MODUL
TEKNIK KLASIFIKASI BARANG
OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI
JAKARTA
2008
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
4.1.1. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System 16
(KUM HS)
4.1.2. Jenis Catatan Pada BTBMI ………………………………. 24
4.1.2.1. Catatan Definitif ……………………………………. 24
4.1.2.2. Catatan Eksklusif …………………………………… 25
4.1.2.3. Catatan Ilustratif ………………………………….... 25
4.1.2.4. Catatan Lain-lain ……………………………………. 25
4.2 Latihan 3 ……………………………………………………………… 27
4.3 Rangkuman …………………………………………………………… 28
5. Kegiatan Belajar (KB) 4
iii
MODUL
TEKNIK KLASIFIKASI BARANG
1. PENDAHULUAN
Untuk menetapkan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas suatu barang
maka seorang petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus mengetahui jenis, jumlah
dan nilai pabean atas barang yang tersebut. Setelah mengetahui jenisnya barulah
diklasifikasikan dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dengan benar sesuai ketentuan
umum untuk menginterpretasi Harmonized System. Seorang yang melakukan klasifikasi
atau seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan
mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan
pungutan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar oleh importir atau pengguna jasa
kepabeanan. Dalam modul ini akan dijelaskan tentang Harmonized System, Buku tarif
Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum Untuk mengklasifikasi Barang dan membuat
Nota Penelitian Klasifiaksi Barang serta disajikan beberapa kasus dalam mengklasifikasi
Barang
Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu memahami sistem
dan tehnik dalam mengklasifikasi barang sesuai Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
HARMONIZED SYSTEM
2
Perlu diingat bahwa setelah melakukan tahap klasifikasi, baru diketahui bahwa
informasi yang ada belum lengkap sehingga kita harus kembali melakukan identifikasi
barang untuk memperoleh informasi yang diperlukan tersebut.
Pertanyaan di atas harus dijawab sebelum kita memulai tahap klasifikasi. Apabila
kita sudah mempunyai jawaban, barulah kita berusaha mencari pos yang tepat.
Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara
sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan,
pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan
Indonesia Nomor 17 tahun 2006 dan Nomor 10 tahun 1995, penetapan klasifikasi barang
diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang
di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu
daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.
3
2.1.3. Mengapa HS ?
Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang dikenal
dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia) telah membentuk
suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu nomenklatur klasifikasi
barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean, tetapi juga digunakan untuk
kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan negosiasi perdagangan.
Pada akhir tahun 1986, kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu
nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean, tetapi
juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan negosiasi
perdagangan, berhasil menyusun suatu nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan
kelompok-kelompok) yang dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding
System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan
kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang
dikenal dengan nama Konvensi HS.
Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian besar
adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi
konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi HS dengan Keppres
Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada tahun 1993, sebenarnya
Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.
HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan sistem
kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan oleh berbagai
lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan, misalnya:
5
2.1.5. Publikasi Pelengkap HS
Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun
sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi
(official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap
yang sangat penting dari HS.
Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk mendapatkan
interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory Notes ini, sebagian
negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum
Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami perubahan
(amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk itu membaca
Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya dalam
HS.Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi tahun 2007
Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga bagian utama
atau integral, yaitu:
6
a. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules for the
Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System
(KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum melangkah
lebih jauh untuk mengklasifikasikan barang menggunakan HS. KUM HS berisi enam
prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi barang. Mengingat
pentingnya memahami KUM HS, bagian ini akan dibahas tersendiri.
b. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.
c. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik, kemudian sub pos
AHTN 8 digit dan pos tarif 10 digit.
7
6. Sebutkan tiga bagian utama Harmonized 6.
System ?
2.3. Rangkuman
Agar hasil pengklasifikasian akurat maka tahap pertama dalam mengklasifikasi barang
harus melakukan identifikasi barang yang akan kita klasifikasi kemudian mengetahui
spesifikasi barang, selanjutnya memilih bab-bab yang lebih spesifik. Bila sudah kita
tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan bagian dan catatan bab yang berkaitan
dengan pilihan bab atau bab-bab sebelumya. Explanatory Notes bukan merupakan bagian
yang integral dari HS, namun sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan
interpretasi resmi (official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan
pelengkap yang sangat penting dari HS. HS yang mempunyai 6 digit penggolongan,
dirancang tidak hanya untuk keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara
internasional dalam bidang lain. Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan
sistem penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari
sub-sub pos dalam HS. .
