Referensi Ta 3
Referensi Ta 3
Disusun oleh :
NABELLA NURUL FITRI
NIM.111 100 034
Jl. SWK. 104 (Lingkar Utara), Condong Catur, Yogyakarta 55823 Telp. (0274) 486733, 486403, Fax
(0274) 486403, e-mail : geoupn@indosat.net.id
HALAMAN PENGESAHAN
KERJA PRAKTEK
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN
MENGGUNAKAN DATA LOG MEKANIK DAN DATA SEISMIK
FORMASI BATURAJA LAPANGAN AIRYN
CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA
Disusun oleh :
Riyanti Dirya
Nim.111 060 071
Tujuan Laporan ini Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Ketua Jurusan
Dosen Pembimbing
Teguh Jatmiko.S, MT
NIP. 030212010
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..i
HALAMAN PENGESAHAN..ii
HALAMAN PERSEMBAHAN..iii
KATA PENGANTAR.iv
SARI.vi
DAFTAR ISI.......vii
DAFTAR GAMBAR....x
DAFTAR LAMPIRAN.......xi
BAB I. PENDAHULUAN....1
I.1. Latar Belakang Penelitian....1
I.2. Maksud dan Tujuan..2
I.3. Perumusan Masalah..3
I.4. Waktu dan Lokasi Penelitian....3
I.5. Hasil Penelitian.....4
I.6. Manfaat Penelitian....4
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN...5
II.1. Tahapan Persiapan.....5
II.2. Tahapan Penelitan..5
II.2.1. Tahapan Pendahuluan.....5
II.2.2. Tahapan Analisa dan Interpretasi Data...6
vii
viii
ix
SARI
Lapangan AIRYN terletak pada daerah operasi PT. Pertamina EP Region Jawa di
Cekungan Jawa Barat Utara. Penelitian yang dilakukan di Lapangan AIRYN difokuskan
pada Formasi Ekuivalen Baturaja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola
penyebaran reservoir dengan metode pemetaan bawah permukaan pada Formasi
Ekuivalen Baturaja yang digunakan untuk penentuan zona prospek hidrokarbon.
Formasi Ekuivalen Baturaja adalah salah satu Formasi dalam Cekungan Jawa
Barat Utara yang merupakan penghasil hidrokarbon. Formasi ini tersusun atas litologi
batugamping disisipi shale, Batupasir dan batubara. Data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data wireline log dan data seismic.
Berdasarkan penelitian, Formasi ekuivalen Baturaja pada Lapangan AIRYN
yang terdiri dari empat sumur yaitu sumur ARY 01, ARY 02, ARY 03, dan ARY
04 memiliki litologi penyusun dominan berupa litologi batugamping yang disisipi shale,
Batupasir dan batubara. Batas OWC (Oil watwer contact) pada keempat sumur berada
pada kedalaman 1829 mbpl berdasarkan analisa log mekanik secara kualitatif.
Berdasarkan korelasi sumur dan peta bawah permukaan pada Lapangan AIRYN
diidentifikasi terdapat struktur temuan berupa antiklin dengan puncak pada kedalaman
1777 mbpl yaitu pada sumur ARY 04. Pada sumur ARY 02 mempunyai waktu
relative lebih lama yaitu terbentuk pada interpal waktu yaitu 1657.35ms dan semakin
kearah utara waktu yang dibutuhkan semakin cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa
semakin utara top lapisan semakin dangkal atau meninggi, dengan nilai 1627.12ms pada
sumur ARY 03, berdasarkan peta time structure.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga seiring
dengan berjalananya waktu ktuk meningkatkan kebutuhan akan minyak bumi terus
meningkat, hal itu disertai dengan menipisnya cadangangan yang tersedia. Hal ini
mendorong perusahaan-perusahaan minyak meningkatkan usahanya untuk melakukan
penelitian dalam pencarian sumber minyak baru dengan mencari reservoir-reservoir baru
yang potensial.
PT. Pertamina (EP) sebagai salah satu anak perusahaan dari PT. Pertamina
(Persero)yang bergerak dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi selalu
berusaha meningkatkan kegiatannya. Salah satu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
dilakukan di Cekungan Jawa barat Utara. Cekungan ini dinilai prospek terhadap
kandungan hidrokarbon. Hal ini diperkuat dengan data yang didapatkan perusahaan
bersangkutan bahwa pada formasi-formasi yang ada pada daerah Cekungan Jawa Barat
Utara berhasil diproduksi minyak dan gas dari beberapa formasi diantaranya formasi
Parigi (gas), Formasi Cibulakan Atas (gas dan minyak), Formasi Ekuivalen baturaja
(minyak), formasi Ekuivalen Talangakar (gas), Formasi Jatibarang (minyak)(Pertamina
1993, dalam Hapsari, 2004).
Batuan reservoir merupakaan batuan yang prospek terhadap kandungan
hidrokarbon karena sifatnya yang porous dan permeable sehingga dapat menyimpan
hidrokarbon. Sehingga pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi batuan reservoarlah
yang dicari. Dalam menentukan keberadaan batuan reservoir di dalam kegiatan
eksplorasi terdapat dua kegiatan penting yaitu penyelidikan geologi permukaan (surface
investigation) dan penyelidikan geologi bawah permukaan (subsurface investigation).
