Anda di halaman 1dari 24

TUGAS FORENSIK

SISTEM RUJUKAN DAN REKAM MEDIS

OLEH :
Kwa Angela Ricke Septiawaty G2A009110
Danang Prasetyo Wibowo

G2A009123

Selly Novitasari

G2A009161

Monica Sari Gunawan

G2A009167

Aldila Savitri

G2A009169

Yerlian Maryam

G2A009170

Lucky Putri Arum Sari

G2A009175

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
2.1 Sistem Rujukan......................................................................3
2.1.1 Sistem Rujukan Upaya Kesehatan..................................4
2.1.2 Tujuan Sistem Rujukan Upaya Kesehatan......................5
2.1.3 Jenis Rujukan..................................................................6
2.1.4 Karakteristik Konsultasi dan Rujukan.............................7
2.1.5 Masalah Rujukan............................................................7
2.1.6 Jalur Rujukan Kesehatan................................................8
2.1.7 Tata Cara Rujukan..........................................................8
2.1.8 Pembagian Wewenang dan Tanggung jawab.................8
2.2 Rekam Medis..........................................................................9
2.2.1 Sejarah Rekam Medis.....................................................9
2.2.2 Dasar Pelaksanaan Rekam Medis...................................9
2.2.3 Isi Rekam Medis...........................................................11
2.2.4 Manfaat Rekam Medis..................................................12
2.2.5 Penyimpanan Rekam Medis.........................................12
2.2.6 Kepemilikan Rekam Medis............................................12
BAB III KESIMPULAN .............................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya
kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan
upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih
terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu
adanya

jenjang

kesehatan

pembagian

melalui

suatu

tugas

diantara

tatanan

unit-unit

sistem

pelayanan

rujukan.

Dalam

pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan


kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus
atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun
horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari

: rujukan

internal dan rujukan eksternal.

Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar


unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring
puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk

Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit


dalam

jenjang

pelayanan

kesehatan,

baik

horizontal

(dari

puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal


(dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan
Medik dan rujukan Kesehatan.

Rujukan

Medik adalah

rujukan

pelayanan

yang

terutama

meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).


Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis

(jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit


umum daerah.

Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya


berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif)
dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan
masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau
pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas
(pos Unit Kesehatan Kerja).
Contoh kasus rujukan yang terjadi sekarang ini berada di suatu

desa di Jawa Tengah. Seorang ibu dari keluarga golongan menengah


keatas akan melahirkan anaknya yang pertama. Ibu tersebut memiliki
kelebihan berat badan dan BMI yang yang menunjukkan Over Weight.
Dokter umum yang sedang bertugas mulai membantu persalinan ibu
tersebut. Namun, di tengah proses persalinan, kepala bayi tidak juga
keluar. Dokter tersebut berinisiatif untuk merujuk si ibu ke rumah sakit
yang fasilitasnya lebih lengkap. Namun,sang ibu dan keluarganya tidak
bersedia jika dirujuk dengan alasan tidak mau mengeluarkan biaya
yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa kesediaan pasien begitu
penting dalam menentukan berhasil tidaknya sistem rujukan. Dokter
juga harus memberikan penjelasan dan informed consent sistem
rujukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Rujukan
Tingkatan sakit secara umum dapat dibagi menjadi 3, yakni sakit
ringan

(mild),

sakit

sedang

(moderate)

dan

sakit

parah

(severe).Dengan adanya tingkatan penyakit ini maka menuntut bentuk


pelayanan kesehatan yang berbeda pula.Untuk penyakit ringan tidak
memerlukan pelayanan canggih.Namun sebaliknya untuk penyakit
yang sudah parah tidak cukup hanya dengan pelayanan yang
sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik.
Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang
sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan
kesehatan mereka atau promosi kesehatan.Oleh karena jumlah
kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang
85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat
pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga
5

merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health


care).Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas), puskesmas pembantu, puskesmas keliling,
dan balai kesehatan masyarakat (balkesmas).
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat
yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani
oleh pelayanan kesehatan primer.Bentuk pelayanan ini misalnya
rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenagatenaga spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau
pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenagatenaga sub spesialis. Contoh di Indonesia : rumah sakit tipe A dan B.
Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis
pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam
suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan
primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia
menyerahkan

tanggung

jawab

tersebut

ke

tingkat

pelayanan

diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu


pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut
rujukan.
Sistem rujukan merupakan suatu upaya pelayanan kesehatan
antara

berbagai

tingkat

unit

pelayanan

medis

berdasarkan

kemampuan yang dimilikinya. Sebagaimana Kepmenkes RI Nomor :


