Anda di halaman 1dari 40

Problem Based Learning Tropis

Modul II Cacing dan Protozoa


Skenario I

Kelompok 7
Tutor

Dr. Nur Asikin, Sp. Bk

Ketua

Reza Achmad P

(2013730169)

Sekretaris

Putri Dina I

(2013730165)

Anggota

Muhammad Indra Jodi (2013730154)


Mutiara Putri Camelia (2013730157)
Nia Fitriyani

(2013730161)

Nurhayana

(2013730163)

Putri Desti Juita Sari

(2013730164)

Putri Noviarin Irhamna (2013730166)


Sally Novrani P

(2013730174)

Shandy Seta Dwitama (2013730177)


Shila Rubianti P

(2013730179)

Syifa Ramadhani

(2013730180)

Yunita Maharani B

(2013730187)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah, atas berkah Rahmah Hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan modul ini. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas PBL modul II
skenario I. Tugas ini ialah hasil diskusi dari semua anggota kelompok 7.
Terimakasih kami ucapkan kepada tutor kami yaitu dr. Nur Asikin, Sp.Bk yang telah
membimbing kelompok kami sehingga dapat melakukan diskusi dengan baik. Juga untuk
penulis dan penerbit dari buku yang kami jadikan referensi.
Kami menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan tugas ini kedepannya.
Semoga hasil analisis di laporan ini dapat berguna dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Wassalamualaikum wr.wb

Jakarta, 22 Agustus 2015

Kelompok 7

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................2
Skenario ..............................................................................................................................4
Kata Sulit ............................................................................................................................4
Kata Kunci ..........................................................................................................................4
Mind Map ............................................................................................................................5
Pertanyaan ...........................................................................................................................6
Pembahasan..........................................................................................................................7
1. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dari STH!...........................................................7
2. Sebutkan dan jelaskan faktor resiko dari kecacingan!...........................................12
3. Jelaskan hubungan keluhan pada skenario !..........................................................13
4. Jelaskan alur diagnosis dari kasus!........................................................................15
5. Jelaskan DD1 yaitu Ancylostomiasis ....................................................................18
6. Jelaskan DD2 yaitu Anemia Defisiensi Fe!...24
7. Jelaskan DD3 yaitu Askariasis ..............................................................................35
8. Jelaskan penatalaksanaan dari skenario!38
KESIMPULAN..................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................40

a. Skenario 1
Seorang laki-laki 34 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering sakit kepala,
tidak nafsu makan, badan terasa lemas dan prestasi kerja menurun. Keluhan ini
dirasakan sejak sebulan terakhir. Pasien bekerja di desa yang berpasir. Pasien tampak
sangat pucat. Hasil pemerikasaan darah, Hb : 4,8%
b. Kata Sulit
c. Kata/ Kalimat Kunci
1. Laki-laki 34 tahun
2. KU: Sakit kepala
3. KT : anoreksia, myalgia, prestasi kerja menurun
4. Keluhan dirasakan sebulan terakhir
5. Lingkungan berpasir
6. Pucat
7. Hb 4,8%

d. Mind Map
Anamnesis

Laki-laki 34
tahun

Pemeriksaan Fisik

KU: sakit kepala,


anoreksia, prestasi
menurun, mialgia

Pemeriksaan lab :
Hb : 4,8%

Protozoa

Cacing

DD

e.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pertanyaan
Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dari cacing Soil Transmited Helminths !
Jelaskan faktor resiko dari kecacingan!
Jelakan keluhan dari skenario dengan kemungkinan penyakit yang di derita pasien!
Jelaskan pemeriksaan penunjang dari kecacingan!
Jelaskan DD 1 yaitu Ancylostomiasis!
Jelaskan DD 2 yaitu Anemia!
Jelaskan DD 3 yaitu
Jelaskan penatalaksanaan pada skenario!
Jelaskan kesimpulan dari skenario kecacingan!

1. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi dari cacing Soil Transmited Helmints !


Jawab:
1. Ascaris lumbricoides
Penyakit : Askariasis
Hospes : Manusia
Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakitnya disebut
askariasis. Cacing dewasa bebentuk silinder dengan ujung yang meruncing. Stadium
dewasa hidup di rongga usus halus. Betina berukuran dengan panjang 20-35 cm dan
tebal 3-6 mm. Jantan lebih kecil, panjang 12-31 cm dan tebal 2-4 mm dengan ujung
melengkung, seperti yang ada pada gambar 1. Seekor cacing betina dapat bertelur
sebanyak 100.000-200.000 butir sehari terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak
dibuahi. Ukuran telur cacing dengan panjang 60-70 m dan lebar 40-50 m . Dalam
lingkungan yang sesuai,

Gambar 1. Morfologi Ascaris lumbricoides.


Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus,
larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan di
alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea
melalui bronchiolus dan bronchus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga
menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu
menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan
waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.