8
3. Kegiatan Belajar (KB) 2.
Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang Harmonized
System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTBMI. BTBMI adalah buku tarif bea
10
masuk yang digunakan di Indonesia semenjak 1989 yaitu, beberapa tahun sebelum
Indonesia meratifikasi HS Convention dan saat ini yang berlaku adalah BTBMI 2007.
11
• Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan teks berasal
dari uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali :
− yang 2 digit terakhirnya “00” (misalnya 0101.90.30.00) berasal dari teks
AHTN;
− yang 4 digit terakhirnya “00.00” (misalnya 1209.10.00.00) berasal dari
teks HS.
• Sedangkan uraian barang pada Bab 98 seluruhnya merupakan uraian yang
berasal dari Bahasa Indonesia.
2. BTBMI 2007 juga dilengkapi kolom untuk uraian barang dalam bahasa Inggris
(Description of Goods) yaitu kolom ketiga dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks asli HS-WCO
dalam bahasa Inggris;
b. Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks asli AHTN dalam
bahasa Inggris;
c. Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari
teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali :
• yang 2 digit terakhirnya “00” (misalnya 0101.90.30.00) berasal dari teks
AHTN;
• yang 4 digit terakhirnya “00.00” (misalnya 1209.10.00.00) berasal dari teks
HS.
3. Pembebanan tarif bea masuk barang impor yang berlaku umum sebagaimana
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
110/PMK.010/2006 tanggal 15 Nopember 2006 dan dituangkan dalam kolom
keempat BTBMI 2007 yang terdiri dari dua jenis bea masuk yaitu bea masuk
advalorum (persentase) dan bea masuk adnaturam (spesifik; berdasarkan ukuran
tertentu, mis. Rp 790/kg);
4. Pembebanan tarif bea masuk atas barang yang diimpor dari negara-negara
ASEAN dalam rangka skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT)
ASEAN FTA yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 125/PMK.010/2006 tanggal 15 Desember 2006.
12
5. Besarnya pembebanan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan
berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986) dan dituangkan dalam kolom
keenam BTBMI 2007;
6. Pembebanan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003 dan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 620/PMK.03/2004 tanggal 31 Desember
2004; dan dituangkan dalam kolom ketujuh BTBMI 2007;
7. Ketentuan larangan/pembatasan impor barang tertentu yang antara lain ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 751/MPP/KEP/11/2002
dan tata niaga impor dan peredaran bahan berbahaya tertentu ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
418/MPP/KEP/6/2003 tanggal 17 Juni 2003 serta peraturan instansi teknis lainnya.
Hal ini dituangkan dalam kolom kedelapan pada BTBMI 2007;
8. Adanya kolom tambahan yaitu kolom kesembilan untuk disediakan untuk
mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain yang
belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.
13
b. Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos tarif
bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM
Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk hal-
hal sebagai berikut :
b. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “Bea Masuk Umum” berarti
pembebanan impornya mengikuti tarif barang jadinya pada pos tarif 87.01
sampai dengan 87.05;
c. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom “PPN”, “PPnBM” dan
“Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan pemberlakuan
ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang
atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan;
Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman yang digunakan
sebagai pelengkap dalam menginterpretasikan pengertian maupun istilah
teknis barang yang tercantum dalam subpos atau pos tarif tertentu.
Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya BM, PPN, dan PPnBM ditetapkan
oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan Tata Niaga Impor) ditetapkan oleh Menteri
Perindustrian dan Perdagangan.
Pertanyaan Jawaban
1. Pasal berapa dalam Undang-undang no. 17 1.
tahun 2006 dan no. 10 tahun 1995 tentang
kepabeanan yang berkaitan dengan
klasifikasi barang ?
14
penomoran HS ?
3.3. Rangkuman
Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang no. 17 tahun 2007 dan Undang-undang no. 10 tahun
1995 menyebutkan bahwa “Untuk penetapan tarif Bea Masuk dan bea keluar, barang
dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang”. Selanjutnya berdasarkan pasal
14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh
Menteri Keuangan. Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-
digit dengan susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS dan 4 digit terakhir
adalah pecahan pos tarif nasional.
