Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik

: Penyakit Tetanus

Sub Topik

: Pencegahan Tetanus

Hari/tanggal

: Selasa, 3 Agustus 2015

Waktu

: 10.30 WITA

Penyaji
Tempat

: Mahasiswa Profesi Ners PSIK FK UNUD


: Ruangan Angsoka 3 RSUP Sanglah Denpasar

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara merupakan negara kepulauan
(maritim), dimana 65% wilayahnya terdiri atas perairan dan 35% adalah daratan. Daratan
terdiri atas 17.508 pulau maupun gugusan pulau-pulau kecil (Bahrudin, 2014). Indonesia
memiliki luas daratan 1.922.570 km sedangkan luas perairannya 3.257.483 km. Dari
luas daratan dan luas wilayah perairan tersebut maka mata pencaharian penduduk
Indonesia pun beragam. Ada yang bermata pencaharian pertanian, perkebunan,
perternakan, perikanan, dan ada pula yang bermata pencaharian sebagai pekerja kantoran
seperti di kota-kota besar di Indonesia. Namun demikian, lebih kurang 70% mata
pencaharian penduduk Indonesia adalah dalam bidang pertanian (Kuswanto, 2008).
Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta
produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan
hewan. Orang yang bekerja dalam bidang pertanian sering melakukan kontak dengan
tanah untuk mengolah tanah dan bercocok tanam. Di dalam tanah terdapat mikroba yang
sebagian besar terdiri dari bakteri, jamur, dan mikroba lainnya. Salah satu mikroba yang
hidup di tanah yakni Clostridium tetani yang dapat menyebabkan penyakit tetanus apabila
kontak dengan kulit yang tidak utuh atau kulit yang mengalami luka. Selain itu perawatan
luka yang tidak baik dapat menyebabkan penyakit tetanus (Anonim, 2009).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani yang berbentuk spora, hidup anaerob, dan tersebar di tanah yang dapat
menyebabkan kekakuan otot. Tetanus tesebar di seluruh dunia dengan angka kejadian
tergantung pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran
biologik lingkungan peternakan/pertanian, dan adanya luka pada kulit. Tempat hidup
kuman Clostridium tetani adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko
penyakit ini di daerah pertanian dan peternakan sangat tinggi.

Tetanus dapat terjadi pada bayi baru lahir, anak-anak, dewasa muda dan orang tua.
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tetanus yakni orang yang
tidak mendapatkan immunisasi atau sudah mendapat imunisasi tapi tidak adekuat, dan
tingginya tingkat pencemaran spora Clostridium tetani di lingkungan terutama di lahan
pertanian dan peternakan, serta tidak terdapat penggunaan alat perlindungan diri selama
bekerja, dan belum terjangkaunya pelayanan kesehatan yang higienis.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat penting untuk dilakukan penyuluhan
mengenai pencegahan tetanus sebagai bekal mereka untuk mencegah terjadinya penyakit
tetanus.

B. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan peserta penyuluhan dapat menyebutkan
dan menjelaskan tentang Pencegahan Tetanus.
2. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 40 menit, diharapkan :
1. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian tetanus
2. Peserta dapat menjelaskan tentang penyebab tetanus
3. Peserta dapat menjelaskan tentang tanda gejala tetanus
4. Peserta dapat menjelaskan tentang komplikasi tetanus
5. Peserta dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan tetanus
6. Peserta dapat menjelaskan tentang pencegahan tetanus
C.

Sasaran
Sasaran dari penyuluhan ini merupakan keluarga dari klien yang sedang menjalani
perawatan di Ruang Angsoka 3 RSUP Sanglah Denpasar

D.

Tempat
Tempat yang digunakan pada penyuluhan ini adalah ruang tunggu di Ruang
Angsoka 3 RSUP Sanglah Denpasa

E.