922/menkes/SK/X/2008 tentang pedoman teknis pembagian urusan
pemerintahan di bidang kesehatan, hal ini termasuk tugas pemerintah
pusat, provinsi, kabupaten /kota.
Dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
disebutkan, bahwa kewajibandokter....merujuk pasien ke dokter atau
6

dokter gigi lain yang mempunyai keahlian ataukemampuan yang lebih


baik

apabila

tidak

mampu

melakukan

suatu

pemeriksaan

atau pengobatan (Pasal 51). Apabila kewajiban tersebut diabaikan,


dikenakan

sanksi

pidanasesuai

Pasal

79

yang

menyebutkan:

...kurungan paling lama satu tahun atau denda palingbanyak Rp.


50.000.000.- setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban tersebut
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan
bentuk bertingkat atauberjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat
pertama, kedua dan ketiga, dimana dalampelaksanaannya tidak berdiri
sendiri-sendiri

namun

berada

dalam

berhubungan.

Apabila

pelayanan

suatu

kesehatan

Esistem

dan

saling

primer

tidak

dapat

melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan


tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan diatasnya, demikian
seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi,
transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan
masyarakat akan segera tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian
yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal
yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak ada
keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan
sarana, tidak ada dukungan peraturan.
2.1.1 Sistem Rujukan Upaya Kesehatan
Terdapat

perbedaan

rujukan.Konsultasi

adalah

pengertian
upaya

antara

meminta

konsultasi

bantuan

dan

profesional

penanganan kasus penyakit kepada yang lebih ahli berupa saran


(bersifat kesejawatan/kode etik). Sedangkan rujukan adalah upaya
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penanganan kasus
penyakit dan atau masalah kesehatan kepada dokter lainyang
sesuai. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan sistem rujukan
sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
7

melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap


satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari
unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar
unit-unit yang setingkatkemampuannya).
Skema Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia :
Rumah Sakit Tipe A
Propinsi

Rumah Sakit Tipe B

Kabupaten

Rumah Sakit Tipe C/D

Kecamatan

Puskesmas/Balkesmas

Kelurahan

Puskesmas Pembantu
Dokter Praktik

Swasta
Bidan Praktik
Swasta
Posyandu

Posyandu

Posyandu

Posyandu

Masyarakat
2.1.2 Tujuan Sistem Rujukan Upaya Kesehatan
a. Umum: Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan
yang didukung kualitas pelayananyang optimal dalam
rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya
guna danberhasil guna.

b. Khusus:- Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang


bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil guna dan
berdaya guna.

Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat


preventif dan promotif secaraberhasil guna dan berdaya
guna.

2.1.3. Jenis Rujukan


Sistem Rujukan secara konsepsional menyangkut hal-hal sebagai
berikut:
a. Rujukan Medik
Adalah rujukan

masalah

menyembuhkan

dan

pasien,

sebaliknya

atau

kedokteran

ataumemulihkan
untuk

yang

bertujuan

status

kesehatan

tindak

lanjut

yg

diperlukan.Rujukan medik dibedakan atas 3 macam:


1. Rujukan pasien (transfer of patient): penatalaksanaan
pasien dari satu strata yg kurangmampu ke strata yang
lebih

sempurna

atau

sebaliknya

(untuk

tindak

lanjut

ygdiperlukan) untuk keperluan diagnostik, pengobatan,


tindakan medik, dll.
2. Rujukan

bahan

specimens):

pemeriksaan/specimen

(transfer

pengiriman

of

bahan-bahan

pemeriksaanlaboratorium dari strata yang kurang mampu


kepada lebih mampu atau lebih lengkap,atau sebaliknya
(tindak lanjut yg diperlukan).
3.