Kolom dalam BTBMI ada 9 yang berisi tentang : pos, subpos dan pos tariff, uraian
barang, pembenbanan bea masuk, PPN, PPh, kolom ke delapan berkaitan dengan
tataniaga impor atas barang serta kolom ke-sembilan adalah keterangan tamabahan.
Dalam BTBMI terdapat catatan penjelasan tambahan atau SEN merupakan pedoman
yang digunakan sebagai pelengkap dalam menginterpretasikan pengertian maupun
istilah teknis barang yang tercantum pada digit 7 dan 8 atau ASEAN.
15
4. Kegiatan Belajar (KB) 3.
KETENTUAN UMUM
UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED SYSTEM
DAN JENIS CATATAN
KUM HS 1 :
Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan referensi
saja; untuk tujuan hukum, klasifikasi harus ditentukan menurut uraian yang
terdapat dalam pos dan berbagai Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan serta
menurut ketentuan-ketentuan berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut tidak
menentukan lain :
Penjelasan:
HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat banyaknya
jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup dengan persis pada
setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi karena sifatnya yang
khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk hewani tidak dirinci atau
termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan khusus pada bab 50.
Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau pos yang
16
mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum adalah pos
(heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian pos dan catatan-
catatan tersebut merupakan pertimbangan utama. Apabila pos dan catatan-catatan
tersebut tidak menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak bisa digunakan barulah
digunakan KUM HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2 Bab 31 menjelaskan pos
31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak boleh diperluas dengan
menggunakan KUM HS 2(b).
KUM HS 2 a :
Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi juga
referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung,
asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung
tersebut memiliki karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau
rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi refensi untuk barang tersebut
dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini dapat
digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan belum
dirakit atau terbongkar.
Penjelasan:
Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau
rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai barang
lengkap atau rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor dalam
keadaan terurai, dan tiap setnya tidak ada sadel dan ban dalamnya. Namun tetap
dianggap set sepeda karena sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.
KUM HS 2 b :
17
Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga
meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan
bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu
harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau
seluruhnya terdiri dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu
jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.
Penjelasan:
Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan
berdasarkan KUM HS 1. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos atau catatan
bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-lard oil, ...tidak
diemulsi atau dicampur...); karena uraian posnya sudah menyebutkan bahwa produk
dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak berlaku.
Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang
seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus digunakan
KUM HS 3).
KUM HS 3 :
Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain,
barang yang dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau
lebih, maka klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut :
Penjelasan:
KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.
Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru kemudian
KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan apabila uraian
pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, catatan 4(b) bab
97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos 97.01 sampai dengan 97.05 dan
juga dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan pada pos terdahulu awal (berarti
bertentangan dengan KUM HS 3c ).
KUM HS 3 a :
18
Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan dari pos
yang memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua pos atau
lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat
yang terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi,atau hanya
merujuk kepada bagian dari bahan atau zat terkandung dalam campuran atau
barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang dalam set yang
disiapkan untuk penjualan eceran, maka pos-pos tersebut harus dianggap setara
sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos tersebut
memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.
Penjelasan:
Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian yang
lebih umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos yang
menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan pada
pos 85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor).
Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih diutamakan
dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted textile for motor cars
diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.
Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat yang
terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari item dalam
satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak berlaku dan
digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih rinci dari pos
lainnya.
Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat yang
terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari item dalam
satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak berlaku dan
digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih rinci dari pos
lainnya.
KUM HS 3 b :
19
Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang berbeda atau
yang dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan dalam set
untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3
(a), harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau komponen yang memberikan
karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini dapat diterapkan.
Penjelasan:
KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri dari
bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang berbeda, dan
barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan bila KUM HS 3(a)
tidak bisa digunakan.
KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu sama
lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama membentuk
barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah. Contoh, rak bumbu
dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.
Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan
eceran yaitu:
1. Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).
2. Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.
3. Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-
eat-meal).
Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir
(96.15), gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas dalam
tas kulit (42.02) diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan komponen yang
memberikan sifat utama).
KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian yang
dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam proporsi
20
tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).
KUM HS 3 c:
Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a) atau 3(b),
maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir berdasarkan
urutan penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai pertimbangan yang
setara.
