkalisifikasikan pembebanan lalulintas fuzzy menjadi dua tipe.


Tipe pertama adalah yang diturunkan dari penelitian awal yang dilakukan oleh
Lotan (1992; 1993), yaitu yang berbasis pada aturan-aturan fuzzy dan pada alat
kendali fuzzy klasik. Contoh aturan penanganan fuzzy yang dipakai : “ jika waktu
tempuh pada rute-1 sangat singkat dan waktu tempuh pada rute-2 adalah sedang,
maka pasti akan memilih rute-1”. Tipe kedua adalah model yang berbasis pada
penelaahan rute-rute yang biayanya ditinjau dalam biaya-fuzzy, dan dibandingkan
dalam kerangka teori kebolehjadian atau cara lain yang dapat dibuktikan ekivalen
(contoh model tipe ini adalah yang dikemukanan dalam (Henn, 1997)).

Kemudian Henn (2002) mengajukan pembahasan tentang konsep biaya yang


digunakan dalam pemilihan rute pembebanan, sehubungan dengan adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi dari sisi perilaku pelaku perjalanan antara lain:
ketidak-telitian perkiraan dan ketidak perdulian pada selisih perbedaan biaya
yang kecil.

Dua faktor ini merupakan faktor persepsi dari sisi pelaku perjalanan, yang
sebaiknya terwakili dalam model.

79
II.16.3 Perataan Persepsi

Untuk mendapatkan satu nilai tentu dari suatu variabel fuzzy dapat dihitung antara
lain dengan metode centroid (composite moment). Untuk suatu variabel diskrit
epkspresinya dapat dituliskan sebagai berikut:

∑z j μ(z j )
z =
* J =1
n
(II.85)
∑ μ(z
j =1
j )

Dengan z * adalah nilai tentu dari himpunan fuzzy variabel Z, z j adalah nilai

variabel Z untuk individu j, dan μ ( z j ) adalah derajat keanggotaan individu j

dalam himpunan fuzzy Z.

80
Bab III Pemodelan Persepsi Biaya Perjalanan

III.1 Konsep

Perjalanan dilakukan orang untuk mencapai tempat tujuan dengan melintasi


hambatan jarak. Untuk mengatasi hambatan jarak ini diperlukan pengorbanan.
Pengorbanan untuk berpindah tempat dari tempat asal sampai mencapai tempat
tujuan secara umum disebut biaya perjalanan. Perjalanan dengan menggunakan
kendaraan pribadi memerlukan pengorbanan berupa konsumsi bahan bakar dan
waktu perjalanan dari tempat asal sampai tiba di tempat tujuan. Perjalanan ini
dilakukan dengan melintasi ruas jalan, dimana untuk mencapai tujuan ruas yang
harus dilintasi dapat lebih dari satu. Jika diantara ruas yang dilintasi dipilih ruas
jalan tol, maka komponen biaya perjalanan menjadi bertambah dengan harus
dikeluarkannya ongkos tol. Untuk keperluan analisis sistem jaringan jalan semua
komponen biaya tersebut disatukan dalam suatu kesatuan nilai (unity) sehingga
terbentuk biaya gabungan. Biaya gabungan memiliki satuan moneter (rupiah).
Biaya gabungan merupakan gabungan (union) dari biaya jarak (konsumsi bahan
bakar minyak/BBM), biaya waktu, dan ongkos tol. Biaya waktu didapat dari
konversi waktu perjalanan menjadi bersatuan moneter melalui faktor pengali yang
disebut nilai waktu. Nilai waktu bersatuan moneter per satuan waktu [rupiah/jam].
Untuk ruas jalan yang tidak merupakan jalan tol, ongkos tol adalah nol. Biaya
perjalanan merupakan jumlah biaya ruas-ruas yang dilintasi. Pada Bab ini
dianalisis biaya melintasi ruas jalan, dengan sampel berupa jalan tol.

III.1.1 Biaya Jarak (Biaya Bahan Bakar)

Biaya bahan bakar merupakan biaya syarat minimal untuk mengatasi hambatan
jarak dengan melintasinya. Konsumsi bahan bakar dapat dipengaruhi oleh
kecepatan kendaraan. Disamping itu untuk jarak yang sama bahan bakar yang
dikonsumsi dapat berbeda bagi individu kendaraan yang berlainan. Hal ini
disebabkan oleh karakteristik dari merk, jenis dan perubahan-perubahan individu
kendaraan yang diakibatkan oleh umur pakainya atau oleh modifikasi karakteristik

81
efisiensi yang sengaja dilakukan pemiliknya. Dengan demikian untuk melintasi
ruas jalan yang sama jumlah konsumsi bahan bakar dapat berbeda diantara
kendaraan. Biaya bahan bakar untuk melintasi ruas adalah banyaknya bahan bakar
yang dikonsumsi dikalikan harga satuan bahan bakar kendaraan.

III.1.2 Waktu Tempuh

Waktu perjalanan adalah jumlah waktu yang dihabiskan sejak berangkat dari
tempat tujuan sampai tiba di tempat tujuan termasuk tundaan-tundaan. Tundaan
adalah waktu habis dalam keadaan tidak bergerak, yang sebenarnya tidak
diharapkan. Dalam melintasi ruas minimal perlu dihabiskan waktu tempuh ruas,
dimana waktu tempuh ruas adalah panjang ruas atau jarak dibagi rata-rata
kecepatan yang digunakan kendaraan. Sebelum berangkat biasanya pelaku
perjalanan memiliki perkiraan, rencana atau harapan menyangkut lamanya waktu
perjalanan. Dalam penelitian ini harapan waktu tempuh ruas menjadi butir yang
ditanyakan pada responden. Hal ini diperlukan untuk melengkapi proses analisis
persepsi biaya perjalanan. Sampel ruas dipilih ruas dengan jarak yang cukup
panjang, dalam hal ini adalah salah satu ruas jalan dalam wilayah Bandung yaitu
ruas jalan tol Pasteur-Padalarang. Data jawaban responden mengenai perkiraan
atau harapan waktu tempuh melintasi ruas ini, kemudian diolah sebagai komponen
biaya waktu.

III.1.3 Nilai Waktu

Nilai waktu pelaku perjalanan yang menggunakan kendaraan pribadi roda empat
didekati dengan nilai waktu kerjanya. Kepada responden ditanyakan rata-rata
penghasilan bulanan, rata-rata jam kerja per hari dan hari kerja per minggu, dari
jawaban responden dapat dihitung waktu perja per bulan. Nilai waktu didapat dari
penghasilan bulanan dibagi waktu kerja per bulan. Untuk setiap responden nilai
waktu dapat beragam, karena penghasilan berbeda dan waktu kerja pun berbeda.
Untuk waktu kerja yang sama penghasilan dapat berbeda, demikian pula
sebaliknya, untuk penghasilan yang sama waktu kerja dapat berbeda.

82
III.1.4 Biaya Waktu

Seperti telah disebutkan pada III.3, biaya waktu didapat dari waktu tempuh
harapan individual dikali nilai waktu individual. Sehingga dalam hal ini biaya
waktu merupakan biaya waktu perkiraan atau harapan individual, dengan kata lain
dapat disebut persepsi biaya waktu.

III.1.5 Ongkos Tol

Ongkos tol adalah biaya yang sudah tentu atau tetap untuk ruas tol yang
bersangkutan. Besaran biaya ini akan berbeda nilainya terhadap pengguna jalan
tol atau pelaku perjalanan secara individual. Nilai beragam ini bisa dijelaskan
misalnya dengan membandingkannya dengan besaran pengeluaran komponen
konsumsi lain yang dikeluarkan individu. Misalnya yang dapat dijadikan sebagai
acuan adalah biaya konsumsi satu kali makan siang. Karena besarnya biaya satu
kali makan siang berbeda secara individual maka nilai ongkos tol menjadi berbeda
secara individual.

III.1.7 Biaya Gabungan

Variabel biaya gabungan biasa digunakan dalam analisis sistem jaringan. Biaya
gabungan merupakan gabungan (union) dari semua biaya hambatan perjalanan.
Untuk ruas jalan tol biaya gabungan bagi pengguna kendaraan pribadi adalah
gabungan dari biaya konsumsi bahan bakar (biaya jarak), biaya waktu (waktu
perjalanan dikali nilai waktu) dan ongkos tol.

83
III.2 Data

Dari survey wawancara dan angket terhadap pengguna jalan tol Pasteur-
Padalarang dengan mengendarai kendaraan (mobil) pribadi, didapat 59 set
jawaban responden menyangkut: pendapatan bulanan, jam kerja per hari, hari
kerja per minggu, biaya satu kali makan siang, efisiensi bahan bakar kendaraan
(jarak tempuh rata-rata per liter bahan bakar), waktu tempuh persepsi, dan
pandangan masing-masing mengenai tingkat kepentingan mempertimbangkan
biaya bahan bakar, ongkos tol dan waktu. Data yang diperoleh adalah seperti
tercantum pada Tabel F.1 dan Tabel F.2.

III.3 Analisis Data

Dari data jawaban responden dilakukan perhitungan sesuai dengan konsep yang
telah dijelaskan pada sub Bab III.1. Sebagai hasil dari perhitungan adalah
besarnya nilai waktu, biaya jarak (bahan bakar), biaya waktu dan biaya persepsi
masing-masing responden yang merupakan gabungan dari ongkos tol, biaya jarak
(biaya bahan bakar) dan biaya waktu.

III.3.1 Analisis Nilai Waktu

Dari data eksternal pendapatan bulanan, jam kerja per hari dan jam kerja per
minggu dihitung nilai waktu masing-masing responden (Tabel F.3). Nilai waktu
tertinggi adalah Rp.50.000,- perjam. Dari perhitungan rataan terbobot nilai waktu
(Tabel F.4) didapat rataan dari nilai waktu sebesar Rp. 21.604,-/jam.

III.3.2 Regresi Bobot Komponen Biaya Terhadap Kepuasan

Regresi bobot komponen biaya terhadap kepuasan mengahasilkan bobot untuk


komponen ongkos tol, biaya BBM dan biaya waktu, berturut turut adalah 0.800,
0.831 dan 0.833. (Tabel F.13).

84
III.3.3 Regresi Nilai Komponen Biaya Terhadap Kepuasan
Regresi nilai komponen biaya terhadap biaya gabungan menghasilkan variansi
antar komponen biaya 0,083502, variansi dalam komponen biaya 1.645, dan
variansi total 1.729.

III.3.4 Analisis Persepsi Biaya Perjalanan

Dengan mengaplikasikan konsep hitungan seperti dijelaskan pada sub Bab III.1
diatas dihitung biaya bahan bakar, biaya waktu dan biaya gabungan untuk masing-
masing responden (Tabel A.4). Setelah didapat besaran-besaran biaya gabungan
masing-masing responden.

III.3.5 Uji Normalitas Data Persepsi Biaya Perjalanan

Pengujian normalitas data dilakukan terhadap data hasil hitungan biaya gabungan
sebagai biaya persepsi perjalanan masin-masing responden. Jumlah data ada 59
data jawaban responden. Pengujian dilakukan dengan Chi-kuadrat (χ2). Data
dibagi menjadi 6 (enam) kelas interval, sehingga besarnya frekuensi ekspektasi
sesuai dengan luas kurva dibawah kurva normal-baku dibagi enam kelas, luas
masing-masing kelas berturut-turut menjadi: 2,27%; 13,53%,34,13%, 34,13%,
13,53 %, 2,27%, dari jumlah data responden. Hasil perhitungan adalah seperti
tercantum dalam Tabel III.1.

Seperti terlihat pada Tabel III.1 didapat χ2 hasil hitung adalah 3,70, sedangkan
dengan derajat kebebasan 5 (6 dikurangi 1), berdasarkan tabel χ2 untuk kesalahan
5% besarnya χ2 tabel adalah 11,070. Karena χ2 hitung (3,70) lebih kecil dari χ2
tabel (11,070), maka distribusi data persepsi biaya perjalanan dapat dinyatakan
berdistribusi normal.

85
Tabel III.1 Pengujian Normalitas Data Persepsi Biaya Ruas

Interval Data Frekuensi Frekuensi


Biaya Persepsi observasi ekspektasi
Ruas Sampel fo fh fo - fh (fo-fh)2 (fo-fh)2/fh
7672-9085 2 2 0 0.17 0.10
9085-10498 4 8 -4 15.86 1.99
10499-11911 19 20 -1 1.29 0.06
11912-13324 22 20 2 3.47 0.17
13325-14737 9 8 1 1.03 0.13
14738-16150 3 2 1 1.98 1.24
Jumlah 59 59.42 -0.42 23.81 3.70
χ2 hitung = 3.70

III.3.6 Uji Statistik Deskriptif Persepsi Biaya Perjalanan

Uji statistik deskriptif terhadap data persepsi biaya perjalanan menghasilkan


resume statistik seperti tercantum pada Tabel III.2.

Tabel III.2 Statistik Deskriptif Data Persepsi Biaya Ruas


Sampel

Mean 12150

Standard Error 208


Median 12072
Mode 11204
Standard Deviation 1587
Sample Variance 2518248
Kurtosis 0.44
Skewness -0.01
Range 8478
Minimum 7672
Maximum 16150
Sum 704686
Count 58
Largest(1) 16150

86
Smallest(1) 7672
Confidence Level(95.0%) 417

Besarnya deviasi standar persepsi biaya ruas sampel adalah 13,06 % dari rataan.
Berdasarkan hasil ini kemudian diterapkan pola distribusi yang sama untuk ruas-
ruas lain, dalam menentukan biaya persepsi setiap ruas untuk digunakan dalam
model pembebanan lalulintas, yang akan dibahas pada Bab IV.

III. 4 Perumusan Model

Data dari 59 orang responden menyangkut persepsi biaya perjalanan untuk ruas
yang sama, muncul secara acak, dan jika diurutkan akan dapat dilihat seperti pada
Tabel III.3. Pada pembicaraan sehari-hari ukuran pengorbanan dalam melakukan
suatu perjalanan biasanya dinyatakan secara linguistik dengan istilah “jauh”,
“lama”, atau “mahal”. Ukuran ini bisa berbeda untuk setiap orang. Misalkan dari
ukuran tersebut diambil satu saja yaitu “mahal”. Pada data yang didapat untuk
ruas sampel terbukti bahwa biaya persepsi berbeda, dan ukuran mahal tidaknya,
misalnya bisa dilihat dari perbandingannya dengan biaya makan siang masing-
masing.

