PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diare adalah keadaaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lender saja. (Ngastiyah,
2005)
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan
dan kematian anak di berbagai Negara termasuk Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan
infeksi. Golongan usia yang paling menderita akibat diare adalah anak-anak
karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah. Penyakit diare hingga kini
masih merupakan penyebab utama angka kesakitan dan angka kematian pada
balita (Widoyono, 2011).
Kejadian Luar Biasa dengan angka kesakitannya adalah sekitar 200-400
kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di
Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian
setiap tahunnya, sebagian besar (70%-80%) dari penderita ini adalah anak di
bawah usia 5 tahun (Widoyono, 2011).
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (Widoyono, 2011).
Berdasarkan kajian dan analisa dari beberapa survei yang dilakukan,
menunjukkan bahwa angka kesakitan diare untuk semua golongan umur per
1000 penduduk Indonesia tahun 2001 adalah 20,27, tahun 2002 : 20, 68.
Angka kematian (CFR) sebesar 0,008% pada tahun 2001. Episode diare balita
1,6 2,2 kali pertahun. (Profil Kesehatan Indonesia,). Kematian pada semua
golongan umur yang disebabkan oleh diare sebanyak 3,8% dan 22,6%
kematian terjadi pada bayi dan balita. Kematian di perkotaan untuk semua
golongan yang disebabkan oleh penyakit diare sebanyak 3,9% dan 26,7%
kematian terjadi pada bayi dan balita. Untuk daerah pedesaan 3,7% dari total
kematian pada semua golongan umur juga disebabkan oleh diare dan 20,9%
kematian terjadi pada bayi dan balita (Survei Kesehatan Nasional, 2001).
Dari daftar urusan penyebab kunjungan puskesmas / balai pengobatan,
hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama ke puskesmas.
Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000
penduduk setiap tahunya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian
besar (70% - 80%) dari penderita diare ini adalah anak yang dibawah umur
lima tahun ( 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami
lebih dari satu kali kejadian diare. Sebagian penderita (1-2%) akan jatuh
kedalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat
meniggal (Suraatmaja, 2005).
Penemuan kasus diare di Jawa Barat tahun 2010 sebanyak 11,8 juta
orang, namun hasil survey penderita diare yang ditemukan hanya 420.000
orang atau baru 3,6 % dari perkiraan jumlah penderita hampir 12 juta orang.
Penderita diare terbanyak dari golongan umur kurang dari 1 tahun (44,6%),
kenudian pada usia 1-4 tahun sebanyak 144.000 anak (34,2%) dan untuk
golongan umur 5 tahun sebanyak 88.000 orang (21,5%) (Dinkes Jabar, 2011).
Angka penemuan kasus diare di kabupaten Ciamis pada tahun 2010
adalah 6.521 orang yang terdiri anak umur kurang 1 tahun sebanyak 1.782
anak, umur 1-4 tahun sebanyak 2.023 anak, umur 5 tahun keatas sebanyak
2.716 anak. Angka kematian diare sebanyak 4 orang yang terdiri dari bayi
kurang dari 5 tahun sebanyak 2 orang, dan sisanya anak umur lebih lebih dari
5 tahun sebanyak 2 orang, dan sisanya anak umur lebih dari 5 tahun (Dinkes
Ciamis, 2010).
Kejadian diare bayi di usia lima tahun kebawah diwilayah kerja
puskesmas Rancah untuk setiap tahunnya mengalami peningkatan semenjak
tahun 2010. Jumlah bayi yang menderita diare pada tahun 2009 sebanyak 312
(25%) kasus diare pada bayi di usia lima tahun kebawah dari jumlah
seluruhnya sebanyak 1248 bayi. Pada tahun 2010 kasus diare pada bayi usia
lima tahun ke bawah sebanyak 332 (26%) kasus dari jumlah bayi 1260 bayi
(Puskesmas Rancah, 2011)
Data dari puskesmas-puskesmas menunjukan bahwa diare merupakan
salah satu penyakit utama yang paling banyak pengunjungnya, sedangkan
lebih dari 20% penderita-penderita yang dirawat dibagian anak-anak RS besar
di Indonesia adalah penderita-penderita gastroenteritis. Jenis penelitian ini
termasuk penelitian kuantitatif, bersifat deskriptif dengan pendekatan crosssectional. Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan didapatkan angka
kejadian diare pada balita yang terdapat di Puskesmas Rancah ini dari tahun
masalah kesehatan masyarakat di Puskesmas Banjarsari Kabupaten Ciamis.