GEJALA KLINIS
Pada kebanyakan kasus tidak terdapat gejala. Namun, indikasi dari adanya Ascaris
adalah gangguan nutrisi dan akan mengganggu pertumbuhan anak. Pada umumnya
pasien akan mengalami demam, urticaria, malaise, kolik intestinal, mual, muntah, diare.
Migrasi larva Ascaris melewati paru akan menyebabkan pneumonitis dan bronchospasm.
Pada umumnya akan didapati eosinofilia.
DIAGNOSIS
Adanya telur dalam tinja
TERAPI
Piperazin sitrat, pirantel pamoat, mebendazol, dan albendazol
1. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang)
Penyakit : Ankilostomiasis dan nekatoriasis
Hospes : Manusia
Morfologi dan Daur Hidup
Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan
giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur
sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm,
cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang
gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar
bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva
rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang
dapat menembus kulit dan dapat 13 bertahan hidup 7-8 minggu di tanah.
Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di
paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring.
Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing
dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama
makanan.

PATOLOGI KLINIS
-

Stadium larva : ground itch berupa bintik-bintik merah dan gatal.

Stadium dewasa : anemia hipokrom mikrositer dan eosinophilia.


Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah,
konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun,
dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Di samping itu juga terdapat eosinophilia.

DIAGNOSIS
Telur dan larva dalam tinja.
TERAPI
Mebendazol, pirantel pamoat, dan tetramisol
2. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)
Penyakit : Trikuriasis
Hospes : Manusia
Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan hospes cacing ini.penyakit yang disebabkannya disebut
trikiuriasis. Cacing betina panjangnya sekitar 5cm dan yang jantan sekitar 4 cm.
Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang
seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya
membulat tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing
dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa
usus. Satu ekor cacing betina dapat menghasilkan telur sehari 3.000-5.000 butir.
Bentuk cacing dan telur dapat dilihat pada gambar 2.

Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan


dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kekuning-kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi
dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan
infektif) dalam waktu 36 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur
matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.
Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia
(hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus
halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke
kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing
dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari.
PATOLOGI KLINIS
- Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang khas.
- Infeksi berat dan menahun menyebabkan disentri, prolapses rekti, apendisitis,
anemia berat, sakit perut, mual, dan muntah.
DIAGNOSIS
Telur dalam tinja
TERAPI
Mebendazol, oksantel pamoat.
3. Strongiloides stercolaris
Penyakit : Strongiloidiasis
Hospes : Manusia
Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan
strongiloidiasis. Hanya cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum
dan yeyenum. Cacing betina berbentuk filiform, halu, tidak berwarna dan panjangnya
2 mm. Telur berbentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut
menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke ronnga usus serta dikeluarkan
bersama tinja. Siklus secara langsung, larva filaform menembus kulit dan mencapai
10

peredaran darah sehingga dapat sampai ke paru atau jantung, dari paru parasit
menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Secara tidak langsung, larva
rabditiform dapat menjadi larva filariform yang infeksius dan mengeinfeksi hospes
atau larva rabditiform kembali ke siklus bebasnnya. Secara autoinfeksi larva
filariform di daerah perianal menembus langsung daerah tersebut dan capai peredaran
darah.
GEJALA KLINIK
Umumnya tanpa gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti
ditusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar.mungkin ada mual dan
muntah, diare dan konstipasi saling bergantian.

DIAGNOSIS
Larva dalam tinja, biakan, atau aspirasi duodenum.
TERAPI
Tiabendazol, pirvinium pamoat.

11

2. Jelaskan faktor resiko dari kecacingan!


Jawab :
Faktor Resiko Kecacingan
1. Sanitasi Buruk
2. Lingkungan Kotor
3. Kebiasaan tubuh yang kurang dijaga
4. Defekasi tidak pada tempatnya
5. Keadaan imun yang menurun
6. Tidak mencuci tangan sebelum makan
7. Makanan tidak matang

12

3. Jelaskan hubungan dari gejala badan lemas, Hb 4,8% dan pucat pada skenario !
Jawab:
Pada infeksi cacing tambang, gejala klinis yang sering terjadi tergantung pada
beratnya infeksi, yaitu spesies dan jumlah cacing. Tiap cacing Necator americanus
menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan pada Ancylostoma
duodenale jumlah darah yang dihisap adalah sebanyak 0,08-0,34 cc sehari..
Pada infeksi kronis, anemia dapat terjadi karena penghisapan darah oleh cacing.
Anemia yang terjadi adalah anemia hipokrom mikrositer. Salah satunya adalah anemia
defisiensi besi akibat perdarahan yang disebabkan oleh cacing, baik spesies Necator
americanus maupun Ancylostoma duodenale. Patogenesis anemia pada infeksi cacing
tambang tergantung pada 3 faktor yaitu kandungan besi dalam makanan, status cadangan besi
dalam tubuh pasien, dan intensitas dan lamanya infeksi. Bila di dalam tubuh terdapat kurang
dari 50 cacing, maka gejalanya akan subklinis; bila terdapat 50-125 cacing maka akan timbul
gejala klinis, dan bila terdapat 125-500 cacing maka gejalanyaa akan berat.
Dalam usus halus, cacing tambang melekatkan diri pada mukosa usus dengan kapsul
temporer kemudian berubah menjadi kapsul permanen. Kemudian cacing ini akan menghisap
darah dari jaringan, dan lebih banyak darah yang hilang akibat perdarahan pada tempat
perlengketan. Jika infeksi cacing ini menahun, maka dapat terjadi anemia defisiensi besi
akibat perdarahan.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative
iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan
besi berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit sehingga
anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis.
Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun. Pada hemoglobin, terdapat empat gugus nonprotein yang
mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem. Masing-masing dari keempat atom besi
dapat berikatan secara reversible dengan molekul oksigen. Hemoglobin juga berperan kunci
dalam transport oksigen dan penyaluran oksigen. Ketika hemoglobin menurun, akibatnya
timbul anemia hipkromik mikrositer yang disebut sebagai iron deficiency anemia.
13

Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, dan pandangan berkunang-kunang sehingga dapat
menurunkan prestasi kerja.

14

4. Jelaskan alur diagnosis!


Jawab:
ALUR DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Teknik wawancara atau tanya jawab (menggali dengan memberikan pertanyaan) yang di
lakukan sebagai dasar yang bertujuan untuk mempermudah mengetahui diagnosis apa yang
terjadi pada pasien
Keluhan utama : Lemah, Lesu dan diare.
Keluhan tambahan : Diare, nyeri perut, kurang nafsu makan, dan demam.
Menelaah Riwayat penyakit:
Pernah atau tidaknya pasien mengalami keluhan yang sama sebelumnya ?
Bagaimana kondisi lingkungan di tempat pasien bekerja ?
Apakah penderita memakai alas kaki, sarung tangan, atau alat pelindung lainnya saat
sedang bekerja ?
Apakah anda mengalami penurunan berat badan ?
Apakah ada penyakit lain yang menyertai ?
Ada tidaknya keluarga atau tetangga yang mengalami keluhan yang sama
Ada tidaknya penggunaan obat atau pernah atau tidaknya berobat ke rumah sakit
atau pun puskesmas
PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh pada pasien yang menderita infeksi Cacing Nematoda
adalah :
Observasi :

Kesadaran pasien : Sadar, gelisah dan lainnya


Gaya berjalan pasien saat memasuki ruangan (sambil menggaruk-garuk anus,
ditopang oleh keluarga atau yang lainnya)

Inspeksi:
Kondisi tubuh pasien (lemah, lesu, kurus / malnutrisi) Keadaan kulit (pucat, vesikel, macula, papula atau efloresensi lainnya)
Malaise, Anemis, Conjungtiva pucat
Kesulitan dalam bernafas
Adanya demam
Palpasi:
15

Denyut nadi yang lemah


Nyeri tekan pada daerah abdomen

Perkusi:
Perkusi batas-batas organ (Hati dan spleen).
Auskultasi:
Adanya ronkhi kasar, suara jantung yang melemah

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab:
Jenis cacing nematoda: Ancylostoma duodenal, Necator americanus / cacing tambang
Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan:
a) eosinofilia(1.000-4.000 sel/ml)
b) feses normal
c) infiltrat patchy pada foto toraks dand) peningkatan kadar IgE
Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan dan dapat menemukan telur
cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Tanda-tanda anemia defisiensi besi
yang sering dijumpai adalah anemia mikrositik-hipokrom, kadar besi serum yang rendah,
kadar total iron binding capacity yang tinggi. Di sini perlu dieksklusi penyebab
anemia hipokrom mikrositer lainnya. Dapat ditemukan peningkatanIgE dan IgG4, tetapi
pemeriksaan IgG4 tidak di rekomendasikan karena tinggi biayanya. Hal-hal penting pada
pemeriksaan laboratorium di antaranya adalah telur cacing tambang yang ditemukan dalam
tinja sering di kacaukan oleh telur A.lumbricoides yang berbentuk dekotikasi
.Tinja yangdibiarkan lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di dalamnya
akan berkembang, menetas dan mengeluarkan larva labditiform. Larva labditiform cacing
tambang harus dibedakan dengan Stronyloides stercoralis dan Trichostrongylus
(melalui pembiakan larva metode Harada Mori). Telur cacing tambang mudah rusak oleh
perwanaan permanen dan telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah.
Diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Pemeriksaan Sediaan langsung
Diambil tinja kira-kira 0,2 g diletakan pada kaca benda. Kemudian ditambah 1-2 teteslarutan
garam fisiologis dan diratakan. Selanjutnya ditutup dengan kaca penutup dan langsung
diperiksa dibawa mikroskop. Untuk memberikan warna pada tinja agar telur cacing tampak
lebih jelas, dapat digunakan 1 tetes eosin 0,2% sebagai pengganti garamfisilogis.
2. Teknik Pengapungan Dengan NaCl jenuh.
Dimasukan tinja kurang lebih 5 g kedalam tabung reaksi dan ditambah NaCl jenuh, diaduk
sampai homogen, diambil kaca tutup, dan diamkan 10-15 menit di dalam tabung reaksi.
16

Diambil kaca tutup tnpa mengubah kedudukannya langgsung diletakan pada kaca benda dan
diperiksa telur-telurnya.

