Anda di halaman 1dari 52

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organisation (WHO) mendefinisikan Diabetes Melitus
(DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan
secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin (WHO, 2006).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar.
Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus pada
tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukan,
jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian.
Selain itu, pengeluaran biaya kesehatan untuk Diabetes Melitus telah mencapai 465
miliar USD (IDF, 2011)
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183
juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan
DM tinggal

di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2006,

terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia Tenggara (IDF, 2009).
Jumah penderita DM terbesar berusia antara 40 59 tahun (IDF, 2011).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab

kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki
ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu
5,8%. Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang disebabkan
keturunan dan tipe kedua disebabkan life style atau gaya hidup. Secara umum, hampir
80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup/life style
yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Bila dicermati,
penduduk dengan obesitas mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari penduduk
yang tidak obesitas (KEMENKES, 2011).
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian Diabetes Melitus. Salah satunya
adalah asupan makanan yang tidak seimbang serta tingginya asupan alkohol.
Ditambah lagi makanan cepat saji, sangat memepengaruhi kejadian Diabetes Melitus
di negara yang maju seperti Amerika ( ADA, 2006). Walaupun dari beberapa
penelitian mengenai hubungan asupan makan tidak terlalu berpengaruh terhadap
kejadian Diabetes Melitus di Indonesia (Zahtamal dkk, 2007) melalui penelitian yang
dilakukannya di RSUD Riau, Namun beberapa literatur masih menyebutkan adanya
hubungan antara faktor asupan makan terhadap kejadian Diabetes Melitus (ADA,
2006).
Makanan yang memiliki resiko terhadap kejadian Diabetes Melitus adalah
Makanan yang mengandung tinggi glukosa, baik yang dalam bentuk nasi, gula /
pemanis buatan, alcohol dan panganan yang memiliki erasa manis yang dominan
lainnya. Tingginya kadar lemak tak jenuh dan kolesterol berpengaruh terhadap kadar
gula dalam plasma 2 jam post parandial. Rendahnya kandungan mikronutrien dalam

bentuk vitamin dan mineral juga beresiko terhadap terjadinya diabetes mellitus.
Terakhir, adanya pengaruh obat, misalnya glukokortikoid yang beredar bebas sangat
berperan dalam terjadinya glukoneogenesis di dalam tubuh dan beresiko sebagai
trigger Diabetes mellitus (ADA, 2006).
Dari data yang diperoleh oleh kelompok kami terhadap jumlah kunjungan pada
Puskesmas Kedungsolo pada tahun 2012 menunjukkan presentasi yang tinggi dari
kasus Diabetes dan menjadi penyakit tujuh besar (profil Puskesmas Kedongsolo
2012).
Dari hasil survei awal terhadap sebaran penderita diabetes melitus yang
berkunjung di Puskesmas Kedungsolo pada Bulan Juli 2013, dengan jumlah pasien
Diabetes Melitus tipe 2 yang tercatat dalam rekam medik sebesar 21 pasien, kami
mendapatkan bahwa Desa Kebon Agung merupaakan desa dengan penderita diabetes
terbanyak ( 10 orang ). Untuk itu kelompok kami sangat ingin mengangkat masalah
Diabetes Melitus tipe 2 ini sebagai bahan penelitian dan mencari apakah ada
hubungan asupan makanan yang memiliki resiko Diabetes Melitus terhadap kejadian
Diabetes Melitus masyarakat di Desa Kebon Agung. Asupan makanan ini
menyangkut akan kuantitasnya (jumlah dan frekuensi makan) dan kualitasnya
(makanan yang berisiko terhadap Diabetes Melitus, yaitu

makanan yang

mengandung tinggi karbohidrat, tinggi lemak jenuh dan kolesterol, rendah


mikronutrien dan obat).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan data epidemiologi dan data yang diperoleh dari rekapitulasi
kunjungan pasien di Puskesmas Kedungsolo pada Bulan Januari Juli 2013 maka
kelompok kami mendapatkan beberapa permasalahan tentang pengaruh faktor asupan
makanan yang mempunyai resiko Diabetes Melitus terhadap Diabetes Melitus tipe 2
yang meliputi :
1. Apakah ada pengaruh asupan tinggi karbohidrat terhadap Diabetes Melitus tipe
2 pada masyarakat di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong, Sidoarjo ?
2. Apakah ada pengaruh asupan tinggi lemak jenuh dan kolesterol terhadap
Diabetes Melitus tipe 2 pada Masyarakat di Desa Kebon Agung, Kecamatan
Porong, Sidoarjo ?
3. Apakah ada pengaruh asupan rendah mikronutrien terhadap Diabetes Melitus
tipe 2 pada Masyarakat di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong, Sidoarjo ?
4. Apakah ada pengaruh konsumsi jamu dan obat terhapat Diabetes Melitus tipe 2
di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong, Sidoarjo ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Dapat diketahui faktor resiko yang mempengaruhi Diabetes Mellitus
tipe 2 di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo Jawa
Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mengetahui adakah

hubungan faktor asupan makanan yang

mempunyai resiko Diabetes Melitus terhadap Diabetes Melitus tipe 2 di


Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk mengembangkan kemampuan dalam melakukan
penelitian, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengamalan
dalam mengumpulkan, memproses, dan menganalisis data yang diperoleh
dari hasil penelitian.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan Diabetes Mellitus tipe 2.
1.4.3 Bagi Institusi Pemerintahan
Memberikan sumbangan agar dimanfaatkan sebagai pertimbangan
untuk melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan terhadap
Diabetes Mellitus tipe 2.
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat sebagai sumbangan data bagi pelaku pendidikan kesehatan
khususnya mahasiswa S1 dan Ko- Asisten Kedokteran UWKS.

1.4.5 Bagi Peneliti Berikutnya


Sebagai bahan referensi, data dasar dan pembanding untuk meneliti
faktor-faktor yang mepengaruhi tingginya kasus Diabetes Mellitus tipe 2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus


Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh
sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 2011).
Menurut American Diabetes Assosiation adalah suatu kelompok penyakit
matabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya (ADA, 2010)

2.2 Patogenesis Diabetes Melitus


Menurut Soegondo dalam Hastuti (2008) Diabetes Mellitus merupakan
penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun
absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a.

Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus,


zat kimia tertentu, dll).

b.

Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar


pankreas.

c.

6
Desensitasi/kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.

2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus


Graber ( 2006 ), mengklasifikasikan penyakit Diabetes Melitus menjadi
empat yaitu Diabetes Melitus Tergantung Insulin (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus / IDDM atau DM tipe 1), Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin
(Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus / NIDDM atau DM tipe 2), Diabetes
Mellitus Awitan Kehamilan (Gestational Onset Diabetes Mellitus / GODM), dan
Diabetes Melitus Sekunder.
1. Diabetes Melitus Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus / IDDM atau DM tipe 1) biasanya terjadi pada masa anakanak atau masa dewasa muda dan menyebabkan ketoasidosis jika pasien
tidak diberikan terapi insulin. IDDM berjumlah 10% dari kasus Diabetes
Mellitus.
2. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus / NIDDM atau DM tipe 2) biasanya terjadi pada orang yang berusia
> 40 tahun, dan 60% dari pasien NIDDM biasanya dengan obesitas. Pasien
tidak cenderung mengalami ketoasidosis tapi dapat mengalami ketoasidosis
dalam keadaan stress.

3. Diabetes Mellitus Awitan Kehamilan (Gestational Onset Diabetes Mellitus /


GODM) adalah jika awitan diabetes terjadi selama kehamilan dan sembuh
pada persalinan. Pasien tersebut beresiko tinggi untuk mengalami Diabetes
Mellitus di masa yang akan datang.
4. Diabetes Mellitus Sekunder dapat disebabkan oleh terapi steroid, sindrom
cushing, pankreatektomi, insufisiensi pankreas akibat pankreatitis, atau
gangguan endokrin.
Menurut Perkeni (2011), Diabetes Melitus dibagi menjadi empat dengan
adanya pembagian Diabetes Melitus lain yang disebabkan oleh banyak hal,
seperti tabel di bawah.

10

Tabel 1. Klasifikasi Etiologi DM (Perkeni 2011)


1. Diabetes Melitus Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke


defisiensi insulin absolut :
a. Autoimun

2. Diabetes Melitus Tipe 2

b. Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi

3. Tipe lain

insulin
a. Defek genetik fungsi sel
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Sebab Imunologi yang jarang

4. Diabetes Melitus

h. Sindroma genetik lain


Keadaan Diabetes atau Intoleransi Glukosa yang

Gestasional

timbul selama masa kehamilan dan biasanya


berlangsung hanya sementara.

11

2.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2


Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2 sangat kompleks. Pada awalnya,
terjadi kegagalan aksi insulin dalam upaya menurunkan gula darah,
mengakibatkan sel pancreas akan mensekresikan insulin lebih banyak untuk
mengatasi kekurangan insulin. Dalam keadaan ini toleransi glukosa dapat masih
normal, dan suatu saat akan terjadi gangguan dan menyebabkan Gangguan
Toleransi Glukosa (IGT) dan belum terjadi diabetes. Selanjutnya, apabila
keadaan resistensi insulin bertambah berat disertai beban glukosa yang terus
menerus terjadi, sel pankreas dalam jangka waktu yang tidak lama tidak
mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah, disertai
peningkatan glukosa hepatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan
lemak yang mempengaruhi kadar gula darah puasa dan posprandial yang sangat
karakteristik pada Diabetes Melitus tipe 2. Akhirnya sekresi insulin oleh sel
pankreas akan menurun dan terjadi hiperglikemia yang bertambah berat dan terus
menerus berlangsung (Reno, 2005).
Dalam perjalanan terjadi Diabetes Melitus tipe 2, sel beta pankreas
pada awalnya mampu melakukan adaptasi terhadap perubahan sensitifitas
terhadap insulin. Mekanisme adaptasi ini diduga melalui peningkatan proses
neogenesis atau pembentukan sel-sel baru, atau terjadi peningkatan kelompok sel
beta menjadi hipertrofi, atau mungkin akan terjadi kehilangan sel beta melalui
proses apoptosis bahkan terjadi nekrosis. Pada keadaan terakhir ini sel beta sudah
tidak mampu mensekresikan insulin untuk menurunkan kadar gula darah.

12

Disfungsi sel dalam sekresi insulin merupakan salah satu dari empat gangguan
metabolic pada penderita Diabetes Melitus tipe 2. Gangguan metabolic lain
adalah obesitas, kegagalan aksi insulin dan peningkatan glukosa endogen (EGO).
Meskipun demikian, kenyataannya disfungsi sel beta, kegagalan aksi insulin dan
obesitas merupakan substansi gangguan metabolic utama yang terjadi pada
individu sebelum terjadi Diabetes Melitus tipe 2 yang berpengaruh dalam
perkembangan toleransi glukosa normal (NGT) sampai terjadi gangguan
toleransi glukosa (IGT), pada akhirnya menjadi Diabetes Melitus tipe 2 (Reno,
2006).

2.5 Gejala Klinis Diabetes Melitus tipe 2


Gejal klinis Diabetes Melitus yang klasik mulai dari adanya polifagi,
polidipsi, poliuri dan berat badan yang yang naik (Fase Kompensasi). Apabila
keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala Fase Dekompensasi
(Dekomfensasi Pankreas), yang disebut gejala klasik diabetes Melitus yaitu
poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan. Ketiga gejala diatas juga
disebut sebagai Trias Sindrom diabetes Melitus Akut. (Askandar, 2007).
Gejala kronis Diabetes Melitus yang sering terjadi antara lain lemah badan,
semutan, kaku otot, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang
sering berubah dan sakit pda persendian (Askandar, 2007).

13

2.6 Diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/Dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik. Ketiga dengan TTGO.
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh. (Dyah, 2006).
Menurut Dyah (2006) Kriteria diagnosis dari Diabetes Melitus dapat
ditegakkan berdasarkan tabel di bawah.
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (Dyah 2006)

14

Cara Pelaksanaan TTGO (Dyah, 2006)


1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 Ml dan diminum dalam waktu 5
menit.
5. Berpuasa

kembali

sampai

pengambilan

sampel

darah

untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.