Pada anak-anak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu di barengi oleh
menurunnya nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan
sangat membahayakan kesehatan anak, ibu biasanya tidak menanggapinya
secara sungguh-sungguh karena sifat diarenya ringan, padahal penyakit diare
walaupun di anggap ringan tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan anak,
pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak harus di
puasakan, usus di kosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang menyebabkan
anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam keadaan gizi
kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa, maka
memuasakan anak pada saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah
terjadi pada anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat
menyebabkan kematian.(Purbasari,2009).
Karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare
suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai
hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetehuan maka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1. Pengertian diare
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer frekuensi lebih dari biasanya. Neaonatus dinyatakan diare
bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 4 kali.
(FKUI/RSCM 2001 : 283)
Diare adalah keadaaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lender saja. (Ngastiyah,
2005)
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahu
1984 mendefenisikan diare sebagai berak cair 3 kali atau lebih dalam sehari
semalam (24 Jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti
lembek, cair, berdarah, atau dengan muntah (muntaber).
Penting ditanyakan pada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi
tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. (Widoyono, 2011 : 193 )
2.1.2. Jenis Diare
Diare terbagi atas 4 jenis, yaitu :
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan baerat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadi.
10
7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).
2.1.8. Penanganan Diare
Menurut Kemenkes RI, 2011 Penanganan diare adalah :
A.
sebagai tambahan.
Anak yang tidak mendapat ASI eklusif, beri susu yang biasa di
minum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan
11
Beri makanan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
kelapa hijau.
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu.
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat ibu/pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
Muntah berulang
Sangat haus
Timbul demam
Berak berdarah
Gelisah, rewel.
Mata cekung.
Ingin minum terus, ada rasa haus.
Cubitan perut/turgor kembali lambat
Jumlah oralit yang di berikan dalam 3 jam pertama di sarana
kesehatan
< 4bulan
4-12 bulan
12-24 bulan
2-5 tahun
12
Berat badan
Jumlah Cairan
< 6 kg
200-400
6-10 kg
400-700
10-12 kg
700-900
12-19 kg
900-1400
dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan sedang ulangi rencanan
terpai A
Anak mulaim di beri makanan, susu, dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana
terpai C.
di rumah.
Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah.
Jelaskan 5 langkah rencanan terpai A untuk mengobati anak di
rumah.
13
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB.
Dibagi sebagai berikut :
Umur
Pemberian I 30ml/kg
BB
Kemudian 70ml/kg BB
1 jam
30 menit
5 jam
2,5 jam
tahun
* di ulang lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri
dehidrasi.
Rujuk penderita untuk terapi intravena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara
pemebriannya.
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui nasogatrik/orogastrik.
lambat.
Bila rehidrasi tidak tercapai dalam waktu 3 jam rujuk
untuk terapi intravena.
14
b. Catatan
D. Oralit
Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri dari natrium
Klorida (NaCl), Kalium Klorida (KCL), sitrat dan glukosa. Manfaat
oralit adalah :
kelihatan haus.
Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan
15
2.1.9. Pencegahan
Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain :
1. Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah 3 tidak, yaitu,
tidak berwarna,tidak berbau dan tidak berasa.
2. Memasak air sampai mendidih sebelum di minum untuk mematikan
sebagian besar kuman penyakit.
3. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah
makan dan sesudah buang air besar (BAB)
4. Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun
5. Menggunakan jamban yang sehat.
6. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.
2.1.10. Penatalaksanaan diare
Menurut Widoyono penatalaksanaan diare di bagi menjadi 2 yaitu :
2.1.10.1. Penalaksanaan Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk
diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringansedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan
rincian sebagai berikut:
16
1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg
e.
b. Pengobatan dietetik
17
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2.1.10.2. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko
terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan
penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
2.2. Balita
2.2.1. Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima
tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan
kegiatan
penting,
seperti
mandi,
buang
air
dan
18
Masa
balita
merupakan
periode
penting
dalam
proses
1-3
tahun
merupakan
konsumen
pasif,
artinya
anak
menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa
batita lebih
usia pra-sekolah
sehingga diperlukan
jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam
sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar.
Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
frekuensi sering pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih
fase
gemar
memprotes
sehingga
mereka
akan
mengatakan tidak terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak
cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak
dan pemilihan
maupun
penolakan
terhadap
makanan.
Diperkirakan
umum
tumbuh
kembang
setiap
anak
berbeda-beda,
19
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui Pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
malalui mata dan telinga.
20
Awereness (kesadaran)
Interest
Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus untuk dirinya)
Trial, orang mulai perilaku baru
Adoption, subjek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadp stimulus.
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
kemampuan
unuk
meletakkan
atau
21
22
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua :
1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini asih terbats
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada oaring yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat
daiamati atau dilihat oleh orang lain.
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reksi terhadap stimulasi
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respons sangat tergantung pada krakteristik atau factor factor lain dari
orang yang bersangkutan.
Faktor faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan Perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi yakni:
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingakt
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya
2) Determinan atau faktor ekternal, yakni lingkungan, baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang.
Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku dapat diartikan sebagai suatu
respon organisme terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut, terdiri dari 2
jenis yaitu :
1. Respon Internal
Yaitu yang terjadi didalam individu dan tidak dapat langsung terlihat oleh
orang lain, seperti berfikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengertian,
23
mempengaruhi
terbentuknya
prilaku
individu
lingkungan, manusia,
24
Lawrence
Green
(1980)
faktor-faktor
yang
dapat
2.5. Sikap
25
26
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain untuk pergi
menimbang anaknya keposyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah
suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap terhadap gizi anak.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya denga segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek (Nooatmodjo, 2003)
27
2.6. Tindakan
Tindakan adalah respons atau reaksi konkrit seseorang terhadap
stimulus atau objek. Respons ini sudah dalam bentuk tindakan (action), yang
melibatkan aspek psikomotor, atau seseorang telah mempraktekan (practice)
apa yang diketahui atau yang disikapi (Notoatmodjo, 2000).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui,
selanjutnya ia akan mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya
(dinilai baik) atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (Overt behavior).
Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup yaitu :
1.
2.
3.
2.7 Hipotesis
Ada Hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadap penanganan diri
pada balita dengan diare.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang diamati dan diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatamodjo, 2010).
Secara konseptual penelitian ini didasari teori perilaku yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo, (2010). Berdasarkan tujuan penelitian dan
tinjauan pustaka maka disusun kerangka konsep sebagai berikut.
Variable independent
Pengetahuan ibu tentang diare
Variable dependent
Penanganan dini balita diare
29
Defenisi
Operasional
Pemahaman dan
keterangan ibu
balita mengenai
pengertian,
gejala,
pencegahan,
perawatan
dan
pengobatan
penyakit DIARE
Cara ukur
Alat ukur
Kuisioner
Setiap
pertanyaan
mempunyai
nilai 1
bila jawaban
benar
dan 0 bila
jawaban
salah
Penanganan
Penanganan awal Setiap
Kuesione
awal balita diare
harus pertanyaan
r
diare
segera dilakukan mempunyai
tindakan dengan nilai 1
memberikan
bila jawaban
oralit
sebagai
ya dan
pengganti cairan
bila
tubuh
yang 0
jawaban
hilang
Skala
Ukur
Hasil ukur
Baik :
Jika jawaban
benar > 75 %
Cukup:
Jika jawaban
benar antara
60-75 %
Kurang:
Jika jawaban
benar < 60 %
Ordinal
ordinal
8=Tidak
melakukan
>8=Melakuka
n
tidak
30
30
Kriteria Inklusi :
31
32
X - X
Dimana:
T = Skor responden
X = Skor responden pada skala yang hendak di ubah menjadi skor T
X = Mean skor kelompok
S = Deviasi standar kelompok
33
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz. A, 2006, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Penerbit
Salemba Medika
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Survei
Kesehatan Nasional, 2001, Laporan studi Mortalitas 2001 : Pola Penyakit
Penyebab Kematian di Indonesia, Jakarta.
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :
Buku Kedokteran.EGC
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta,
EGC
Depkes RI. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di rumah Sakit.
Pedoman Bagi
Depkes R.I, 2001. Pedoman Pemberantasan penyakit diare, Jakarta,
FKUI, 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta,
Kemenkes RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita,
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta.
34