3.Pemeriksaan Tinja Menurut Kato


Tehnik ini dirintis oleh kato untuk pemeriksaan telur cacing,yaitu: memotong kertas selofan
30-50 mm x 20-30 mm dan direndam dalam larutan malachite green 3% yang encer selama
24 jam atau lebih. Ambil tinja 50-60 mg diletakan diatas kaca benda dantutp sepotong selofan
yang telah direndam dalam larutan tersebut. Diratakan dengan ibu jari dan ditekan selofan
tadi supaya tinjanya merata. Kaca benda tersebut didiamkan pada suhu 400C selama 30 menit
atau suhu kamar selama 1 jam. Sediaan tersebut diperiksadengan pembesaran lemah atau
lensa objyektif 10x.
4. Teknik Biakan dengan Arang
Teknik ini untuk kultur larva adalah menggunakan arang dengan meniru keadaan dalam.
Caranya diencerkan 20-40- g tinja dengan air kran sampai menjadi suspensi yang kental.
Disaring dengan 2 lembar kain kasa dan di tampung dalam cawan petri yang besar (kurang
lebih 3x 4 inci) berisi butiran arang kecil. Butiran arang tersebut di campur dengan air sedikit
sehingga keadaan menjadi lembab, Jangan terlalu banyak. Cawan petri di tutup dan
ditempatkan pada tempat yang aman. Pada hari berikutnya cawan petri harus di periksa,
apakah masih cukup air jika di perlukan tambahkan air. cawan tersebut diberikan setiap hari,
harus hati-hati sebab air yang mengandung larva yang terdapat pada permukaan
bagian bawah tutup merupakan larva infektif. Hari ke 5 atau 6 dalam kultur dapat dihasilkan
larva cacing. Untuk memeriksa larva siap kan kain kasa yang dipotong sama dengan
diameternya. Kain kasa di ambil dengan hati-hati, pasang penjepit.upakan jangan sampai
menyentuh arang. Tutup cwan petri dibuka sedikit supaya kena sumber cahaya 6-8 inci.
Setelah 1 jam saringan diambil dengan penjepit/pinset dan diletakan ke permukaan air. Hasil
dapat diambil setelah 30-60 menit dengan sebuah pipet diberikan pada kaca benda serta
ditutup dengan kaca penutup dan periksa dibawah mikroskop.
5. Teknik Menghitung Telur Cara Stool
Metode ini dapat digunakan untuk menaksir jumlah cacing dengan menghitung jumlah telur.
Caranya:
Sebuah botol diisi dengan NaOH 0,1 N 56ML(Stool) dandimasukan tinja, diaduk smapai
homogen, dipipet 0,15 dan diletakan dikaca benda laluditutup dengan kaca penutup dan
periksa. Telur per gram akan tergantung padakonsistensi fesesnya, yaitu:
Tinja yang lembek, EPG (egg per gram) dalam pemeriksaannya dikalikan setengah.
Tinja setengah encer, EPG yang diperoleh dikalikan 2.
Tinja encer, EPG yang diperoleh pada pemeriksaan dikalikan 3.
6. Teknik pengendapan sederhana teknik ini memerlukan waktu yang lama, tetapi mempunyai
keuntungan karena dapat mengendapkan telur tanpa merusak bentuknya.
Caranya:
Diambil 10 mg tinja dan diencerkan dengan air sehingga volumenya menjadi 20 kali.
Disaring melalui 2 lembar kain kasa dan dibiarkan 1 jam. Menuangkan supernatan dan
ditambahkan dengan air dan di diamkan selama 1 jam serta di ulangi sampai supernatan
menjadi jernih. Kemudian di tunangkan supernatan yang jernih dengan pipet panjang untuk
mengambil endapan dan di tempatkan pada kaca benda serta di tutup dengan kaca penutup.
selanjutnya dibaca dibawah mikroskop.
17

5. Jelaskan DD 1 yaitu Ancylostomiasis!


Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa
dinding usus. Cacing betina Ancylostoma duodenale sekitar 10.000-25.000 butir. Cacing
betina berukuran panjang 1 cm, sedang cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan Ancylostoma
duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar dan mempunyai
dua pasang gigi. Cacing tambang jantan mempunyai bursa kopulatriks yang digunakan untuk
kawin dengan cacing tambang betina.

Telur dikeluarkan bersama tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari, keluarlah larva
rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva rabditiform tumbuh menembus kulit dan dapat hidup
selama 7-8 minggu di tanah yang lembab.

Telur cacing tambang yang besarnya 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai
dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya 250
mikron, sedangkan larva filariform panjangnya 600 mikron.

