A. Definisi
Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa
detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang
sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne,
2002, hal 2131)
Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United
State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia
antara 75 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).
B. Klasifikasi stroke non hemoragik
Menurut Tarwoto, dkk (2007, hlm. 69) Stroke non hemoragik dapat
diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a.
TIA (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.
Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu.
c.
Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan lahan sampai akut, munculnya gejala
makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau beberapa
hari.
d.
Stroke Komplit
neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal
serangan dan sedikit tidak ada perbaikan.
C. Anatomi dan Fisiologi
Patofisiologi
Stroke adalah penyakit gangguan peredaran darah ke otak, disebabkan oleh karena
penyumbatan yang dapat mengakibatkan terputusnya aliran darah ke otak
sehingga menghentikan suplay oksigen, glukosa dan nutrisi lainya kedalam sel
otak yang mengalami serangan pada gejala gejala yang dapat pulih, seperti
kehilangan kesadaran, jika kekurangan oksigen berlanjut lebih dari beberapa
menit dapat meyebabkan nekrosis mikroskopis neuron neuron, area nekrotik
disebut infak.(Arif Muttaqin, 2008, hlm. 131)
Mekanisme iskemik (non-hemoragik) terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan
di Pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti.Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya stroke, yang
disebut stroke iskemik.
Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke
Iskemik. Penyumbatan dapat terjadi karena penumpukan timbunan lemak yang
mengandung koleserol (plak) dalam pembuluh darah besar (ateri karotis) atau
pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.
Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga aliran darah
tidak lancar, mirip aliran air yang terhalang oleh batu. Darah yang kental akan
tertahan dan menggumpal (trombosis), sehingga alirannya menjadi semakin
lambat. Akibatnya otak akan mengalami kekurangan pasokan oksigen. Jika
kelambatan pasokan ini berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati. Tidak heran
ketika bangun tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya kesemutan. Jika
berlajut akan menyebabkan kelumpuhan.
Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil dalam pembuluh darah
yang disebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok atau arena konsumsi
makanan tinggi kolesterol dan lemak. Seringkali daerah yang terluka kemudian
tertutup oleh endapan yang kaya kolesterol (plak). Gumpalan plak inilah yang
menyumbat dan mempersempit jalanya aliran darah yang berfungsi mengantar
pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak. Stroke iskemik ini dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
1.
Stroke Trombotik
Pada stroke trombotik didapati oklusi ditempat arteri serebral yang bertrombus.
Trombosis merupakan bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher dan
penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan
sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tibatiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria
besar. Bagian intima arteria sereberal menjadi tipis dan berserabut, sedangkan selsel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga
lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung
terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang
mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut :
arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya
intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi
kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbatan fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk
emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan
tersumbat dengan sempurna.
2.
Stroke Embolik
Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Penderita embolisme biasanya
lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebral
berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian-bagian
yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberal adalah arteria
serebral media, terutama bagian atas
.
D. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
E. Faktor resiko pada stroke
1.
Hipertensi
2.
Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3.
Kolesterol tinggi
4.
Obesitas
5.
Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6.
Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7.
Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar
estrogen tinggi)
8.
Penyalahgunaan obat ( kokain)
9.
Konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
F. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001, hlm. 2133-2134) menjelaskan ada
enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non
hemoragik adalah:
a.
Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari
otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu
sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh)
b.
Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1)
Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara.
2)
Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
3)
Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
c.
Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek
ditempat kehilangan penglihatan
d.
Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
e.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin
terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
f.
Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
G. Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik menurut Arif Muttaqin (2008, hlm. 139) yaitu:
1)
CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
2)
Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
3)
Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4)
Magnatik Resonan Imaging (MRI):
Inkontinensia, anuria
distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama )
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam
( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif: Perokok ( factor resiko )
9.Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
5)
Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutuhan, gangguan
lapang pandang atau kedalam persepsi.
6)
Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
7)
Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan indikasi. Berikan istirahat secara
periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
8)
Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
9)
Cegah terjadinya mengejan saat defikasi dan pernapasan yang memaksa
(batuk terus-menerus).
10) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin,
kadar dilatin.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan
perceptual/kognitif.
Tujuan :
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktur, foot drop.
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
atau kompensasi.
Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas,
dan mempertahankan integritas kulit.
Perencanaan tindakan:
1)
Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan awal dan dengan
cara teratur.
2)
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan
jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakan dalam posisi bagian yang
terganggu.
3)
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan latihan seperti latihan
kuadrisep/gluteal, meremas bola karet, melakukan jari-jari dan kaki/telapak.
4)
Tinggikan tangan dan kepala.
5)
Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari
gangguan sirkulasi.
6)
Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur.
Lakukan massage secara hati-hati pada daerah kemerahan dan beriakan alat bantu
seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan kebutuhan.
7)
Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
mengguanakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakan
daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
8)
Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan resestif, dan
ambulasi pasien.
b.
Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis b.d kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral,
kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan :
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Perencanaan tindakan :
1) Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
2) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan balik.
3) Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
4) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH atau pus.
5) Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat
menulis mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
6) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
7) Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
c.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan dan ketahanan.
Tujuan :
Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Perencanaan tindakan:
1)
Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari
hari.
2)
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
3)
Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk
menghindari atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien
ke kamar mandi dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
4)
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.
d.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan
interprestasi informasi kurang mengingat.
Tujuan :
Berpartisipasi dalam belajar
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik.
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Perencana tindakan:
1)
Kaji ulang tingkat pemahaman klien tentang penyakit
2)
Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu
3)
Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4)
Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke, penyebab dan
pencegahan, dan makan yang berpengaruh
5)
Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi, seperti ahli
fisioterapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara.
e.
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan
Tujuan : Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
RR 18-20 x permenit
Ekspansi dada normal.
Intervensi :
Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Auskultasi bunyi nafas.
Pantau penurunan bunyi nafas.
Pastikan kepatenan O2 binasal.
Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta. EGC.
2)
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C.
2000. Edisi 3.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
3)
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid
Pertama.Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4)
Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta. EGC Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2,
Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
5)
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan
Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993
6)
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996
7)
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002
8)
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta, EGC, 2000
9)
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada
university press, 1996