Tabel III.3 Data Terurut Persepsi Biaya Perjalanan


( Untuk Ruas Sampel)

7672 10797 10797 11321 12171 12886 13754


9061 10915 10915 11438 12190 12886 13808
9640 10915 10915 11492 12192 13103 13928
9757 11177 11177 11725 12307 13233 14275
10143 11204 11204 11729 12506 13233 14622
10336 11204 11204 11958 12539 13288 14622
10658 11204 11204 12018 12767 13288 14850
10683 11204 11204 12018 12767 13465 15317
10683 11204 11204 12072 12881 13575 16150
10797 11264 11264 12072 12886 13600

Dapat dibuat suatu rumusan umum untuk menghaluskan kurva distribusi peluang
biaya persepsi ruas melalui persamaan sebagai berikut (lihat Gambar III.1 ):

87
S(υ;α,β,μ) Π(υ;β,μ)

1 1

0.5 0.5

β
υ
0 0

α β μ υ μ
μ−β μ+β
Gambar III.1 .a Pendekatan Distribusi Gambar III.1.b Pendekatan Distribusi
Peluang Setengah Normal (S) Peluang Normal (Π)

S (υ ; α , β , μ ) = 0 untuk υ ≤ α
2
⎛υ −α ⎞
= 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk α ≤ υ ≤ β
⎝ μ −α ⎠
2
⎛υ − μ ⎞
= 1 − 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk β ≤ υ ≤ μ
⎝ μ −α ⎠
=1 untuk υ ≥ μ

β
π (υ ; β , μ ) = S( υ ; μ − β , μ − , μ ) untuk υ ≤ μ
2
berarti :
=0 untuk υ ≤ μ − β
2
⎛ υ − (μ − β ) ⎞ β
= 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk μ − β ≤ υ ≤ μ −
⎝ μ − (μ − β ) ⎠ 2
2
⎛ υ−μ ⎞ β
= 1 − 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk μ − ≤ υ ≤ μ
⎝ μ − (μ − β ) ⎠ 2
=1 untuk υ ≥ μ

β
= 1 − S (υ ; μ , μ + , μ + β ) untuk υ ≥ μ
2
berarti :

88
= 1- (0) untuk υ ≤ μ
2
⎛ υ−μ ⎞ β
= 1 − 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk μ ≤ υ ≤ μ +
⎝ ( μ + β ) − μ ⎠ 2
2
⎛ υ − (μ + β ) ⎞ β
= 1 − {1 − 2⎜⎜ ⎟⎟ } untuk μ + ≤ υ ≤ μ + β
⎝ (μ + β ) − μ ⎠ 2
= 1 -(1) untuk υ ≥ μ + β

Dari hasil perhitungan data persepsi untuk ruas sampel telah didapat: γ = mean =
12150 dan β = deviasi standar =1587, sehingga hubungan antara peluang kejadian
persepsi dan biaya persepsi ( υ ) untuk satu deviasi standar menjadi sebagai
berikut:
π (υ ,1587,12150) = 0 untuk υ ≤ 10563

⎛ υ − 10563 ⎞
2

= 2⎜ ⎟ untuk 10563 ≤ υ ≤ 11356


⎝ 1587 ⎠

⎛ υ − 12150 ⎞
2

= 1 − 2⎜ ⎟ untuk 11356 ≤ υ ≤ 12150


⎝ 1587 ⎠
=1 untuk υ ≥ 12150

= 1 − S (υ ;12150,12943,16150) untuk υ ≥ 12150


berarti:

= 1-(0) =1 untuk υ = 12150

⎛ υ − 12150 ⎞
2

= 1 − { 2⎜ ⎟ } untuk 12150 ≤ υ ≤ 12943


⎝ 1587 ⎠

⎛ υ − 13737 ⎞
2

= 1- { 1 − 2⎜ ⎟ } untuk 12943 ≤ υ ≤ 16150


⎝ 1587 ⎠
= 1 -1 = 0 untuk υ ≥ 16150

Dari data responden angka-angka peluang yang muncul dapat dihitung


berdasarkan besaran persepsi biaya masing-masing ( υ ), didapat hasil terurut

89
distribusi peluang seperti tercantum pada Tabel III.4, yang sesuai dengan urutan
besarnya biaya persepsi pada Tabel III.3. Rincian perhitungan terlampir pada
Lampiran D.

Tabel III.4. Resume Hasil Perhitungan Peluang Distribusi


Persepsi Biaya Perjalanan Digambarkan Dari Data
Responden
Π
0.00 0.66 1.00 1.00 0.89 0.49
0.00 0.75 1.00 1.00 0.89 0.46
0.09 0.75 1.00 1.00 0.82 0.39
0.12 0.96 1.00 1.00 0.77 0.22
0.27 0.99 1.00 0.97 0.77 0.10
0.37 0.99 1.00 0.97 0.74 0.10
0.56 0.99 1.00 0.92 0.74 0.04
0.58 0.99 1.00 0.92 0.66 0.00
0.58 0.99 1.00 0.89 0.60 0.00
0.66 1.00 1.00 0.89 0.58

Jika masing-masing sel pada Tabel III.4 dikalikan dengan jumlah data yaitu 59,
maka akan menghasilkan jumlah orang diantara 59 orang itu yang berpersepsi
biaya terhadap ruas sampel lebih kecil atau sama dengan rataan biaya persepsi
pada sel yang sama di Tabel III, untuk nilai biaya persepsi dibawah rataan,
sedangkan untuk nilai biaya persepsi diatas rataan berarti jumlah orang yang
berpersepsi lebih besar atau sama dengan nilai biaya persepsi pada sel yang
sesuai. Angka-angka pada tabel itu sendiri berarti peluang ‘lebih besar atau sama
dengan rataan’ dari biaya persepsi pada sel yang sama untuk yang dibawah
rataan dan untuk yang diatas rataan berarti peluang ‘lebih kecil atau sama dengan
rataan’.

Pendekatan untuk mencari biaya persepsi jika rataanya telah dapat diketahui
selanjutnya dapat dinyatakan dengan formula berikut:

υ = μ − (1 − Π ) β untuk υ ≤ μ

= μ + (1 − Π ) β untuk υ ≥ μ

90
dimana:
υ = biaya persepsi
μ = biaya rataan
β = parameter sebaran
Π = peluang acak normal

Percobaan pendekatan lain dilakukan untuk menggambarkan peluang dengan


menggunakan fungsi S saja dimana diambil nilai α = nilai terkecil, β = nilai
rataan, dan nilai μ = nilai terbesar, perhitungan menghasilkan resume urutan
peluang seperti pada Tabel III.5.

Tabel III.5. Resume Hasil Perhitungan Peluang Distribusi


Persepsi Biaya Perjalanan Digambarkan Dari Data Responden

S
0.00 0.27 0.37 0.56 0.70 0.84
0.05 0.29 0.39 0.56 0.70 0.85
0.11 0.29 0.41 0.56 0.74 0.86
0.12 0.34 0.46 0.59 0.76 0.90
0.17 0.35 0.46 0.63 0.76 0.94
0.20 0.35 0.51 0.64 0.77 0.94
0.25 0.35 0.53 0.68 0.77 0.95
0.25 0.35 0.53 0.68 0.80 0.98
0.25 0.35 0.54 0.70 0.82 1.00
0.27 0.36 0.54 0.70 0.82

Angka-angka yang tercantum pada sel-sel Tabel III.5 dapat ditafsirkan sebagai
nilai peluang suatu nilai lebih besar atau sama dengan nilai terbesar dalam
kelompok. Dengan kata lain untuk kasus ini adalah peluang suatu nilai persepsi
akan sama atau lebih besar dari nilai persepsi terbesar.

Jika S mendekati 1 berarti makin mendekati nilai terbesar, makin mendekati 0,5
berarti makin mendekati nilai rataan, dan makin mendekati 0 berarti makin
mendekati nilai terkecil. Peluang kejadian S adalah sama dengan S untuk S lebih
kecil atau sama dengan rataan, dan sama dengan (1-S) untuk S lebih besar atau
sama dengan rataan.

91
Pembentukan rumusan untuk menghubungkan angka-angka ini dengan variabel
acaknya yaitu biaya persepsi, dapat dituliskan sebagai berikut:

υ = α + S (γ − α ) (III.1)
dimana:
υ = biaya persepsi
α = biaya persepsi terkecil
γ = biaya persepsi terbesar
(γ − α ) = rentang antara biaya persepsi terbesar dan biaya persepsi terkecil

92
Bab IV Hubungan Model Persepsi Biaya Perjalanan dan Pembebanan
Jaringan

IV.1 Latar Belakang

Fenomena yang menjadi perhatian untuk dimodelkan dalam penelitian ini adalah
kenyataan yang dihadapi para pelaku perjalanan bahwa sejak berangkat dari
tempat asalnya untuk mencapai tempat yang ditujunya akan tersedia banyak ruas
jalan yang membentuk jaringan, dimana ruas-ruas jalan harus dipilih secara
beruntun sampai tempat tujuan dapat dicapai. Pada akhirnya ruas-ruas jalan yang
terpilih dan dilalui ini disebut rute terpilih.

Suatu jaringan jalan akan membentuk superposisi dengan tata guna lahan dimana
tata guna lahan akan terkait pada pola fungsi aktivitas yang menurunkan
pergerakan, misalnya pergerakan dari pemukiman menuju perkantoran.

Ruang jaringan dan aktivitas terdiri dari zona-zona, dimana zona dapat terbentuk
berdasarkan batasan fungsi tempat atau guna lahan, pergerakan terjadi antar zona.
Penurunan model dilakukan berawal dari satu pasang zona, yaitu zona asal dan
zona tujuan. Ilustrasi dari persoalan yang dimodelkan digambarkan oleh Gambar
IV.1.

Pengguna
Jaringan Jalan

Asal Tujuan

Gambar IV.1 Sketsa Persoalan Yang Dimodelkan

93
Model-model yang telah ada dan posisi dari pengembangan yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat dikenali dengan melihat kembali Tabel II.1 di Bab II. Dalam
penelitian ini akan dikembangkan model stokastik murni, yaitu model stokastik
dengan tidak mempertimbangkan batasan kapasitas, atau dengan kata lain
kecepatan dianggap konstan terhadap arus. Kejadian stokastik yang akan
dimodelkan adalah pada sisi kebutuhan, yaitu persepsi orang terhadap biaya
perjalanan.

Pada model yang telah ada cara para pengguna jalan dalam memperkirakan dan
meminimumkan biaya perjalanan antar pasangan asal-tujuan dianggap sama, lalu
prosedur perhitungan perkiraan volume yang membebani setiap ruas jalan
diturunkan dan dijalankan berdasarkan anggapan ini (model all-or-nothing).
Model ini tidak begitu realistis (tidak menirukan perilaku nyata), karena
sebenarnya persepsi para pengguna jalan dapat berbeda.

Pada kenyataannya di antara pelaku perjalanan dapat terjadi suatu sebaran


persepsi terhadap biaya ruas yang membentuk biaya rute. Efek stokastik ini telah
didekati oleh model Burrell, yang menggunakan pendekatan sebaran merata (lihat
Lampiran B). Dengan sebaran merata berarti dalam suatu kelompok yang ditinjau
tidak ada persepsi yang sama. Jika ada 59 orang yang ditinjau persepsinya
terhadap biaya satu ruas jalan yang sama, maka akan ada 59 angka biaya persepsi
yang berbeda, dan peluang masing-masing adalah 1/59. Hal ini tentu kurang
begitu realistis karena pada kenyataannya diantara mereka ada saja tentu beberapa
yang berbeda, jadi tidak semuanya sama dan juga tidak semuanya berbeda.
Kondisi ini telah dibuktikan pada perhitungan di Bab III, yang didekati terhadap
peluang distribusi normal.

Baik sebaran merata maupun sebaran normal memberikan implikasi yang sama
dalam hal adanya persepsi yang lebih besar dan yang lebih kecil dari nilai rataan.

94
Persoalan lain yang dapat mempengaruhi pola pembebanan adalah pola sebaran
persepsi dari satu ruas ke ruas selanjutnya untuk sekelompok pengguna, apakah
identik atau berbeda antar ruas satu dengan ruas selanjutnya. Penggunaan ruas
secara bersama oleh beberapa kelompok orang dengan asal dan/atau tujuan kahir
pergerakan yang berbeda akan memberikan sisipan-sisipan individu pada populasi
pengguna ruas pada perioda waktu tertentu, sehingga adanya sisipan akan
merubah pola sebaran biaya persepsi perjalanan dari ruas ke ruas lainnya.

Selain itu juga untuk orang atau sekelompok orang yang sama apakah pola
pikirnya stabil dari awal keberangkatan lalu melewati beberapa ruas sampai tiba di
tempat tujuan. Ada seseorang atau kelompok orang yang pola persepsinya bisa
berubah dalam suatu selang waktu. Dengan kata lain pada suatu kejadian
perjalanan simpangan perbedaan atau selisih besaran biaya persepsi seseorang
terhadap rataan populasi pengguna dapat berubah dari satu ruas ke ruas lainnya.
Demikian juga akan terjadi bahwa pada situasi lalulintas di jaringan rentang biaya
persepsi atau selisih biaya persepsi terbesar dan terkecil di setiap ruas akan
berubah-ubah.

IV .2 Persepsi Biaya Perjalanan Dengan Sebaran Normal

Dengan tersebar normal berarti perilaku persepsi terhadap biaya perjalanan pada
tingkat ruas akan mengikuti pola perilaku berikut:
• Jumlah pelaku perjalanan yang memperkirakan biaya semakin dekat dengan
biaya perjalanan rata-rata akan semakin besar.
• Jumlah pelaku perjalanan yang memperkirakan biaya lebih besar atau lebih
kecil semakin jauh dari biaya perjalanan rata-rata semakin kecil.

Hasil analisa di Bab III berupa angka-angka acak dan pendekatan rumusan
umumnya dapat digunakan untuk membangkitkan biaya persepsi ruas. Disini akan
digunakan nilai S dan rumusan persamaan III.1. Untuk membangkitkan biaya
persepsi ruas ini, perlu diberikan tetapan awal untuk mendapatkan rentang biaya
persepsi (selisih antara biaya persepsi terbesar dan terkecil). Dari bilangan acak

95
yang tercantum pada Tabel III.4 akan digunakan 4 buah bilangan yaitu 0.20, 0.39,
0.64, dan 0.95., dengan peluang masing-masing berturut-turut 20%, 39%, (1-64%)
dan (1-95%).