6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

2.7 Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2


Faktor risiko pada penyakit tidak menular dibedakan menjadi dua. Yang
pertama adalah factor risiko yang tidak dapat diubah misalnya umur, jenis
kelamin, dan factor genetik. Yang kedua adalah factor risiko yang dapat diubah
misalnya pola hidup dan status kesehatan. Dalam kaitannya dengan Diabetes
Melitus, faktor resiko yng tidak dapat dipengaaruhi adalah jenis kelamin, genetik

15

dan umur. Sedangkan faktor resiko yang dapat dipengaruhi adalah hipertensi,
gaya hidup, pola makan, obesitas, pekerjaan, pendidikan, obat-obatan, tingkat
stess (Bustan, 2000).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
menyatakan bahwa sosiodemografi, factor perilaku dan gaya hidup serta keadaan
klinis atau mental berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Melitus (Irawan,
2010).
Faktor

risiko

Diabetes

Melitus

tipe

dikategorikan

menjadi

sosiodemografi, riwayat kesehatan, pola hidup, dan kondisi klinis dan mental.
Faktor sosiodemografi terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan. Untuk faktor riwayat kesehatan terdiri dari riwayat DM keluarga dan
berat lahir. Faktor-faktor pola hidup terdiri dari aktivitas fisik, konsumsi sayur
dan buah, terpapar asap rokok, dan konsumsi alkohol. Sementara itu, faktor
kondisi klinis dan mental terdiri dari indeks massa tubuh,lingkar perut, tekanan
darah, kadar kolesterol dan stress. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa faktor
risiko DM Tipe 2 (Irawan, 2010).

2.7.1 Hipertensi
Tekanan darah dapat diketahui dari pengukuran arteri brachialis di
lengan atas. Dibawah ini adalah table klasifikasi tekanan darah. Hipertensi
dikaitkan sebagai faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus karena adanya
penebalan pada pembuluh darah arteri sehingga distribusi glukosa ke dalam

16

jaringan menjadi terganggu (Shara dkk, 2012). Klasifikasi dari hipertensi


sendiri dapat dilihat dari tabel di bawah.

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah (Perkeni,2010)


Klasifikasi
Normal

Sistolik (mmHg)
120

Diastolik (mmHg)
80

Prehipertensi

121-139

81-90

Hipertensi Derajat I

140-159

91-99

Hipertensi Derajat II

160

100

2.7.2 . Riwayat DM Dalam Keluarga


Timbulnya penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 sangat dpengaruhi
oleh faktor genetik. Bila terjadi mutasi gen menyebabkan kekacauan
metabolism yang berujung pada timbulnya DM Tipe 2 (Kaban, 2007).
Risiko seorang anak mendapat DM Tipe 2 adalah 15% bila salah satu
orang tuanya menderita DM. Jika kedua orang tua memiliki DM maka

17

risiko untuk menderita DM adalah 75%. Orang yang memiliki ibu dengan
DM memiliki risiko 10-30% lebih besar daripada orang yang memiliki
ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam
kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM
maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang
menderita adalah saudara kembar identik (Diabetes UK,2010).

2.7.3 Gaya Hidup


Terpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat
perokok. Merokok aadalah adalah salah satu factor risiko terjadinya
penyakit DM Tipe 2. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah.
Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal da dapat
meningkatkan kadar glukosa (Latu,1983).
Konsumsi alkohol erat kaitannya dengan kegemukan, ketika alcohol
masuk ke dalam tubuh, maka akan dipecah menjadi asetat. Hal ini
membuat tubuh membakar asetat terlebih dahulu daripada zat lainnya
seperti lemak atau gula. Alkohol juga menghambat proses oksidasi lemak
dalam tubuh, yang menyebabkan proses pembakaran kalori dari lemak dan
gula terhambat dan akhirnya berat badan akan bertambah ( Suyanto dalam
Irawan,2010).
Alkohol juga dapat mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan
melepaskan epinefrin yang mengarah kepada hiperglikemia transient dan

18

hiperlipidemia sehingga konsumsi alcohol kontraindikasi dengan diabetes


(Rahatta dalam Irawan,2010).
Berkurangnya aktivitas fisik belakang dalam dekade terakhir
memberikan kontribusi besar dalam meningkatnya kejadian obesitas.
Banyak penelitian yang mengungkapkan baik secara cross sectional dan
studi longitudinal bahwa kurangnya aktivitas fisik sangat berpengaruh
terhadap kejadian obesitas dan Diabetes Melitus (Alberti, 2007).

2.7.4. Asupan Makanan


Pada beberapa jurnal dan penelitian Masih belum dapat dipastikan
bahwa faktor asupan makan menyebabkan terjadinya diabetes tipe 2,
sebagian karena kesulitan mengumpulkan data diet dan asupan makanan
yang akurat .Namun beberapa hal yang menunjukkan bahwa total kalori
yang tinggi dan asupan rendah serat ,tingginya asupan gula dan rendahnya
lemak tak jenuh hingga tingginya rasio lemak jenuh menyebabkan berbagai
penyakit (ADA 2006).
Menurut ADA tahun 2006, terdapat 2 prevensi mencegah diabetes
melitus antara lain :
1. Rekomendasi Mengenai Nutrisi dan Intervensi Guna Mencegah
Terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 (Primary Prevention). Hal ini
menyangkut diantaranya :

19

a. Beberapa orang yang memiliki resiko tinggi menderita Diabetes


Melitus tipe 2, harus mempunyai program dalam merubah pola
hidup, termasuk menurunkan berat badan (7% dari berat badan) dan
rutin melakukan olahraga (150 menit/minggu), dan ditunjang juga
dengan program diet (seperti menurunkan konsumsi makanan
berlemak) untuk menurunkan kalori, dapat menurunkan resiko untuk
menderita DMT2.
b. Tidak ada rekomendasi nutrisi yang dapat mencegah terjadinya
diabetes tipe 1
c. Beberapa informasi menjelaskan bahwa diet asupan rendah gula
menurunkan resiko diabetes melitus tipe 2, meskipun kadar gula
tinggi ditemukan pada makanan yang kaya serat dan beberapa nutrisi
penting.
d. Meskipun kekurangan data akan recomendasi nutrisi untuk
menunjang pencegahan diabetes melitus tipe 2 secara spesifik pada
saat remaja, namun rekomendaasi nutrisi ini mempunyai efek besar
dalam mengendalikan kasus Diabetes Melitus di usia remaja dan
dewasa.
2. Rekomendasi Manajemen Nutrisi Pada Diabetes (Secondary Prevensi),
meliputi :
a. Rekomendasi Manajemen Karbohidrat Dalam Diabetes

