Anda di halaman 1dari 6

A.

Preformulasi
Preformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan
farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat
mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.
Preformulasi penting bagi formulator untuk mendapatkan profil fisika-kimia
yang lengkap dari bahan-bahan aktif yang tersedia sebelum memulai suatu
aktifitas perkembangan formula seluruh informasi ini diketahui sebagai
preformulasi (Lieberman, 1990).
Tujuan dari preformulasi, yaitu:
1. Untuk menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau
definisi sifat-sifat fisika dan kimia yang dianggap penting dalam menyusun
formulasi sediaaan yang stabil, efektif, dan aman.
2. Untuk membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai untuk membuat
suatu rencana bentuk sediaan.
Data preformulasi akan sangat membantu dalam memberikan arah yang lebih
sesuai untuk membuat suatu rencana bentuk sediaan.
1. Data minimal yang harus ada dalam preformulasi adalah:
a) Struktur kimia dan karakteristik,
b) Bobot molekul,
c) Metode Analitik,
d) Ruahan (kompresibilitas, observasi mikroskopik),
e) Informasi terapeutik (dosis, bentuk sediaan yang dibutuhkan,
ketersediaan hayati, produk kompetitor)
f) Bahaya potensial
g) Toksikologi.
2. Data pelengkap dalam preformulasi antara lain:
a) Kompatibilitas interaksi: obat-eksipien.
b) Studi pendahuluan in vivo pada hewan, antara lain:
Absorpsi obat,
Metabolisme,
Ikatan protein,
Distribusi,
Eliminasi.
Proses formulasi sediaan obat harus diawali dengan suatu tahap preformulasi
yang merupakan suatu tahapan yang menentukan keberhasilan suatu sediaan obat
dalam memberikan efek terapi sesuai yang diharap-kan oleh formulator.

Karakteristik sifat fisikokimia bahan obat perlu diidentifikasi pada tahap


preformulasi. Karakteristik sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan
antara lain
1. Stabilitas kimia
Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang
dimilikinya pada saat dibuat. Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas
produk farmasi, seperti stabilitas dari bahan aktif, interaksi antara bahan
aktif dan bahan tambahan, proses pembuatan, proses pengemasan, dan
kondisi lingkungan selama pengangkutan, penyimpanan, dan penanganan,
dan jangka waktu produk antara pembuatan hingga pemakaian. Stabilitas
kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahanakan
integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam
batas waktu yang ditentukan. Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai
karena beberapa faktor diantaranya ialah oksigen (oksidasi), air (hidrolisa),
suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida (turunnya pH larutan),
sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi, faktor luar juga
mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban udara dan
cahaya.
2. Kelarutan/solubilitas
Faktor kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia penting untuk
diperhatikan dalam memformulasi-kan bahan obat menjadi sediaan,
terutama jika sediaan itu dibuat dalam bentuk larutan (Banker and Rhodes,
2002). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam
suatu pelarut pada kesetimbangan. Kelarutan suatu senyawa bergantung
pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi
pula oleh faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang
lebih kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut (Martin dkk, 1993).

Dalam formulasi sediaan-sediaan farmasi, data kelarutan suatu zat dalam air
sangat penting untuk diketahui , karena sediaan cair atau likuida seperti
sirup, eliksir, obat tetes mata, injeksi, dan lain-lain dibuat dengan
menggunakan pembawa air. Bahkan untuk sediaan solida seperti tablet atau
kapsul, data kelarutan sangat penting untuk memperhitungkan kemampuan
atau kecepatan absorbsi dalam saluran cerna.
Zat aktif yang digunakan dalam sediaan farmasi pada umumnya
bersifat asam dan basa lemah. Kelarutan suatu zat asam atau basalemah
sangat dipengaruhi pH. Untuk menjamin suatu larutan homogen yang jernih
dan keefektifan terapi maksimumnya, maka pembuatan sediaan farmasi
harus disesuaikan dengan pH optimumnya. Kelarutan asam-asam lemah
akan meningkat dengan meningkatnya pH larutan, karena berbentuk garam
yang mudah larut. Sedangkan kelarutan basa-basa lemah akan brtambah
dengan menurunnya pH larutan.
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses
melarutnya melalui penyerpan panas/kalor (reaksi endotermik), dan akan
menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran
panas/kalor (reaksi eksotermik). Kelarutan zat padat dalam larutan ideal
tergantung pada suhu larutan, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar
zat tersebut.
3. Kecepatan disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuksediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat
penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, alat yang digunakan
untuk menentukan kecepatam disolusi suatu obat (uji disolusi) ada dua
yaitu; alat uji disolusi tipe keranjang (basket) dan alat uji disolusi tipe
dayung (paddle). Adapun faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi
adalah
a. sifat fisik kimia obat meliputi, kelarutan, bentuk kristal, dan ukuran
partikel dimana semakin kecil ukuran partikel zat maka luas