Algoritma pembangkitan biaya persepsi adalah sebagai berikut:


langkah-1 : Tetukan biaya rataan persepsi
langkah 2 : Tentukan parameter sebaran persepsi
langkah 3 : Dari rataan dan parameter sebaran dicari nilai biaya persepsi terkecil,
nilai biaya persepsi terbesar dan rentang persepsi (selisih terbesar dan
terkecil)
langkah 4 : gunakan angka acak S untuk membangkitkan biaya persepsi dari nilai
biaya persepsi terkecil dan rentang persepsi.

IV.3 Pembebanan Dengan Persepsi Biaya Perjalanan Berbeda

Pembebanan dengan persepsi biaya perjalanan berbeda dapat dilakukan dengan


mempertimbangkan:
• adanya perbedaan persepsi diantara pengguna jalan tentang biaya
perjalanan untuk asal-tujuan yang sama
• perbedaan untuk asal-tujuan yang sama dapat didekati dengan perbedaan
untuk ruas yang sama
• pola sebaran antar ruas dibedakan oleh adanya pola perubahan selisih
antara biaya persepsi terbesar dan biaya persepsi terkecil pada kejadian
lalulintas, akibat adanya sisipan pengguna pada ruas dari asal-tujuan yang
berbeda, dari suatu selang waktu ke selang waktu berikutnya. Dengan kata
lain suatu ruas didalam jaringan yang cukup banyak jumlah ruas dan
persimpangannya, suatu ruas tidak selalu khusus untuk digunakan bagi
satu perjalanan dengan satu pasangan asal-tujuan tertentu saja.

IV.4 Pembebanan Dengan Persepsi Biaya Perjalanan Terdistribusi Normal

96
Untuk menggambarkan adanya persepsi biaya berbeda dapat dijalankan pola
pembebanan misalnya dengan membagi beban menjadi beberapa bagian
keberangkatan (atau kedatangan di suatu tempat tinjau di jaringan), misalnya 30
menitan atau 15 menitan, masing-masing segmen mewakili persepsi biaya
perjalanan berbeda yaitu :
• segmen-1 : dengan fraksi beban adalah S1 × Tid untuk S1 ≤ 0.5
t

• segmen-2: dengan fraksi beban adalah S2 × Tid untuk S2 ≤ 0.5


t

• segmen-3 : dengan fraksi beban adalah (1-S3)× Tid untuk S3 ≥ 0.50


t

• segmen-4 : dengan fraksi beban adalah (1-S4) × Tid untuk S4 ≥ 0.50


t

dimana S1,S2,S3 dan S4 adalah bilangan acak berbeda, sebagai contoh diambil 4
bilangan acak dari Tabel III.5, yaitu 0.2, 0.39, 0.64 dan 0.95.


t
segmen-1 : dengan fraksi beban adalah 20% Tid untuk S = 0.2


t
segmen-2: dengan fraksi beban adalah 39% Tid untuk S = 0.39

• segmen-3 : dengan fraksi beban adalah 36 % Tid untuk S = 0.64


t

• segmen-4 : dengan fraksi beban adalah 5% Tid untuk S = 0.95


t

Algoritma dasar perhitungan adalah sebagai berikut:


Langkah-1 : Nyatakan fungsi biaya perjalanan untuk menghitung rataan persepsi
biaya perjalanan (mean perceived cost) , hitung biaya setiap ruas ruas
langkah -2 : Hitung biaya persepsi setiap ruas dengan menggunakan nilai S
langkah -3 : Bentuk pohon biaya minimum
(rute-rute termurah dari setiap zona ke semua zona)
1
langkah -4 : Bebankan segmen beban pertama dari beban tiba pertama ( p s11 . Tid )

pada pohon biaya minimum yang dihasilkan di langkah-3

97
langkah -5 : Ulangi langkah 2 sampai langkah 4 untuk segmen kedua, ketiga, dan
1
keempat dengan set nilai S berbeda dan prorporsi beban Tid yang
berkesesuaian.
langkah-6 : Ulangi langkah 1 sampai langkah 5 untuk bagian kedatangan beban
selanjutnya, sampai habis periode waktu pembebanan yang ditinjau
T
Tid .

Jumlah set bilangan acak adalah sejumlah 4 dikali jumlah bagian kedatangan
beban, jika kedatangan beban tidak dibagi atau hanya satu kali, maka ada empat
set bilangan acak, misalnya seperti pada Tabel IV.1.

Tabel IV.1 Set S dan Porsi Beban


set-1 set-2 set-3 set-4
beban beban beban beban
0.20 20% 0.25 25% 0.11 11% 0.27 27%
0.39 39% 0.35 35% 0.46 46% 0.41 41%
0.64 36% 0.74 26% 0.63 37% 0.70 30%
0.95 5% 0.86 14% 0.94 6% 0.98 2%
Jumlah 100% Jumlah 100% Jumlah 100% Jumlah 100%

diagram alir pembebanan adalah seperti tertera pada Gambar IV.2

98
Data Jaringan

Hitung Biaya Setiap Ruas

Efek Stokastik Ya

Hitung Biaya Setiap Ruas


Tidak

Hitung rute termurah dari setiap zona


asal ke semua zona tujuan

Bebankan fraksi segmen beban


Hitung rute termurah pada rute termurah dari setiap
dari setiap zona asal zona asal ke semua zona tujuan
ke semua zona tujuan

hitung untuk semua


segmen
Bebankan Sel Matrik Asal
Tujuan pada rute termurah
dari setiap zona asal ke setiap
zona tujuan

Jumlahkan Volume Ruas

Gambar IV.2 Diagram Alir Garis Besar Perhitungan Pembebanan

99
IV. 5 Ketidak Pastian Biaya Persepsi Berdasarkan Jarak Perjalanan

Persepsi pelaku perjalanan terhadap biaya perjalanan dapat diasumsikan sama atau
berbeda menurut sebaran tertentu.

Jarak dan biaya perjalanan pada perjalanan dengan jarak pendek mudah
diperkirakan jarak sebenarnya. Contoh paling sederhana untuk hal ini adalah
perjalanan antara titik asal dan titik tujuan yang dihubungkan oleh adanya satu
ruas pendek yang menghubungkan dua titik itu.

Persepsi diantara pelaku perjalanan tentang biaya perjalanan untuk perjalanan


jarak pendek dapat dianggap cenderung sama. Pembebanan lalu lintas untuk
perjalanan jarak pendek dapat dimodelkan berdasarkan pembebanan ‘All-or-
Nothing’.

Semakin jauh jarak yang memisahkan dua tempat atau dua titik yang merupakan
pasangan asal dan tujuan perjalanan akan semakin banyak set ruas yang dapat
menghubungkan. Dengan kata lain set pilihan rute di dalam jaringan akan
semakin banyak. Persepsi tentang biaya perjalanan dan tentang rute terbaik akan
cenderung semakin menyebar dan terpencar.

Untuk memudahkan, misalkan panjang perjalanan dari satu tempat asal ke semua
tempat tujuan dalam satu sistem jaringan (misalnya satu kota) dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:

• perjalanan pendek

• perjalanan jarak sedang

• perjalanan jarak jauh

100
1. Perjalanan Jarak Pendek

Jarak atau biaya perjalanannya mudah diperkirakan bagi semua orang, persepsi
semua orang tentang jarak terpendek atau biaya termurah cenderung sama.

Pelaku Perjalanan

Gambar IV.3 Biaya Perjalanan Persepsi Sama

2. Perjalanan Jarak Sedang

Perkiraan biaya perjalanan dan biaya termurah bagi para pelaku perjalanan
berbeda. Untuk kelompok ini dimisalkan mengikuti suatu sebaran dengan
paramater dispersi yang lebih kecil dari kelompok perjalanan jarak jauh. Misalkan
dispersi 15% dari nilai rataan, dengan sebaran normal.
Pelaku Perjalanan

Gambar IV.4 Biaya Perjalanan Persepsi Sebaran Normal Variansi Kecil

3. Perjalanan Jarak Jauh

Semakin jauh jarak perjalanan akan semakin menyebar persepsi tentang biaya
perjalanan dan biaya termurah antar asal-tujuan. Untuk kelompok perjalanan jauh,
persepsi biaya perjalanan dimisalkan mengikuti sebaran normal dengan dispersi
lebih besar dari kelompok perjalanan menengah, misalkan 30% dari nilai rataan.

101
Pelaku Perjalanan

Gambar IV.5 Biaya Perjalanan Dengan Persepsi Sebaran Normal Variansi


Besar

Dengan demikian pembebanan perjalanan untuk satu tempat asal ke berbagai


tempat tujuan dalam satu sistem jaringan jalan perkotaan akan dilakukan
mengikuti 3 pola persepsi biaya perjalanan, yaitu:

• Persepsi sama, untuk perjalanan pendek.

• Persepsi tersebar normal dengan parameter dispersi 30% dari nilai rataan,
untuk perjalanan jarak sedang.

• Persepsi tersebar normal dengan parameter dispersi 30% dari nilai rataan,
untuk perjalanan jarak jauh.
Pelaku Perjalanan

Gambar IV.6 Biaya Perjalanan Dengan Persepsi Sebaran Normal Berbeda


Variansi

102
Urutan langkah untuk pembebanan.

1. Dari satu tempat asal ke berbagai/semua tempat tujuan dalam jaringan:

• hitung biaya perjalanan untuk masing-masing ruas

• hitung biaya perjalanan termurah untuk setiap pasangan asal tujuan,


dengan anggapan persepsi biaya perjalanan sama (didekati dengan
biaya perjalanan setiap ruas sama bagi semua orang, tidak ada sebaran
persepsi).

2. Perjalanan dari satu tempat asal ke berbagai/semua tempat tujuan dalam


jaringan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu perjalanan pendek, perjalanan jarak
jauh, dan perjalanan jarak jauh dengan cara:

• Cari jarak terpendek atau biaya termurah

• Cari jarak terpanjang atau biaya termahal

• Cari rentang atau interval antara biaya termurah dan termahal

• Bagi rentang menjadi 3 bagian yang sama

• Tentukan batas kelompok perjalanan pendek yaitu jarak terpendek


ditambah 1 bagian rentang

• Tentukan batas kelompok perjalanan menengah dengan perjalanan


panjang yaitu batas perjalanan pendek ditambah lagi 1 bagian interval.

Sehingga terdapat 3 kondisi:

1. Jika biaya perjalanan lebih besar atau sama dengan biaya perjalanan terpendek
dan lebih kecil dari biaya perjalanan terpendek ditambah satu bagian interval
maka perjalanan akan termasuk pada perjalanan pendek.

2. Jika biaya perjalanan lebih besar atau sama dengan biaya perjalanan terpendek
ditambah satu bagian interval dan lebih kecil dari biaya perjalanan termurah
ditambah dua bagian interval, maka perjalanan akan termasuk pada perjalanan
menengah.

103
3. Jika biaya perjalanan lebih besar atau sama dengan biaya perjalanan termurah
ditambah dua bagian interval dan lebih kecil dari biaya perjalanan terpanjang,
maka perjalanan akan termasuk pada perjalanan panjang atau mahal.

IV.6 Tinjauan Hubungan Model Biaya dan Pembebanan Jaringan

Pada bagian ini semua topik bahasan didepan akan diterapkan pada persoalan
pembebanan kebutuhan pergerakan keatas jaringan jalan. Beberapa data masukan
digunakan dari hasil analisa persepsi biaya perjalanan di Bab III, yaitu data yang
diperlukan untuk menghitung biaya gabungan (generalized cost). Hasil hitungan
biaya gabungan untuk setiap ruas, akan merupakan rataan biaya persepsi (mean
perceived cost).

Tujuan percobaan adalah untuk melihat apakah adanya perbedaan persepsi


terhadap biaya perjalanan akan menimbulkan perbedaan pilihan rute perjalanan
sehingga dari hasil pembebanan kebutuhan pergerakan untuk periode tertentu
akan menghasilkan volume ruas yang berbeda di beberapa tempat jika
dibandingkan dengan asumsi bahwa persepsi biaya perjalanan sama.

Data Jaringan

Untuk dapat lebih mudah melihat karakteristik hasil, pembahasan akan dilakukan
pada data jaringan buatan. Data hipotetikal ditetapkan seperti pada Gambar IV.8.

104
1 5 2 6 3 2 4

1
10 4 8 4
8 7 5
5 3
6 7 8

3 4
8

9 10 10 5
11

2
2 3
2
4
12
13

Gambar IV.7 Data Jaringan


Sumber: Ortuzar & Willumsen (1994)

Dari data grafis komponen biaya yang tercantum adalah waktu perjalanan (mean
perceived travel time) dalam menit (pada kecepatan rata-rata yang sama untuk
semua ruas) kemudian dilengkapi data karakteristik ruas (untuk mendekati data
nyata). Dalam pemodelan data jaringan perlu diperhatikan hukum geometris
menyangkut jarak. Misalnya jika semua ruas dianggap lurus maka hukum
goneometrik (dalil-dalil segitiga) perlu diperhatikan. Jika dua garis ruas telah
ditentukan, maka garis ketiga yang menjadikan jaringan terhubungkan, jaraknya
tidak boleh kurang. Jarak yang lebih akan berarti ruas ketiga tidak garis lurus.
Dengan memperhatikan jarak perkiraan peta grafis dari data adalah seperti pada
Gambar IV.8. Dimana tinjauan adalah dalam satu bidang.

105
1 5 2 6 3 2
4

4 8 4
10 6
8
7
8 5

5 7 8
4
3
5
9 10 10 11
2 12
2 3
13

Gambar IV.8 Geometrik Data Jaringan

IV.7 Biaya Persepsi Ruas Dalam Jaringan Contoh

Didalam prosedur pembebanan lalulintas keatas jaringan terdapat tiga langkah


pokok yaitu:
• penentuan biaya setiap ruas
• pencarian rute terbaik dari setiap zona ke semua zona
• pembebanan untuk periode gerak tertentu

Pada bagian ini akan dibahas secara khusus penentuan biaya setiap ruas, sebelum
langkah percarian rute terbaik dilakukan. Jika persepsi pengguna jalan dianggap
sama maka untuk setiap ruas hanya akan ada satu besaran biaya dengan nilai yang
sama, bagi semua pengguna.

Terdapatnya perbedaan diantara pengguna akan terjadi dari dua sisi. Sisi pertama
adalah dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk ruas yang sama, yang
telah dibahas di Bab III. Adanya perbedaan diakibatkan dari waktu tempuh yang

106
berbeda dan dari perbedaan karakteristik efisiensi penggunaan dari masing-
masing kendaraan untuk jarak yang sama.