Pada penelitian ini, penulis memfokuskan pada lapangan AIRYN, Formasi
Baturaja, karena pada Lapangan ini memiliki sumur-sumur pemboran yang telah
menghasilkan minyak maupun gas dari formasi tersebut. Formasi Baturaja disusun oleh
satuan batugamping dengan sisipan batulanau, serpih dengan sisipan batupasir tipis di
bagian bawah. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan batugamping
mudstone/wackestone sampai packstone. Pada beberapa selang waktu Formasi Baturaja
ini dijumpai indikasi hidrokarbon dengan maksimum gas yang cukup tinggi.
Tahapan yang sangat penting untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi
adalah pemetaan bawah permukaan. Pemetaan bawah permukaan dapat dikatakan
sebagai pekerjaan yang dilaksanakan dengan menggunakan metode khusus untuk
merekam informasi geologi bawah permukaan yang hasil rekamannya berupa data yang
diolah dan ditafsirkan sehingga akan didapatkan gambaran yang lebih jelas tentang
geometri, penyebaran, kedalaman suatu reservoir untuk estimasi cadangan hidrokarbon
maupun hidrokarbon yang dapat diproduksi pada formasi tersebut didukung dengan
data-data penunjang lainnya.
I.2.
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengaplikasikan
ilmu
I.3.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah penting untuk dilakukan agar penelitian mempunyai batasan
penelitian yang jelas dan sistematis. Perumusan masalah tersebut adalah:
1. Bagaimana geometri dan variasi litologi penyusun dari Formasi Baturaja pada
Lapangan AIRYN.
2. Bagaimana cara mengevaluasi dan menganalisis sumur dari Formasi Baturaja
pada Lapangan AIRYN.
3. Dengan cara apa mengetahui zona prospek hidrokarbon dari formasi Baturaja
pada Lapangan AIRYN.
4. Bagaimana pola persebaran reservoir pada Lapangan AIRYN.
5. Penentuan area prospek pada formasi Baturaja.
I.4.
Januari sampai dengan tanggal 18 Febuari 2010. Lokasi penelitian yakni Lapangan
AIRYN pada Cekungan Jawa Barat Utara yang termasuk dalam area Kota Cirebon.
Sementara itu pelaksanaan harian penelitian diadakan di Kantor PT. Pertamina EP
Region Jawa Divisi Geologi dan Geofisika, Klayan, Cirebon.
I.5.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diharapkan sebagaiberikut :
1. Mengetahui jenis litologi dengan analisa kualitatif pada daerah penelitian untuk
mengetahui zona prospek hidrokarbon.
2. Mengetahi pola penyebaran reservoir daerah telitian melalui identifikasi peta
bawah permukaan.
I.6
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
1. Keilmuan :
_
2. Perusahaan :
_
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan Persiapan
Tahapan ini meliputi segala kegiatan yang dilakukan sebelum dimulainya
penelitian meliputi pengajuan proposal ke PT. Pertamina EP Region Jawa serta perijinan
di Kampus maupun di Perusahaan.
II.2.
Tahapan Penelitian
Pada tahapan penelitian, kegiatan dibagi menjadi beberapa tahapan kecil
meliputi:
II.2.1. Tahapan Pendahuluan
Sistematika kerja yang dilakukan pada tahapan pendahuluan sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Melakukan studi pustaka dari penulis-penulis terdahulu. Baik itu mengenai
Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara maupun Geologi Daerah
Penelitian. Hal ini perlu dilakukan untuk mengenal dan memahami pola geologi
daerah penelitian dan akan menjadi modal dasar yang harus dimiliki dalam
kegiatan penelitian.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dengan memperhatikan aspekaspek kegunaan dari data itu sendiri. Data yang di gunakan di dalam penelitian
meliputi :
a. Data log sumur yang terdiri dari 4 sumur, yaitu : ARY 01, ARY 02,
ARY 03, dan ARY 04 dari Lapangan AIRYN. Yang terdiri dari log GR,
log spontaneous Potensial, log Caliper, log Resistivity, log Density, log
Neutron, log sonic. Data log tersebut digunakan untuk analisa litologi secara
kualitatif, dan korelasi struktur maupun stratigrafi guna penentuan zona
prospek tentunya di dukung dengan data yang lain.
b. Data seismic lapangan AIRYN, digunakan untuk menelusuri marker yang
diperoleh dari data log sehingga diketahui gambaran penyebaran zona
prospek baik secara lateral atau vertical. Selain itu data sesmik juga untuk
mengetahui struktur geologi, pola stratigrafi dan konfigurasi bawah
permukaan daerah telitian. Adapun pengumpulan data seismik ini berupa
basemap, dan line seismic baik berupa inline maupun crossline.