Penjelasan:
Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan pada
pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi terbuat dari
kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari bahan baku
memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos 83.06, namun
karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus diklasifikasikan pada pos
terakhir, yaitu pos 83.06.
KUM HS 4:
Penjelasan:
KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak
dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang yang
sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya).
KUM HS 5 :
Sebagai tambahan dari aturan di atas, Ketentuan berikut ini harus diberlakukan
terhadap barangnya dengan kemasan seperti tersebut dibawah ini :
Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar, kotak kalung
dan kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas untuk menyimpan barang
atau perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan jangka panjang dan
diajukan bersama barangnya, harus diklasifikasikan menurut barangnya, apabila
kemasan tersebut memang biasa dijual dengan barang tersebut. Namun demikian,
ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang memberikan seluruh karakter
utamanya;
Penjelasan:
KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu yang:
• khusus dibuat untuk barang tertentu.
• digunakan untuk jangka waktu lama.
• dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan pada
pos tersendiri).
• biasa dijual bersama dengan barangnya.
• tidak memberikan sifat utama.
22
Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan
sebagainya.
KUM HS 5 b :
Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus dan
kemasan pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus
diklasifikasikan menurut barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus
tersebut memang biasa untuk membungkus barang tersebut. Namun demikian
ketentuan ini tidak mengikat apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut
secara nyata cocok untuk dipakai berulangulang.
Penjelasan:
Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan
dengan barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang digunakan
berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama pengemasnya
(tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada pos tarif gas,
sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi
dari barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus diklasifikasikan
tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat permen dari porselin
berdekorasi China
KUM HS 6 :
Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus
ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos
bersangkutan, serta ketentuan ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan
pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali
apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan
juga catatan Bagian dan catatan Bab.
23
Penjelasan:
KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara
langsung) untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik yang
sama).
KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya,
catatan bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi pertimbangan
utama. Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak sama dengan
Platinum pada catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11 dan 7110.19).
Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau sekumpulan
pos tertentu.
a. Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan perekat kertas
steril untuk penutup luka bedah;
b. Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;
c. Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;
d. …
e. …
f. …
g. Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh sperma.
24
4.1.2.2. Catatan Eksklusif
Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos dan
memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.
Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang perlu
dijabarkan lebih lanjut.
25
2. Catatan 1 Bab 9:
Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan 09.10 harus
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus digolongkan
dalam pos itu;
b. Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus digolongkan
dalam pos no. 09.10.
Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari pos no. 09.04 sampai
dengan 09.10 (atau campuran seperti yang dimaksud dalam (a) atau (b) di
atas) tidak mempengaruhi penggolongannya asalkan…..
Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan dalam
pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah termasuk uraian
tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan di atas. Dengan
memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab 83, barang dari
Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan 76 Bab 78 sampai
dengan 81.
26
4.2. Latihan Kegiatan 3
Pertanyaan Jawaban
27
4.3. Rangkuman
28
5. Kegiatan Belajar (KB) 5.
Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk mengklasifikasi
barang:
1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui
spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia, atau
mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.
2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila
sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan Bab
yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.
4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal
tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses
pengklasifikasian pada butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai
gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di
bab lainnya.
5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas, maka
kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan kita
klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah dapat
menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci. Bila sudah kita
temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan sub-
pos (6-digit), sub-pos AHTN (8-digit) dan pos tarif (10-digit) yang sesuai. Ingat,
dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi
yang sama dengan penentuan pos (4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita
sedang menggunakan KUM HS 1.
6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi barang, kita
mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat menggunakan KUM HS 2
apabila KUM HS 1 benar-benar tidak dapat digunakan. Cara untuk meyakinkan
bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan berusaha membuktikan bahwa hanya ada
satu pos yang sesuai untuk barang tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa
diterapkan karena informasi atau data spesifikasi barang kurang lengkap, maka
yang harus dikerjakan adalah mencari informasi atau data tersebut lebih dulu.
Jangan terburu-buru menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin
KUM HS 1 tidak dapat digunakan.
7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud
dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek. Beberapa aspek
yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama adalah fungsi/kegunaan,
nilai (value), dan bentuk fisik (appearance). Usahakan paling tidak selalu
30
mempertimbangkan ketiga aspek tersebut sebelum menentukan sifat utama suatu
barang campuran.