Perbedaan persepsi orang terhadap ruas yang sama dapat membedakan biaya
untuk ruas yang sama. Dengan implementasi perhitungan yang telah dilakukan
untuk jaringan contoh, biaya persepsi untuk ruas berbeda dihitung dengan
menggunakan deviasi sebaran dan angka acak yang sama untuk semua ruas.,
karena perbedaan ditijau terhadap orang.. Karena menggunakan angka acak yang
sama, untuk ruas berbeda biaya berubah dengan pola linier. Jika disimak maka
urutan besarnya biaya diantara ruas tidak berubah. Dengan tidak berubahnya
urutan biaya maka pencarian rute terbaik yang logikanya berdasarkan
pembandingan biaya, menjadi tidak terpengaruh oleh pengalian angka acak yang
sama tadi.

Percobaan perhitungan dengan menggunakan deviasi sebaran yang berbeda


terhadap panjang ruas dimana dikelompokkan antara ruas pendek ruas tengah dan
ruas panjang, untuk ruas pendek deviasi 0, ruas sedang deviasi 0.15 dari rataan
dan ruas panjang 0.30 dari rataan, juga menunjukan hasil serupa dimana urutan
biaya ruas yang bertemu di satu titik tetap. Hal ini dapat dijelaskan dengan
pengandaian dua ruas berdekatan yang selisihnya adalah 1 satuan apapun (1
menit, 1 detik, 1 rupiah). Lalu masing-masing diberi sebaran yang tidak lebih dari
satu satuan, yaitu antara 0 dan 1. Posisi angka acak adalah pada rentang antara 0
dan 1 ini. Angka acak pada posisi yang sama untuk kedua ruas. Karena selisih
antar ruas adalah 1 dan sebaran lebih kecil dari satu. sedangkan posisi angka acak
sama, maka urutan besarnya biaya ruas tidak akan pernah berubah. Urutan baru
bisa berubah jika biaya ruas sama, sedangkan biaya ruas yang sama disebar oleh
deviasi yang sama. Karena urutan biaya ruas yang bertemu di satu titik tidak
berubah, maka pola pencarian rute dengan meminimumkan biaya tidak akan
berubah. Gambaran resume hasil adalah seperti dijelaskan oleh Gambar IV.9.
Jika sebaran kedatangan orang atau kendaraan di ruas diperhitungkan, maka angka
acak pada dimensi lain dapat menjadi pengali acak antar biaya ruas, yang
menggambarkan sebaran biaya antar ruas. Hal ini akan lebih mudah dijelaskan

107
melalui proses perhitungan dengan menggunakan sistem tabel (Tabel F8, Tabel
F9 dan Tabel F10 Terlampir), dimana angka acak sebaran persepsi orang
tentang biaya ruas ditempatkan pada baris yang sama, dan angka acak sebaran
kedatangan orang di ruas ditempatkan pada kolom yang sama. Resume hasil
perhitungan dapat digambarkan oleh Gambar IV.9.

Rataan Biaya Biaya Persepsi


Persepsi Faktor Pengali Acak Berbeda [0,1]
Ruas … … … … …
1
2

N

Tidak Merubah Urutan Besar Biaya Ruas


Yang
Bertemu Di Satu Titik

Rataan Biaya Faktor Biaya Persepsi


Persepsi Pengali Acak
Ruas Berbeda [0,1]
1 …
2 …
… …
N …

Dapat Merubah Urutan


Besar Biaya Ruas Yang
Bertemu Di Satu Titik

Gambar IV.9 Pengaruh Faktor Pengali Acak

108
Percobaan lain adalah dengan memperhitungkan adanya variasi baik pada sisi
persepsi maupun pada sisi kedatangan di ruas. Pada kenyataannya untuk selang
waktu pendek kedatangan orang di ruas tidak mungkin tidak bervariasi, untuk
jalan satu bidang.

Pada pembebanan jaringan sebenarnya perlu data empirik untuk menggambarkan


keacakan waktu antar kedatangan diruas pada jaringan tertentu. Data empirik
sebaran ruang penarik perjalanan akan mempengaruhi hal ini. Untuk mudahnya,
ruas di wilayah dengan atraksi tinggi diberi faktor pengali yang lebih besar dari
ruas di wilayah yang faktor penariknya lebih kecil. Hal ini sulit untuk diterapkan
dalam perhitungan sistematik.
Tetapi penggunaan bilangan acak antara (0,1) secara sembarang untuk mengacak
biaya ruas dalam menggambarkan keacakan kedatangan kendaraan di ruas, dapat
meniscayakan perubahan urutan biaya ruas-ruas yang bertemu di suatu titik,
sehingga muncul model peralihan rute dan hasil pembebanan lalulintas yang
berbeda pada jaringan. Makin rapat ruas dalam jaringan dan makin besar ukuran
sistem jaringan akan memperbesar kemungkinan peralihan urutan biaya ruas yang
bertemu di satu titik.

Dengan asumsi pikiran orang tidak berubah maka untuk kedua sumbu pengali
dapat digunakan peluang normal. Pada kondisi ini digambarkan peluang normal
tiga dimensi.

Dengan hanya memperhatikan biaya ruas dalam waktu saja seperti yang
tercantum pada gambar data diatas (Gambar IV.8), pola pengacakan biaya
dengan mempertimbangkan perbedaan persepsi sebaran normal akan mengikuti
pola pengacakan biaya seperti tergambar berturut-turut pada Gambar IV.10.a,
Gambar IV.10.b, Gambar IV.10.c dan Gambar IV.10.d, yaitu dengan bilangan
pengacak pertama 0.2 bebankan sebesar 20% beban, dengan bilangan pengacak
kedua 0.39 bebankan sebesar 39%, dengan bilangan pengacak ketiga 0.64
bebankan sebesar 36%, dan dengan bilangan pengacak keempat 95%, bebankan
sebesar 5%. Jumlah segmen beban adalah 100%. Pola pengacakan biaya ini tidak

109
merubah besarnya biaya rata-rata. Segmen pertama sejumlah 20% dari total
segmen akan berpersepsi biaya sebesar biaya terkecil ditambah β dikali rentang
antara biaya terkecil dan biaya terbesar (atau biaya terbesar dikurangi biaya
terkecil), segmen kedua sejumlah 39% dari jumlah total segmen akan berpersepsi
biaya sebesar biaya terkecil ditambah β dari rentang, segmen ketiga sejumlah
(100%-64%) akan berpersepsi biaya sebesar biaya terkecil, dan segmen keempat
sebanyak (100%-95%) akan berpersepsi biaya sebesar biaya terkecil ditambah β
dari rentang biaya. Dimana β adalah parameter sebaran yang dapat dinyatakan
dengan suatu angka prosentase dari rataan, dan terkait pada pola sebaran atau
bentuk dari sebaran.

Dari sisi penentuan rute terbaik dan sebaran beban dalam jaringan, pola
pembebanan sama dengan pola pembebanan jika biaya ruas tidak diacak.

110
1 (0.2)5 2 (0.2)6 3 (0.2)2 1 (.39)5 2 (.39)6 3 (0.39)2
4 4

(0.2)4 (0.2)8 (0.2)4 (.39)4 (.39)8 (.39)4


(0.2)10 6 (.39)10 6
8 8
(0.2)7 (.39)7
(0.2)8 (0.2)5 (.39)8 (.39)5

5 7 (0.2)8 5 7 (.39)8
(0.2)4 (.39)4
(0.2)3 (.39)3
(0.2)5 (.39)5
9 (0.2)10 10 11 9 (.39)10 10 11
(0.2)2 12 (.39)2 12
(0.2)2 (0.2)3 (.39)2 (.39)3
13 13
Gambar IV.10.a Persepsi Biaya Segmen-1 (20%) Gambar IV.10.b Persepsi Biaya Segmen-2 (39%)

1 (.95)5 2 (.95)6 3 (.95)2


1 (.64)5 2 (.64)6 3 (.64)2 4
4
(.95)4 (.95)8 (.95)4
(.64)4 (.64)8 (.64)4 (.95)10 6
(.64)10 6 8
8 (.95)7
(.64)7 (.95)8 (.95)5
(.64)8 (.64)5
5 7 (.95)8
5 7 (.64)8 (.95)4
(.64)4
(.64)3 5
(.64)5 9 (.95)10 10 11
9 (.64)10 10 11 (.95)2 12
(.64)2 12 (.95)2 (.95)3
(.64)2 (.64)3 13
13
Gambar IV.10.c Persepsi Biaya Segmen-3 (36%) Gambar IV.10.d Persepsi Biaya Segmen-3 (36%)

Pembentukan Pohon Rute Biaya Minimum

Dengan meminimumkan biaya perjalanan dari setiap zona ke semua zona lainnya
didapat rute pohon biaya minimum untuk jaringan contoh yaitu untuk rute dari
zona 1, 2, 3 dan 4 ke zona-zona lain, seperti tergambar pada Gambar IV.11 a,
b,c,dan d, beturut-turut.

111
1 2 3
4
1
6
8
3

5 7

9 10
12
2
13

Gambar IV.11.a Pohon Dari Zona 1 4

1 2 3
4
1

6
8
3

5 7

9 10 11
2 12

13

4
Gambar IV.11.b Pohon Dari Zona 2

112
1 2 3
4
1
6
8
3

5 7

9 10 11
12
2
13

Gambar IV.11.c Pohon Dari Zona 3 4

1 2 3
4
1
6
8
3

5 7

9 10 11
12
2
13

Gambar IV.11.d Pohon Dari Zona 4 4

113
Data Kebutuhan Pergerakan

Kebutuhan pergerakan antar zona yang terdiri dari 4 zona sesuai dengan yang
tergambar pada model grafis Gambar IV.4 , dinyatakan dengan matrik asal tujuan
MAT berukuran 4 X 4 untuk periode waktu T, misalkan sebagai tercantum pada
Tabel IV.2.
Tabel IV.2 Data Kebutuhan Pergerakan
Ke
Dari 1 2 3 4
1 400 1000 200
2 300 100 800
3 200 500 1000
4 2000 400 100

Dengan persepsi biaya sama, tanpa pembagian periode beban, hasil pembebanan
ke pohon akan menghasilkan beban sebagai terlihat pada Tabel. IV.3.

Tabel IV.3 Hasil Pembebanan Persepsi Biaya Sama


Dari Ke Beban Ke Zona Jumlah
Ruas Simpul Simpul 1 2 3 4 Beban

1 Zona 1 1 0 400 1000 200 1600


2 Zona 2 9 300 0 100 800 1200
3 Zona 3 8 200 500 0 1000 1700
4 Zona 4 13 2000 400 100 0 2500
5 1 Zona1
6 1 2 0 0 1000 200 1200
7 1 5 0 400 0 0 400
8 9 Zona 2
9 9 5 0 300 0 0 300
10 9 10 100 800 0 0 900
11 8 Zona 3
12 8 4 200 0 0 0 200
13 8 7 500 0 0 0 500
14 8 11 1000 0 0 0 1000
15 13 Zona 4
16 13 11 100 0 0 0 100
17 13 12 400 2000 0 0 2400
18 2 1 200 0 0 2000 2200
19 2 3 1000 0 0 0 1000
20 2 6 200 0 0 0 200
21 3 2 200 0 0 0 200
22 3 4 1000 0 0 0 1000
23 3 7

114
Penggunaan bilangan acak normal set pertama untuk perkiraan kebutuhan gerak
dan pembebanan banyak rute sebaran normal suatu perioda T, adalah seperti
tercantum pada Tabel IV.4.

Tabel IV.4 Hasil Pembebanan Persepsi Biaya Normal


Dari Ke Jumlah Set Pertama
Ruas Simpul Simpul Beban 0.20 0.39 0.36 0.5

T1=15’ T2=15’ T3=15’ T4=15’


1 Zona 1 1 1600 320 624 576 160
2 Zona 2 9 1200 240 468 432 120
3 Zona 3 8 1700 340 663 612 170
4 Zona 4 13 2500 500 975 900 250
5 1 Zona1
6 1 2 1200 240 468 432 120
7 1 5 400 80 156 144 40
8 9 Zona 2
9 9 5 300 60 117 108 30
10 9 10 900 180 351 324 90
11 8 Zona 3
12 8 4 200 40 78 72 20
13 8 7 500 100 195 180 50
14 8 11 1000 200 390 360 100
15 13 Zona 4
16 13 11 100 20 39 36 10
17 13 12 2400 480 936 864 240
18 2 1 2200 440 858 792 220
19 2 3 1000 200 390 360 100
20 2 6 200 40 78 72 20
21 3 2 200 40 78 72 20
22 3 4 1000 200 390 360 100
23 3 7

Hasil yang didapat adalah jumlah kendaraan 15 menitan untuk setiap pasangan
asal-tujuan (dinamika kedatangan demand). Dengan demikian dapat dibedakan
beban jam-an (all-or-nothing) dan beban dengan kedatangan 15 menitan tidak
merata yang didekati dari distribusi normal.

115
Bab V Kesimpulan

Dari penelaahan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan didapat beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

Dari 59 data responden yang telah diuji kenormalannya dengan χ 2 , dapat


dibangkitkan suatu gambaran sebaran untuk biaya perjalanan yang didekati dari
biaya ruas dimana sebagai ruas sampel adalah ruas Padalarang-Pasteur (Tabel
III.4 dan Tabel III.5).

Biaya perjalanan persepsi orang dapat berbeda-beda, dengan suatu pola atau
bentuk sebaran yang dibedakan oleh parameter β , parameter ini dapat dijadikan
tetapan untuk membangkitkan sebaran dari rataan persepsi yang telah tertentu.
Nilainya antara 0 dan 1.

Parameter sebaran persepsi β dapat digunakan untuk menggambarkan dinamika


kedatangan demand untuk suatu perioda tertentu.

Dari gambaran sebaran yang didapat, bisa dipilih set peluang sebaran persepsi
(Tabel IV.1). Dengan didapatkannya 4 set bilangan pengacak dan segmen
pembebanan pada Tabel IV.1, maka berarti didapat 4 pilihan kemungkinan pola
pembebanan jika beban dibagi menjadi empat perioda. Beban per jam dapat
dibagi menjadi 15 menitan. Pola pembebanan dapat digunakan untuk
penggambaran dinamika suatu situasi dalam ruas nyata, misalnya pola kedatangan
di pintu tol.