Rujukan

ilmu

pengiriman

pengetahuan

dokter/tenaga

(transfer

kesehatan

of
yg

knowledge):
lebih

ahli

(stratapelayanan yg lebih mampu) ke strata yang kurang


mampu

untuk

melaksanakanbimbingan/diskusi

atau

sebaliknya untuk pendidikan dan pelatihan.


b.Rujukan Kesehatan.
9

Adalah

rujukan

yang

menyangkut

masalah

kesehatan

masyarakat yang bertujuanmeningkatkan derajat kesehatan


dan atau mencegah penyakit yang ada di masyarakat.Rujukan
kesehatan terdiri dari:
Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyelidikan

KLB,

penanggulangangangguan

kesehatan

karena bencana alam, bantuan penyelesaian masalah


hukum kesehatan.
Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman
peralatan medis, bantuan obat, dsb.
Rujukan operasional, yaitu pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab
masyarakat

atau

penanggulangan

masalahkesehatan

penyelenggaraan

upaya

kesehatan

masyarakat.
Beberapa contoh rujukan kesehatan masyarakat:
- Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas
kejadian Luar Biasa atauberjangkitnya penyakit menular
- Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah
- Penyidikan

penyebab

keracunan,

bantuan

teknologi

penanggulangan keracunan danbantuan obat-obtatan atas


terjadinya keracunan masal
- Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk
pengungsi atas terjadinyabencana alam
- Sarana dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas
masalah kekurangan airbersihbagi masyarakat umum
- Pemeriksaan spesimen air di Laboratorium Kesehatan, dan
lain-lain
2.1.4 Karakteristik konsultasi dan rujukan
a. Ruang

lingkup

kegiatan,

konsultasi

memintakan

bantuan

profesional dari pihak ketiga. Rujukan, melimpahkan wewenang


10

dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit yang sedang


dihadapi kepada pihak ketiga
b. Kemampuan dokter, konsultasi ditujukan kepada dokter yang
lebih ahli dan atau yang lebih pengalaman. Pada rujukan hal ini
tidak mutlak
c. Wewenang dan tanggung jawab, konsultasi wewenang dan
tanggung jawab tetap pada dokter yang meminta konsultasi.
Pada rujukan sebaliknya.
2.1.5 Masalah Rujukan
a. Rasa kurang percaya pasien terhadap dokter (bila rujukan inisiatif
dokter)
b. Rasa kurang senang pada diri dokter (bila rujukan atas
permintaan pasien)
c. Bila tidak ada jawaban dari konsultasi
d. Bila tidak sependapat dengan saran/ tindakan dokter konsultan
e. Bila ada pembatas (sikap/ perilaku, biaya, transportasi)
f. Apabila pasien tidak bersedia untuk dirujuk.
2.1.6Jalur Rujukan Kesehatan
a) Rujukan Pelayanan Medis
1)Antara masyarakat dengan puskesmas
2)Antara

Puskesmas

Pembantu/Bidan

di

Desa

dengan

Puskesmas
3)Intern antara petugas Puskesmas/Puskesmas Rawat Inap
4) Antara

Puskesmas

dengan

Rumah

Sakit,

laboratorium

ataufasilitas pelayanan lainnya.


b). Rujukan Pelayanan Kesehatan
1) Dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2) Dari Puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten
baik intrasektoral maupun lintas sektoral.
11

3) Jika

rujukan

di

Kabupaten/Kota

masih

belum

mampumenanggulangi, dapat diteruskan ke Provinsi/Pusat.


2.1.7 Tata Cara Rujukan
Dasar: kepatuhan terhadap kode etik profesi yg telah disepakati
bersama,

dan

sistem

kesehatan

terutama

sub

sistem

pembiayaan kesehatan yang berlaku.


Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg
meminta rujukan
Perlu

disepakati

pembagian

wewenang

dan

tanggungjawab

masing-masing pihak
2.1.8 Pembagian Wewenang dan Tanggungjawab
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab
pasien sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu
tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tersebut tidak
ikut menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan pasien hanya untuk satu masalah kedokteran khusus
saja.
3. Cross

referral,

penanganan

menyerahkan

pasien

wewenang

sepenuhnya

dan

kepada

tanggungjawab

dokter

lainuntuk

selamanya.
4. Split

referral,

penanganan

menyerahkan
pasien

wewenang

sepenuhnya

dan

kepada

tanggungjawab

beberapa

dokter

konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan


tanggungjawab

tersebut

dokter

pemberi

rujukan

tidak

ikut

campur.
2.2 Rekam Medis
12

2.2.1 Sejarah Rekam Medis


Ditemukannya lukisan purba 25.000 SM tentang trepanasi dan
amputasi di dinding gua batu di Spanyol merupakan rekam medis yang
pertama. Aesculapius, Hipocrates, Galen, dan lain-lain membuat
catatan mengenai penyakit pada kasus kasus yang ditemuinya.
Aviscenna (Ibnu Sina) banyak menulis buku buku kedokteran,
berkaitan dengan pengalamannya mengobati pasien. Perkembangan
besar berikutnya dimulai pada tahun 1905 saat rapat American
Hospital Association ke-56 yang membahas pentingnya medical record.
Hasil rapat itu dituangkan dalam makalah berjudul A clinical chart for
the record patient in small hospital yang lalu diterbitkan dalam
Journal of American Association.
Di Indonesia ditemukan resep resep jamu warisan nenek
moyang yang diturunkan melalui catatan dari daun lontar dan sarana
lain sesuai zamannya. Namun pembenahan yang lebih baik baru ada
sejak diterbitkannya keputusan Men.Kes RI No. 031/Birhup/1972
tentang Pelaksanaan Pemeliharaan Rumah Sakit.
2.2.2 Dasar Pelaksanaan Rekam Medis
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989
memberikan definisi rekam medis sebagai berkas yang berisi catatan
dan

dokumen

mengenai

identitas

pasien,

hasil

pemeriksaan,

pengobatan, tindakan, dan pelayanan lainnya yang diterima pasien


pada sarana kesehatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. Tujuan
penulisan rekam medis adalah untuk mendokumentasikan semua
kejadian

yang

menyediakan

berhubungan

sarana

dengan

komunikasi

antar

kesehatan
tenaga

pasien
kesehatan

serta
bagi

kepentingan perawatan penyakit sekarang maupun yang akan datang.


Pelaksanaan rekam medis di Indonesia didasarkan pada dasar
hukum yang ditetapkan pada peraturan berikut:

13

1. Pasal 46 Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang


praktek kedokteran
2. Permenkes no.749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medik
3. Keputusan Menkes RI no. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit, Standar Pelayanan Rekam
Medik, dan Manajemen Informasi Kesehatan
4. Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Rekam Medik no. 78
tahun 1991 tentang Petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan
rekam medis di rumah sakit
5. Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran
6. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
7. Keputusan menteri kesehatan No. 034/Birhub/1972 tentang
Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit
8. SK PB IDI nomor 319/PB/A.4/88 mengenai pernyataan IDI
tentang Informed Consent
Rumah sakit adalah pemilik segala catatan yang ada, termasuk
rekam medis karena itu merupakan tanda bukti rumah sakit terhadap
segala

usahanya

dalam

menyembuhkan

pasien.Pasien

tidak

diperkenankan membawa rekam medis, kecuali atas izin pimpinan dan


sepengetahuan kepala unit rekam medis sesuai peraturan rumah
sakit.Petugas unit rekam medis bertanggung jawab penuh terhadap
kelengkapan dan penyediaan berkas yang sewaktu-waktu dibutuhkan
oleh pasien.Petugas juga harus menjaga berkas berkas agar
tersimpan dengan baik dan terlindung dari pencurian dan pembocoran
isi rekam medis.
Siapapun yang bekerja di rumah sakit, khususnya petugas yang
berhubungan

dengan

data

rekam

medis

wajib

memperhatikan

ketentuan dalam PP No. 10 tahun 1966 tentang Wajib simpan rahasia


kedokteran. Boleh atau tidaknya pasien mengetahui isi rekam medis
tergantung gari kesanggupan pasien untuk mendengarkan informasi