20

1. Menu diet yang termasuk dalam karbohdrat dari buah ,sayur


,gandum dan susu rendah lemak yang dibutuhkan bagi kesehatan.
2. Diet rendah karbohidrat, mencegah asupan total karbohidrat < 130
g/hari, di rekomendasikan dalam manajemen diabetes.
3. Makanan yang mengandung sukrosa dapat dipecah menjadi
karbohidrat lain pada makanan atau jika di tambahkan ke dalam
makanan yang mengandung insulin atau pengobatan yang
menurunkan gula darah.
4. Bagi populasi yang berkembang dengan beberapa orang penderita
Diabetes Melitus tipe 2 memiliki keinginan mengkonsumsi
berbagai makanan berserat. Bagaimanapun juga, belum ada bukti
untuk

menunjukkan

bahwa

adanya

hubungan

dalam

mengkonsumsi tinggi serat dengan diabetes dalam keseluruhan


populasi.
5. Alkohol, gula dan pemanis yang tidak bernutrisi, aman
dikonsumsi perhari selama level penggunaan yang diseimbangkan
dengan konsumsi makanan. Jumlah level yang diizinkan selama
masih tidak lebih dari 5 g/ hari.
b. Rekomendasi Manajemen Alkohol Dalam Diabetes
1. Jika dewasa dengan diabetes memilih menggunkan alkohol, dalam
sehari konsumsi harus dibatasi sampai jumlah yang cukup (sekali

21

minum perhari atau kurang untuk wanita dan 2 kali minum sehari
untuk laki laki).
2. Untuk mengurangi resiko kadar gula rendah saat malam hari
setiap individu menggunakan insulin atau saat pengeluaran
insulin, alkohol harus dikonsumsi dengan makanan.
3. Setiap individu dengan diabetes melitus, mengkunsumsi alkohol
dalam jumlah yang cukup, tidak memiliki efek pada gula darah
dan konsentrasi insulin tetapi karbohidrat yang dikonsumsi dengan
alkohol (sebagai campuran minuman) meningkatkan resiko
meningkatnya gula darah.
c. Rekomendasi Manajemen Kolesterol dan Lemak Dalam Diabetes
Tingginya angka kejadian dari penyakit cardiovascular pada
individu dengan Diabetes Mellitus sangat dipengaruhi oleh asupan
dari makanan berlemak dan berkolesterol. Maka dari itu terdapat
batasan dari asupan lemak dan kolesterol yang harus dihindari agar
kejadian ini dapat dihindari. Batasan dari lemak jenuh yang dapat
dikonsumsi maksimal 7% dari total kalori dari lemak yang
dikonsumsi. Sedangkan untuk kolesterol maksimal yang dapat
dikonsumsi adalah kurang dari 200 mg/ hari. Semua ini cukup
mengkonsumsi misalnya 2 daging ikan fillet yang yang tinggi akan
lemak tak jenuh (ADA 2006)

22

Dari studi metabolic yang dilakukan, konsumsi lemak jenuh


dalam jumlah yang kecil dan mengkonsumsi lemak tak jnuh dalam
jumlah yang lebih besar dapt menurunkan kadar LDL plasma darah.
Pada konsumsi karbohidarat dalam jumlah yang banyak, akan
meningktkan kadar glukosa plasma 2 jam post parandial. Sedangkan
dengan menkonsumsi lemak tak jenuh, kejadian peningkatan dari
kadar glukosa plasma 2 jam post parandial tidak ditemukan. Hal ini
jug

menyebabkan

sedikitnya

kebutuhan

akan

insulin,

dan

terbentuknya trigliserida lebih sedikit. Hal ini menghindarkan terjadi


peningkatan berat badan dan mencegah terjadinya obesitas sebagai
slah satu penyebab resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2
(ADA, 2006).
Konsumsi dari sterol dan ester stanol dapat menghambat
absorbsi dari cholesterol dan hal

ini menyebabkan kadar LDL

plasma darah menurun. Di Negara maju banyak makan yag telah


diperkaya dengan plans sterol yang diharapkn dapat mengurangi
absorbsi dari kolesterol yang dikonsumsi. Contoh makanan yang
sangat baik dan dengan kadar kolesterol dan lemak yang tidak terlalu
tinggi adalah ikan, daging merah, daging unggas, putih telor, dan
soya. Sedangkan makanan yang tidak baik adalah yang berasal dari
cereal cepat saji, fast food, keju dan susu. (ADA 2006).
d. Rekomendasi Manajemen Mikronutrien Dalam Diabetes

23

Mikronutrien seperti vitamin dan mineral dangat bermanfaat


bagi tubuh. Peran vitamin sebagi antioksidan seperti vitamin C dan
vitamin E serta karoten sangat bermanfat dalam menagkal radikal
bebas. Sayur dan buah sangat tinggi akan kandungan mikronutrien
dan sangat berperan dalam mencegah terjadinya diabetes dan
obesitas. Banyak studi yang telah dilakukan guna mempelajari
pengaruh antioksidan terhadap kejadian Dibetes Mellitus baik dalam
terapinya maupun dalam pencegahnnya. Salah satu bahan yang baik
sebagai sumber antioksidan yang poten adalah teh, coklat dan koffe
dan sangat berperan dalam mengontrol kejadian Diabetes Melitus.
Mineral seperti chromium, potassium, magnesium, zink sangat
berperan juga dalam fungsinya sebagai antioksidan dalam mencegah
terjadinya intoleransi glukosa. Studi akan pentingnya chromium yang
dilakukan di China didapatkan bahwa chromium berperan dalam
pencegahan terjadinya Diabetes Melitus tipe 2, Intoleransi glukosa
dan Diabtes Melitus Gestational (ADA 2006).
2.7.5 Obesitas
Obesitas adalah salah satu faktor resiko penting terjadinya Diabetes
Melitus tipe 2. WHO menilai bahwa kejadian Diabetes Melitus meningkat
pada orang-orang dengan obesitas. Beberapa penelitian mengindikasikan
bahwa lingkar pinggang dan lingkar paha yang menunjukkan deposito

24

lemak viseral (abdomen) merupakan indikator yang lebih baik untuk


Diabetes Melitus dari pada Body Mass Index (IDF 2007).