8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu
diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-pos
tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,
perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.
9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian barang,
langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM, atau
cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-lain.).
Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu menggunakan
pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.
Contoh 1.
⇒Kesimpulan
Contoh 2.
⇒ Spesifikasi Barang
(Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)
⇒Dasar Klasifikasi
32
Catatan : Bagian, Bab dan Sub pos
Uraian pos, Explanatory Notes, BTBMI, dan informasi atau referensi
lainnya
Tentukan satu pos yang paling sesuai
Tentukan sub-pos yang paling sesuai
Tentukan pos tarif yang paling sesuai
Alasan Klasifikasi :
- Mesin dan barang elektronik masuk bagian XVI
- mesin pengolah data masuk bab 84….
- Cat 4D Bab 84 laptop diajukan dengan printer dan speaker....
Uraian klasifikasi :
- Bab 84 ..mesin mekanik…
- Pos 8471.. mesin pengolah data
- Sub pos 8471.30...mesin pengolah data berat kurang dari 10 kg
- Pos tarif 8471.30.20.00 laptop
Kesimpulan :
Laptop tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8471.30.20.00
5.2. Latihan 4
34
1. Insektisida (obat anti serangga) jenis eldrin yang telah diolah, dalam kemasan
aerosol 500 ml
2. Lembaran tipis aluminium (aluminium foil) tebal 0,15 mm tidak diberi alas, satu
sisi dilapisi lacquer dan sisi lainnya dikerjakan lebih lanjut, ukuran lebar 60 cm,
panjang 5 m dalam gulungan
4. Microwave oven, merk : Tokai kekuatan listrik 3000 watt 220 volt buatan Taiwan
5.3. Rangkuman
35
6. Kegiatan Belajar (KB) 5.
Kasus 1.
Butterfat mixture in the form of a water-in-oil emulsion and used in the food
industry, consisting of 70.4 % or 72.5 % milkfat (97.8 % or 98.8 % fat – dry
matter), 1.06 % or 0.996 % protein (1.5 % or 1.4 % protein – dry matter) and 1.3 %
or 1.4 % lactose, and having a moisture content of 28.0 % or 26.6 %. This product
is also referred to as "High fat cream cheese"
Kasus 2.
Mixed grease product suitable for human consumption, consisting of :
- 80 to 90 % rendered pork fat (lard) and
- 10 to 20 % beef tallow
Kasus 3.
36
Kasus 4
Vitamin C preparation (500 mg per tablet) put up for retail sale in a container
holding 130 tablets, containing
1) ascorbic acid 2) corn starch 3) cross-linked carboxymethyl cellulose sodium
Cellulose 4) rose hips 5) stearic acid 6) lemon bioflavonoid complex
magnesium stearate and 7) acerola.
According to the label, the product is not intended to diagnose, treat, cure or prevent
any disease.
Kasus 5.
Ginseng tablets, in the form of rectangular caramels (side length about 22 mm,
thickness about 7 mm), containing standardized highly-concentrated ginseng extract
(approximately 50 mg per tablet), sucrose (47 % by weight) vegetable oil, gelatin,
emulsifying agent (gum arabic); citric acid, ascorbic acid, essential oil of orange and
colouring agent.
Kasus 6.
37
Kasus 7
Gambar. 03. Uncooked frozen pizza consisting of a pizza base and a topping
Uncooked frozen pizza consisting of a pizza base and a topping. The pizza is put up
in a retail packing of net weight 580 g. The ingredients are wheat flour (33 %),
water (30.8 %), cheese (9.2 %), margarine cheese (4.6 %), white mushrooms (5.2
%), beef (4.7 %), onion (3.2 %), tomato puree (2.8 %), vegetable (olive) oil (1.4 %),
yeast (1.1 %), salt (0.9 %), sugar (0.9 %), rising agent (0.5 %), malt extract (0.4 %),
partly hydrogenated vegetable oil (0.3 %), modified starch (0.2 %), garlic (0.2 %)
and spices (0.1 %). Before consumption, the pizza has to be cooked for 15 to 20
minutes (hot oven) or 20 to 25 minutes (cold oven)
Kasus 8
Flexible reinforcement grid in rolls, made of high-strength polyester fibres (or
yarns) woven and covered on all sides with a protective layer of poly(vinyl chloride)
visible to the naked eye, used to reinforce earth fill structures.