II.2.2. Tahapan Analisa dan Interpretasi data
Tahapan analisis data meliputi :
a. Interpretasi Litologi
Data yang digunakan dalam interpretasi litologi meliputi data log untuk
melakukan evaluasi data log yang dihasilkan dari logging pada waktu
pemboran. Hasil logging direkam pada suatu log dasar yang disebut
completion log. Data-data dari hasil completion log di evaluasi dan dianalisa,
dimana pada tahap awal menentukan top lapisan yang akan dievaluasi yang
dilanjutkan dengan melakukan korelasi pada sumur-sumur lainnya
b. Interpretasi Seismik
Data seismik merupakan data yang mendukung interpretasi sehingga
diperlukan dalam pengolahan lebih lanjut.
Picking Horison
Picking Horison ini akan menghasilkan struktur lapisan yang dapat
digunakan dalam menginterpretasi fase pembentukan, struktur, dan
pola penyebaran lapisan.
c. Korelasi Sumur
Korelasi yang dilakukan meliputi dua, yaitu korelasi stratigrafi yang dibuat
berdasarkan pada salah satu komponen sikuen stratigrafi yang hadir di semua
sumur daerah telitian. Korelasi yang kedua adalah korelasi struktur yang
dibuat berdasarkan pada TVDSS (True Vertical Depth Sub Sea), dimana
datum yang digunakan adalah kedalaman yang sama pada setiap sumur
berdasarkan pembacaan dari kolom TVDSS pada data log. Pada korelasi
sikuen stratigrafi merupakan korelasi unit-unit stratigrafi berdasarkan
kesamaan aspek waktu pengendapan (isochore). Sedangkan untuk korelasi
struktur merupakan penghubungan lapisan atau endapan yang didasarkan
pada datum TVDSS yang diambil, yang akan memberikan informasi keadaan
geologi bawah permukaan yang ada pada saat sekarang (recent).
d. Pemetaan Bawah Permukaan
Dari interpretasi dan analisis log maupun seismik, akan dilihat penyebaran
maupun pelamparan lapisan yang digambarkan pada peta bawah permukaan.
Tahapan selanjutnya adalah tabulasi data pembuatan peta, meliputi peta
kontur top struktur, peta kontur time struktur, peta gross sand (ketebalan
kotor).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
batuan
sedimen Tersier, baik sebagai batuan induk maupun sebagai batuan reservoar. Sistem
patahan blok terbentuk selama orogenesa Kapur Tengah hingga awal Paleosen dan
diperkirakan mengontrol struktur Tersier di Cekungan Jawa Barat Utara. Adanya
perbedaan pergerakan blok-blok selama masa pengendapan membentuk ketebalan
sedimen yang berbeda-beda. Umumnya patahan-patahan memotong sedimensedimen akhir Miosen(Gambar 3.1).
10
11
Cekungan Jawa Barat Utara sangat dipengaruhi oleh adanya sesar bongkah
berarah kurang lebih utara selatan yang sangat berperan sebagai pembentuk arah
cekungan dan pola sedimentasi.
Penurunan daerah cekungan terus berlangsung dengan lautan yang menutupi
seluruh daerah lereng cekungan sebelah selatan melalui jalur-jalur yang terletak di
antara bongkah-bongkah tektonik yang tinggi posisinya dan yang memisahkan
bagian-bagian cekungan yang lebih kecil. Denudasi dan gerak penurunan
berlangsung terus, genang laut Miosen menutupi seluruh Cekungan Sunda dan
mengendapkan sedimen-sedimen klastik yang halus dari Formasi Cibulakan. Dengan
terisinya bagian-bagian cekungan maka terbentuk suatu permukaan endapan yang
datar dengan pengangkatan-pengangkatan lemah di kawasan pinggir dan
menurunnya permukaan laut yang menghasilkan susut laut secara regional dan
pengendapan sedimen klastik yang berbutir lebih kasar serta batugamping dari
Formasi Parigi. Susut laut ini diakhiri oleh suatu genang laut utama pada bagian
akhir Kala Miosen Tengah, yaitu pada saat diendapkannya batulempung asal laut dan
batupasir dari Formasi Cisubuh. Selama genang laut yang kedua ini telah terjadi
hubungan antar daerah Cekungan Sunda dan daerah Cekungan Sumatra Selatan.
Susut laut yang terakhir berlangsung selama Kala Pleistosen sehingga menyebabkan
kondisi marine sebagaimana yang dijumpai dewasa ini.
Sebagai hasil dari gerak-gerak sinambung jaman Tersier melalui sistem sesar
yang berarah utara-selatan di daerah Cekungan Sunda dan Jawa Barat, maka tingkat
pertumbuhan struktur serta kepadatannya adalah sangat tinggi. Struktur-struktur
umumnya berukuran besar dan luas. Gerak yang terbesar melalui sesar selama
Zaman Tersier berlangsung di Kala Oligosen hingga Miosen Awal, dimana telah
terjadi pergeseran vertikal besar sekurang-kurangnya 120 meter sepanjang batas
timur Cekungan Sunda.
Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak bumi
yang potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di Cekungan Jawa
Barat Utara dimana telah terjadi penemuan-penemuan terutama pada strukturstruktur antiklin. Lapisan-lapisan utama yang berproduksi adalah batupasir dari
Formasi Talang Akar dan Formasi Cibulakan, selain batugamping dari Formasi
Baturaja dan Formasi Parigi yang juga memproduksi minyak dan gas bumi. Suatu hal
12
yang menarik ialah bahwa di kawasan daratan juga telah diproduksi minyak bumi
dari batuan tuffa volkanik dan breksi dari Formasi Jatibarang.
III.3. Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara
Secara tektonik, sejarah Cekungan Jawa Barat Utara tidak terlepas dari
tektonik global Indonesia Bagian Barat dimana tatanan tektoniknya berupa sistem
active margin, antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Sistem ini
dicirikan dengan adanya zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik
(PERTAMINA, 1994). Fase-fase tektonik yang terjadi dalam sejarah geologi
cekungan ini adalah:
Fase I
Pada Zaman Kapur Akhir sampai Tersier Awal, Jawa Barat Utara
dimasukkan dalam cekungan depan busur (fore arc basin) dengan orientasi struktur
dari Ciletuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muria dan Cekungan
Florence Barat. Orientasi ini mengikuti trend Meratus (PERTAMINA, 1994).
Pada awal Tersier, peristiwa tumbukan antara Lempeng Hindia dengan
Lempeng Eurasia mengaktifkan sesar mendatar menganan utama keratin Sunda.
Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia
bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart basin.
Pada Zaman Paleogen (Eosen - Oligosen) periode paleogen dikenal sebagai
paleogen Extensional Rifting . Tektonik ekstensi ini membentuk sesar-sesar bongkah
(half graben system) sebagai fase pertama rifting (Rifting I; early fill phase)
terbentuk selama fragmentasi dan pergerakan dari kraton sunda. Cekungan yang kaya
akan material volkanik terkonsentrasi sepanjang jalur Sub Cekungan Jatibarang, Sub
Cekungan Cipunegara, Sub Cekungan Ciputat, bagian selatan dan Sub Cekungan
Arjuna. dan endapan lakustrin juga endapan vulkanik dari Formasi Jatibarang
menutup rendahan-rendahan yang ada, disusul oleh pengendapan Formasi Talang
Akar pada zona transisi dan Formasi Baturaja pada lingkungan karbonat. Pola sesar
umum berupa sesar normal yang diakibatkan oleh perkembangan (refting I;early fill
phase)berarah Utara Selatan dikenal sebagai pola Sesar Sunda.
13
Fase II
Pada Awal Neogen (Oligo - Miosen) dan dikenal sebagai Neogen
Compressional Wrencing, ditandai dengan pembentukan sesar-sesar akibat gaya
kompresif dari tumbukan Lempeng Hindia. Sebagian besar pergeseran sesar
merupakan reaktifasi dari sesar normal yang terbentuk pada periode paleogen.
Jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Jawa. Jalur vulkanik periode
Miosen Awal pada waktu sekarang ini terletak di lepas Pantai Selatan Jawa. Deretan
gunungapi ini menghasilkan endapan gunungapi bawah laut yang sekarang Jalur ini
dikenal sebagai old andesitic belt yang tersebar di sepanjang bagian selatan Pulau
Jawa. Pola tektonik ini dikenal sebagai pola tektonik Jawa yang merubah pola
tektonik sebelumnya menjadi berarah Barat-Timur, hasilnya adalah sesar naik yang
dimulai dari Selatan (Ciletuh ke Utara). Pola sesar ini sesuai dengan sistem sesar
naik belakang busur thrust fold belt syst (Soejono Martodjojo, 2003). Pada Miosen
Awal mulai diendapkan Formasi Cibulakan Atas di lingkungan laut dangkal dan
disusul dengan pengendapan Formasi Parigi.
Fase III
Merupakan fase akhir dari sejarah tektonik Cekungan Jawa Barat Utara.
Terjadi pada Plio-Plistosen, saat terjadi kompresi kembali dan membentuk
perangkap-perangkap struktur berupa sesar-sesar naik pada jalur selatan Cekungan
Jawa Barat Utara. Sesar-sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan
sesar naik Subang , sedangkan di jalur utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun
pamanukan. Akibat adanya perangkap struktur tersebut terjadi kembali proses
migrasi hidrokarbon. Sedimen yang terbentuk adalah Formasi Cisubuh.
III.4. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara
Stratigrafi umum Jawa Barat bagian utara tersusun berturut-turut dari tua ke
muda adalah sebagai berikut (Pertamina, 1996):
Batuan Dasar
Pada stratigrafi di Cekungan Jawa barat Utara batuan yang paling tua adalah
batuan dasar (basement) yang terdiri dari batuan beku andesitik dan basaltik yang
berumur kapur Tengah-kapur Atas, dan batuan metamorf (marmer dan batu sabak)
14
suatu
permukaan
dengan
sisa
vegetasi
tropis
yang
lapuk
(Koesoemadinata, 1980).