Pelaksanaan :
No
Kegiatan
1
Pendahuluan

Waktu
5 menit -

Penyuluh
Salam pembuka
Menyampaikan
penyuluahn
Apersepsi

tujuan -

Peserta
Menjawab salam
Menyimak
Mendengarkan,
menjawab

pertanyaan
2

Penyampaian

25 menit

Materi

Penutup

5 menit

Penyampaian

garis

besar -

materi mengenai:
a. Peserta

dapat

menyebutkan

tentang

penyakit

tetanus,

Mendengarkan
dengan
perhatian

meliputi:
1. Pengertian tetanus
2. Penyebab tetanus
2. Tanda gejala tetanus
3. Penanganan tetanus
4. Komplikasi tetanus
5. Pencegahan tetanus
1. Evaluasi
- Tanya jawab (diskusi)
- Memberi kesempatan
peserta untuk bertanya
- Menjawab pertanyaan
2. Menyimpulkan
3. Salam penutup
-

Menanyakan hal-hal
yang belum jelas
Memperhatikan
jawaban

Metode
Metode dari penyuluhan ini merupakan ceramah dan diskusi.

G.

Media

pertanyaan
Menjawab salam

Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah slide dan leaflet.
H.

Pengorganisasian Kelompok
Pembawa acara
: Ida Ayu Sri Utamawati
Pemateri
: Ni Luh Anik Utami
Notulis
: Ni Luh Pt. Nopita Apsari
Sie Perlengkapan
: I Made Agus Alam Sugiri
Fasilitator
: I Putu Pande Eka Krisna Yoga
Gusti Ayu Ratih Kurniasari
- Observer
: Kadek Sri Rosiani

I.

dari

penceramah
Menjawab

F.

penuh

1102105043
1102105018
1102105033
1102105047
1102105064
1102105044
1102105013

Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Pada evaluasi struktur terbagi menjadi lima bagian yang meliputi :
1) Materi

Materi yang digunakan dalam penyuluhan ini diapatkan dari berbagai referensi
yang terpercaya dan akurat seperti buku KMB (Smeltzer, S.C. 2002), serta link
kesehatan (doktersehat.com, 2013) dan lain-lainnya. Disini penyuluh juga
berkoordinasi dengan kepala ruangan di Ruang Angsoka 3 RSUP Sanglah
Denpasar dan bagian PKRS RSUP Sanglah Denpasar mengenai materi yang
akan disuluhkan.
2) Media
Persiapan media yang digunakan dalam penyuluhan ini yang meliputi
pembuatan power point, leaflet dilakukan 3 hari sebelum dilakukan penyuluhan.
3) Ruangan
Ruangan yang digunakan untuk melakukan penyuluhan adalah di ruang
Angsoka 3 RSUP Sanglah Denpasar, karena sasaran dari penyuluhan ini adalah
keluarga pasien. Dimana peminjaman ruangan dilakukan dua hari sebelum
dilakukan penyuluhan dengan berkoordinasi kepada Kepala Ruangan Angsoka 3
RSUP Sanglah Denpasar.
4) Alat
Persiapan alat-alat yang diperlukan yang meliputi peminjaman LCD, Layar
Proyektor dilakukan pengurusan peminjaman alat di ruang PKRS RSUP
Sanglah satu hari sebelum pelaksanaan penyuluhan. Persiapan secara lengkap
tentang pemasangan layar proyektor, LCD, laptop, microfone, serta catatan
untuk mendokumentasikan kegiatan dilakukan 30 menit sebelum dimulainya
pelaksanaan penyuluhan.
5) Peserta
Peserta yang digunakan dalam penyuluhan ini meliputi keluarga pasien yang
dirawat di ruang Angsoka 3 RSUP Sanglah Denpasar. Dimana peserta yang
diharapkan hadir pada penyuluhan ini mencapai minimal 6 orang peserta.
2. Evaluasi Proses
Dalam tahap awal pelaksanaan, pembawa acara memberikan salam dan
menyampaikan maksud serta tujuan dari pelaksanaan penyuluhan pada saat itu kepada
keluarga. Pada evaluasi proses ini, dilakukan penilaian mengenai jumlah peserta yang
hadir ketika penyuluhan berlangsung, keaktifan dari peserta penyuluhan dalam
bertanya dan memberikan umpan balik dari hasil penyuluhan, serta hambatan yang
ditemui penyuluh ketika penyuluhan berlangsung seperti adanya lingkungan yang
tidak kondusif (terlalu ramai, pencahayaan kurang jelas, adanya gangguan dari luar,
dan sebagainya). Untuk menjaga fokus peserta suluh, anggota kelompok akan
mendampingi keluarga pasien sebagai fasilitator sehingga apabila ada yang dirasa