38
Kasus 09
Kasus 10
Appliances for cleaning carpets in situ, equipped with a built-in 0.75 KW electric
motor and pump for injecting a liquid cleaning solution into the carpet, the
solution then being extracted by suction. The appliances weigh 18.1 kg and have a
solution tank capacity of 41.6 l; they are designed and marketed for use in
establishments (other than domestic premises) such as hotels, motels, hospitals,
offices, restaurants and schools.
39
Gambar. 6. cleaning carpets, equipped with a built-in
0.75 KW electric motor and pump
Kasus 11
CD-ROM drives, being storage units for automatic data processing machines which
consist of drive-units designed for retrieving signals from CD-ROMs, audio CDs
and photo CDs. They are equipped with a jack for earphones, a volume-control
button and start/stop button
Kasus 12
40
The first unit comprises a processor, a memory (4Mb RAM), a
hard disk (350Mb), a CD-ROM drive, a colour monitor television
receiver, non-interlaced in PC mode and interlaced in TV mode,
and stereophonic loudspeakers. The system also plays audio
and software CDs and records digital audio files.
.
Gambar. 8. Multimedia personal computer (“PCTV”) consisting of 3 separately
housed units :
Kasus 13
Kasus 14
42
Kasus 15
43
Kasus 16
44
6.2. Latihan Kegiatan 5
Stabilizer otomatis (Automatic voltage regulator) 220 Vlt, 1500 watt. Untuk menstabilkan
tegangan listrik secara otomatis
6.3. Rangkuman
45
7. Test Formatif
7.1. Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf
yang terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )
1. Pasal 14 ayat (1) UU no. 17 tahun 2006 dan no. 10 tahun 1995 tentang
Kepabeanan menjelaskan tentang :
a. sistem harga
b. sistem klasifikasi barang
c. barang tertentu
d. besarnya bea masuk
2. The Harmonized Commodity Description and Coding System atau HS, diterbitkan
tahun 1988 oleh..
a. WTO
b. WCO
c. CCC
d. CTI
3. BTBMI 2007 selain digunakan untuk keperluan klasifikasi dan pembebanan tariff
bea masuk atas barang impor, dapat digunakan juga untuk …..
a. klasifikasi barang ekspor
b. pungutan yang berkaitan dengan ekspor
c. statistik dan perdagangan
d. pernyataan a, b dan c benar
4. Untuk penetapan tarif bea masuk, saat ini Indonesia menggunakan Harmonized
System berdasarkan Harmonized System versi 2007 dan ....
a. Convensi Tariff Nomenclature
b. Asean tariff commodity
c. Internasional Tariff Nomenclature
d. Asean Harmonized Tariff Nomenclature
46
5. Lajur yang menunjukan besarnya tarif Bea Masuk pada BTBMI ada 2, lajur
CEPT digunakan bagi barang yang memiliki form D dan berasal dari :
a. benua Amerika
b. negara ASEAN
c. negara Asia
d. negara Eropa
6. Dalam Bab 39 catatan 1 tercantum bahwa sadel dari plastik diklasifikasikan pada
pos 4201. Jenis catatan tersebut termasuk jenis catatan …
a. definitif
b. eksklusif
c. illustratif
d. pengertian
8. Jenis catatan yang merupakan penjelasan mengklasifikasi dari suatu pos tertentu
dalam Harmonized System disebut catatan :
a. definitif
b. eksklusif
c. illustratif
d. petunjuk
10. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi HS. Nomor satu mengandung arti :
a. judul bagian mengikat
b. Judul bab mengikat
c. uraian barang mengikat
d. pernyataan a, b dan c benar semua
11. Pencantuman tanda satu asterik (*) pada kolom ”PPN”, ”PPnBM” dan
”Larangan/Pembatasan” berarti pengenaan PPN, PPnBM dan pemberlakuan
ketetentuan larangan/pembatasan dalam pos tarif tersebut berlaku :
a. seluruh jenis barang
b. seluruh kelompok barang
c. sebagian jenis barang atau seluruh kelompok barang
d. sebagian jenis barang atau sebagian kelompok barang
13. Susu yang telah dibubuhi dengan vitamin atau mineral tetap diklasifikasikan
sebagai susu menurut prinsip Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi
Harmonized System nomor ..............