14

mengenai penyakitnya, namun pasien tetap tidak diperbolehkan


membawa pulang berkasnya.
Rekam medis hanya dapat dikeluarkan untuk maksud tertentu
berdasarkan otoritas pemerintah atau badan yang berwenang, yang
secara umum dapat dipertanggungjawabkan.Rumah sakit bertanggung
jawab

secara

moral

dan

hukum

dalam

penyimpanan

rekam

medis.Pengamanan ini dilakukan sejak pasien masuk sampai dengan


pasien pulang.
2.2.3 Isi Rekam Medis
Data

rekam

medis

dapat

dikelompokkan

menjadi

empat

komponen, yaitu:
1. Identifikasi, meliputi: nama lengkap, tempat tanggal lahir,
alamat, nomor telpon, jenis kelamin, etnis, nama orang tua,
nomor jaminan sosial, status perkawinan, dll.
2. Sosial, meliputi: ras, status dalam keluarga, pekerjaan, hobi,
gaya hidup, informasi keluarga, dll.
3. Medikal, meliputi:
a. Data langsung, yaitu: riwayat penyakit yang lalu, tanda
vital, catatan perawat, EKG, dll
b. Data dokter atau professional lainnya, yaitu: laporan
laboratorium, laporan operasi, pasca anestesi, perintah
dokter, laporan khusus, dll.
4. Finansial, meliputi: perusahaan tempat bekerja, jabatan, alamat
perusahaan, cara pembayaran, nomor asuransi, dll
Pada pasal 46 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran
ditambahkan bahwa setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama,
waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan.
Setiap isian pada rekam medis harus jelas, terbaca, tidak
menimbulkan keraguan, akurat, adekuat, dan pantas.Adekuat berarti
berisikan seluruh informasi yang diperlukan, dan harus cukup rinci
15

untuk dimengerti.Pantas berarti berisikan informasi yang layak dimuat


dalam

rekam

medis.Pengisian

harus

ditulis

dengan

tinta

atau

diketik.Bila ada kesalahan penulisan cukup dicoret, dikoreksi, diparaf,


dan diberi tanggal koreksi.Pengisian harus sesegera munkin dan dibuat
berurutan sesuai waktu kejadiannya.

2.2.4 Manfaat Rekam Medis


Rekam medis memiliki enam manfaat yang dapat disingkat
menjadi ALFRED, yaitu manfaat:
1. Administrative
2. Hukum, dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan bagi
penyelesaian perkara pidana maupun perdata, serta untuk bukti
menentukan adanya kelainan mental
3. Finansial, dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan
kesehatan yang harus dibayar pasien
4. Penelitian, dapat dijadikan sumber data penelitian dalam bidang
kedokteran, keperawatan, kesehatan, dan epidemiologi
5. Pendidikan, dapat dijadikan bahan acuan pembuatan bahan
pengajaran dan pembuatan rencana pendidikan
6. Dokumentasi, terkait komdisi pasien saat ia menerima pelayanan
kesehatan
2.2.5 Penyimpanan Rekam Medis
Bentuk fisik rekam medis adalah milik

institusi kesehatan.

Penatalaksanaanya diatur oleh sebuah panitia rekam medik atau


manajemen

informasi

kesehatan.

Rekam

medis

harus

disimpan

setidaknya lima tahun sejak kunjungan terakhir pasien, dan setelah itu
dapat dimusnahkan mengikuti ketentuan tertentu, yaitu yang diatur
dalam

Pedoman

yang

diterbitkan

oleh

Departemen

Kesehatan.

Penyimpanan juga dapat dilakukan dengan microfilm, komputer, atau


media lain yang hingga kini belum diuraikan media apa saja yang
diperbolehkan.
16

Pada kasus penyakit yang dianggap membutuhkan data medis


yang sudah sangat lama, panitia rekam medis dapat membuat aturan
khusus yang bersifat intern rumah sakit mengenai penyimpanan dan
pemusnahannya.
2.2.6 Kepemilikan Rekam Medis
Seperti yang telah disebutkan di atas, rekam medis adalah milik
health care provider atau institusi kesehatan tetapi isinya adalah
tentang pasien, dimana pasien berhak tahu atau diberi tahu sesuai
penjelasan pasal 53 UU Kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam
medis untuk menunjang kepentingannya. Pasien juga berhak untuk
memberikan persetujuan atau menolak memberikan persetujuan
kepada

pihak

lain,

baik

individu

atau

lembaga,

yang

ingin

memnfaatkan rekam medis.