2.7.6 Jenis Kelamin


Jika dilihat dari faktor risiko, wanita lebih beresiko mengidap
diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
masa tubuh yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (premenstrual
syndrome) dan pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh
menjadi mudah terakumulasi. Selain itu, pada wanita yang sedang hamil
terjadi ketidakseimbangan hormonal. Hormon progesterone menjadi tinggi
sehingga meningkatkan sistem kerja tubuh dan akan merangsang sel-sel
berkembang. Selanjutnya tubuh akan memberikan sinyal lapar dan pada
puncaknya menyebabkan sistem metabolism tubuh tidak bisa menerima
langsung asupan kalori secara total sehingga terjadi peningkatan kadar gula
darah saat kehamilan (Damayanti dalam Irawan,2010).

2.7.7 Usia
Hasil penelitian di negara maju menunjukkan bahwa kelompok usia
yang berisiko terkena DM Tipe 2 usia 65 tahun ke atas. Di Negara
berkembang, kelompok umur yang berisiko untuk menderita DM Tipe 2
adalah usia 46-64 tahun karena pada usia tersebut terjadi intoleransi

25

glukosa. Proses penuaan menyebabkan menurunnya kemampuan sel


pancreas dalam memproduksi insulin (Budhiarta dalam Sanjaya,2009).
Dari hasil analisis Riskesdas 2007, terlihat bahwa semakin tua usia
maka makin tinggi risiko untuk menderita Diabetes Melitus. Orang yang
berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88
kali,dan usia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali untuk menderita DM
Tipe 2 dibandingkan dengan usia 15-25 tahun (Irawan, 2010).

2.7.8 Pendidikan
Tingakat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit
Diabetes Melitus Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya
akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya
pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga
kesehatannya (Irawan, 2010).
Namun,selain

dari

pengetahuan,

tingkat

pendidikan

juga

mempengaruhi aktivitas fisik sedikit. Sementara itu, orang yang tingkat


pendidikan rendah lebih banyak menjadi buruh maupun petani dengan
aktivitas fisik yang cukup atau berat (Irawan,2010).
2.7.9 Pekerjaan

26

Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan


seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Riskesdas 2007
mendapatkan prevalensi diabetes mellitus tertinggi pada kelompok yang
tidak bekerja dan ibu rumah tangga. Selain itu, orang tidak bekerja memliki
aktivitas fisik yang kurang sehingga meningkatkan risiko untuk obesitas
(Irawan,2010).

2.7.10 Obat / Jamu


Penggunaan obat-oabatan dalam jangka panjang dapat membebani
fungsi pankreas dan fungsi liver yang secara tidak langsung mengurangi
jumlah dan kerja insulin. Obat-obatan yang sering menjadi predisposisi
dalam kejadian Diabetes

Melitus tipe 2 adalah

nicotinic acid,

glucocorticoids, thyroid hormone, beta-adrenergic antagonists, thiazides,


dilantin, pentamidine, anti-psychotic agents, interferon-alpha therapy
(alberti dkk, 2007).

2.7.11 Stres
Stres adalah perasaan yang dihasilkan ketika seseorang bereaksi
terhadap peristiwa tertentu. Ini adalah cara tubuh untuk bersiap
menghadapi situasi yang sulit dengan focus,kekuatan,stamina, dan
kewspadaan tinggi. Peristiwa yang memancing stress disebut stressor, dan
meliputi berbagai macam situasi-fisik seperti cedera atau sakit. Stresor

27

lainnya

dapat

berupa

keadaan

mental

seperti

masalah

dalam

pernikahan,pekerjaan,kesehatan atau keuangan ( Mitra,2008).


Dalam menghadapi stress, tubuh bersiap untuk mengambil tindakan
atau merespon. Dalam respon ini, kadar hormone menjadi banyak seperti
hormone katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan melonjak.
Hormon-hormon tersebut membuat banyak energi tersimpan dimana
glukosa dan lemak yang tersedia untuk sel. Namun, insulin tidak selalu
membiarkan energi ekstra ke dalam sel sehingga glukosa menumpuk dalam
darah. Inilah yang menyebabkan terjadinya diabetes (Mitra,2008).
Metode yang paling membantu dalam menghadapi stres adalah
belajar bagaimana mengelola stress yang dating bersama dengan tantangan
baru apapun, baik atau buruk. Ketrampilan manajemen stress bekerja
paling baik apabila terus menerus dan tidak hanya ketika tertekan
(Mitra,2008).

28

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Dapat Dipengaruhi :
3.1 Kerangka Teori
Tidak Dapat Dipengaruhi :
Genetik
Umur

Gaya Hidup
Obesitas
Hipertensi

Jenis
Kelamin

Karbohidrat

Asupan Makanan
Penggunaan
Obat

Lemak Jenuh
dan
Kolesterol
Mikronutrien

29

Pengetahuan

Jamu atau
Obat

Pekerjaan
Tingkat
Stress
DIABETES MELITUS TIPE 2

Keterangan :
: dilakukan penelitian
: tidak dilakukan penelitian
Secara garis besarnya, faktor resiko Diabetes Melitus terbagi menjadi dua
yaitu faktor resiko yang dapat dipengaruhi dan faktor resiko yang tidak dapat
dipengaruhi. Faktor resiko yang tidak dapat dipengaruhi diantaranya adalah
genetik, jenis kelamin dan umur. Faktor resiko ini tidak diambil dalam penelitian
ini. Yang kedua, faktor resiko yang dapat dipengaruhi terdiri dari gaya hidup,
asupan makanan, obesitas, hipertensi, penggunaan obat-obatan, pengetahuan,
pekerjaan dan tingkat stress. Faktor resiko asupan makanan diambil sebagai
Keterangan
: Variabel Dependent
penelitian, sedangkan faktor resiko lainnya tidak dilakukan penelitian. Dari
: Variabel Indevendent
Asupan Makanan Meliputi :
asupan makanan ini, dikelompokkan lagi berdasarkan
jenis makanan yangStress
sering
Pekerjaan
Makanan berminyak
Pengetahuan
Asupan gula/karbohidrat berlebih
Frekuensi makan berlebih
Konsumsi buah dan sayur kurang

30

terpapar pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kedungsolo, frekuensi


makan dan jumlah makanan yang dikonsumsi dalam sehari.