a. nomor 2 a
b. nomor 2 b
c. nomor 3 a
d. nomor 3 b
48
14. Sebuah sepeda impor walaupun belum di cat dan tidak memiliki sadel dan masih
dalam keadaan tidak terpasang tetap diklasifikasikan sebagai sepeda menurut
prinsip Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System nomor
..............
a. nomor 2 a
b. nomor 2 b
c. nomor 3 a
d. nomor 3 b
16. Satu set spagheti yang terdiri : mie, saus tomat, saus cabe dan kecap harus
diklasifikasikan pada suatu komponen yang paling dominan yaitu mie dengan pos
19.02 menurut Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Harmonized System
nomor ….
a. nomor 2a
b. nomor 2b
c. nomor 3a
d. nomor 3b
17. Tabung gas oksigen yang dapat diisi ulang berisi gas oksigen, harus
diklasifikasikan
a. pada satu pos tarif
b. pada dua pos tarif
c. sesuai KUM HS no. 5a
d. pernyataan a, b dan c salah
49
18. Kaca mata beserta wadahnya yang dajukan bersama harus diklasifikasikan dalam
...
a. satu pos tarif sesuai wadah
b. satu pos tarif sesuai kacamata
c. dua pos tarif wadah dan kacamata
d. diklasifikasikan sesuai kaidah dalam KUM HS 5b
19. Bila terjadi perubahan beberapa pos tarif pada BTBMI 2007 di masa mendatang
maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan menerbitkan ....
a. BTBMI 2007 yang baru
b. lembaran lepas surat keputusan Dirjen
c. brosur atau surat edaran perubahan
d. halaman pengganti berupa lembaran lepas
20. Apabila terdapat keragu-raguan dalam menginterpretasi istilah teknis suatu barang
berkaitan dengan uraian barang pada 10 digit BTBMI 2008 yang empat digit
terakhirnya 00.00 (misal : 9401.10.00.00 maka yang mengikat adalah ……
a. Uraian barang dalam bahasa Indonesia
b. Uraian barang dalam bahasa Inggris
c. Uraian barang dalam bahasa Indonesia dan Inggris
d. Uraian barang sesuai teks asli
50
1. Olahan makanan terbuat dari leci dan lengkeng dikupas serta ditambah bahan
pengawet dan larutan gula. Disimpan dalam kemasan kedap udara kaleng kapasitas
500 ml
4. Karung dari serat jute dalam keadaan baru untuk pembungkus arang dengan
ukuran 30 x 6 cm diimpor dari Pakistan
5. Sekrup berulir tidak menakik sendiri, dari baja digunakan untuk memasang interior
plafon logam mobil diameter ukuran 0,6 cm
6. Kompresor untuk alat pendingin yang memilki kapasitas 22 kW per jam dan
kemampuan memindahkan 230 cc setiap putaran bisa digunakan untuk kendaraan
bermotor
51
8. Kunci Jawaban test formatif
52
Alasan Klasifikasi :
• Produk minuman, cuka masuk Bagian IV
• Asam asetat (cuka) masuk Bab 22
• Lihat Bab 22 cat 1 (d) asam cuka kadar kurang dari 10 % masuk bab 22
Uraian klasifikasi :
• Bab 22 ..minuman, cuka...
• Pos tarif 2209.00.00.00 Cuka
Kesimpulan :
Larutan asam cuka tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 2209.00.00.00
53
• Bab 63 produk tekstil lainnya
• Pos 6305 karung.
• Subpos 6305.10 dari serat jute
• Subpos 6305.10.10 baru
• Pos tarif 6305.10.11.00..dari serat jute
Kesimpulan :
Karung tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 6305.10.11.00
54
• Mesin masuk bab 84….
Uraian klasifikasi :
• Bab 84 ..mesin mekanik…
• Pos 8414 pompa udara...kompresor.....
• Sub pos 8414.30 kompresor mesin pendingin
• Pos tarif 8414.30.10.00. Kapasitas 22 kW
Kesimpulan :
Kompresor tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8414.30.10.00
55
9. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT
Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada
di belakang modul ini . Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh mana
Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi kegiatan belajar
Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan
kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul
kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai
56
10. Daftar Kepustakaan
57