Pemodelan grafis jaringan dan biaya dapat dicek melalui komponen jarak dengan
menggunakan dalil-dalil segitiga (poligon segitiga tertutup) ,dimana jika telah
tertentu dua ruas dan sudutnya, maka ruas ketiga harus memenuhi jarak terpendek,
jika jarak lebih maka berarti ruas ketiga tidak lurus, atau jika jarak kurang berarti
ada 3 ruas 4 simpul dan tidak merupakan jaringan tertutup. Salah satu ruas dapat
dijadikan jalan masuk ke jaringan sehingga pengecekan perhitungan dapat

116
dilakukan, untuk suatu penggunaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
analisis, dalam jaringan contoh adalah ruas dari simpul 3 ke simpul 7. Dimana
ditinjau dari simpul 3 jarak ke simpul 7 (8 satuan) adalah yang terjauh dibanding
dari 3 ke 2 (6 satuan) dan dari simpul 3 ke simpul 4 (2 satuan). Jarak ruas ini 4
kali lipat ruas terpendek ditinjau dari simpul 3. Dibandingkan dengan tinjauan
dari simpul-simpul lain, kelipatannya adalah yang terbesar. Demand yang tidak
termasuk dalam MAT yang ditinjau dapat dianggap melalui ruas yang tidak
terbebani ini. Jadi ruas ini dapat ditambahkan untuk melengkapi jaringan, sesuai
kebutuhan analisis. Hal ini dapat diukur dengan index sebar (misalnya
berdasarkan jarak) untuk setiap simpul, di simpul 7 akan muncul parameter >1
untuk ruas terpendek dan 0.5 untuk ruas dari 3 ke 7. Index sebar paling sederhana
adalah jarak ruas yang ditinjau dibagi jumlah jarak semua ruas dari simpul yang
ditinjau (pada teori Dial, parameter dikalibrasi melalui fungsi eksponensial).
Untuk semua simpul dan ruas dalam jaringan contoh, index sebar silang adalah
seperti tercantum pada Tabel IV.5. Dengan demikian besaran ruas pelengkap ini
bisa diatur dan dikaitkan dengan hasil perhitungan pemisahan pilihan diskrit.
Untuk analisis transportasi pilihan moda bisa menggunakan pola ini.

117
Tabel IV.5 Index Sebar Silang

Dari Ke Index
Ruas Simpul Simpul Jarak Sebar
Silang
1 Zona 1 1
2 Zona 2 9
3 Zona 3 8
4 Zona 4 13
5 1 Zona1
6 1 2 5 0.33
7 1 5 10 0.67
8 9 Zona 2
9 9 5 3 0.23
10 9 10 10 0.77
11 8 Zona 3
12 8 4 4 0.24
13 8 7 5 0.29
14 8 11 8 0.47
15 13 Zona 4
16 13 11 3 0.60
17 13 12 2 0.40
18 2 1 5 0.33
19 2 3 6 0.40
20 2 6 4 0.27
21 3 2 6 0.38
22 3 4 2 18.00
23 3 7 8 0.50

Perbedaan persepsi biaya tidak merubah urutan biaya ruas yang bertemu pada satu
titik. Karena tidak merubah urutan besar biaya yang bertemu pada satu tittik maka
perbedaan persepsi biaya tidak akan merubah rute terbaik yang dihitung serentak
pada seluruh jaringan.

Perkiraan kebutuhan gerak melalui penggambaran sebaran normal dapat dipakai


untuk menggambarkan dinamika beban.

Dari perhitungan terhadap variansi nilai antar komponen biaya (Tabel F.11 dan
F. 12) didapat variansi nilai antar komponen biaya adalah 0.083 setelah nilai antar
komponen dinormalisasi, deviasi standar antar komponen adalah 0.29.

118
Untuk pembebanan dapat digunakan parameter hasil analisis komponen biaya
yang telah dikemukakan di Bab III. Tujuan pengujian adalah untuk melihat
dinamika yang menggunakan set bilangan sebar acak ke-1 berturut-turut: 0.20,
0.39, 0.36, 0.5, sebagai parameter sebaran antar waktu, masing-masing adalah
0.20 (dari 60 menit) pertama, 0.59(dari 60 menit) kumulatif, 0.95(dari 60 menit)
kumulatif dan 60 menit kumulatif.

Metoda pembebanan dapat dilakukan dengan pertama-tama mejalankan


pembebanan all-or-nothing, kemudian hasilnya dikalikan dengan bilangan sebar
acak secara berturut-turut, sehingga didapatkan beban untuk 12 menit pertama, 36
menit kemudian, 58 menit kemudian dan 60 menit kemudian. Ini dapat dilakukan
setelah dapat ditentukan MAT per jam-an.

Jika MAT yang telah ada hasil estimasinya adalah tahunan untuk perjalanan
orang, maka setelah pemisahan moda, dibagi 12 menjadi bulanan, dibagi 30
menjadi harian. Dibutuhkan pembagi sebaran untuk mendapatkan MAT jam-an
dari MAT 24 jam-an, untuk menggambarkan adanya jam-jam puncak. Misalnya
antara siang dan malam dibagi 2, siang antara jam 6 pagi sampai jam 18 (12 jam),
dan malam antara jam 18 sampai jam 6 pagi (12 jam). Lalu diambil MAT siang
saja yaitu ½ dari MAT 24jam. MAT siang tidak merata bisa didekati dari jumlah
puncak. Set bilangan acak yang terdidri dari 4 acak diatas dapat digunakan untuk
pembebanan MAT siang 2 puncak. Jika 12 jam-an merata maka faktor pengali
untuk jam-an adalah 1/12.

VI.2 Saran Untuk Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan yang dapat disarankan adalah penggambaran sebaran demand


untuk persoalan transportasi yang memiliki periode panjang. Sehingga dapat
digambarkan urutan bilangan acak yang lebih panjang. Dengan pembagian
segmen yang lebih banyak untuk satu perioda mungkin bisa didapat waktu diskrit
yang cocok untuk persoalan tersebut.

119
DAFTAR PUSTAKA

1. Akiyama, Takamasa, Tsuboi, Hyota (1996), Description of Travel Behaviour


by Fuzzy Neuro Model, Proceedings of the 4th Symposium of the Highways
into The Next Century, Hongkong, pp739-746.
2. Akiyama, Takamasa, Tsuboi, Hyota, Matsuura, Takahiro (1997), Description
of route choice behaviour by fuzzy neural network, MEURO.
3. Akiyama, Takamasa, Kawahara, Testuya (1997), Traffic assignment moel
with fuzzy travel time information. In 9th mini EURO Conf.: Fuzzy sets in
Traffic and Transport Systems, Budva, Yugoslavia, September 1997.
4. Black, John (1981), Urban Tranport Planning, Theory and Practice, Croom
Helm, London.
5. Chen, Huey-Kuo, Chang, Mei-Shiang (1998), A fuzzy dynamic optimal route
choice model. In Transportation Research Board annual meeting,
Washington, January 1998.
6. Deo, Narsingh, (1989), System Simulation with Digital Computer, Prentice
Hall of India Private Limited, New Delhi, 54-56.
7. Dubois, Didier, Prade, Henri (1983), Ranking fuzzy numbers in the setting of
possibility theory. Information sciences, 30(2):183-224.
8. Dubois, Didier, Prade, Henri , Sabbadin, Regis(2001), Decision-theoritic
foundations of qualitative possibility theory. European Journal of Operational
research, 128:459-478.
9. Fricker, Jon D., Whitford, Robert K. (2004), Fundamentals of Transportation
Engineering, A Multimodal Systems Approach, Pearson Prentice Hall, USA.
183-243
10. Ortuzar, J de D.& Willumsen, L.G. (1994), Modelling Transport, John Wiley
& Sons Ltd., England.
11. Henn, Vincent (1997), Fuzzy route choice model for traffic assignment . In 9th
mini Euro conference : Fuzzy sets in Traffic and Transport Systems, Budva,
Yugoslavia, September 1997. ( Also in Fuzzy Sets and Systems, 116(1):77-
101, 2000).

120
12. Henn, Vincent (2001), Traffic information and traffic assignment :towards a
fuzzy model. PhD thesis, Saint-Etiene University, France, June 2001
(Information routiere et affectation du traffic : vers une modelisation floue).
13. Henn, Vincent (2002), What is the meaning of fuzzy costs in fuzzy traffic
assignment models?, Dans 13th mini Euro conference “Handling Uncertainty
in the Analysis of Traffic and Transportation Systems”, Bari, Italy, Juni 2002.
14. Kakiay, Tomas J., (2004), Pengantar Sistem Simulasi, Penerbit ANDI ,
Yogyakarta
15. Lotan, Tsippy (1992), Modelling route choice behaviour in the presence of
information using concepts of fuzzy sets theory and approximate reasoning.
Ph.D thesis, Massachusets Institute of Technology.
16. Lotan, Tsippy , Koutsopoulos, Hari N, (1993), Approximate reasoning models
for route choice behavior in the presence of information. In carlos F. Daganzo,
editor, Transportation and Traffic Theory (Proc. of the 12th Interational
Symposium on the Theory of Traffic Flow and Transportation ), pages 71-88,
Elsevier.
17. Okada, Shinkoh, Soper, Timothy (2000), A shortest path problem on a
network with fuzzy arc lengths. Fuzzy Sets and Systems,109:129-140.
18. Papoulis, Athanasios, Subanar, Soejoeti, Zanzawi (1984), Probabilitas,
Variabel Random, dan Proses Stokastik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
19. Perincherry, Vijay, Kikuchi, Shinya, Dell’Orco, Mauro (2000), Use of
possibility theory when dealing with uncertainty in modelling choice. In Euro
Working Group on Transportationmeeting, Rome.
20. Sheffi, Yoseph (1985), Urban Transportation Networks : Equilibrium
Analysis with Mathematical Programming Methods, Prentice Hall, Inc.,
Englewood Cliffss, New Jersey.
21. Setyo Santoso, Erik, Wicaksono, Nurhadi, Imam, 2001, Perhitungan Nilai
Waktu Menggunakan Metode Income Approach dan Metode Mode Choice
Approach untuk Pengguna Kendaraan Pribadi di Wilayah Kota Malang,
Simposium ke-4 FSTPT, Universitas Udayana, Denpasar, Nopember 2001.

121
22. Tamin, O.Z.(1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, edisi 1,
Penerbit ITB, Bandung
23. Tamin, O.Z.(2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, edisi 2,
Penerbit ITB, Bandung.
24. Teodorovic, D. (1989), Transportation Networks, A Quantitative Treatment,
Gordon and Breach Science Publishers.
25. Thomas, Roy, 1991, Traffic Assignment Techniques, Avebury Technical,
England
26. Zadeh, L.A. (1965), Fuzzy Sets, Information and Control, 8, 338-353
27. Zadeh, L.A. (1971), Similarity Relation and Fuzzy Ordering. Information
Sciences, 3:177-200.
28. Zadeh, L.A. (1973), Outline of a New Approach to the Analysis of Complex
Systems and Decision Processes, IEEE Transactions on System, Man, and
Cybernetics, Vol.smc-3, No.1, January 1973.
29. Zadeh, L.A. (1976), A Fuzzy-algoritmic approach to the definition of complex
or imprecise concepts, Int. J. Man-Machine Studies 8, 249-291.
30. Zadeh, L.A. (2005), Toward a Generalized Theory of Uncertainty (GTU)-An
Outline, to appear in Information Science, BISC Program of UC Berkeley
http://www.cs.berkeley.edu/~zadeh/

122
Lampiran A Contoh Perhitungan Model Pemilihan Rute Stokastik Model
Burrell

Diberikan representasi jaringan dengan model grafis seperti Gambar A.1

(10) (20)

(10)
(10)
1 4
3
(15)
Zona-i (10)
Zona-d
(10)
(20)

Gambar A.1 Jaringan Transportasi Dengan Waktu Tempuh Ruas


Sumber : Black (1981)

Diasumsikan bahwa para pelaku perjalanan tidak mengetahui waktu tempuh


masing-masing ruas yang sebenarnya, tetapi hanya ‘memperkirakan’ waktu
tempuh masing-masing ruas. Kemudian model membangkitkan waktu tempuh
yang ‘diperkirakan’ itu: waktu tempuh tiap ruas tercerminkan secara acak dengan
suatu sebaran, yang memiliki nilai rataan (as a mean value) disama-dengankan
waktu tempuh ruas sebenarnya. Waktu tempuh ruas yang dicantumkan dalam
contoh jaringan (Gambar A.1) dinyatakan sebagai nilai rataan sebaran; kemudian
dimisalkan suatu sebaran waktu tempuh yang ‘diperkirakan’ pelaku perjalanan –
disebar dari yang dianggap waktu tempuh sebenarnya. Sebaran dilakukan dengan
20 persen lebih kecil dari waktu tempuh yang sebenarnya dan 20 persen lebih
besar dari waktu tempuh yang sebenarnya. Sebaran tersebut menjadi seperti
tercantum pada Tabel A.1.

123
Tabel A.1 Sebaran Waktu Tempuh Tiap Ruas Untuk Contoh Pembebanan
Banyak Ruas, (dari Gambar A.1)

Waktu Tempuh Per Hubungan Simpul ke Simpul dalam Jaringan


Ruas (menit) 1-2 1-4 1-5 2-3 2-4 4-3 4-5 5-3
Sebenarnya 10 10 20 20 10 15 10 10
Dikurang 20 persen 8 8 16 16 8 12 8 8
Ditambah 20 persen 12 12 24 24 12 18 12 12
Sumber : Black (1981)

Dalam contoh ini, perjalanan pengguna melintas diantara simpul-simpul, dibatasi


hanya pada tiga kemungkinan rute, rute-1 melintasi simpul-simpul 1-2-3, rute-2
melintasi simpul-simpul 1-4-3, atau rute-3 melintasi simpul-simpul 1-5-3. Sebuah
dadu dilemparkan untuk mensimulasikan keacakan waktu-waktu tempuh yang
‘diperkirakan’ bagi setiap pelaku perjalanan : suatu lemparan yang menghasilkan
mata dadu satu atau dua mensimulasikan waktu-waktu tempuh sebenarnya (baris
1 pada tabel); suatu lemparan yang menghasilkan mata dadu tiga atau empat
mensimulasikan waktu-waktu tempuh 20 persen kurang dari waktu tempuh
sebenarnya (baris 2 pada tabel); dan suatu lemparan yang menghasilkan mata
dadu lima atau enam mensimulasikan waktu-waktu tempuh lebih 20 persen dari
waktu tempuh sebenarnya. Pertimbangkan hasil-hasil berikut:

Rute-1 Rute-2 Rute-3


Simpul – Simpul yang dilintasi rute 1-2-3 1-4-3 1-5-3
lemparan mata dadu masing- 3, 5 6, 5 4, 2
masing ruas
Waktu tempuh ruas ‘diperkirakan’ 8, 24 12, 18 16, 10
Waktu tempuh rute 32 30 26

124
hasil-hasil ini mensimulasikan satu kali percobaan pemilihan rute oleh satu orang
pelaku perjalanan. Lintasan minimum (minimum path) adalah rute-3, dengan
waktu 26 menit.