Formasi Jatibarang
Satuan ini merupakan endapan early synrift, terutama dijumpai di bagian
tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Formasi ini berkembang sangat
baik didaerah Jatibarang. Pada bagian barat cekungan ini (daerah TambunRengasdengklok), formasi Jatibarang tidak (sangat tipis) dijumpai. Formasi ini terdiri
dari tuff, breksi, aglomerat dan konglomerat alas. Formasi ini diendapkan pada fasies
fluvial / non marine-marine. Umur formasi ini adalah dari kala Eosen Akhir sampai
Oligosen awal. Pada beberapa tempat di formasi ini ditemukan minyak dan gas pada
rekahan-rekahan tuff ( Budiyani,et all, 1991).
Formasi Talangakar
Pada fase synrift berikutnya diendapkan Formasi Talangakar. Pada awalnya
berfasies Fluvio-deltaic sampai fasies marine. Litologi formasi ini diawali oleh
perselingan sedimen batupasir dengan serpih non marine dan diakhiri oleh
perselingan antara batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies marine. Ketebalan
formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di Tinggian Rengasdengklok
sampai 254 m di tinggian Tambun Tangerang hingga diperkirakan lebih dari 1500
m pada pusat Dalaman Ciputat. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talangakar ini
ditandai juga dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan
berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitamya. Adapun terendapkanya
formasi ini terjadi dari kala Oligosen sampai dengan miosen awal (Arpandi &
Patmosukimo, 1975).
Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi talangakar (Arpandi &
Patmosukimo, 1975). Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping,
baik yang berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef build-up menandai
fase postrift yang secara regional menutupi seluruh sedimen klastik. Formasi
Talangakar di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan batugamping terumbu
15
umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah
dalaman. Formasi ini terbentuk kala Miosen Awal-Miosen Tengah (terutama dari
asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan Formasi ini adalah pada kondisi
laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari cukup ada (terutama dari melimpahnya
foraminifera Spyroclypeus Sp). Pada sub Cekungan Jatibarang diperkirakan Formasi
Baturaja yang tidak berkembang cukup baik. Formasi ini terdiri dari perselingan
antara serpih dengan batupasir dan batugamping. Batugamping pada satuan ini
umumnya merupakan batugamping klastik serta batugamping terumbu yang
berkembang secara setempat-setempat. Batugamping terumbu ini dikenali sebagai
Mid Main Carbonate (MMC).
Formasi Cibulakan
Formasi Cibulakan adalah formasi tertua yang ditembus oleh struktur Subang
dengan ketebalan mencapai 830 m yang diperkirakan berumur Miosen AwalMiosen Tengah. Formasi Cibulakan secara umum terdiri dari batulempung yang
disisipi oleh batupasir dan batugamping. Ketebalan batupasir umumnya tipis
bervariasi dari beberapa sentimeter hingga 1 meter, sedangkan lapisan batugamping
cukup tebal mencapai ketebalan 60 meter. Formasi Cibulakan dibagi menjadi dua
bagian yaitu Formasi Cibulakan bagian bawah yang setara dengan Formasi Talang
Akar serta Baturaja dan Formasi Cibulakan bagian atas yang mengandung
beberapa zona yaitu Z-15, Z-14 dan Z-12. Batupasir dan batugamping pada
formasi Cibulakan di struktur Subang bukan lapisan mengandung
hidrokarbon.
Formasi Parigi
Setelah pengendapan Formasi Cibulakan, fase berikutnya berupa genang
laut (transgresi) dimana diendapkan batugamping Formasi Parigi pada umur
Miosen Akhir-pliosen.
Batugamping
Formasi
Parigi
di Struktur Subang
16
17
18
19
kematangan batuan induk pada puncak gunung Jatibarang atau dasar/puncak dari
Formasi talangakar atau bagian bawah Formasi Baturaja (Noble, et all,1997).
a. Lacustrine Shales (oil prone)
Lacustrine Shales terbentuk pada suatu priode syn rift dan berkembang
dalam dua macam fasies yang kaya material organic. Fasies pertama adalah fasies
yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi
banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan vulkanik
klastik (Noble, et all, 1997). Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk selama akhir
syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen Formasi Talangakar pada
formasi ini batuan induk dicirikan oleh klastika non marin berukuran kasar dan
interbedded antara batupasir dengan lacustrine shales.
b. Fluvio Deltaic Coal & Shales (oil-gas Prone)
Batuan induk ini dihasilkan oleh ekuivalen Formasi Talangakar yang
diendapkan pada post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing sediment yang
terbentuk pada system fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan induk tipe ini
menghasilkan minyak dan gas (Noble, et all.,1997).
c. Marine Lacustrine
Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada cekungan
laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria yang
menyebabkan degradasi material organic pada lingkungan laut.
