Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Atrial Fibrillation
Pembimbing:
dr. Lendy Delyanto
Disusun oleh:
dr. Shelarosa Arumdita
RSUD KOTA CILEGON
MARET 2015
LAPORAN KASUS
No. ID Peserta
Nama Peserta
No. ID Wahana
:
: dr. Shelarosa Arumdita
:
Nama Wahana
Topik
Tanggal Kasus
Nama Pasien
: RSUD Cilegon
: Atrial Fibrilasi (Cardiac Arrythmia)
: 18/2/2015
: Ny. A
No. Rekam Medis :
Nama Pendamping :
Tanggal Presentasi
: Maret 2015
Tempat Presentasi
: RSUD Cilegon
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatu
Rema Dewas
Bayi Anak
Lansia
s
ja
a
Deskripsi
: membahas kasus Atrial Fibrillation
Tujuan
: mengetahui kasus Atrial Fibrillation
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
bahasan : pustaka
Cara
Membaha
Diskusi
Tinjauan
pustaka
Istimewa
Bumil
Audit
Presentasi
Pos
DATA PASIEN
Umur: 58 tahun
Telp:
No. RM:
Terdaftar Sejak :
s:
Nama : Ny. A
Nama Klinik : RSUD Cilegon
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:
1. Subyektif:
A. Keluhan Utama
Sesak saat aktivitas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak yang selalu dirasakan ketika pasien
sedang beraktivitas, ketika pasien jalan pergi ke pasar. Sesak disangkal saat
melakukan pekerjaan rumah ringan (menyapu, memasak). Sesak dimalam hari
dan tidur dengan bantal yang tinggi disangkal. Keluhan sesak sudah dirasakan
sekitar kurun waktu satu tahun belakangan, sebelumnya pasien hanya berobat
kontrol ke poli penyakit dalam dan di diagnosa sebagai CHF. Selain itu, pasien
juga merasakan mudah kelelahan bila melakukan aktivitas rumah.
Keluhan nyeri dada disangkal. Keluhan berdebar-debar disangkal.
Riwayat bengkak pada kedua tungkai disangkal.
Riwayat kelemahan anggota gerak badan disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat merokok disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat DM dan hiperlipidemia disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa disangkal.
Kelainan jantung pada keluarga disangkal.
2. Objektif:
Status generalis
Kesadaran
: compos mentis
: baik
Tekanan Darah
: 110/50 mmHg
Frekuensi nadi
: 36,5 oC
Kepala
: CA -/- SI -/-
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
Auskultasi
Inspeksi
: datar
Palpasi
: supel, NT (-)
Perkusi
Auskultasi
Hasil
2 menit
11 menit
27,7 detik
49,1 detik
Nilai Normal
1-6 menit
5-15 menit
9,7-13,1 detik
25,5-42,1 detik
INR : 2,32
EKG
3. Assesment:
Pasien datang dengan keluhan utama sesak saat aktivitas (dyspneu on effort)
yang dirasakan dalam setahun belakangan. Dari keluhan utama tersebut kita dapat
berpikir kemungkinan diagnosis mengarah kepada kelainan pada jantung mulai dari
yang paling sering ditemukan yaitu gagal jantung kongestif (CHF) dan penyakit
jantung koroner (CAD). Sesak pada onset yang lama dan kronis tidak
menggambarkan CAD yang umumnya onset akut dan disertai nyeri dada khas
angina, sedangkan pada pasien ini tidak demikian. Namun tidak menutup
kemungkinan terdapat riwayat dari CAD (sebelum melihat kepada hasil EKG). Pada
pasien ini masih dimungkinkan diagnosa CHF mengingat adanya dyspneu on effort,
namun disangkal adanya gejala pendukung seperti paroxysmal nocturnal dyspneu
(PND), orthostatic dyspneu (OD). Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan vena jugular, tidak adanya kesan cardiomegaly, tidak adanya
tanda dari edema pulmo (ronkhi basah basal paru) yang mungkin berasal dari CHF.
Namun pada pemeriksaan pasien ditemukan irama nadi yang irregular yang
menandakan kemungkinan adanya aritmia jantung (dikonfirmasikan melalui EKG).
Pada auskultasi jantung terdengar adanya bising jantung pada area apex jantung,
yaitu area mitral. Bising jantung terdengar pada fase diastolik pada area apex
dengan kualitas low pitched sound. Bising jantung fase diastolik pada area mitral
bisa jadi menunjukkan adanya mitral valve stenosis. Adanya aritmia dan kelainan
katup jantung bisa jadi merupakan penyebab gejala pada pasien tersebut, karena
aritmia dan kelainan katup juga dapat menurunkan fungsi sistolik/diastolik jantung.
Jadi pada pasien ini kelainan jantung tidak murni hanya CHF.