Daur hidunya sebagai berikut:


Telur berubah menjadi larva radibtiform dan berkembang menjadi larva filariform yang
kemudian menembus kulit, serta memasuki kapiler darah yang terbawa pada siklus
peredaran darah menuju atrum jantung kanan dan sampai di daerah paru. Melalui gerakan
gerak batuk atau bernapas naik ke arah bronkus, lalu menuju laring dan menetap di usus
halus.

18

Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga dapat terjadi
dengan menelan larva filariform.

Epidemiologi
Infeksi cacing tambang meliputi seperempat dari populasi dunia, terutama di negara tropis
maupun subtropis. Sekitar 900 juta penduduk dunia terinfeksi ankilostomiasis, menyebabkan
kehilangan darah 9 juta liter setiap harinya. Suatu penelitian melaporkan bahwa angka
kesakitannya adalah 50% pada balita, sedangan 90% anak yang terserang penyakit ini adalah
anak berusia 9 tahun. Penyakit cacing tambang tersebar luas diseluruh dunia. N. Americanus
terutama di negera-negara barat dan juga negara tropis seperti Afrika, Asia tenggara,
Indonesia, Australia, Kepulauan Pasifik dan beberapa negara bagian Amerika. A.Duodenale
tersebar terutama di mediterania, Asia utara, India Utara, Cina dan Jepang.

Cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindung dari sinar
matahari langsung. Telur cacing tambang menetas menjadi larva rabditiform dalam waktu 2436 jam untuk kemudian pada hari ke 5-8 menjadi bentuk filariform yang infektif. Suhu
optimum bagi N.Americanus adalah 28C-32C dan untuk A.Duodenale adalah sedikit lebih
rendah 23C-25C. Ini salah satu sebab mengapa N.Americanus lebih banyak ditemukan di
Indonesia daripada A.duodenale.

Dinamakan cacing tambang karena pada awalnya cacing tersebut ditemukan pada para
pekerja tambang di eropa yang fasilitas sanitasinya belum memadai, tinja kurang dikelola
secara baik serta kebiasaan berjalan kaki di tanah tanpa menggunakan alas kaki. Manusia
merupakan inang utama infeksi cacing tambang. Endemisitas infeksi tergantung pada kondisi
lingkungan guna menetaskan telur dan maturasi larva. Prevalensi di Indonesia cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan, khususnya perkebunan dan pertambangan. Di Indonesia angka
nasional prevalensi ancylostomiasis secara berurutan pada tahun 2002-2006 sebesar 2,4%;
0,6%; 5,1%; 1,6%; dan 1,0%. (Depkes RI, 2006)

19

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian feses sebagai pupuk kebun penting dalam
penyebaran infeksi.
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala ankilostomiasis adalah sebagai berikut:
1. Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva filariform
A.duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntal,
iritasi faring, batuk, sakit leher dan serak.

2. Stadium Dewasa
Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing, serta (b) keadaan gizi penderita
(Fe dan protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan kehilangan darah 0,08-0,34 cc.
Pada infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu terdapat juga
eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan
tubuh menjadi berkurang dan prestasi kerja menurun.

Tambahan:
Di usus, cacing dewasa melekat ke villi usus dengan gigi bukalnya dan memakan darah serta
jaringan dengan bantuan antikoagulan. Beberapa ratus cacing di dalam usus dapat
menyebabkan penyakit cacing tambang yang ditandai dengan anemia berat dan defisiensi
besi. Gejala usus juga meliputi keluhan saluran cerna dan diare. Infeksi kulit awal oleh larva
menimbulkan satu kondisi yang dinamakan ground itch. Kaki dan pergelangan kaki
merupakan lokasi infeksi yang umum dijumpai akibat berjalan tanpa alas kaki.

Diagnosis Ankilostomiasis
ANAMNESIS
a. Keluhan utama

: Lemah, Lesu dan diare.

20

b. Keluhan tambahan

: Nyeri perut, kurang nafsu makan,demam, ground-itc (gatal

kulit tempat masuknya larva filariform), dapat disertai dengan dahak berdarah.
c. Riwayat tempat tinggal : pada pasien dengan infeksi cacing tambang ditemkan bahwa
kebanyakan dari mereka tinggal di daerah yang padat penduduk dengan tingkat higenitas
yang buruk.
d. Riwayat pekerjaan

: pada infeksi cacing tambang hal ini sangat penting karena

biasanya pasien dengan ankilostomiasis bekerja tanpa menggunakan alas kaki

PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh pada pasien yang menderita infeksi Cacing Nematoda
adalah :
Observasi :
1.

Kesadaran pasien : Sadar, gelisah dan lainnya

2.

Gaya berjalan pasien saat memasuki ruangan (sambil menggaruk-garuk anus,ditopang

oleh keluarga)

Inspeksi:
1.

Kondisi tubuh pasien (lemah, lesu, kurus / malnutrisi)

2.