2. Batuan Reservoir
Semua formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan sifat
fisik reservoir yang baik, banyak lapangan, mempunyai daerah timbunan cadangan
yang berlipat. Cadangan terbesar mengandung batupasir main atau massive dari
Formasi Talangakar. Minyak di produksi dari rekahan volkanoklastic dari Formasi
Jatibarang. Pada daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas yang
baik kemungkinan menghasilkan akumulasi endapan yang agak besar. Timbunan
pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasi
dari clinoforms yang menunjukan adanya progradasi. Pemasukan sedimen ini
disebabkan oleh perpaduan ketidak stabilan tektonik yang merupakan akibat dari
subsidence yang terus menerus pada daerah foreland dari Lempeng Sunda
21
(Hamilton, 1979 dalam Hapsari, 2004). Pertambahan yang cepat dalam sedimen
klastik dan laju subsidence pada Miosen Awal diinterpretasikan sebagai akibat dari
perhentian deposisi batugamping Baturaja. Anggota main dan massive menjadi dasar
dari sequence transgressive marine yang sangat lambat, kecuali yang berdekatan
dengan dengan akhir dari deposisi Anggota Main. Ketebalan seluruh seimen
bertambah dari 400feet pada daerah yang berdekatan dengan paleoshoreline menjadi
lebih dari 5000feet pada Sub cekungan Ardjuna (Noble, et all., 1997).
22
(Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertical
dengan waktu periode tektonik aktif dan pergerakan sesar (Noble, et all.1997).
Dengan diketahuinya generasi hidrokarbon yang terjadi pada Miosen atas
maka migrasi diharapkan terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pada saat
hidrokarbon terbentuk, yang oleh tektonik intra Miosen telah tersedia jalur migrasi
dan struktur-struktur perangkapnya sehingga hidrokarbon akan langsung mengisinya.
Tahap migrasi yang kedua adalah yang diakibatkan oleh tektonik plio-pleistosen
yang akan memerangkapkan hidrokarbon pada formasi-formasi berumur pliosen
hingga pleistosen, terbukti pada Formasi parigi dan Cisubuh di struktur Pasirjadi dan
Subang.
24
25
BAB IV
PENYAJIAN DATA
26
ARY - 04
ARY - 01
SKALA
Meter
0
200
400
600
800
Oleh :
RIYANTI DIRYA
111.060.071
ARY - 03
KETERANGAN :
ARY - 03
ARY - 04
ARY - 01
SKALA
Meter
0
200
400
600
800
Oleh :
RIYANTI DIRYA
111.060.071
ARY - 03
KETERANGAN :
ARY - 03
27
TYPELOG ARY 03
28
2. Penampang seismik, data ini digunakan untuk menentukan posisi lapisan pada
seismik, serta untuk mengetahui struktur yang berkembang di daerah telitian.
IV.2. Data Sekunder
1. Peta dasar
Peta lokasi daerah telitian, yang berisi letak lapangan AIRYN di Cekungan Jawa
Barat Utara.
2. Stratigrafi daerah telitian untuk Jawa Barat bagian Utara
Merupakan gambaran stratigrafi daerah telitian dari yang tertua hingga termuda
lengkap dengan sebagai fungsi batuan tersebut dalam petroleum system, umur,
tektonik serta lingkungan pengendapannya dan gambar penampang stratigrafinya
secara vertikal.
3. Paper dari penelitian terdahulu
Diambil bagian bagian tertentu yang dapat menunjang baik dalam pelaksanaan
maupun pada saat pembuatan laporan.
29
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
V.1.
03, ARY 04. Interpretasi litologi bawah permukaan menggunakan informasi yang
saling mendukung misalnya data seismik dan wireline log. Data log yang digunakan
terdiri dari log GR, log SP, log Resistivity, log Neutron dan log Densitas. Peranan log ini
yaitu untuk menentukan litologi dan fluida hidrokarbon yang terkandung dalam
reservoir secara kualitatif, sifat fisik reservoir, maupun geometri reservoir. Sehingga
dapat bermanfaat dalam menentuakan penyebaran lapisan reservoir.
V.1.1. Interpretasi Litologi
Analisa data log akan menghasilkan interpretasi litologi yang akan mewakili
pada masing masing sumur. Untuk interpretasi suatu litologi dapat dilihat dari pola
pola log pada log GR, log SP, log Resistivity, log Neutron, dan log Density. Interpretasi
litologi dilakukan dengan menentukan bentukan pola data wireline log yang mempunyai
karakteristik dan sifat sifat berbeda.
Berdasarkan nilai dari log GR pada sumur sumur ARY maka dapat
diinterpretasikan bahwa litologi penyusun Formasi Baturaja pada sumur ARY secara
umum terdiri dari batugamping dengan perselingan batulempung serta batupasir, sisipan
batubara. Tetapi pada Formasi Baturaja litologi penyusun yang dominan adalah
batugamping.
Interpretasi batupasir berdasarkan pola log dapat dicirikan dengan nilai GR
rendah berkisar antara 30 40 gAPI dan Resistivitas tinggi, kemudian untuk
menentukan adanya kandungan fluida pada pori batupasir dapat dilihat dengan adanya
30
sparasi antara log Neutron dan Density. Nilai log GR tinggi mengakibatkan batulempung
mempunyai radioaktifitas yang tinggi, porositas yang kecil akan mengakibatkan
resistivitas yang rendah dan tidak menunjukan separasi antara log neutron dan log
densitas. Interpretasi batugamping berdasarkan wireline log akan dicirikan dengan harga
kurva GR sangat rendah berkisar antara 15 30 GAPI, resistivitas sangat besar dan
terjadi sparasi positif antara log neutron dan densitas .