permukaan efektif semakin besar sehingga kecepatan disolusi


meningkat dan
b. faktor formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan
pembantu dan pengolahan (processing).
Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan
pelepasan zat aktif yang terkandung di dalamnya. Bahan tambahan yang
digunakan pada sediaan obat juga dapat mempengaruhi kinetika pelarutan
obat, yaitu mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat
melarut dengan bahan obat atau bereaksi secara langsung dengan bahan
obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti
magnesium stearat, dapat meningkatkan tegangan antarmuka obat dengan
medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk
kompleks dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat
yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini
menyebabkan

jumlah

obat

terdisolusi

menjadi

lebih

sedikit

dan

mempengaruhi jumlah obat yang dapat diabsorpsi (Martin et al, 1990).


4. Koefisien partisi dan Konstanta disosiasi
Koefisien partisi merupakan ukuran lipofilisitas dari suatu senyawa.
Diukur dengan menetapkan konsentrasi kesetimbangan suatu obat dalam
suatu fasa air (biasanya air) dan suatu fasa minyak (biasanya oktanol atau
chloroform)

yang

satu

dengan

lainnya

berkontak

pada

suhu

konstan. Kebanyakan obat yang larut lemak akan lewat dengan proses difusi
pasif sedangkan yang tidak larut lemak akan melewati pembatas lemak
dengan transport aktif. Karena hal ini maka perlu mengetahui koefisien
partisi dari suatu obat. Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu
pula diketahui konstanta disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau
ion. konstanta disosiasi merupakan parameter absorbsi obat yang diperlukan
untuk penelitian stabilitas dan solubiltas obat dalam larutan.
5. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme.
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan
yang berbeda juga.Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau
bentuk amorf dari zat obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya

menunjukkan sifat fisika kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan
kelarutan. Bentuk polimorfisme ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga
dari senua senyawa-senyawa organik.
6. Ukuran partikel
Ukuran partikel tidak hanya mempengaruhi luas permukaan suatu
sediaan obat, yang secara langsung mempengaruhi cepat atau lambatnya
absorbsi obat dan membantu daya larut suatu bahan obat tapi juga dapat
mempengaruhi aktivitas biologik dan efek terapinya. Ukuran partikel bahan
obat padat mempunyai peranan penting dalam farmasi, sebab ukuran
partikel mempunyai peranan besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga
terhadap efek fisiologisnya. Distribusi ukuran partikel dapat mempengaruhi
sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat, seperti laju disolusi obat,
ketersediaan hayati, keseragaman bobot, tekstur warna dan stabilitas.

DAFTAR PUSTAKA
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL.

1994. Teori dan Praktek Farmasi

Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta:
UI Press.
Banker, G.S., and Rhodes, C.T., 2002, Modern Pharmaceutics, 4th Ed., Revised
and Expanded, Marcel Dekker, Inc., New York, 174
Lieberman, H. A., et al. 1990. Pharmaceutical Dosage Form: Tablets Volume 1. Marcell Dekker
: New York
Martin, et al. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: DEPKES RI.

Anda mungkin juga menyukai