Health care provider berhak untuk merancang desain rekam
medis, menetap kan aturan (hospital by laws) tentang rekam medis,
menguasai

berkas,

menggunakan

isi

rekam

medis

untuk

kepentingannya, dan memusnahkan atau menyerahkan kepada pasien


rekam medis yang sudah kadaluarsa. Di lain pihak health care provider
berkewajiban untuk menyimpan berkas dengan baik, menjaga dari
kerusakan atau kehilangan, melaporkan berita acara pemusnahan
berkas kepada Dirjen Pelayanan Medik, memberikan isi rekam medis
jika diminta pasien, dan memberikan isinya kepada pihak lain atau
penegak hukum jika syarat yuridisnya terpenuhi.
Jika dokter merasa pasien perlu melihat isi rekam medis, maka
sebaiknya pasien didampingi oleh dokter yang mengetahui kasus
pasien tersebut sehingga dapat menjelaskan hal hal yang sulit
dipahami pasien.Permintaan untuk mengungkap isi rekam medis harus
dibuat dengan permintaan tertulis dan diajukan oleh pasien sendiri,
ahli waris, atau kuasa hukumnya. Informasi resmi tentang keahli-

17

warisan peminta dan salinan surat kuasa khusus dapat dilampirkan


dalam surat permintaan tersebut.
Secara hukum ada keadaan dimana panitia rekam medis
diperbolehkan membuka rahasia kedokteran, yaitu adanya perintah
jabatan (pasal 51 KUHP), daya paksa (pasal 48 KUHP), dan dalam
rangka membela diri (pasal 49 KUHP).Di samping itu, etika kedokteran
dan hukum membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara
terbatas untuk kepentingan konsultasi profesional, pendidikan, dan
penelitian.
Keadaan yang memaksa dapat dibedakan mnejadi dua, yaitu
pengaruh daya paksa yang memadai (overmacht) dan adanya konflik
hukum (nodtoestand).Noodtoestand dapat diakibatkan oleh adanya
pertentangan antar dua kepentingan hukum, pertentangan antara
kepentingan hukum dengan kewajiban hukum, dan pertentangan
antara

dua

kewajiban

hukum.

Pengambilan

keputusan

untuk

mengungkap isi rekam medis juga harus dipertimbangkan oleh dokter


dan pimpinan rumah sakit secara kasus per kasus, walaupun secara
prosedur telah dicantumkan dalam peraturan intern rumah sakit
(hospital by laws).

BAB III
KESIMPULAN
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar
rumah sakit tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut
dapat terjadi antara tenaga kesehatan dengan pasien dan antara
sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun antar profesi).
Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan gawat darurat fase
18

pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga


kesehatan.

Untuk

mencegah

dan

mengatasi

konflik

biasanya

digunakan etika dan norma hukum yang mempunyai tolok ukur


masing-masing. Oleh karena itu dalam praktik harus diterapkan dalam
dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara masalah
hukum,

tolok

ukur

norma

hukumlah

yang

diberlakukan.

Pada

kenyataannya kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku


dengan membaurkan tolok ukur etika dan hukum. Pelayanan gawat
darurat dengan merujuk pasien ke dokter, ahli, atau rumah sakit lain
mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan
hidup seseorang. Seperti pada contoh kasus diatas, seorang dokter
umum memberikan informed consent untuk merujuk seorang ibu yang
sedang dalam proses persalinan kepada dokter spesialis kandungan
yang lebih berkompeten, karena dokter tersebut sudah tidak mampu
untuk membantu proses persalinan. Rujukan yang dilakukan oleh
dokter tersebut merupakan tindakan untuk menyelamatkan nyawa ibu
dan anak. Rujukan tersebut dikenal sebagai rujukan eksternal.
Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik,
baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural dan fungsional
terhadap kasus penyakit atau permasalahan kesehatan. Setiap Rumah
Sakit