Lapisan batugamping mempunyai ciri ciri kemenerusan yang sama dengan
sumur sumur lain, hal ini dikarenakan masih memiliki karakteristik yang sama pada
setiap lapisannya. Pada batugamping ini memiliki pola log GR paling rendah dan
mempunyai kenampakan defleksi yang khas yaitu litologi halus, deflaksi yang
ditunjukan tegas, hal ini menandakan bahwa litologi yang terdapat pada lapisan ini
adalah batugamping.
Litologi yang berkembang pada keempat sumur adalah dominan batugamping
dengan sisipan tipis batulempung, batupasir, batubara, hal ini dapat diindikasikan bahwa
adanya variasi pola log GR, Resistivity, neutron dan densitas. Batugamping tersebut
diperkirakan mempunyai potensi sebagai batuan reservoir.
V.1.1.1.Interpretasi Litologi Sumur ARY 01
Interpretasi lithologi pada sumur ARY 01 dengan menggunakan data wireline
log. Berdasarkan data log, maka pada sumur ARY 01 lithologi penyusunnya berupa
batugamping, batupasir, batulempung serta sisipan tipis batubara.
Interpretasi lithologi batugamping pada sumur ARY 01 yaitu untuk kurva log
SP memperlihatkan defleksi menjauhi shale base line dengan nilainya relative lebih
besar dari batupasir . Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang relative lebih kecil dari
nilai batu pasir berkisar antara 15 30 GAPI. Untuk kurva log resistivitas, batugamping
memiliki nilai yang tinggi di banding batupasir maupun batulempung. Serta pada log
porositas yaitu kurva RHOB corak batugamping ditunjukan dengan deflaksi yang tajam
disbanding dengan batupasir sedangkan untuk kurva log NPHI menunjukan nilai yang
31
relative lebih kecil. Batugamping pada sumur ARY 01 termasuk kedalam batugamping
klastik, dan merupakan litologi yang dominan.
Interpretasi lithologi batulempung berdasarkan pola kurva log SP yang
mendekati shale base line atau tepat pada shale base line atau dengan kata lain nilai
kurva SP untuk batulempung relative tinggi dan nilai hamper sama sehingga dapat
ditarik suatu garis lurus secara vertical yang disebut dengan shale base line. Untuk kurva
GR mempunyai nilai relative besar diatas 60 GAPI, hal ini karena batulempung
memiliki unsur radioaktif yang besar dibanding batupasir dan batugamping. Defleksi
kurva log RHOB mempunyai nilai relative lebih besar sedangkan untuk kurva NPHI
batulempung mempunyai nilai relative lebih kecil. Penyebaran batulempung pada sumur
ARY 01 relative merata mulai dari top Baturaja sampai bottom.
Interpretasi lithologi batupasir berdasarkan pola kurva log SP memiliki nilai
yang relative besar menjauhi shale base line. Untuk kurva log GR mempunyai nilai yang
relative lebih besar dibandingkan batugamping antar 30 60 gAPI. Sedangkan untuk
kurva log RHOB mempunyai nilai besar sedangkan untuk kurva NPHI
batupasir
32
TYPELOG ARY - 01
33
batupasir
34
Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan
jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil
dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir
memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY 02
mempunyai sedikit sisipan batupasir.
35
TYPELOG ARY- 02
36
batupasir
37
Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan
jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil
dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir
memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY 03
mempunyai sedikit sisipan batupasir.
38
TYPELOG ARY - 03
39
batupasir
40
Untuk pembacaan log resistivitas besar kecilnya nilai tergantung dari kandungan
jenis fluidanya, untuk keempat lithologi diatas, batupasir memiliki resistivitas yang kecil
dikarenakan batupasir sangat besar peranannya menyimpan fluida, karena batupasir
memiliki porositas dan permeabilitas yang sangat baik. Pada sumur ARY 04
mempunyai sedikit sisipan batupasir.
41
TYPELOG ARY - 04
42
struktur
dilakukan
bertujuan
untuk
mengetahui
kondisi
dan
merekontruksi geologi cekungan pada saat sekarang. Datum yang digunakan dalam
korelasi struktur adalah datum kedalaman di bawah permukaan air laut atau TVDSS
(True Vertical Depth Sub Sea) yang sama pada tiap tiap sumur. Pada penelitian ini
korelasi struktur dilakukan hanya dengan satu lintasan.
Jalur lintasan korelasi ini memiliki arah relative Utara Selatan dan melewati 4
sumur yang terdiri atas ARY 03, ARY 01, ARY 02, dan ARY 04. Datum yang
digunakan dalam korelasi berada pada kedalaman 1770mdpl. Dari kenampakan korelasi
struktur diketahui kondisi pada Lapangan AIRYN, menbentuk struktur antiklin dengan
puncak ketinggian pada log ARY 04 Hal ini dapat dilihat dari hasil korelasi struktur
pada.