3.2

Hipotesis Penelitian
Dari Tinjauan Pustaka yang telah disusun kelompok kami mendapatkan
jawaban sementara terhadap permasalahan yang ditemui, yaitu faktor asupan
makanan yang mempunyai resiko Diabetes Melitus berpengaruh terhadap
Diabetes Melitus tipe 2 di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur.
a. Konsumsi tinggi karbohidrat berpengaruh terhadap Diabetes Melitus
tipe 2.
b. Konsumsi tinggi lemak jenuh dan kolesterol berpengaruh terhadap
Diabetes Melitus tipe 2.
c. Konsumsi rendah mikronutrien berpengaruh terhadap Diabetes
Melitus tipe 2.
d. Konsumsi jamu atau obat-obatan berpengaruh terhadap Diabetes
Melitus tipe 2.

31

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian
menggunakan

ini

desain

merupakan

penelitian

deskriktif

obervasional-kasus-kontrol

yang

analitik

dengan

bertujuan

untuk

mengetahui hubungan dari variabel independent asupan makanan (jenis


makanan, frekuensi makan dan kuantitas makanan) dengan variabel dependent
(pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur).

32

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Kebon Agung, Kecamatan Porong,
Sidoarjo. Penelitian ini dilakukan mulai Bulan Agustus sampai dengan Bulan
September 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk di yang
menjadi cakupan kerja Puskesmas Kedungsolo dan beralamatkan di Desa
Kebon Agung, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.

4.3.2 Sampel Penelitian


4.3.2.1 Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji
sampel hipotesis beda proporsi dalam satu populasi.

n = Z21-2 P (1-P)
d2
Keterangan :
n

: Jumlah sampel minimal

33

Z21-2

: Derajat kepercayaan (sebesar 1,96 untuk kepercayaan


95%).

: Prevalensi Diabetes Melitus sebelumnya (berdasarkan


profil Puskesmas Kedungsolo, prevalensi Diabetes
Melitus pada tahun 2012 sebesar 3,86%)

: Tingkat Kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan


( 0,1 ).

Maka diperoleh perhitungan :


= (1,962 x 0,0386 x 0,9614)

0,12
= 14,256193 dibulatkan menjadi 14 orang.
Dari hasil penghitungan didapatkan jumlah sampel minimal
yang harus diambil adalah 14 orang. Dari kebijaksanaan peneliti
dan konsultasi

yang dianggap ahli, maka kami mengambil 30

orang.
Dari survey awal yang kami lakukan, kami memilih data
sekunder berupa rekam medis Puskesmas Kedungsolo pada Bulan
Juli 2013. Dan dari data rekam medis Bulan Juli 2013, terdapat 21
pasien terdiagnosis menderita Diabetes Melitus baik itu kasus baru
ataupun lama. Dari 21 pasien tersebut, Desa Kebon Agung adalah
Desa dengan pasien diabetes tertinggi, berjumlah 10 pasien. Sisa

34

pasien lainnya tersebar di seluruh desa yang menjadi wilayah kerja


Puskesmas Kedungsolo. untuk memenuhi jumlah keseluruhan
sampel (30 sampel) maka 20 sampel sisanya kami ambil secara
simple random sampling.

4.3.2.2 Kriteria Sampel


Inklusi

1. Semua pasien yang beramat di Desa Kebon Agung, Kecamatan


Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
2. Alamat jelas dan lengkap yang dilihat dari Rekam Medis Puskesmas
Kedungsolo.
3. Bersedia menjadi Respoden.
Eksklusi :
1. Alamat tidak sesuai dengan yang tertera di alamat rekam medis
Puskesmas Kedungsolo.
2. Pasien tidak bersedia menjadi responden.
3. Sulit berkomunikasi karena keadaan umum tidak memungkinkan.

35

4.4 Definisi Operasional

36

4.5 Teknik Pengumpulan Data


4.5.1 Jenis Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder:
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan penderita
Diabetes Melitus tipe 2 dengan mendatangi ke rumahnya.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh berupa jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2
yang datang ke Puskesmas Kedungsolo Bulan Juli 2013.
4.5.2. Instrumen Penelitian

37

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini


adalah kuesioner dan wawancara yang dibuat oleh peneliti berdasarkan
tinjauan kepustakaan.
4.5.3 Langkah-Langkah Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti meliputi :
a. Meminta surat izin penelitian dari Institusi Pendidikan yaitu dari bagian
IKAKOM FK UW KS.
b. Mengurus perizinan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo untuk
mengambilan data tentang tingginya kunjungan pasien diabetes melitus
di Puskesmas Kedungsolo bulan Juli 2013.
c. Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian dari Puskesmas
Kedungsolo kecamatan Porong.
d. Meminta persetujuan dari responden yaitu pasien diabetes melitus yang
berkunjung di Puskesmas Kedungsolo bulan Juli 2013 dengan
menandatangani surat persetujuan/ inform consent menjadi responden.
e. Melakukan wawancara dengan pasien diabetes melitus tersebut.
4.5.4 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dalam suatu penelitian merupakan suatu
langkah yang sangat penting agar data yang diperoleh dapat memberikan
jawaban atau gambaran informasi tentang penelitian untuk melakukan
pengolahan data dengan proses sebagia berikut :
a. Menyunting Data (Editing)