tidak mengerti keluarga bisa bertanya ke fasilitator. Selain itu, untuk tetap menjaga
lingkungan yang kondusif, salah satu anggota kelompok akan menginstruksikan
kepada keluarga pasien lainnya untuk tetap tenang selama proses penyuluhan
berlangsung. Untuk mengantisipasi pemateri yang tiba-tiba berhalangan dalam
pelaksanaan,

anggota

kelompok

yang

lain

atau

pemateri

cadangan

akan

menggantikannya untuk menyampaikan penyuluhan dan tentunya sudah ditetapkan


terlebih dahulu oleh kelompok serta siap untuk menyampaikan materi penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
Tercapai atau tidaknya TIU dan TIK Penyuluhan, keluarga mampu:
1. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian tetanus
2. Peserta dapat menjelaskan tentang penyebab tetanus
3. Peserta dapat menjelaskan tentang tanda gejala tetanus
4. Peserta dapat menjelaskan tentang komplikasi tetanus
5. Peserta dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan tetanus
6. Peserta dapat menjelaskan tentang pencegahan tetanus
J.
K.

Refrensi
Terlampir
Lampiran
Terlampir

Lampiran
PENCEGAHAN TETANUS
1. Pengertian
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani yang berbentuk spora, hidup anaerob, tersebar di tanah dan
mengeluarkan eksotoksin (Pusponegoro, 2004). Spora kuman Clostridium tetani
masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit yang tidak utuh oleh karena
terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta infeksi tali pusat pada bayi yang
menyebabkan kejang dan kaku otot. Tetanus dapat terjadi pada orang yang belum
diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi
tidak memperoleh imunitas yang cukup karena tidak melakukan booster secara
berkala. (Tolan, 2008)
2. Penyebab
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini
berbentuk spora, dapat dijumpai pada kotoran binatang terutama kuda, juga bisa
pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan kotoran binatang
atau kotoran manusia tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa
tahun di tanah, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda,
daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu
mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Spora kuman Clostridium tetani ini mampu bertahan hidup dalam lingkungan
panas, kotor, dan di jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa
bulan bahkan bertahun-tahun (Ritarwan, 2004). Bakteri yang berbentuk batang ini
sering terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui
debu atau tanah yang terkontaminasi (Arnon, 2007).
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada
bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu

tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati
akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau
jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun
toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh
aritititoksin. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot
menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan
dan rata-rata 10 hari.
Faktor resiko terjadinya tetanus, meliputi :
a. Faktor pencemaran lingkungan fisik dan biologik
Lingkungan khususnya tanah merupakan tempat hidup kuman clostridium tetani
dan berkembang biak tanpa memerlukan oksigen. Kuman clostridium tetani
tersebar luas di tanah yang terkontaminasi kotoran hewan dan manusia. Juga
terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Di
lahan pertanian dan perkebunan tradisional yang masih menggunakan kotoran
hewan sebagai pupuk memiliki tingkat pencemaran spora clostridium tetani di
lingkungannya yang sangat tinggi. Tidak jarang kita lihat banyak penduduk yang
memelihara binatang peliharaan membiarkan kotoran hewannya begitu saja
ditanah tanpa diperlakukan seharusnya akan memperberat resiko terjadinya
tetanus. Kotoran hewan yang sudah terfermentasi menjadi salah satu tempat
hidup kuman clostridium tetani hingga bertahun-tahun.
b. Faktor program imunisasi
Indonesia memiliki program imunisasi berupa imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
yang diberikan sebanyak 4 kali dan imunisasai ulangan (booster) setiap 10 tahun
dimulai pada awal masa bayi yakni pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 1518 bulan. Imunisasi ulangan yang pertama biasanya didapat ketika anak masih
duduk di Sekolah Dasar. Akan tetapi program ini belum menyentuh semua
lapisan masyarakat seperti anak dengan orang tua yang tidak mengetahui bahwa
imunisasi tetanus sangat penting, anak yang tidak bersekolah, remaja yang
belum mendapatkan imunisasi ulangan, dan lansia karena imunitas menurun
seiring bertambahnya usia. Prevalensi kekebalan tetanus pada individu yang
telah mendapatkan vaksinasi pada kelompok usia 6-39 tahun sebesar >80%
tetapi pada usia >70 tahun sebesar 28%. Oleh karena itu individu yang tidak