Untuk pelaku perjalanan yang lain, katakan pelaku perjalanan kedua, keluaran
lemparan dadu dimisalkan adalah 1,5,3,2,3 dan 6. Hasil simulasinya adalah
sebagai berikut:

Rute-1 Rute-2 Rute-3


Simpul – Simpul yang dilintasi rute 1-2-3 1-4-3 1-5-3
lemparan mata dadu masing- 1, 5 3, 2 3, 6
masing ruas
Waktu tempuh ruas ‘diperkirakan’ 10, 24 8, 15 16, 12
Waktu tempuh rute 34 23 28

Lintasan minimum bagi pelaku perjalanan kedua ini adalah rute-2, dengan waktu
23 menit.

Jadi dengan model ini diilustrasikan bahwa akibat perbedaan ‘perkiraan’


diantara pelaku perjalanan tentang waktu tempuh masing-masing ruas, akan
menyebabkan perbedaan rute terbaik yang dipilih, meskipun maksud atau
tujuan masing-masing adalah sama yaitu mencari waktu tempuh tersingkat.

Penjelasan contoh ini dapat memberi penjelasan tentang perbandingan


perbedaannya dengan jika menggunakan teknik pembebanan all-or-nothing.
Dimana jika digunakan teknik ini maka antara zona i dan zona j, hanya akan ada
satu rute terbaik bagi semua pelaku perjalanan, karena semua pelaku perjalanan
diasumsikan mempunyai ‘perkiraan’ yang sama tentang waktu tempuh setiap ruas.

Misalkan yang diperkirakan oleh setiap pelaku perjalanan adalah sama persis
dengan waktu tempuh ruas sebenarnya seperti yang tercantum dalam gambar
contoh. Satu-satunya rute terbaik itu adalah yang rute yang melintasi simpul-

125
simpul 1-4-3, dengan jumlah waktu tempuh (10)+(15)=25 menit. Dengan model
teknik all-or-nothing semua pelaku perjalanan akan dibebankan pada rute ini,
berapun jumlahnya, dengan tidak mempertimbangkan batas kapasitas ruas 1-4 dan
4-3. Jadi keefektifan penggunaan model all-or-nothing akan tergantung pada
sistuasi persoalan yang menyangkut besarnya jumlah beban (tingkat kemacetan)
dan karakteristik fisik jaringan, yaitu kapasitas masing-masing ruas.

Terminologi waktu tempuh ‘sebenarnya’ dan waktu tempuh ‘yang diperkirakan’


masing-masing pelaku perjalanan ini, selanjutnya dibahas dalam terminologi baru
dengan menggunakan istilah ‘biaya (waktu tempuh) objektif’ dan ‘biaya
subjektif’. Biaya subjektif didefinisikan untuk merepresentasikan adanya
perbedaan atau keragaman persepsi (perkiraan) diantara masing-masing pelaku
perjalanan.

Ortuzar (1994) menuliskan bahwa teknik simulasi Monte Carlo dapat


merepresentasikan keragaman persepsi pengemudi tentang biaya (waktu tempuh)
per ruas-ruas jalan. Kemudian pengembangan Model Burrell dijabarkan seperti
dijelaskan kembali dalam Tamin (2000).

Dibuat beberapa asumsi yang digunakan untuk pengembangan, yaitu:


Untuk setiap ruas jalan dalam suatu jaringan, harus dibedakan antara biaya
objektif dan biaya subjektif. Biaya objektif adalah biaya menurut pandangan
penerapan ilmu teknik/rekayasa (engineering cost), yaitu satu nilai biaya untuk
tiap ruasnya, yang diukur atau diestimasi oleh pengamat (pemodel). Sedangkan
biaya subjektif adalah biaya yang diperkirakan atau dipersepsi oleh masing-
masing pengemudi terhadap setiap ruas. Asumsi lanjutannnya dibuat bahwa akan
terdapat suatu sebaran atau distribusi biaya persepsi dimana biaya objektif berlaku
sebagai nilai rataan (mean ) nya, seperti diilustrasikan Gambar A.2

126
proporsi pengemudi

Biaya ruas rata-rata biaya

Gambar A.2 Sebaran Biaya Persepsi Pada Suatu Ruas Jalan


Sumber: Tamin(2000)

Beragam implementasi dari ide ini berbeda dalam asumsi masing-masing tentang
bentuk sebaran (fungsi distribusi): sementara Burrell mengasumsikan sebuah
distribusi seragam (uniform distribution), model lain menghipotesa suatu
distribusi normal. Untuk keduanya perlu diasumsikan atau dikalibrasi suatu
standar deviasi atau rentang (range) untuk distribusi biaya persepsi masing-
masing ruas.

• Sebaran-sebaran biaya-biaya persepsi diasumsikan tidak saling tergantung


(independent), tidak saling berkorelasi;
• Para pengemudi diasumsikan untuk memilih rute dengan meminimasi biaya
rute persepsi masing-masing, dimana biaya rute adalah jumlah biaya masing-
masing ruas yang membentuk rute itu.

Kemudian dibuat suatu deskripsi umum untuk algoritma model ini, seperti
berikut:
Pilih dan tentukan suatu distribusi (serta parameter sebaran σ ) untuk biaya
persepsi bagi masing-masing ruas. Pilah dan pisahkan populasi pelaku perjalanan
antara setiap pasangan asal-tujuan menjadi N segmen, kemudian asumsikan

127
bahwa dalam satu segmen perkiraan biaya semua individu sama, jadi hanya ada
satu nilai biaya persepsi untuk masing-masing segmen.
1 buat n = 0;
2 buat n = n + 1;
3 untuk setiap pasangan asal (i) dan tujuan (d):
• untuk setiap ruas, hitung biaya persepsi ruas, dengan jalan mengambil sampel
acak dari distribusi biaya persepsi masing-masing ruas; pengambilan sampel
acak dilakukan dengan menggunakan pengertian bilangan acak (random
numbers);
• bentuk pohon biaya persepsi minimum (minimum perceived cost path) sebagai
‘rute terbaik segmen pengemudi’ dari i ke d dan bebankan Tid/N pada rute ini,
yang akhirnya nanti akan bisa menghasilkan besarnya arus pada setiap ruas
jalan.
4 Jika n = N, berhenti; jika tidak lakukan tahap (2).

Pada contoh yang dikemukanan Black (1981) diatas, keragaman persepsi


disimulasikan dengan lemparan dadu, sedangkan pada algoritma terakhir
digunakan bilangan acak. Keduanya bermakna sama yaitu menjadikan biaya ruas
sebagai peubah acak (peubah probabilistik), dari peubah deterministik. Biaya ruas
sebenarnya, adalah biaya ruas sebenarnya menurut pemodel atau pengamat,
merupakan biaya deterministik. Sedangkan biaya masing-masing ruas yang
‘diperkirakan’ para pengemudi sama dengan biaya persepsi yaitu biaya subjektif
yang membentuk suatu sebaran, sehingga merupakan peubah acak. Untuk
menentukan nilai peubah acak, diambil sampel acak (berapun yang terambil
nilainya benar). Pengambilan sampel acak pada teknik simulasi Monte Carlo,
adalah dengan menggunakan bilangan acak.

Bilangan acak yang diasumsikan terdistribusi seragam (uniformly distributed


random number) adalah bilangan-bilangan yang masing-masing diberi
kemungkinan yang sama untuk muncul.

128
Misalkan akan digunakan deret bilangan acak yang terdiri dari sepuluh butir
bilangan, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Maka jika diberi asumsi terdistribusi
seragam, kemungkinan (probabilitas) munculnya masing-masing angka: 0, 1, 2 ,3
,4 ,5 ,6 ,7 ,8 ,9 adalah sama (seragam), yaitu 1/10.

Langkah-3, dari algoritma terakhir diatas adalah tahap pengacakan biaya setiap
ruas. Misalkan akan kita terapkan langkah-3 untuk mengacak biaya ruas pada
jaringan contoh (Gambar A.1), pada tahap awal diambil contoh pengacakan
biaya ruas, untuk ruas 1-4, dengan biaya objektif 10 (menit). Dipilih asumsi
distribusi seragam untuk biaya persepsi setiap ruas, dengan sebaran σ = 20%
rataan. Dengan demikian biaya persepsi ruas 1-4 akan tersebar merata, dari nilai
terendah 8 menit sampai nilai tertinggi 12 menit, dengan rataan 10 menit. Bentuk
diagram distribusi frekuensi biaya persepsi ruas 1-4 menjadi seperti dijelaskan
Gambar A.3.

proporsi pengemudi

distribusi persepsi

8 10 12 biaya ruas 1-4

Gambar A.3 Distribusi Biaya Bersepsi Ruas 1-4 dari Contoh


(Gambar A.1)

Simulasi pengambilan sampel acak nilai biaya persepsi untuk ruas 1-4, dapat
dijelaskan dengan menghubungkan nilai bilangan acak yang muncul terhadap nilai
biaya persepsi yang terambil (diasumsikan dapat mewakili), biaya persepsi

129
terentang pada tiga nilai antara 8 sampai 12, karena terdistribusi seragam maka
masing-masing nilai biaya persepsi akan memiliki probabilitas muncul yang sama.

Misalkan sebaran biaya persepsi dibagi dalam kelas-kelas dengan jumlah kelas
sama dengan jumlah butir angka dalam deret bilangan acak yaitu 10 kelas.
Masing-masing kelas biaya persepsi akan memiliki probabilitas yang sama yaitu
1/10, hal ini sama dengan probabilitas munculnya masing-masing angka dalam
deret bilangan acak yang digunakan. Kemunculan bilangan acak: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9, masing-masing dihubungkan dengan nilai biaya persepsi berturut-turut:
(8,0-8,3), (8,4-8,7), (8,8-9,1), (9,2-9,5), (9,6-9,9), (10,0-10,3), (10,4-10,7), (10,8-
10,1), (10,2-10,5), (11,5-12,0).

Dalam implementasi simulasi menggunakan komputer, sulit untuk melakukan


pola simulasi seperti ini, akan tetapi komputer dapat diprogram untuk
membangkitkan bilangan acak semu (psedo random number) yang bernilai antara
0 dan 1, baik terdistribusi seragam, maupun terdistribusi normal (yang bisa
didapat dari transformasi bilangan acak semu terdistribusi seragam).

Jikan didefinisikan c adalah biaya objektif dan c' (c, σ ) adalah biaya persepsi,
sampel biaya terendah adalah cb' = c − σ .c , dan sampel biaya tertinggi adalah
ca' = c − σ .c . Jika R adalah bilangan acak semu terdistribusi seragam yang
bernilai antara 0 dan 1, maka sampel biaya persepsi ruas, dapat dihitung dengan
rumus:

c' (c, σ ) = cb'+ R(ca'−cb' ) (A-1)

Selanjutnya Otuzar dan Willumsen (1994), yang ditegaskan kembali dalam


Tamin (2000), menambahkan banyak yang dapat dilakukan untuk menghemat
waktu komputasi misalnya:
• bentuk suatu set baru biaya secara acak per simpul asal, bukan untuk setiap
pasangan i-d;

130
• gunakan N sama dengan 3 atau 5 dan bentuk satu set biaya secara acak untuk
setiap matriks, bukan untuk setiap pasangan i-d atau simpul asal;
• gunakan nilai N yang kecil (misalnya 1).

Selanjutnya, MAT dibagi menjadi N bagian, dan setiap bagian dibebankan


mengikuti setiap rute yang dijelaskan sebelumnya. Ini dilakukan sebanyak N kali
sampai seluruh MAT telah dibebankan ke jaringan.

Prosedur dapat digunakan pada kondisi tidak macet atau juga pada kondisi macet,
metode ini tidak memerlukan penaksiran hubungan arus-kecepatan.

Pendekatan seperti ini memerlukan simulasi untuk mengurangi jumlah rute terbaik
lainnya. Jika dibutuhkan rute yang banyak, nilai N dan/atau parameter dispersi
( σ ) dari sebaran biaya perlu diperbesar. Pendekatan Burrel mempunyai
keuntungan dalam menghasilkan rute yang murah, bukan rute yang mahal: jika
suatu rute mahal, rute tersebut cenderung tidak akan murah sebagai hasil variasi
stokastik biaya.

Sebagaimana pada metode-metode Monte Carlo lain, prosedur ini hasil akhirnya
akan tergantung pada deret bilangan acak yang digunakan dalam simulasi.
Penambahan nilai N akan mengurangi persoalan ini.

131
Lampiran B Rangkuman Pembahasan Teori Perhitungan Berbasis Persepsi

Zadeh (1965) mendefinisikan himpunan fuzzy, sebagai berikut:


Misalkan X adalah suatu ruang dari titik-titik (objek-objek), dengan elemen
generik dari X dinyatakan oleh x. Jadi, X = {x}.

Suatu himpunan fuzzy (kelas) A dalam X diberi ciri melalui suatu fungsi
keanggotaan (karakteristik) μ A berupa bilangan real dalam rentang [0,1] berkaitan
dengan setiap titik dalam X, dimana nilai dari μ A ( x) di x merepresentasikan
‘tingkat keanggotaan’ dari x dalam A. Jadi, semakin dekat nilai μ A ( x) ke satu
(unity) semakin tinggi tingkat keanggotaan dari x didalam A. Dalam A adalah
suatu himpunan dalam terminologi cara berpikir biasa, fungsi keanggotaannya
dapat ditentukan hanya oleh dua nilai 0 dan 1, dimana μ A ( x) = 0 atau 1 berarti
sebagai apakah x merupakan bagian atau bukan merupakan bagian dari A. Jadi,
dalam kasus ini μ A ( x) lebih terbatas dibandingkan fungsi karakteristik untuk A
didepan. (Untuk dapat dibedakan antara himpunan seperti ini dengan himpunan
fuzzy, himpunan-himpunan dengan fungsi karakteristik dua-nilai, 0 atau 1,
selanjutnya disebut sebagai himpunan biasa atau himpunan sederhana). Pada
bahasannya dijelaskan kecembungan dan kecekungan fungsi keanggotaan.

Zadeh (1973) mengetengahkan pengembangan awal kerangka untuk pendekatan


baru bagi analisis sistem yang kompleks dan analisis proses keputusan, dengan
pendeatan himpunan fuzzy. Dijelaskan titik keberangkatan analisis sistem berbasis
himpunan fuzzy yang memberikan tiga kelebihan: (1) memanfa’atkan penggunaan
peubah ‘linguistik’ untuk menggantikan atau melengkapi peubah numerik; (2)
membuat pencirian bagi hubungan-hubungan sederhana antar peubah melalui
pernyataan kondisional fuzzy; (3) mencirikan (menyederhanakan) hubungan-
hubungan yang kompleks melalui algoritma fuzzy .

Algoritma fuzzy menggunakan satu peubah linguistik untuk satu kelas. Sistem
terdiri lebih dari satu kelas dan peubah linguistik. Kemudian solusi dicari dengan
menggunakan hubungan jika-maka antar peubah linguistik kelas.

132
Beberapa jenis algoritma fuzzy dikemukakan: definisional, generalisasi, relasi dan
perilaku, dan keputusan.

Zadeh (1976) mengemukakan pendekatan fuzzy untuk pendefinisian untuk konsep


yang kompleks atau tidak teliti/ tidak tepat (imprecise). Konsep yang yang
dinyatakan secara linguistik seringkali tidak teliti/tepat. Penjelasan melalui suatu
contoh, (yang telah diinterpretasikan ) adalah seperti dibawah ini.

Misalkan diajukan pertanyaan (P) sebagai berikut: Apa benar melewati rute r
biayanya mahal ?, atau Apa benar menggunakan ruas l biayanya mahal ?. Jawaban
(J) untuk pertanyaan ini dapat berbeda, karena atribut dari biaya ruas atau rute
beragam, dan merupakan himpunan jawaban, secara konsep linguistik misalkan
terdiri dari benar, perbatasan (tidak tentu), dan salah.
J = benar+perbatasan+salah
dimana dalam hal ini tanda + lebih berarti gabungan (union), jadi benar, tidak
tentu dan salah adalah sub himpunan dari himpunan jawaban, yang diekspresikan
sebagai berikut:

μ salah
perbatasan/ tidak tentu

benar

0 1 υ

Gambar B.1 Fungsi Keanggotaan Bari Benar, Perbatasan/ Tidak


Tentu dan Salah Sumber: Zadeh (1976)

133
1
benar = ∫ μ b (υ ) / υ (B.1a)
0

1
perbatasan = ∫ μ p (υ ) / υ (B.1b)
0

1
salah = ∫ μ s (υ ) / υ (B.1c)
0

dimana μ b , μ p dan μ s berturut-turut adalah fungsi keanggotaan dari benar,

perbatasan/tidak tentu dan salah. Persamaan (B.1a) berarti bahwa himpunan


fuzzy yang diberi label benar adalah gabungan dari fuzzy-fuzzy tunggal μ b (υ ) / υ

dimana titik υ dalam [0,1] mempunyai tingkat keanggotaan μ b (υ ) dalam benar.

Bentuk tipikal dari μ b , μ p dan μ s diperlihatkan Gambar B.2:

S( u; α , β , γ ) π ( u; β , γ )

1 1
1 1

0,5 0,5

υ υ
0 α β γ 0 γ −β γ γ +β

Gambar B.2 Penggambaran Dari Fungsi S dan π


Sumber : Zadeh (1976)

Untuk merepresentasikan μ b , μ p dan μ s digunakan fungsi S dan π , dengan nilai-

nilai parameter α , β , γ yang dapat disesuaikan (adjustable), sebagai berikut:


S (υ ; α , β , γ ) = 0 untuk υ ≤ α (B.2 a)

134
2
⎛υ − α ⎞
= 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk α ≤ υ ≤ β
⎝γ −α ⎠
2
⎛υ − α ⎞
= 1 − 2⎜⎜ ⎟⎟ untuk β ≤ υ ≤ γ
⎝γ −α ⎠
=1 untuk υ ≥ γ

β
π (υ ; β , γ ) = S( υ ; γ − β , γ − ,γ ) untuk υ ≤ γ (B.2b)
2
β
= 1 − S (υ ; γ , γ + , γ + β ) untuk υ ≥ γ
2

Dalam S (υ ; α , β , γ ) , parameter β , β = (α + γ ) / 2 , adalah titik belok, yaitu, nilai


dari υ dimana nilai S adalah 0,5. Dalam π (υ ; β , γ ) , β adalah lebar-pita
(bandwidth), yaitu, jarak antara dua titik belok π , dimana γ adalah titik dimana
π adalah satu atau seratus persen (unity).

Dengan fungsi S dan π , fungsi μ b , μ p , μ s diekspresikan sebagai (penyembunyian

argumen υ ):

μ b = S (α , β ,1) ( B.3a)

μ p = π ( β ' ,0.5) (B.3b)

μ s = 1 − S (0, β , γ ) (B.3c)

dimana penggunaan lambang β ' pada persamaan (B.3b) menunjukkan bahwa


lebar-pita dari p tidak perlu sama dengan nilai β pada persamaan (B.3a).

Didefinisikan bahwa suatu pertanyaan, P, adalah klasifikasional jika badannya, B,


adalah penunjuk (label) dari sebuah himpunan fuzzy atau non-fuzzy. Sebuah
pertanyaan, P, adalah atributsional jika B adalah penunjuk untuk suatu atribut.
Dalam kasus suatu pertanyaan klasifikasional, suatu jawaban, j ,
merepresentasikan tingkat keanggotaan dari x dalam himpunan fuzzy B. Jawaban

135
dapat berupa numerik misalnya , j ≅ 0.8 , atau linguistik , misalnya j ≅ tinggi .
Secara ekivalen, jawaban dapat diekspresikan sebagai nilai-kebenaran dari
predikat B(x), sebagai contoh, benar, perbatasan, salah, sangat- benar,dan
seterusnya.

Pada kasus suatu pertanyaan atributsional, P-B ?, sutu jawaban, j,


merepresentasikan nilai dari atribut, B, dari suatu objek x, sebagai contoh B ≅
biaya dan x ≅ Ruas-2. Kembali, a dapat berupa numerik, sebagai contoh a ≅ 8 ,
atau linguistik, sebagai contoh a ≅ murah , a ≅ sangat murah, dan seterusnya.

Suatu pertanyaan P=(X, B, A) dapat dipandang sebagai suatu kumpulan dari


peubah-peubah {B(x)} , x ∈ X, Dengan cara pandang ini, jawaban pertanyaan
klasifikasional menunjuk pada sebuah x dalam X sehubungan dengan pemberian
bobot suatu nilai, pada x, pada fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy B (atau,
ekivalen dengan, pembobotan suatu nilai-kebenaran pada predikat fuzzy B(x)).

Serupa dengan itu, jawaban suatu pertanyaan atributsional dapat diinterpretasikan


sebagai pemberian bobot dengan suatu nilai pada atribut B(x). Dalam kasus lain,
menjawab suatu pertanyaan dengan badan B dapat direpresentasikan sebagai
sebuah persamaan pembobotan
B(x) = j
dimana suatu angka numerik atau nilai linguistik a dibobotkan pada peubah B(x).

Dalam hubungan antara pertanyaan klasifikasional dan atributsional, dijelaskan


seperti berikut ini. Dalam kasus suatu pertanyaan klasifikasional non-fuzzy,
himpunan jawaban, J, hanya mempunyai dua elemen yang biasanya ditetapkan
sebagai {YA, TIDAK}, {BENAR, SALAH} atau {0,1}. Sedangkan. himpunan-
jawaban dari suatu pertanyaan atributsional biasanya suatu kontinum U atau suatu
himpunan terhitung dari nilai linguistik yang terdefinisi didalam U. Jadi, secara
umum, jawaban terhadap suatu pertanyaan atributsional menyampaikan lebih
banyak informasi yang dapat dipertimbangkan dibandingkan jawaban terhadap
pertanyaan klasifikasional non-fuzzy.

136
Tetapi, dalam kasus pertanyaan klasifikasional fuzzy, himpunan-jawaban mungkin
unit inteval [0,1] atau sebuah himpunan nilai linguistik yang dapat dihitung yang
didefinisikan sepanjang [0,1]. Dalam kasus seperti ini, perbedaan antara
klasifikasional dan atributsional kurang tegas, dan, pada kenyataannya, antara
keduanya ekivalen.

Untuk lebih spesifik, agar kongkrit diasumsikan bahwa U adalah garis bilangan
real dan F adalah himpunan bagian fuzzy dari U. F akan dikatakan sebagai amodal
jika fungsi keanggotaanya μυ adalah monoton, yang mengartikan bahwa

pemetaan μ F :UÆ[0,1] adalah satu-satu. Jika F adalah bukan amodal tetapi


cembung atau cekung, maka F akan dikatakan sebagai modal. Secara tipikal,
fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy amodal mempunyai bentuk seperti pada
gambar B.3, sedangkan himpunan fuzzy modal mempunyai kemunculan lembah
dan puncak seperti pada Gambar B.4.

μ Amodal Amodal

Gambar B.3 Himpunan Fuzzy Amodal


Sumber : Zadeh (1976)

137
μ Modal

Modal

Gambar 2.7 Himpunan Fuzzy Amodal

Gambar B.4 Fungsi Yang Sesuai Untuk Himunan Fuzzy


Modal
Sumber : Zadeh (1976)

Misalkan Pc ≅ F ? adalah sebuah pertanyaan klasifikasional yang memiliki badan


yang sama seperti sebuah pertanyaan atributsional Pa ≅ F ?. Sebagai contoh,
sebuah pertanyaan khusus qc akan dibahasakan sebagai “Apakah Rute-1 murah ?”
sedangkan pembahasaan dari qa mungkin “Seberapa murah Rute-1?”. Jelas, jika
murah adalah sebuah himpunan fuzzy amodal, maka dari suatu jawaban pada qc
misalnya saja “ Rute-1 adalah 0.9 murah” dapat dideduksi biaya dari Ruas-1 dan,
sebaliknya, dari biaya Rute-1, katakanlah biaya ≅ 10, dapat dideduksi tingkat atau
derajat keanggotaannya di dalam himpunan fuzzy- murah. Jadi, kalau F adalah
sebuah himpunan fuzzy amodal atau, secara umum, sebuah himpunan fuzzy yang
fungsi keanggotaannya adalah pemetaan satu-satu, jawaban pada suatu pertanyaan
klasifikasional menyediakan informasi yang sama dengan pada pertanyaan
atributsional.

Sekarang anggaplah bahwa F adalah sebuah himpunan fuzzy modal, sebagai


contoh F ≅ biaya-menengah (atau ≅ biaya-sedang), yang memiliki fungsi
keanggotaan dengan bentuk seperti dalam Gambar B.5. Dalam kasus, dari
penentuan terhadap tingkat keanggotaan dalam biaya-sedang, tidak dapat
dideduksi nilai dari atribut biaya secara unik. Jadi jika F bentuknya modal, suatu

138
jawaban untuk pertanyaan klasifikasional. “ Apakah x F?” sebagai contoh,
“Apakah Rute-2 sedang ?” adalah kurang informatif daripada sebuah jawaban
untuk pertanyaan atributsional “ Berapa biaya dari Rute-2?”.

biaya-normal

0.5

20 30 40

Gambar B.5 Representasi Biaya-Menengah Sebagai Sebuah


Himpunan Fuzzy Modal
Sumber: Zadeh (1976)

Zadeh (2005) menjelaskan kembali teori gabungan ketidak pastian (Generalized


Theory of Uncertainty/GTU) secara umum (berbasis hubungan bilangan fuzzy
dengan semesta serta bilangan real), konsep batasan gabungan (generalized
constraint), dengan pemetaan modalitas-modalitas prinsipilnya yang terdiri dari:
kebolejadian (possibilistic), kemungkinan/probabilistik (probabilistic), kebenaran
(veristic), kebiasaan (usuality), batasan himpunan-acak (random-set constraint),
batasan gambar-fuzzy (fuzzy-graph constraint), pengandaian ganda (bimodal),
dan kelompok(group).

Mengenai pemetaan antara keboleh-jadian (possibilistic) dan kemungkinan


(probabilistic), dijelaskan sebagai berikut:

(a) keboleh-jadian , possibilistic (r =blank)

139
X is R
dengan R memainkan peran dari distribusi kemungkinan dari X. Sebagai contoh:
X is [a, b]
berarti bahwa [a, b] adalah himpunan dari nilai-nilai X yang mungkin. Contoh
lain:
X adalah kecil
dalam kasus ini, himpunan fuzzy yang diberi label ‘kecil’ adalah distribusi
kemungkinan dari X. Jika μ kecil adalah fungsi keanggotaan dari kecil, maka
semantik dari “X adalah kecil “ didefinisikan oleh:
Poss{X = u} = μ kecil (u)

dimana u adalah nilai generik dari X.

(b) kemungkinan, Probabilistic(r=p)


X isp R,
dengan R memainkan peran dari distribusi kemungkinan dari X. Sebagai
contoh:
X isp N ( m, σ 2 )
berarti bahwa X adalah sebuah peubah acak terdistribusi normal dengan rataan m
dan variansi σ 2 .

Jika X adalah peubah acak yang mengambil nilai dalam sebuah himpunan
tertentu/terhitung {u1, …, un} dengan probabilitas berturut-turut p1, …, pn, maka X
dapat diekspresikan secara simbolik sebagai:
X isp (p1\u1, …, pn\un),

dengan semantik
Prob (X = ui)= pi i=1, …, n.
yang perlu dicatat adalah bahwa teori batasan gabungan, suatu batasan
probabilistik dipandang sebagai suatu contoh kejadian dari batasan gabungan.

140
Ketika X adalah batasan gabungan, ekspresi X isp R diinterpretasikan sebagai
suatu pengkualifikasian kemungkinan dari X, dengan R menjadi kemungkinan
(probabilitas) dari X. Sebagai contoh:
( X is kecil) isp mungkin,
(Bahwa X adalah kecil) adalah-kemungkinan mungkin,
dimana kecil adalah suatu himpunan bagian fuzzy dari garis bilangan real, yang
berarti bahwa probabilitas dari kejadian fuzzy { X is kecil} adalah mungkin. Lebih
spesifik, jika X mengambil nilai dalam interval [a,b] dan g adalah fungsi
kepadatan probabilitas untuk X, maka probabilitas dari kejadian fuzzy “ X is kecil”
dapat diekspresikan sebagai:
b
Prob ( X is kecil) = ∫μ
a
kecil (u ) g (u )du

karena itu
a
ts ( g ) = μ mungkin ( ∫ g (u ) μ kecil (u ))
b

ekspresi untuk fungsi test-score ini mendefinisikan semantik dari


pengkualifikasian probabilitas dari suatu batasan kebolehjadian (probabilistic
constraint).

