Anda di halaman 1dari 5

Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu

kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman.[1]


Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga
dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga untuk
meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah.
Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang
didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota,
dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas
atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah
ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, ruang publik, telah tersingkir akibat
pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola kontainer(container development) yakni bangunan yang
secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya,
yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas
saja yang percaya diri untuk datang ke tempat-tempat semacam itu.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang
terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan,
arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional
atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Contoh, Curtibas, sebuah kota di Brazil yang menjadi bukti keberhasilan penataan ruang yang
mengedepankan RTH di perkotaan. Melalui berbagai upaya penataan ruang seperti pengembangan
pusat perdagangan secara linier ke lima penjuru kota, sistem transportasi, dan berbagai insentif
pengembangan kawasan, persampahan dan RTH, kota tersebut telah berhasil meningkatkan rata-rata
luasan RTH per kapita dari 1 m2 menjadi 55 m2 selama 30 tahun terakhir. Sebagai hasilnya kota
tersebut sekarang merupakan kota yang nyaman, produktif dengan pendapatan per kapita
penduduknya yang meningkat menjadi dua kali lipat. Hal tersebut menunjukkan bahwa anggapan
pengembangan RTH yang hanya akan mengurangi produktivitas ekonomi kota tidak terbukti.
Kebijaksanaan pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan hidup adalah jaminan terhadap
kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi hidro-orologis, nilai estetika dan
seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman di kota menjadi
wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olah raga ringan dan lainnya. Demikian
pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan
keberadaannya dari keinginan untuk merobahnya.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) Dan Ruang
Terbuka Hijau Binaan (RTH Binaan).
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh
tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya.
Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah
pertanian, persawahan, hutan bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal
memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan
tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang
terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan
terhadap flora

MANFAAT BUAT RUSUN

meningkatkan kualitas lingkungan,


memenuhi kebutuhan akan ruang rekreasi ruang luar (out door) bagi penghuni
rumah susun, serta menyediakan ruang sosialisasi dan kebersamaan.
1) Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota;
2) Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah
dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan;
3) Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas (PSU) perkotaan;
4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota;
5) Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah-bawah;
6) Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.
(1) menjaga keserasian dan
keseimbangan ekosistem lingkungan, (2) mewujudkan keseimbangan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan bagi kepentingan masyarakat, (3)
meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.

STANDAR RTH
Luas Minimum Ruang Terbuka menurut Simonds (2003)
Unit Sosial Luas Minimum Ruang Terbuka
Keluarga (rata-rata 3-6
jiwa)
Untuk setiap keluarga, duplex atau row house
minimum 27 m2
ruang bebas, tertutup atau
setengah tertutup, tidak termasuk tempat parkir.
Untuk bangunan bertingkat 9 m2
.
Cluster (3 sampai 10
keluarga,11-43 jiwa)
18 m2

per unit rumah tinggal yang dapat


diperluas, dilengkapi tempat duduk, pohon,
patung, air mancur, semak-semak, bunga,
rumput ataupun perlengkapan bermain.
Ketetanggaan (1.200
keluarga, 4.320 jiwa)
Minimum 12.000 m2
per 1000 penduduk
disediakan untuk lapangan bermain sekolah,
rekreasi atau taman. Daerah ini tidak termasuk

8
daerah untuk parkir kendaraan.
Komuniti (10.000 keluarga,
36.000 jiwa)
Minimum 20.000 m2
ruang untuk publik per 1000
penduduk untuk lapangan bermain sekolah,
lapangan atletik dan taman. Dalam luas ini
termasuk ruang publik ketetanggaan tetapi tidak
termasuk jalan dan tempat-tempat parkir.
Kota Minimum 10% luas keseluruhan sebagai ruang
terbuka, taman atau tempat bermain. Dalam luas
ini termasuk ruang publik komuniti tetapi tidak
termasuk jalan-jalan dan tempat parkir. Diambil
pendekatan 40.000 m2
per 1000 penduduk.
Wilayah Minimum 80.000 m2
per 1000 penduduk sebagai
tempat-tempat terbuka, taman, tempat bermain

atau rekreasi seperti berburu, memancing atau


perlindungan alam. Luas ini termasuk ruang
publik komuniti, kota serta tempat-tempat parkir
yang berbentuk pelebaran jalan berdasarkan
keadaan topografi dan lanskap dimana jalan
tersebut dilewati.