mendapatkan imunisasi atau sudah mendapatkan imunisasi tetapi tidak adekuat


karena belum mendapatkan booster berisiko terhadap terjadinya tetanus.
c. Faktor penggunaan alat perlindungan diri (APD)
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan sehingga menyebabkan timbulnya penyakit. Kuman
clostridium tetani hidup ditanah, besi berkarat ataupun tempat kotor. Mengingat
tempat hidup dari kuman clostridium tetani ini maka orang khususnya dengan
mata pencaharian yang mengharuskan melakukan kontak dengan tanah seperti
petani, pekerja kebun, pekerja tambang, pengerajin gerabah, dan lain-lain sangat
beresiko terjadinya tetanus. Resiko ini akan diperberat apabila orang dengan
mata pencaharian tersebut tidak menggunakan alat perlindungan diri (APD)
dalam melakukan pekerjaan. Disamping penggunaan alat perlindungan diri,
kebersihan diri juga harus tetap diperhatikan seperti mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan pekerjaan.
d. Faktor kehamilan-persalinan
Ketersediaan pelayanan kesehatan yang baik di daerah menentukan subyek
penolong persalinan dan kebersihan persalinan. Untuk daerah terpencil yang
belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun daerah
perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masyarakat, peranan
dukun bayi (terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Masih
banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih
banyak lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%)
sehingga resiko tetanus neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
Penggunaan pisau cukur atau silet yang tidak steril untuk memotong tali pusat
dapat mengakibatkan terjadinya tetanus. Selain itu perawatan tali pusat oleh
masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk
abu dan kopi yang diyakini sebagai pengobatan luka tali pusat dapat
meningkatkan resiko terjadinya teanus.
3. Tanda dan Gejala (Fransisca Batticaca B, 2008)
Masa inkubasi Clostridium tetani adalah 4-21 hari. Masa inkubasi tergantung
dari jumlah bakteri, virulensi, dan jarak tempat masuknya kuman dengan SSP.

Semakin dekat luka dengan SSP maka prognosisnya akan semakin serius dan jelek.
Gejala penyakit tetanus, meliputi:
1. Kekakuan yang terjadi pada otot wajah,leher, dada,perut, dan punggung samapi
terasa ke tulang punggung berubah menjadi melengkung, serta pada otot tangan
dan tungkai

Gambar 1. Kekakuan Otot

2. Susah menelan makanan/sulit membuka rahang

Gambar 2. Kesulitan membuka rahang

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mengalami demam
Berkeringat berlebihan
Tekanan darah tinggi
Detak jantung cepat
Susah buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
Kejang

Gambar 3. Tetanus pada Anak

Gambar 4. Tetanus pada Dewasa

4. Pemeriksaan (Tolan, 2004)


a. Pemeriksaan yang dilakukan untuk penyakit tetanus, meliputi:
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang.
2. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak,
deteksi kuman sulit.
3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi apabila terjadi kesalahan penanganan ataupun
penanganan yang terlambat meliputi:
a. Pada saluran pernapasan
Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya
kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta
sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi
aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan
mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.
b. Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antar lain berupa takikardi,
hipertensi, vasokontriksi perifer dan rangsangan miokardium.
c. Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terusmenerus terutama pada anak dan orang dewasa.
d. Komplikasi yang lain:
1. Laserasi lidah akibat kejang
2. Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
3. Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
menggagu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu: bronkopneumonia,
cardiac arrest, septicemia, dan pneumotoraks.

6. Penatalaksanaan (Adam, R.D, 1997)


a. Obat-obatan
Penanganan berupa pemberian obat-obatan, meliputi:
1. Anti Tetanus Serum (ATS)

Tujuan dari pemberian ATS untuk menetralisir toksin dalam tubuh.


2. Antikonvulsi
Tujuan dari pemberian antikonvulsi adalah untuk mengatasi kejang. Salah satu
jenis antikonvulsi yakni fenobarbital dan diazepam.
3. Antibiotik
Tujuannya untuk membunuh basil atau kuman di tempat luka. Antibiotic yang
diberikan yakni penicillin. Namun apabila terdapat alergi terhadap penicilin,
dapat diberikan tetracycline dan amoxiciline.
4. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
5. Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu.
6. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Umum
Tujuan penanganan ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan
sampai pulih. Penanganan umum penyakit tetanus, meliputi:
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya seperti membersihkan luka,
irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda
asing dalam luka serta kompres dengan H202, dalam hal ini penanganan
terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah pemberian ATS (Anti Tetanus
Serum) dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
7. Pencegahan
Tindakan pencegahan bahkan eliminasi terutama bersandar pada tindakan
menurunkan atau menghilangkan factor-faktor risiko, meliputi :
a. Membersihkan lingkungan fisik dan biologik
Pencegahan