Keadaan kulit (pucat, vesikel, makulopapula)

3.

Malaise

4.

Anemis, conj. Palpebra inferior pucat

5.

Kesulitan dalam bernafas

Palpasi:
1.

Nyeri tekan pada daerah abdomen

2.

Denyut nadi yang lemah


21

3.

Adanya demam

Perkusi:
Perkusi batas-batas organ; Hati dan splen.

Auskultasi:
1.

Adanya ronkhi kasar

2.

Suara jantung yang melemah

Penatalaksanaan Penyakit Ankilostomiasis


Perawatan umum
1. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani
(daging, ikan, ayam, hati dan telur) dan bahan makanan nabati (sayuran bewarna hijau
tua, kacang-kacangan, tempe).
2. Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C
(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) untuk meningkatkan
penyerapan zat besi dalam usus.
3. Suplemen preparat besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama
bila ditemukan bersama-sama dengan anemia. Dapat diberikan preparat besi oral, Sulfas
ferosus 3 x 200 mg (1 tablet) untuk orang dewasa atau 10 mg/kgBB/kali untuk anak.

Perawatan khusus (Aru Sudoyo, 2006)


1.

Mebendazol. Diberikan dengan dosis 100 mg bid x 3 hari.

2.

Pirantel Pamoat 10 mg/KgBB dosis tunggal, cukup efektif dengan toksisitas yang rendah.

3.

Albendazol. Diberikan dengan dosis tunggal 400 mg. Tidak boleh digunakan selama
hamil.
22

4.

Tetrakloretilen. Merupakan obat pilahan utama (drug of choise) terutama untuk pasien
ansilostomiasis. Dosis diberikan 0,12 ml/kgBB, dosisi tunggal tidak boleh lebih dari 5
ml. Pengobatan dapat diulang 2 minggu kemudian bila dilakukan pemeriksaan telur tinja
tetap positif. Pemberian obat ini sebaiknya dalam keadaan perut kosong disertai
pemberian 30 g MgSO4. kontraindikasi pemberian obat ini pada pasien alkoholisme,
kelainan pencernaan, konstipasi.

5.

Befanium hidroksinaftat. Obat pilahan utama untuk ankilostomiasis dan baik untuk
pengobatan massal pada anak. Obat ini relatif tidak toksik. Dosis diberikan 5 g 2 kali
sehari, dan dapat diulang bilamana diperlukan.

Komplikasi Ankilostomiasis
Komplikasi yang tersering dari Ankilostomiasis adalah:
1. Anemia berat: Anemia berat bisa terjadi karena darah kita di ambil olah cacing sebagai
sumber nutrisi. Dan pada cacing ankilostoma terdapat zat antikoagulan pada mulutnya
sehingga darah akan terus mengalir.
2. Dermatitis: salah satu komplikasi yang terjadi karena inervasi cacing kedalam tubuh
melalui kulit di kaki, ataupun pada bagian tubuh yang lain yang menyebabkan rasa gatal
dab bisa timbul fistula.
3. Defisiensi besi: Hal ini akan mengakibatkan tanda berupa choilinicia,cheilosis yang
merupakan manifestasi klinis defisiensi besi karena kurangnya asupan oksigen dan
nutrisi.
4. Gagal jantung: Anemia yang lama dan kronis bisa menyebabkan gagal jantung.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental.

Prognosis Ankilostomiasis
Prognosis dari penyakit ankilostomiasis adalah baik, walaupun pasien datang dengan
komplikasi ankilostoma dapat disembuhkan asalkan dengan pengobatan yang adekuat.

23

6. Jelaskan DD2 yaitu Anemia Defisiensi Besi !


Jawab:

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat.
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan
etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan
ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi
berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar:

Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta
mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau
normal rendah), contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik

termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal.


Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari
normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC
normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat
DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat.

Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah
Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan
sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.
DEFINISI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab
terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami
anemia akibat defisiensi besi.
Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang
bekerjanya membutuhkan ion besi.

24

Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.
Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi
optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Fe yang berasal
dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi. Sedikitnya
macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan
sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung
makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.
ZAT BESI (Fe)
Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir
seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai
ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang
nonesensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
Hemoglobin 66 %
Mioglobin 3 %
Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase, suksinil
dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
Pada transferin 0,1 %.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak
25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan kuning
telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron
banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan
produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat
besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama
zat besi.

25

Kebutuhan Zat Besi


Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis kelamin
dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan
depot Fe memegang peranan yang penting pula.
Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh
pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram,
untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15
tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan
untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk
mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi.
METABOLISME ZAT BESI
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum
sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2
cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :
Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks
senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino dan vitamin C
mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di
dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan
apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah setelah mengalami
reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan
berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi
untuk didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan
sebagai cadangan besi tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan bersenyawa
dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme membentuk
hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi biliverdin dan
besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas.
Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)

26

Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan enzim
proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel mukosa usus secara
utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan
mengalami siklus seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
Asam lambung akan membantu penyerapan besi
Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses
pertumbuhan
Absorbsi akan diperbesar oleh protein
Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal
akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,
maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
Gambar Sintesis Hemoglobin

Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat mudah
larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin.
Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum
tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam
tubuh.

27

ETIOLOGI
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kebutuhan besi dapat disebabkan :
Kebutuhan yang meningkat fisiologis
Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada
periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.
Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.
Kurangnya besi yang diserap
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk pertumbuhannya.
Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 % besi dalam ASI diabsorpsi
oleh bayi.
Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan
secara histologis dan fungsional.
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia
defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg.
Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS,
indometasin).
4. Kehamilan
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh fetus
untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi.
28

5. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada akhir
masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuri
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal
Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari.
7. Iatrogenic blood loss
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan laboratorium.
8. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi, pada keadaan ini kadar Hb dapat turun drastis hingga 1,5-3 g/dl
dalam 24 jam.
9. Latihan yang berlebihan
Pada orang yang berolahraga berat kadar feritin serumnya akan kurang dari 10 ug/dl.
PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung
lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang.
Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan Hb masih
normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis.
Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun
sedangkan TIBC dan FEP meningkat.

29

Iron deficiency anemia


Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai dengan
cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin
rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan
keluarga, yang ringan diagnosa ditegakkan hanya dari laboratorium. Gejala yang umum
adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi
kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb <>
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti:
Perubahan epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (spoon-shaped
nail), atrofi papila lidah, perubahan mukosa lambung dan usus halus.
Penurunan aktivitas kerja.
Termogenesis yang abnormal ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh
normal saat udara dingin.
Daya tahan tubuh menurun karena fungsi leukosit yang abnormal.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada penderita anemia defisiensi Fe dapat ditemukan pemeriksaan laboratorium sebagai
berikut :
1. Apus darah tepi
Gambaran morfologi darah tepi akan ditemukan keadaan hipokrom, mikrositer, anisositosis,
poikilositosis
2. Leukosit : jumlahnya normal, pada anemia defisiensi Fe yang kronis dapat ditemukan
granulositopenia ringan
3. Trombosit : meningkat 2 - 4 kali dari nilai normal
4. Apus sumsum tulang : hiperplasia sistem eritropoietik dan berkurangnya hemosiderin.
30

5. MCV, MCH, MCHC menurun


6. Kadar Fe serum <>
7. TIBC meningkat ( > 410 ug/dl)
8. Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) > 100 ug/dl eritrosit
9. Kadar feritin <>
10. Saturasi transferin <>
Morfologi Hopokrom Mikrositer

DIAGNOSIS
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe :
1. Menurut WHO
Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <>
Kadar Fe serum <>
Saturasi transferin , 15 % (N : 20-50 %)
2. Menurut Cook dan Monsen
Anemia hipokrom mikrositer
Saturasi transferin <>
Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit
Kadar feritin serum <>
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.
3. Menurut Lankowsky

31

Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV,
MCH, dan MCHC yang menurun
FEP meningkat
Feritin serum menurun
Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <>
Respon terhadap pemberian preparat besi
o Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi.
o Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari
Sumsum tulang
o Tertundanya maturasi sitoplasma
o Pada pewaranaan tidak ditemukan besi
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberi terapi penggantian dengan preparat besi. Pemberian preparat Fe
dapat secara peroral atau parenteral.
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferous glukonat, fumarat, dan
suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kg/hari besi elemental diberikan dalam 2-3 dosis.
Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping
pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat
menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat
makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%.
Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
2. Terapi parental
Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk
meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
32

Indikasi parenteral:
Tidak dapat mentoleransi Fe oral
Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.
Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis
ulserativa).
Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa
Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
3. Terapi Transfusi
Transfusi sel-sel darah merah atau darah lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan
anemia defisiensi Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat berat atau
yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Secara umum untuk penderita
anemia berat dengan kadar Hb <>
PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam
askorbat (jus buah).
Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
Pemakaian PASI yang mengandung besi.

33

PROGNOSIS
Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

34

7.Jelaskan DD 3 yaitu Trikuriasis!


Jawab :
TRIKURIASIS
Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar, cacing cambuk) adalah cacing penyebab
penyakit ini. Manusia merupakan hospes cacing ini.
MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP
Panjang cacing betina kira-kira 5cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4cm. Bagian
anterior langsing seperti cambuk, panjangnnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh.
Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul.
Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum cacing dewasa hidup di kolon
asendens dan sekum dengan bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa
usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-20.000
butir.

35

Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada
kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya
jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi
matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah
yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk
infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva
keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing
turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa
bertelur 30 90 hari.