Sedangkan untuk batasan himpunan acak, dijelaskan sebagai berikut:


batasan himpunan-acak (r = vs) dalam X isrs R, X adalah suatu peubah acak
ternilai himpunan fuzzy (a fuzzy-set-valued random variable) dan R adalah suatu
himpunan acak fuzzy (a fuzzy random set).

Diberikan ilustrasi grafis tentang kuantisasi (quantyzation) dan pengkelasan/


pembagian kelompok/ kuantisasi-fuzzy (granulation), tentang konsep usia
(populasi manusia), seperti pada Gambar B.6.

141
Usia

μ
kuantifikasi μ kuantisasi - fuzzy

1 1

0
0
1 2 … 130 tahun Muda Tengah Baya Tua

Gambar B.6 Kuantisasi dan Kuantisasi-fuzzy Dari Usia


Sumber : Zadeh (2005)

Tentang perbandingan antara informasi berbasis pengukuran dan informasi


berbasis persepsi Zadeh (2005), memberikan contoh ilustrasi seperti pada
Gambar B.7, sedangkan penjelasan grafis tentang suatu penepatan
granular/berkelas/berbutir dari suatu “pendekatan terhadap suatu nilai a”, *a,
(granular precisiation of “approximately a,”*a) diilustrasikan oleh Gambar B.8.
Granular berarti terjadi dari atau berisi butir-butiran yang kecil, jadi dalam hal ini
dari titik-titik diperluas ke sekitarnya menjadi sekumpulan titik atau butir.

142
INFORMASI

berbasis pengukuran berbasis persepsi


numerik linguistik

• saat ini 35o C • saat ini panas


• lebih dari 75 % • kebanyakan
orang Swedia orang Swedia
tinggi badannya jangkung
lebih dari 175 cm
• probabilitas 0.8 • probabilitas tinggi

• … • lalulintas macet

• informasi berbasis pengukran mungkin dapat dipandang


sebagai kasus khusus dari informasi berbasis persepsi
• informasi berbasis persepsi seringkali tidak teliti (imprecise)

Gambar B.7 Informasi Berbasis Pengukuran vs Berbasis Persepsi


Sumber : Zadeh (2005)

143
μ

1
interval

0
a x
p

distribusi kemungkinan

0
a x
Π

distribusi kebolehjadian

0
a x
μ
1
fuzzy graph

0
20 25 x
p
distribusi bimodal

0
x

Gambar B.8 Penepatan Granular Dari “mendekati a,” *a


Sumber : Zadeh (2005)

144
Lampiran C Rangkuman Usulan Model Pembebanan Berbasis Persepsi

Akiyama (1998) mengajukan model pembebanan lalulintas fuzzy, dengan


keberangkatan analisa dari pola pembebanan proporsional model Dial (1971).
Faktor penentu yang digunakan dalam penelitiannya adalah waktu tempuh
perjalanan (travel time) rute. Ketidak pastian persepsi dimodelkan dengan fungsi
fuzzy segitiga untuk waktu tempuh setiap rute alternatif, yang berupa fungsi
keanggotaan fuzzy untuk nilai linguistik waktu tempuh ‘sekitar t menit’, yang
kemudian dibentuk fungsi keanggotaan segitiga dengan tiga parameter αt , t, β t ,
dimana αt < t < βt , t merupakan titik pusat dengan nilai keanggotaan μ t = 1 ,
lihat Gambar C.1.

1
A= α1t ,,at2,, βa3t))
A =((a
μ A (t )

0 t
αt t βt

Gambar C.1 Skema Bilangan Fuzzy Segitiga Untuk Waktu Tempuh


Sumber : Akiyama dan Nomura (1998)

Kemudian didefinisikan adanya fungsi tujuan fuzzy, fungsi tujuan fuzzy dibentuk
dengan mendefinisikan waktu tempuh standar tentu (crisp), T yang kemudian
dibentuk menjadi suatu fungsi linier keanggotaan fuzzy dengan dua parameter (a
dan b) yang ditentukan. Fungsi linier tujuan fuzzy dibentuk oleh titik satu (unity),
Tmin dan Tmax; dimana Tmin = a. T dan Tmax = b.T, lihat Gambar C.2.

145
1 Tujuan Fuzzy G

0 t
Tmin Tmax

Gambar C.2 Tujuan Fuzzy


Sumber : Akiyama dan Nomura (1998)

Operasi irisan (titik potong fungsi linier) waktu tempuh fuzzy dan fungsi tujuan
fuzzy, menghasilkan indeks keboleh jadian untuk setiap alternatif, lihat gambar
C.3

Tujuan Fuzzy : B
Waktu tempuh rute fuzzy:A
1.0

Pos(B>A)

Pos(B ≥ A )
A
0 t
Tmin Tmax

Gambar C.3 Pengukuran Kebolehjadian Untuk Waktu Tempuh Fuzzy


Sumber : Akiyama dan Nomura (1998)

146
Proporsi setiap rute untuk dipilih didapat dari nisbah antara indeks keboleh-jadian
masing-masing alternatif dengan jumlah indeks semua alternatif.
Π 1i = pos ( B ≥ Ai )
Π i2 = pos ( B > A)

Π 1i
w =
1
(C.1)
∑ Π 1i
i

Π i2
w =
2
(C.2)
∑ Π i2
i

147
Lampiran D Pembahasan Tentang Biaya Persepsi

Henn (2002) mengklasifikasikan pembebanan lalulintas fuzzy menjadi dua tipe.


Tipe pertama adalah yang diturunkan dari penelitian awal yang dilakukan oleh
Lotan (1992; 1993), yaitu yang berbasis pada aturan-aturan fuzzy dan pada alat
kendali fuzzy klasik. Contoh aturan penanganan -fuzzy yang dipakai: “ jika waktu
tempuh pada rute-1 sangat singkat dan waktu tempuh pada rute-2 adalah sedang,
maka pasti akan memilih rute-1”. Tipe kedua adalah model yang berbasis pada
penelaahan rute-rute yang biayanya ditinjau dalam biaya-fuzzy, dan dibandingkan
dalam kerangka teori kebolehjadian atau cara lain yang dapat dibuktikan ekivalen
(contoh model tipe ini adalah yang dikemukanan dalam (Henn , 1997)).

Yang dipersoalkan selanjutnya adalah dari mana asalnya biaya-fuzzy, dan


bagaimana menyatakan atau membentuk fungsinya. Arti semantik dari biaya-fuzzy
dan kandungan makna yang tersembunyi didalamnya perlu diurai terlebih dahulu,
sebelum langsung menyatakan dalam bentuk fungsi keanggotaan fuzzy, misalnya
bentuk segitiga. Pada kenyataannya, biaya-fuzzy dapat mencakup tipe kenyataan
yang berbeda dan akan mempunyai perbedaan arti sintesis dalam semantik dari
himpunan fuzzy. Empat kandungan arti tersembunyai dalam biaya-fuzzy menurut
Henn (2002), terdiri dari: kemiripan (similarity), pilihan (preference),
ketidakpastian (uncertainty), dan biaya gabungan fuzzy dalam situasi berulang
(generalized fuzzy cost in recurrent situations).

Kemiripan Dua biaya sulit untuk dibedakan dari sudut pandang pengemudi
karena terlalu dekat. Kenyataannya, pengemudi tidak dapat membedakan dengan
teliti biaya berbeda dan tidak terlalu perduli akan perbedaan ini. Jadi dapat
dimisalkan bahwa pengemudi memegang biaya tidak-teliti (imprecise) bukan
biaya-tentu (crisp). Ketidak-telitian timbul dari ketidak-mampuan atau ketidak-
perdulian dari pengemudi untuk membedakan nilai perbedaan dari biaya yang
~
(dianggapnya) sama ini. Kemudian, fungsi keanggotaan dari biaya Ci dari rute i
~
akan terkait pada derajat kemiripan antara x dan elemen tipikal dari biaya C i
yaitu biaya sebenarnya Ci. Ini mungkin dapat dibentuk, sebagai contoh, dengan

148
suatu pengukuran kemiripan (atau kedekatan) S, suatu fungsi dari ℜ × ℜ kedalam
[0;1] pembuktian (Zadeh, 1971):

∀x ∈ ℜ, S ( x, x ) = 1
∀x, y ∈ ℜ, S ( x, y ) = S ( y , x )
∀x, y, z ∈ ℜ, S ( x, z ) ≥ min{S ( x, y ); S ( y, z )}
Sehingga fungsi kenggotaan dari biaya-fuzzy didefinsikan oleh :
∀x ∈ ℜ, μ C~ = S ( x, C i )
i
(D.1)

Satu contoh fungsi kemiripan yang dapat digunakan, adalah fungsi berikut dengan
parameter ε :

⎧ x− y
⎪1 − jika x− y ≤ε
S⎨ ε
⎪0
⎩ jika tidak

Pilihan Bentuk penyaringan lainnya dari ke-fuzzy-an dalam pembebanan


lalulintas adalah preferensi atau pilihan. Tentu saja, setiap model mengasumsikan
bahwa para pengemudi secara rasional mencoba untuk meminimalkan biaya
perjalanannya. Tetapi rasionalitas dari pengemudi tidak terlalu tajam dan optimasi
pilihan rute lebih bersifat fuzzy. Sehingga pilihan dapat dimodelkan oleh
himpunan fuzzy yang menggambarkan tujuan yang dicoba dicapai oleh para
pengemudi dengan memilih rute. Misalkan diusulkan ukuran preferensi φ yang
diperuntukan bagai semua rute yang tersedia. Didefinisikan φ (C i ) untuk memberi

tingkat preferensi bagi rute i dengan biaya C i yang memberikan bahwa biaya-

biaya rute-rute lainnya adalah C1 ...C n . Ukuran preferensi ini dapat dibentuk pada
hubungan preferensi biner antara dua biaya. Hubungan ini memberi batasan
bahwa max i φ (C i ) = 1 dan φ (C i ) > φ (C j ) jika C i < C j . Suatu himpunan
~
fuzzy C * dapat dibentuk berdasarkan pada ukuran ini, dengan fungsi keanggotaan
sebagai berikut:
∀x ∈ ℜ, μ C~ ( x) = φ ( x)
* (D.2)

149
Himpunan fuzzy ini akan dilihat sebagai suatu tujuan dimana para pengemudi
berusaha untuk mencapainya. Perlu dicatat bahwa ke-fuzzy-an yang muncul disini
berbeda dari sebelumnya (kemiripan); disini hanya suatu pertanyaan terhadap
pilihan.

Ketidakpastian Terakhir, tipe ketiga dari ke-fuzzy-an dapat digunakan,


berdasarkan pada ketidakpastian dalam prediksi biaya-biaya perjalanan,
sehubungan dengan kejadian-kejadian yang tidak dapat diperkirakan (misalnya
adanya insiden) atau sehubungan dengan kesulitan memperkirakan secara tepat
waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan seseorang (akibat aspek dinamika
lalulintas, misalnya). Karena itu, biaya dapat dimodelkan dengan himpunan-
~
himpunan fuzzy C i tipe ketiga dimana μ C~ ( x) merepresentasikan kebolehjadian
i

(possibility) bahwa suatu biaya tertentu x akan dapat dihadapi atau dialami pada
rute i :
∀x ∈ ℜ, μ C~ = π ( x) = Poss (C i = x)
i
(D.3)

Biaya fuzzy gabungan dalam situasi berulang Sebetulnya, semantik berbeda


diatas (kemiripan, pilihan, ketidakpastian) selalu dipertimbangkan secara
keseluruhan. Biaya fuzzy yang ditemui dalam literatur pembebanan lalulintas
sering sesuai baik dengan kemiripan maupun ketidakpastian. Perbedaan makna
antara keduanya sangat sulit untuk dijelaskan, dan selanjutnya konsep biaya fuzzy
gabungan diusulkan untuk mempertemukan kedua semantik ini.

Seperti telah dibahas sebelumnya, ‘biaya sebenarnya’ (the real cost) , tidak
langsung dipersepsi dan dipegang oleh para pengemudi yang lebih
mempertimbangkan biaya-biaya fuzzy berdasar pada nilai sebenarnya dari biaya.
~
Misal didefinisikan C i p persepsi fuzzy dari pengemudi ketika biaya pada rute i

adalah C i . Fungsi keanggotaannya adalah berdasar pada ukuran kemiripan seperti


pada persamaan (D.1).
∀x ∈ ℜ, μ C~ ( x) = S ( x, C i )
p (D.5)
i

150
Untuk mengikutkan ketidakpastian, pertimbangkan bahwa lalulintas dapat berada
pada berbagai kondisi keadaan (state) ω dan misalkan Ω himpunan dari semua
situasi atau keadaan yang bisa terjadi. Suatu situasi ω sebenarnya suatu vektor
dari kondisi lalulintas yang terdiri dari keinginan pergerakan untuk semua
pasangan asal-tujuan, kapasitas-kapasitas rute, insiden, dan sebagainya.

Yang akan diperhatikan hanyalah situasi yang ‘berulang’ dan dimana himpunan
Ω tidak terlalu besar serta berkaitan dengan kondisi-kondisi lalulintas “normal”,
sering terjadi, tetap tak terprediksi. Dalam kondisi ini dapat dimisalkan bahwa:
• Para pengemudi tidak mengetahui situasi ω * yang sedang berlangsung, tetapi
mereka mengetahui himpunan Ω dari semua kejadian yang mungkin dan
kebolehjadian π (ω ) dari setiap keadaan ω .
• Mereka juga mengetahui biaya sebenarnya C i (ω ) yang dapat muncul jika

suatu situasi ω terjadi.

Hipotesis-hipotesis memperluas hukum Wardrop pada situasi dengan


ketidakpastian. Dalam kerangka tersebut, suatu biaya-gabungan-fuzzy dapat
direncanakan mempertemukan ketidaktelitian terkait pada ketidak-perdulian dari
para pengemudi untuk memegang biaya sampai tingkat detik terdekat dan
ketidakpastian sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk memprediksi
situasi lalulintas. Biaya gabungan-fuzzy merupakan gabungan (union) dari biaya
~
persepsi yang dapat terjadi (possible perceived costs) C i p (ω ) dari setiap situasi ω .

Fungsi keanggotaannya dapat diberikan oleh:

μ C~ ( x) = max min ⎨μ ~ p
⎧ ⎫
∀x ∈ ℜ, ( x);π (ω )⎬
i
ω∈Ω ⎩ i