Dari EKG dikonfirmasikan adanya aritmia dengan assessment EKG meliputi
adanya irama atrial fibrilasi dengan respon ventrikel 60-110x/m. Pada EKG tidak
terlihat gelombang P normal dan jarak RR interval yang irregular, mengarahkan
pada AF. Setelah melihat adanya kemungkinan gangguan katup dan aritmia pada
pasien, dilakukan anamnesis tambahan untuk risiko terjadinya stroke akibat
thromboemboli meliputi adanya riwayat kelemahan anggota gerak. Selain itu
dilakukan anamnesis tambahan mengenai riwayat penyakit metabolisme lainnya
serta faktor risiko pendukung kemungkinan diagnosa (riwayat HT, DM, kolesterol).
4. Plan:
Terapi :
Furosemide 1 x 10mg
Spironolacton 1 x 25mg
Elektrolit darah
Profil lipid
Ro. Thorax
Echocardiografi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Cardiac Arrythmia
Fungsi jantung normal tergantung kepada aliran impuls listrik melalui
jantung yang berjalan secara terkoordinasi. Irama jantung yang abnormal
dikatakan sebagai aritmia (juga dapat dikatakan disritmia). Presentasi klinis dari
aritmia beragam mencakup palpitasi ringan sampai dengan gejala berat dari low
cardiac output dan kematian. Oleh karena itu, pemahaman terhadap aritmia
jantung sangat penting bagi praktisi klinis sehari-hari.
Dikatakan irama jantung normal adalah bila heart rate 60-100x/m,
impuls listrik berasal dari SA nodal dan impuls berjalan dalam jalur konduksi
normal dengan kecepatan yang normal. Irama jantung yang lambat abnormal
dikatakan sebagai bradikardia atau bradiaritmia. Sementara irama cepat
dikatakan
takikardia
atau
takiaritmia.
Takikardia
dikatakan
sebagai
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Gambar 1.5 di atas menjelaskan bahwa bila konduksi yang melalui jalur
retrograde adalah lambat, maka impuls mencapai point x setelah jalur
recovered. Pada kondisi tersebut, impuls dapat mengeksitasi kembali jalur dan
lingkaran reentry terbentuk. Pada kondisi normal, impuls yang melewati lintasan
multipe dan akan saling menetralkan. Bila terdapat unidirectional block,
impuls tidak akan melewati lintasan dari arah anterograde tapi bisa melewati
lintasan dari arah retrograde dengan kecepatan yang lebih rendah, akibatnya
lintasan telah menyelesaikan repolarisasinya sehingga impuls dari lintasan
dapat melalui lintasan . Terjadilah sirkuit reentry.
Selain reentry, perubahan konduksi impuls dapat berupa conduction block.
Conduction block pada sistem konduksi meliputi AV nodal atau sistem HisPurkinje menyebabkan hantaran impuls normal dari SA nodal ke daerah distal
tidak normal.
Pada makalah ini hanya dibahas mengenai Atrial Fibrillasi yang
merupakan salah satu gangguan irama jantung cepat yang disebabkan oleh
peningkatan automatisitas dan/atau peristiwa reentry. Gangguan irama jantung
lainnya tidak dibahas dalam makalah ini.
2.2
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
menghilang dan
digantikan oleh gelombang fibrilasi yang bervariasi ukuran, bentuk, dan waktu
munculnya serta berhubungan dengan respon ventrikel ireguler apabila
konduksi AV intak. Peningkatan frekuensi denyut jantung pada AF sebesar 350650 x/menit, sehingga menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau
pompa darah jantung.
Gambar 1.6 Gambaran EKG pada atrial fibrillasi.
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
dikelilingi oleh sel transisional. Terdapat 2 jalur impuls dari atrium ke AV nodal
yaitu dari posterior melalui crista terminalis dan dari anterior melalui septum
interatrial. Pada suatu kasus bisa jadi terdapat jalur aksesori (mis.pada sindroma
WPW), yang merupakan serabut otot yang menghubungkan atrium dan ventrikel
dan mempunyai kapasitas untuk konduksi cepat. Konduksi melalui jalur aksesori
selama AF berlangsung dapat menyebabkan very rapid ventricular response dan
dapat berakibat fatal. Obat-obatan seperti digitalis, calcium channel antagonist,
dan beta-blocker umumnya diberikan untuk memperlambat konduksi pada AV
nodal selama AF, namun tidak menghentikan aliran impuls yang melalui jalur
aksesori, sehingga dapat meningkatkan konduksi dan menyebabkan hipotensi
ataupun cardiac arrest.
Gambar 1.8 Trigonum Koch
disertai dengan gambaran bundle branch block, old myocard infarct, atrial
arrythmia lainnya.
Selain
itu
pemeriksaan
penunjang
dapat
meliputi
pemeriksaan
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial Fibrillation: Executive Summary
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial Fibrillation: Executive Summary
2.5
Terapi AF
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fokus tatalaksana pada
AF adalah pada ventricular rate control, mengembalikan ke irama sinus, dan
penilaian kebutuhan antikoagulan untuk mencegah thromboembolisme.