mempunyai

kewajiban

merujuk

pasien

yang

memerlukan

pelayanan di luar kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Ketentuan lebih


lanjut mengenai sistem rujukan diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.
Dalam merujuk seorang pasien, sebaiknya disertai pula rekam
medis milik pasien tersebut, agar dokter yang menerima rujukan dapat
mengetahui riwayat kesehatan maupun penyakit yang pernah atau
sedang dialami oleh pasien. Rekam Medis merupakan catatan keadaan
19

tubuh dan kesehatan pasien, yang terdiri dari data identitas dan data
medis. Secara umum isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua
kelompok data yaitu:
1.

Data medis atau data klinis


Yang termasuk data medis adalah segala data tentang riwayat

penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta


hasilnya, laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium,
ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yang bersifat rahasia
(confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pihak ketiga
tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan
lain

berdasarkan

peraturan

atau

perundang-undangan

yang

memaksa dibukanya informasi tersebut.


2.

Data sosiologis atau data non-medis


Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak

berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data


sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap
bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya merupakan data
yang juga bersifat rahasia (confidensial ).
Penyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan
kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada
institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan
dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik
mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau tidak.
Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan
merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis
dalam suatu Peraturan Menteri Kesehatan agar jelas rambu-rambunya,
yaitu berupa Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/1989. Secara garis
besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur
sebagai berikut:
20

1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya


setelah pasien menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini
dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak
ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.
2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan
tanda

tangan

petugas

pelayanan

kesehatan.

Hal

ini

diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban


atas pencatatan tersebut (pasal 5).
3. Jika

terdapat

kesalahan

pencatatan,

maka

pembetulan

catatan yang salah harus dilakukan pada tulisan yang salah


dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan (pasal 6 ayat 1).
Secara lebih tegas ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan
bahwa penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak
diperbolehkan.
KEGUNAAN REKAM MEDIS
Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis
memiliki 5 ,manfaat yaitu:
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2.
3.
4.
5.

Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum


Bahan untuk kepentingan penelitian
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat,


yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
1. Administrative value

: Rekam medis merupakan rekaman data

adminitratif pelayanan kesehatan.


2. Legal value

Rekam

medis

dapat.dijadikan

bahan

pembuktian di pengadilan

21

3. Financial value

: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk

perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh


pasien
4. Research value

: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan

untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan


kesehatan.
5. Education value
pengajaran

: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan

dan

pendidikan

mahasiswa

kedokteran,

keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.


6. Documentation value : Rekam medis merupakan sarana untuk
penyimpanan

berbagai

dokumen

yang

berkaitan

dengan

kesehatan pasien.

ASPEK MEDIKOLEGAL
Diantara semua manfaat rujukan dan rekam medis , yang terpenting
adalah

aspek

legalnya.

Karena

pada

kasus

yang

memerlukan

kemampuan seorang ahli tetapi dirujuk kepada ahli tersebut, bisa


menimbulkan kegawat daruratan seperti cacat atau bahkan kematian,
yang terkadang dianggap masyarakat sebagai tindakan malpraktek.
Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam
Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan
informasi dalam Rekam Medis, petugas hukum serta Majelis Hakim
dapat menentukan ada atau tidaknya tindakan malpraktek, bagaimana
kronologis terjadinya malpraktek tersebut, serta menentukan siapa
sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.

22

DAFTAR PUSTAKA
Idries, Abdul Munim dan Agung Legowo Tjiptomartono. Edisi Revisi.
2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan.
Jakarta: CV.Sagung Seto.
HS, Hartono dkk. Edisi I. 2008. Pemahaman Etik Medikolegal: Pedoman
Bagi Profesi Dokter. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipoegoro.
Kosultasi dan rujukan dalam praktek dokter keluarga, dr.Rina Amelia
Departemen IKM/IKP/IKK Fakultas Kedokteran USU
23

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Sistem kesehatan, Munawar STIKES Marendeng
Sistem rujukan, sribd.com

24

Anda mungkin juga menyukai