Berdasarkan besaran standar[1] untuk perencanaan sarana lingkungan yang terdiri dari sarana olahraga
dan daerah terbuka (SNI-1733, 1989) dikelompokkan atas :
Taman untuk 250 penduduk, yaitu taman yang dibutuhkan oleh setiap 250 penduduk dimana
fungsi taman tersebut sebagai tempat bermain anak-anak. Standar kebutuhan ruang 1 m 2/penduduk.
Lokasinya sebaiknya diusahakan sedemikian rupa sehingga merupakan faktor pengikat.

Taman untuk 2.500 penduduk, adalah taman yang diperlukan oleh sekurang-kurangnya 2.500
penduduk, disamping daerah-daerah terbuka yang telah ada pada setiap kelompok 250 penduduk.
Daerah terbuka ini, sebaiknya merupakan taman yang dapat digunakan untuk aktivitas-aktivitas olahraga
seperti volley ball, badminton dan sebagainya. Luas daerah terbuka yang diperlukan untuk ini sebesar
1.250 m2, dengan standar 0,5 m2/penduduk, lokasinya sebaiknya dapat disatukan dengan pusat kegiatan
RW, yang terdapat TK, pertokoan, pos hansip, balai pertemuan dan lain-lain.

Taman dan Lapangan Olahraga untuk 30.000 penduduk, adalah ruang yang dapat melayani
aktivitas-aktivitas kelompok di area terbuka, misalnya untuk pertandingan olahraga, upacara / apel dan
lain-lain. Sebaiknya area ini taman yang dilengkapi dengan lapangan olahraga / sepakbola sehingga
berfungsi serbaguna dan harus tetap terbuka. Peneduh dapat digunakan pohon-pohon yang ditanam
disekelilingnya.Luas area yang dibutuhkan untuk sarana ini seluas 9.000 m 2, dengan standar 0,3
m2/penduduk. Lokasi tidak harus di pusat lingkungan, tetapi sebaiknya digabung dengan sekolah,
sehingga bermanfaat untuk murid-murid sekaligus berfungsi sebagai peredam bising atau kegaduhan
(buffer)

Taman dan Lapangan Olahraga untuk 120.000 penduduk, dalam kelompok 120.000 penduduk
setidak-tidaknya harus memiliki satu lapangan hijau yang terbuka, dengan fungsi yang hampir sama
dengan hal diatas, lengkap dengan sarana olahraga yang permukaan lantainya diperkeras. Luas arae
yang diperlukan untuk sarana tersebut adalah 24.000 m2 / 2,4 Ha atau dengan standar 0,2 m2/penduduk.
Lokasi ini tidak harus dipusat kecamatan dan sebaiknya dikelompokkan dengan suatu sekolah.

Taman dan Lapangan Olahraga untuk 480.000 penduduk, sarana ini melayani penduduk
sebanyak 480.000 penduduk. Bentuk taman dan lapangan olahraga ini dapat terdiri
dari i)stadion, ii) taman-taman / tempat bermain, iii) area parkir dan iv) bangunan-bangunan fungsional
lainnya. Luas area yanh dibutuhkan untuk aktifitas ini adalah sebesar 144.000 m 2 (14,4 Ha) atau dengan
standar 0,3 m2 / penduduk.

Jalur Hijau, selain taman-taman dan lapangan olahraga terbuka, masih harus disediakan jalurjalur hijau sebagai cadangan / sumberdaya alam. Besaran jalur ini adalah 15 m 2 / penduduk, lokasinya
dapat menyebar dan sekaligus merupakan filter dari daerah-daerah indistri atau daerah-daerah yang
menimbulkan polusi.

Kuburan, luasan sarana ini sangat bergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Sebagai patokan perhitungan dapat dipergunakan
angka kematian setempat dan sistem penyempurnaan (caranya).

Anda mungkin juga menyukai