V.1.2.2.Korelasi Stratigrafi
Korelasi stratigrafi dilakukan bertujuan untuk merekonstruksi kondisi geologi
dan mengetahui kondisi paleogeografi cekungan pada masa lampau. Pada korelasi
stratigrafi ini, datum yang digunakan adalah Maxsimum Floodin g Surface (MFS), hal
tersebut dikarenakan Maximum Flooding Surface terdapat pada semua sumur dengan
kedalaman yang dangkal. Pada penelitian ini korelasi stratigrafi dilakukan hanya dengan
satu lintasan.
43
Jalur lintasan memiliki arah relative Selatan - Utara dengan melewati 4 sumur
yang terdiri atas ARY 03, ARY 01, ARY 02, dan ARY 04. Pada korelasi
stratigrafi ini memperlihatkan penebalan lapisan pada sumur ARY 04 dan kearah
selatan semakin tipis yang terdapat pada sumur ARY 03. Dapat dilihat pada hasil
korelasi struktur.
44
45
V.2.
Analisa Seismik
Data seismik yang dipakai sebagai pengontrol data log sehingga dapat dipakai
sebagai pendukung interpretasi data log. Data seismic menunjukan sebaran struktur
terdapat pada daerah telitian. Dari beberapa line seismic didapat peta struktur waktu.
V.2.1. Pengikatan data Seismik Dengan Data Sumur (well Seismik Tie)
Dalam memadukan data sumur dan data seismik, mutlak harus dilakukan proses
pengikatan terlebih dahulu antara data sumur (data log) dengan data seismic. Hal ini
dilakukan agar frekuaensi yang dipergunakan dalam melakukan interpretasi dan analisa
suatu horizon bisa sama atau benar antara suatu horizon pada data sumur dan horizon
pada suatu horizon seismik.
Untuk melakukan pengikatan tersebut dibuat synthetic seismogram (Gambar
5.7). Dimana synthetic seismogram
sumur yaitu log RHOB (densitas), log DT (keceptan), dan log GR dengan data yang
berasal dari seismic seperti besarnya gelombang yang dipakai dan waktu rambat
gelombang sekali berjalan (one way time) yang di dapat dari data TWT (two way time)
dibagi dua. Kemudian data data tersebut diproses sehingga mendapatkan seismogrsm
sintetik yang sesuai (Gambar 5.7).
Langkah langkah dalam pembuatan synthetic seismogram :
1. Data korelasi sumur yang dijadikan acuan. Data yang paling dipercaya adalah
data sumur.
2. Kurva kedalaman dan waktu (Time Depth Curve)
Log sonic menghasilkan data checkshot berupa kecepatan diukur dalam lubang
bor dengan sumber gelombang dipermukaan. Mendapatkan time depth curve
juga kalibrasi antara data kecepatan dan log sonic.
3. Data log densitas (RHOB) dikalikan terhadap data log sonic (DT)yang
merupakan interval velocity yang menunjukan cepat rambat gelombang suara
46
47
jadi akan sangat sulit menentukan kedalamannya masih dalam waktu, jadi akan sangat
sulit kedalaman yang pasti. Dimana hasil picking tersebut nantinya digunakan untuk
menentukan arah kemenerusan lapisan dari penampang seismic dan untuk pembuatan
peta selanjutnya. Penentuan horizon prospek tersebut didasarkan pada interpretasi data
log.
Struktur geologi seperti sesar dapat diidentifikasi pada penampang seismic
melalui kenampakan diskontinuitas horizon atau meloncatnya kelangsungan refleksi
horizon secara tiba tiba, perubahan kemiringan horizon seismic secara tiba tiba,
penebalan atau penipisan diantara dua horizon, rusaknya data di daerah (zona) yang
tersesarkan.
Gambar 5.8. Identifikasi Formasi Batu Raja Berdasarkan seismic ILN 1123 Lapangan AIRYN
48
V.3.
49
50
BAB VI
KESIMPULAN
data
seismic
yang
dikontrol
dengan
data
log
mekanik
dapat
52
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Revisi Edisi ke 8,
Schlumberger Oilfield Services, Jakarta, Indonesia.
Koesoemadinata. R.P., 1980, Geologi MInyak dan Gas Bumi, Edisi kedua. Jilid 1 dan
2, Penerbit ITB Bandung.
Rohaeni., 2005, Laporan Kerja Praktek di Pertamina EP Region Jawa, Jurusan Teknik
Geologi, UPN Veteran Yogyakarta.
Sudarmono, Yan, 2002, Interpretasi Data Log Open Hole, PT Elnusa Geosains. Jakarta.
Sukmono, Sigit., 1999, Intrpretasi Seismik Refleksi, Jurusan Teknik Geofisika, ITB,
Bandung
Widada, S., 2000, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Jurusan Teknologi UPN Veteran
Yogyakarta.
53