Mengembalikan irama sinus
Alasan yang mendasari kepentingan untuk mengembalikan dan menjaga
irama sinus pada pasien AF adalah untuk meredakan gejala, mencegah
embolisme, dan sebagai upaya pencegahan cardiomyopathy. Cardioversi sering
dilakukan untuk mengembalikan irama sinus pada pasien persistent AF.
Kebutuhan akan cardioversi bisa jadi immediate, yaitu ketika aritmia tersebut
merupakan faktor utama penyebab gagal jantung akut, hipotensi, atau
perburukan angina pectoris pada pasien CAD. Meskipun begitu, tindakan
cardioversi memiliki risiko thromboembolisme kecuali antikoagulasi profilaksis
telah diberikan secara inisial sebelum prosedur, dan risiko paling tinggi
terjadinya thromboembolisme adalah pada aritmia >48 jam.
Cardioversi dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan ataupun
electrical shock. Pemberian obat-obatan umumnya dilakukan sebelum electrical
cardioversion menjadi prosedur standar. Perkembangan obat-obat baru telah
meningkatkan popularitas pharmacological cardioversion, walaupun ada
beberapa kerugiannya seperti risiko terjadinya drug-induced torsade de pointes
ventricular
tachycardia
atau
aritmia
serius
lainnya.
Pharmacological
sementara
pharmacological
cardioversion
tidak.
Risiko
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
transthorakal.
Kebutuhan
energi
lebih
rendah
dan
tingkat
keberhasilan lebih tinggi pada posisi paddle anterior-posterior (sternum dan left
scapular), dibandingkan dengan anterior-lateral (ventricular apex dan right
infraclavicular).
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Pencegahan thromboembolisme
Faktor
risiko
independent
terjadinya
thromboembolisme
pada
Sumber : 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation: Executive Summary
Agen Antiaritmia
Obat antiaritmia merupakan salah satu golongan obat yang berbahaya
karena potensial efek sampingnya yang serius. Dengan demikian pemahaman
menyeluruh mengenai mekanisme aksi, indikasi, dan toksisitas sangat penting.
Obat antiaritmia terbagi menjadi 4 kelompok besar berdasarkan
mekanisme aksinya.
1.
2.
3.
4.
Terlepas
dari
penggolongan
antiaritmia
tersebut,
tujuan
utama
tidak akan terbentuk. Oleh karena itu, strategi untuk menghentikan reentry
adalah dengan memperpanjang masa refrakter myocard. Selain dari itu, untuk
menghentikan reentry bisa juga dengan mengganggu propagasi impuls pada
jalur lambat sirkuit reentry, yaitu dengan memblokade kanal sodium yang
bertanggung jawab untuk fase 0 depolarisasi. Dengan demikian blokade tersebut
menghentikan konduksi impuls pada aliran balik jalur lambat dan memutuskan
aliran sirkuit reentry.
Gambar 1.9 Mekanisme agen antiaritmia dalam inhibisi reentry
Sumber : Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th ed. Lippincott & Wilkins.
memperpanjang
potensial
aksi
dan
menginduksi
early
Kesimpulan
Atrial fibrilasi adalah takiaritmia atrial yang ditandai dengan tidak
terkontrolnya aktivasi atrium dengan konsekuensi gangguan fungsi mekanis
atrium. Klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu AF
deteksi pertama, paroksismal AF, persisten AF dan kronik/permanen AF.
Mekanisme AF terdiri dari proses, yaitu peningkatan automatisitas dan
reentry. Mekanisme ini sangat berhubungan dengan bentuk klinis AF, lokasi
pencetus, dan kelainan fungsional, struktur, dan otonom yang mendasari
progresivitas AF.
Terjadinya AF menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu
hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon
ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung serta komplikasi tromboemboli
yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Diagnosis AF ditegakkan dari klinis dan EKG.
Sasaran
utama
pada
penatalaksanaan
AF
adalah
mengontrol
DAFTAR PUSTAKA
A Report of the American College of Cardiology/ American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines and the European Society of Cardiology
Committee for Practice Guidelines and Policy Conferences (Committee to
Develop Guidelines for the Management of Patients With Atrial Fibrillation).
2001. ACC/AHA/ESC Guidelines for the Management of Patients With Atrial
Fibrillation : Executive Summary. Journal of the American College of
Cardiology Vol 38, No.4
A Report of the American College of Cardiology/ American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines and Heart Rythm Society. 2014. ACC/AHA/ESC
Guidelines for the Management of Patients With Atrial Fibrillation : Executive
Summary. Journal of the American College of Cardiology Vol 64, No.21.
Lilly, L.S. 2011. Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty 5th ed. Lippincott & Wilkins.