38

Setelah data dari

responden didapati, peneliti memeriksa kembali

semua jawaban yang telah diisi oleh responden di kuesioner dan melihat
kelengkapannya.
b. Mengkode Data (Coding)
Setelah data lengkap, peneliti memberikan pengkodean data dengan
penyederhanaan jawaban dengan cara mengganti dengan score. Skor
yang digunakan adalah 1 dan 2. Skor 1 menunjukkan konsumsi dari
variable independen, tidak pernah atau jarang (kurang bermakna). Skor
2 menunjukkan konsumsi dari variabel independen sering atau tiap hari
(bermakna).

c. Membuat Struktur Data (Tabulating)


Selanjutnya peneliti menyusun data yang tersedia menurut urutan,
mengelompokkan data

dan menghitung jumlah masing-masing

variabel, memindahkan variabel yang telah dikelompokkan kedalam


tabel yang disiapkan.
d. Memasukkan Data (Entry)
Selanjutnya peneliti menuangkan data yang diperoleh ke dalam master
tabel secara komputerisasi.
e. Membersihkan Data (Cleaning)

39

Kemudian data diperiksa ulang kembali dengan melibatkan distribusi


frekuensi dan mendapatkan nilai yang logis dan tidak ditemukan
kesalahan pada data.

4.6 Analisa Data


4.6.1 Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi
dan presentase dari masing-masing variabel penelitian. Mengetahui
distribui dari variabel dependen terhadap Diabetes Melitus tipe 2 di Desa
Kebon Agung, Kecam atan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
4.6.2 Analisa Bivariat
Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan dua variabel
yaitu variabel independen asupan makan yang beresiko Diabetes Melitus
(dari tingginya asupan karbohidrat, lemak jenuh dan kolesterol, obat/jamu
dan mikronutrien) terhadap variabel dependen berupa Diabetes Melitus tipe
2. Pengujian menggunakan uji Odds Rasio dengan rumus :
Rumus dasar Rasio Odds (RO) :
RO = ad/bc
Keterangan :
a = kasus yang mengalami pajanan
b = kontrol yang mengalami pajanan
c = kasus yang tidak mengalami pajanan

40

d = kontrol yang tidak mengalami pajanan

Bila RO = 1, maka pajanan bukan sebagai faktor resiko.


Bila RO 1, maka pajanan merupakan faktor resiko.
Bila RO 1, maka pajanan merupakan faktor protektif.

BAB V
HASIL PENELITIAN

6.1 Gambar Konsumsi Asupan Makanan Beresiko Diabetes Melitus


6.1.1 Konsumsi Karbohidrat

41

Gambar 6.1 Distribusi Responden yang Mengkonsumsi Karbohidrat


Dari semua asupan makanan yang diteliti lewat kuisioner, tingginya asupan
karbohidrat dilihat dari tingginya konsumsi nasi sebagai makanan pokok, tingginya
konsumsi makanan ringan, tingginya makanan masakan dengan kecap, seringnya
minum minuman manis, jumlah gula yang dicampur dalam minuman lebih dari 2
sendok makan,tingginya konsumsi alkohol, konsumsi sari tebu dan jarak jeda makan
yang singkat ( frekuensi makan yang sering) serta porsi / jumlah makan setiap kali
makan yang tinggi. Didapatkan hasil sebgian besar masyarakat Kebon agunf
mengkonsumsi tinggi karbohidrat dengan jumlah responden yang mengkonsumsi

42

sebanyak 22 (87%) orang dengan asupan tinggi karbohidrat. Sisanya sebanyak 8


(13%) orang dengan asupan rendah karbohidrat.
5.1.2 Konsumsi Lemak Jenuh dan Kolesterol

Gambar 5.2 Distribusi Responden yang Menkonsumsi Lemak Jenuh dan


Kolesterol
Dari semua asupan makanan yang diteliti di kuesioner, asupan lemak jenuh dan
kolesterol dapat dilihat dari tingginya konsumsi masakan yang digoreng, konsumsi
masakan yang bersantan, konsumsi lemak daging/gajih, konsumsi makanan cepat saji
dan konsumsi minyak jelantah ( minyak yang digunakan menggoreng lebih dari dua
kali). Didapatkan hasil bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Kebon Agung
mengkonsumsi makanan rendah Lemak Jenuh dan Kolesterol, dengan jumlah
responden yang mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol sebanyak

43

18 orang (60%) dan sisanya mengkonsumsi dengan jumlah 12 orang (40%)


mengkonsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol.
5.1.3 Konsumsi Rendah Mikronutrien

Gambar

5.3

Gambaran

Distribusi

Responden

yang

Mengkonsumsi

Mikronutrien
Kecukupan dari kebutuhan mikronutrient dilihat dari konsumsi sayur atau buahbuahan. Dari hasil kuesioner diadapatkan sebagian sebagian besar masyarakat di Desa
Kebon Agung mengkonsumsi zat gizi mikronutrien dalam jumlah yang rendah,
dengan jumlah responden yang mengkonsumsi mikronutrien dalam jumlah yang
rendah sebanyak 19 orang (63%) dan sisanya sebanyak 11 (37%) orang
mengkonsumi tinggi mikronutrien.

44

5.1.4 Konsumsi Jamu / Obat

Gambar 5.4 Gambaran Distribusi Responden yang Mengkonsumsi Jamu / Obat


Dari kuesioner didapatkan hasil sebanyak 18 orang (60%) responden
mengkonsumsi jamu dalam jumlah rendah, sedangkan 12 orang (40%) responden
mengkonsumsi jamu secara dalam jumlah yang tinggi.