DISTRIBUSI GEOGRAFIK
Cacing ini bersifat kosmopolit; terutama ditemukan di daerah panas dan lembab,
seperti di Indonesia.
EPIDEMIOLOGI
Faktor penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja.
Telur tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum 30 0C. Pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun merupakan merupkan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di
beberapa daerah pedesaan di Indonesia Frekuensinya berkisar 30-90%.
PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum akan tetapi dapat ditemukan
di kolon asendens
Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing tersebar di selruh kolon dan rectum.
Kadang-kadang terlihat di mukosa rectum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya
penderita pada waktu defekasi.
Cacing ini memasukan kepalanya ke dalam mukosa usus. Di tempat perletakannya
dapat terjadi perdarahan. Di samping itu cacing ini juga menghisap darah hospesnya,
sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri, anemia, berat badan turun,
dan kadang-kadang disertai prolapsus rectum.
36

Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau
protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali
tanpa gejala. Parasit ini sering ditemukan pada pemeriksaan tinja secara rutin.
DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.
PENGOBATAN
-

Albendazol 400 mg (dosis tunggal)

Mebendazol 100 mg (dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut)

PENCEGAHAN
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita
trikuriasis, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang sanitasidan kebersihan
perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci sayuran yang
dimakan mentah adalah penting apalagi di negri yang memakai tinja sebagai pupuk.

37

8. Jelaskan penatalaksanaan dari skenario!


Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma
duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma canium,
Ancylostoma malayanum. Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis.
Pengobatan cacing tambang
Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik; suplemen preparat besi
diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersamasama dengan anemia.
Pengobatan spesifik
- Albendazol, diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.
- Mebendazol, diberikan dengan dosis 100 mg, 2x sehari selama 3 hari
- Tetrakloretilen, merupakan obat pilihan utama (drug of choice) terutama untuk
pasien ansilostomiasis. Dosis yang diberikan 0,12 ml/kg berat badan, dosis tunggal
tidak boleh lebih dari 5 ml. Pengobatan dapat diulang 2 minggu kemudian bila
pemeriksaan telur dalam tinja tetap positif. Pemberian obat ini sebaiknya dalam
keadaan perut kosong disertai pemberian 30 g MgSO4. Kontraindikasi pemberian
obat ini pada pasien alkoholisme, kelainan pencernaan, konstipasi dan penyakit ini.
- Befanium hidroksinafat, obat pilihan utama untuk ankilostomiasis dan baik untuk
pengobatan massal pada anak. Obat ini relatif tidak toksik. Dosis yang diberikan 5 g 2
kali sehari, dan dapat diulang bilamana diperlukan. Untuk pengobatan Necator
americans, dosis diberikan untuk 3 hari.
- Pirantel pamoat, obat ini cukup infektif dengan toksisitas yang rendah dan dosis
yang diberikan 10 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal.
- Heksilresorsinol, diberikan sebagai obat alternatif yang cukup efektif dan dosis
pemberian obat ini sama seperti pada pengobatan askariasis.

38

KESIMPULAN
Pada skenario yaitu laki-laki dengan usia 34 tahun yang mengeluh sakit kepala dan
juga tampak lemas, tidak nafsu makan, pusing, dan juga badan terasa lemas datang ke
puskesmas, setelah dilakukan pemeriksaan darah ditemukan kadar Hb yaitu 4,8% sedangkan
kadar Hb normal seorang pria 11-14%. Dapat di simpulkan bahwa pasien mengalami
kekurangan darah. Dengan lingkungan tempat tinggalnya dapat juga dikaitkan bahwa pasien
menderita Ancylostomiasis yaitu infeksi yang terjadi akibat invasi dari cacing tambang
dengan genus Ancylostoma duodenale. Seperti yang sudah di jelaskan bahwa cacing
tambang tersebut tinggal di mukosa usus dan menghisap darah sehingga terjadi kekurangan
darah yg berkepanjangan sehingga timbul anemia. Namun ada juga kemungkinan penyakit
lain yaitu Askariasi. Tetapi setelah diskusi kelompok kami menyimpulkan adanya 3 diagnosa
awal yaitu : Ancylostomiasis, Anemia defisiensi Besi, dan Trikuriasis. Untuk mengetahui
diagnosis pasti kita harus melakukan berbagai pemeriksaan penunjang yang tepat seperti ,
pemeriksaan tinja dan juga pemeriksaan darah lengkap agar pasien mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. L.A.Juni Prianto, dkk. 2002 Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama.
2. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
3. Sudoyo, Aru W et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
4. Bruce M. Camitta. Nelson Textbook of Pediatric,Anemia. 17th
edition. United State of America;Saunders;2004
5. Sylvia A.P. PatofisiologiSel Darah Merah. Edisi 4. EGC;1994
6. Raspati H., Reniarti L., Susanah S. Buku Ajar Hematologi Onkologi
Anak. Anemia. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005
7. Supandiman.I. Hematologi Klinik. Anemia Edisi 2. Alumni 1997
8. Jawetz, Melnick, Adelberg.2012.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
9. USAF.Ancylostomiasis.
Fromweb: http://www.phsource.us/PH/ZD/NZ/Ancylostomiasis.htm
10. Widoyono. 2002. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai