VAGINOSIS BAKTERIAL
Oleh:
Ayu Kumala Sari
Nefri Tiawarman
Pembimbing :
Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
Vaginosis Bakterial yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS
Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia
membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Definisi
5
2.2 Epidemiologi
5
2.3 Etiologi
6
2.4 Patogenesis
9
2.5 Manifestasi klinis
11
2.6 Pemeriksaan penunjang
12
2.7 Diagnosis
14
2.8 Diagnosis banding
15
2.9 Penatalaksanaan
16
2.10
Prognosis .......
19
BAB III KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
BAB I
PENDAHULUAN
Bakterial vaginosis adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus
Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal vagina
dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh : Bacteroides Spp,
Mobilincus Spp), Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis.1-6 Jadi,
bakterial vaginosis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme,
tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri
yang berkolonisasi di vagina.7
Saat ini belum ada bukti bahwa penyakit ini ditularkan secara seksual
antara pasangan heteroseksual. Namun, bakterial vaginosis disebabkan oleh
berganti-ganti pasangan seksual dan kuman penyebabnya pernah dibiak dari uretra
laki-laki yang menjadi pasangan seksual perempuan yang terinfeksi. Pasangan
lesbian dilaporkan dapat mengalami sekresi vagina (keputihan) yang serupa, dan
pada kasus bakterial vaginosis, hal ini mungkin mencerminkan penularan seksual
dalam kelompok ini.8
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina
normal dan wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan
bakteri anaerob pada semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan
pada wanita dengan sekret vagina normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus
biasanya ditemukan 80-95 % pada wanita dengan sekret vagina normal.
Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65 % pada bakterial vaginosis.9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vaginosis bakterial adalah keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang
disebabkan
bertambahnya
pertumbuhan
flora
vagina
bakteri
anaerob
Epidemiologi
Etiologi
1,3,4
a. Gardnerella vaginalis
KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG
Kuman ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi
berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam
format. Ditemukan juga galur anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya
dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin.3
Gambar 3 Bacteroides
2.4
Patogenesis
bakteri-bakteri
penghasil
basa.
Lactobacillus
adalah
bakteri
terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina
dan dengan pemeriksaan histopatologis. Timbulnya bakterial vaginosis ada
hubungannya
dengan
aktivitas
seksual
atau
pernah
menderita
infeksi
Manifestasi Klinis
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).1
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina
menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin
dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang
khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada
sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar
vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita
mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema
pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi,
dan kalau ada karena penyakit lain.1,2
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan
tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya
sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
memberikan gambaran bergerombol.1,2
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada
vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital
bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital
yang tidak spesifik.2,5
2.6
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400
kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang
diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan
preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk
mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial
vaginosis.1,2
B. Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi
dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau
muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi
bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.1,2,7
C. Tes lakmus untuk pH
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas
dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 8090% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.5,6,12 1,2,7
D. Pewarnaan gram sekret vagina
Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan
Lactobacillus
sebaliknya
ditemukan
pertumbuhan
berlebihan
dari
2.7 Diagnisis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat sekresi vagina
terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi
pada vagina disertai disuria/dispareunia, atau nyeri abdomen.2,3,5,7
Pada pemeriksaan fisis relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya
sedikit inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau
abu-abu yang melekat pada dinding vagina. Gardner dan Dukes (1980)
menyatakan bahwa setiap wanita dengan aktivitas ovum normal mengeluarkan
cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau dengan pH 5 - 5,5 dan tidak
ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis.2,7
WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukannya
clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis
sebagai flora vagina utama menggantikan Lactobacillus. Balckwell (1982)
menegakkan diagnosis berdasarkan adanya cairan vagina yang berbau amis dan
ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif serta pH vagina
yang tinggi akan memperkuat diagnosis.1,2
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis,
oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering
disebut sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari
empat gejala, yaitu :1,2,7
1) Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding
vagina dan abnormal
2) pH vagina > 4,5
3) Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum
atau setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
4) Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
2.8
Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip
dengan bakterial vaginosis, antara lain :1,2
1) Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada
beberapa keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh
KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG
vagina berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada
vulva, juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos,
disuria, dan dispareunia.1,2
Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai
penampakan pemeriksaan apusan bakterial vaginosis. Tapi Mobilincus dan
clue cell tidak pernah ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan
mikroskopoik tampak peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan
pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test
dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5 pada trikomoniasis.1,2,4
2) Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida
albicans atau kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada
kandidiasis adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada
dan hanya sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush
yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel
yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi,
rasa panas dan sakit saat berkemih. 1,2,4
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10%
berguna untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering
pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih
dan tebal, tanpa bau dan pH normal.2,4
2.9
Penatalaksanaan
A. Terapi sistemik
Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x
400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal,
maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan
kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).
Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif
terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya berhubungan dengan inhibisi
dapat
menembus
ASI,
oleh
karena
itu
sebaiknya
metronidazol.
Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
Cefaleksin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
B. Terapi Topikal
Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
Triple sulfonamide cream. (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini
Metronidazole
dapat
melewati
sawar
2.10
Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi
(Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis)
menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan
hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal
vagina 3,8 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga
dari empat gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan melekat,
pH vagina > 4,5, tes amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah
(sedikitnya 20% dari seluruh epitel) yang merupakan penanda bakterial vaginosis.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti
metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui
hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan
tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelaamin Edisi kelima).
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
2. Farid. Vaginosis Bakterialis: Duh tubuh nan kelabu. serial on
the internet: about 3 p. available from: http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=545
3. Sylvia YM. Bakteri anaerob: yang erat kaitannya dengan
problem di klinik. Jakarta : EGC ; 2007.
4. Davey Patrick. Duh tubuh vagina dan uretritis. In : At a
Glance Medicine. Jakarta: Erlangga ; 2005. P.74-75.
5. Sweet RL. Gibbs RS. Infectious diseases of the female
genital tract. Baltimore: Williams and Wilkins. 2007.
6. Hiller SL. Holmes KK. Bacterial vaginosis. In : Holmes KK.
Mardh PA. Sparling PF et al eds. Sexually transmitted
diseases. New York. Mc Graw hill information services co.
1998 : 547-59.
7. Dewi AW. Studi prevalensi dan keberhasilan terapi
vaginosis bakterialis pada ibu hamil (dissertation).
Semarang: Universitas Diponegoro; 2003
8. Jackie Sherrard, Gilbert Donders, David White. European (IUSTI/WHO)
Guideline on the Management of Vaginal Discharge. 2011