5.1 Tabel Ringkasan Distribusi Asupan Makanan yang Beriko Diabetes Melitus
di Desa Kebon Agung.
No
1

Variabel
Konsumsi

Karbohidrat
Konsumsi

Kategori
Konsumsi rendah karbohidrat
Konsumsi tinggi karbohidrat
Konsumsi rendah lemak jenuh

Jumlah Persentase
8
27
22
73
18

60

45

Lemak Jenuh

dan kolesterol
Konsumsi tinggi lemak jenuh

12

40

dan kolesterol
Konsumsi rendah mikronutrien
Konsumsi tinggi mikronutrien

19
11

63
37

18
12

60
40

dan Kolesterol
3
4

Konsumsi

Mikronutrien
Konsumsi Jamu Konsumsi rendah jamu / obat
Konsumsi tinggi jamu / obat
/ Obat

5.2 Tabel Distribusi Penderita yang Terdiagnosis Diabetes Melitus dalam


Rekam Medis Puskesmas Kedongsolo
Variabel
Diabetes

Kategori
Tidak Terdiagnosis Diabetes Melitus
Terdiagnosis Diabetes Melitus

Jumlah Persentase
20
67
10
33

Melitus Tipe 2
BAB VI
PEMBAHASAN / ANALISIS

6.1 Analisis Hubungan Konsumsi Karbohidrat Terhadap Diabetes Melitus


Tabel 6.1 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Karbohidrat dan
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus tipe 2
Terdiagnosis
Tidak
Konsumsi
Karbohidrat
Jumlah

Tinggi
Rendah

6
4

2
18

Jumlah
8
22

10

20

30

46

Dari table di atas dapat dicari Rasio Odds yaitu :


RO =

ad/bc

= 108/8
= 13,5
Dari hasil analisis asupan tinggi karbohidrat, didapat Rasio Oddsnya
sebesar 13,5 ( RP >1). Jadi asupan tinggi karbohidrat merupakan faktor resiko
terjadinya Diabetes Melitus tipe 2.

6.2 Analisis Hubungan Konsumsi Lemak Jenuh dan Kolesterol Terhadap


Diabetes Melitus tipe 2.
Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Lemak JenuhKolesterol dan Diabetes Melitus
Diabetes Melitus tipe 2
Terdiagnosis
Tidak
Konsumsi Lemak
Jenuh dan Kolesterol
Jumlah

Tinggi
Rendah

8
2

4
16

Jumlah
12
18

10

20

30

Dari table di atas dapat dicari Rasio Oddsnya yaitu :


RO =

ad/bc

128/8

16

47

Dari hasil analisis asupan tinggi lemak jenuh dan kolesterol, didapat Rasio
Odds sebesar 16 ( RP >1). Jadi asupan

tinggi lemak jenuh dan kolesterol

merupakan faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus tipe 2.

6.3 Analisis Hubungan Konsumsi Mikronutrien Terhadap Diabetes Melitus


Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Mikronutrien dan
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus tipe 2
Terdiagnosis
Tidak
Konsumsi
Mikronutrien
Jumlah

Rendah
Tinggi

5
5

14
6

Jumlah
19
11

10

20

30

Dari table di atas dapat dicari Rasio Oddsnya yaitu :


RO = ad/bc
= 30/70
= 0,42857143 (dibulatkan menjadi 0,428)

Dari hasil analisis asupan rendah mikronutrien, didapatkan Rasio Oddsnya


sebesar 0,428 ( RO <1). Jadi asupan rendah mikronutrien bukan merupakan
faktor resiko terjadinya Diabetes Melitus tipe 2.

48

6.2 Analisis Hubungan Konsumsi Obat atau Jamu Terhadap Diabetes Melitus
Tabel 6.2 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Jamu atau Obat dan
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus tipe 2
Terdiagnosis
Tidak
Konsumsi Jamu

Tinggi
Rendah

6
4

6
14

Jumlah
12
18

10

20

30

atau Obat
Jumlah

Dari table di atas dapat dicari Rasio Prevalensinya yaitu :


RO =

ad/bc

84/24

3,5

Dari hasil analisis asupan jamu atau obat, didapat Rasio Oddsnya sebesar
3,5 ( RO >1). Jadi asupan jamu atau obat merupakan faktor resiko terjadinya
Diabetes Melitus tipe 2.

49

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data kuesioner dan analisis hipotesis menggunakan
rasio prevalensi, didapatkan kesimpulan :
1. Masyarakata Desa Kebon Agung yang didiagnosis menderita Diabetes
Melitus tipe 2 mengkonsumsi asupan makanan tinggi karbohidrat 13,5
kali lebih tinggi daripada masyarakat yang tidak didiagnosis Diabetes
Melitus tipe 2.
2. Masyarakat Desa Kebon Agung yang didiagnosis menderita Diabetes
Melitus tipe 2 mengkonsumsi asupan tinggi lemak jenuh dan kolesterol
16 kali lebih tinggi daripada masyarakat yang tidak didiagnosis
Diabetes Melitus tipe 2.
3. Masyarakat Desa Kebon Agung yang didiagnosis menderita Diabetes
Melitus tipe 2 mengkonsumsi asupan makanan rendah mikronutrien
0,42 kali dari masyarakat yang tidak terdiagnosis Diabetes Melitus tipe
2.

50

4. Masyarakat Desa Kebon Agung yang didiagnosis menderita Diabetes


Melitus tipe 2 mengkonsumsi jamu atau obat 3,5 kali lebih tinggi
daripada masyarakat yang tidak menderita Diabetes Melitus tipe 2.

7.2 Saran
Penelitian ini dilakukan dalam waktu yang singkat dan jauh dari baik.
Diharapkan akan dilakukan penelitian yang lebih baik lagi dalam persiapan,
pengelolaan waktu dan perhitungan variabel asupan makanan yang lebih spesifik
lagi.

51

iii

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). http://www.diabetes.org/
[diakses 27 Agustus 2013 pukul 21:35]
International Diabetes Federation.2011. Diabetes Evidence Demands
Real Action From The Un Summit On Non-Communicable Diseases.
http://www.idf.org/diabetes-evidence-demands-real-action-un-summit-noncommunicable-diseases [diakses 27 Agustus 2013 pukul 11:04]
International Diabetes Federation. 2011. One Adult In Ten Will Have
Diabetes
By
2030.
http://www.idf.org/media-events/pressreleases/2011/diabetes-atlas-5th-edition [diakses 27 Agustus 2013 pukul 11:34]
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tahun 2030 prevalensi
diabetes mellitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Jakarta: Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia;
2011.
Tersedia
pada:
URL:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.htm
[diakses 27 Agustus 2013 pukul 07:49]
World Health Organization. Definition and diagnosis of diabetes
mellitus and intermediate hyperglycemia. Amerika Serikat; 2006. Tersedia
pada:
URL:
[http://www.idf.org/webdata/docs/WHO_IDF_definition_diagnosis_of_diabete
s.pdf [diakses 27 Agustus 2013 pukul 07:49]
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.

52

Anda mungkin juga menyukai