yang

dapat

dilakukan

yakni

dengan

mengurangi

hingga

menghilangkan pencemaran lingkungan berupa membersihkan lingkungan dari


kotoran hewan dan melakukan eradikasi. Eradikasi adalah pemusnahan bendabenda ataupun dalam hal ini yakni kotoran hewan dengan cara menanam kotoran

tersebut dalam lubang ditanah dengan kedalaman tertentu sehingga kotoran


hewan tersebut tidak berserakan dipermukaan tanah atau dengan mengolah tanah
yang sudah terkontaminasi kotoran hewan.
Menekan kejadian tetanus dengan mengubah lingkungan fisik dan biologik
tidaklah mudah karena manusia memerlukan daerah pertanian dan peternakan
untuk produksi pangan. Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan
dengan mengupayakan kebersihan lingkungan yang maksimal agar tidak terjadi
pencemaran spora Clostridium tetani.
b. Imunisasi aktif
Mencegah tetanus melalui vaksinasi/imunisasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya. Imunisasi aktif didapat dengan menyuntikkan tetanus toksoid
yang bertujuan merangsang tubuh membentuk antibodi. Sehingga vaksinasi dasar
diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria, dimulai pada umur 2
bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun
kemudian (usia 15-18 bulan) dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5
tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis).

Gambar 5. Imunisasi Tetanus Toksoid

c. Penggunaan alat perlindungan diri (APD) dan personal hygiene


Penggunaan alat perlindungan diri erat kaitannya dengan tingkat pencemaran
lingkungan. Menggunakan alat perlindungan diri ketika bekerja dapat
meminimalkan resiko terjadinya tetanus. Alat perlindungan diri yang digunakan
terutama sepatu boots, sarung tangan dan alat perlindungan diri lainnya yang
yang dapat melindungi diri dari kontaminasi pencemaran lingkungan.
Disamping penggunaan alat perlindungan diri, kebersihan diri juga harus tetap
diperhatikan seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.

Gambar 4. Penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD)

Bila terdapat luka harus dibersihkan dengan cara dicuci dibawah air mengalir agar
kuman terbawa oleh air. Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus
dibersihkan secara seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah
pertumbuhan kuman clostridium tetani. Apabila seseorang memiliki luka dan curiga
terinfeksi kuman clostridium tetani maka datanglah ke pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka untuk
mendapatkan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya tetanus.
Bila terjadi luka berat pada seorang anak yang telah mendapat imunisasi atau tetanus
toksoid 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan pencegahan dengan
suntikan sekaligus antitoksin dan toksoid pada kedua ekstremitas (berlainan tempat
suntikan). Dan pada seseorang yang memiliki luka, jika:
1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksin lebih lanjut
2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera
diberikan vaksin
3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinnya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus sebanyak 2 kali dengan jarak 3 bulan dari
suntukan pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 2008, 1205-1207.


Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders Company,
2004, 815 -817.
Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E , eds. Nelson Tetbook
of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders Company, 2004, 617 - 620.
Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes medicine ,ed. 6 th, Info
Acces and Distribution Ltd, Singapore,2000, 53-55.
Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230
Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th, McGrawHill.
Inc,New York, 2000, .577-579.
Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004, 49- 51.
Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus Neonatorum in babies
Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol. 25, Paeditrica
Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School University of lndonesia,
Sept-Okt 2000, 167174.
Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious diiseases of children,
ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490
Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa Indonesiana, vol.33, Depart. Of
Child Health, Medical School, University of Indonesia, Sept-Okt 2004, 201-208.
Wegwood, RJ .Davis, DS. Ray, GC. Kelley, Vc: Infections of Children, 2 nd ed, Philadelphia,
1982, 626-636.
Anonym,

2010. Asuhan keperawatan tetanus.http://id.shvoong.com/medicine-andhealth/neurology/2039672-asuhan-keperawatan-tetanus/( Akses : 03 Oktober 2011)

Mansjoer, arief, dkk.2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: media
Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai