Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:
Rozan Fikri

(1002005133)

Pembimbing:
dr. Kadek Fajar Marta, M.Biomed, Sp. OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/ SMF OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dan laporan
kasus yang berjudul Abortus Inkomplit tepat pada waktunya. Penulisan tugas
ini merupakan salah satu prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya
di Bagian/SMF Obstetrik dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari
awal hingga akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1) dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, Sp.OG (K) selaku Ketua Bagian/SMF
Obstetrik dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar
2) dr. I Gede Ngurah Hary Wijaya Surya, Sp.OG selaku Koordinator Pendidikan
Bagian/SMF Obstetrik dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar
3) dr. Kadek Fajar Marta M.Biomed, Sp.OG selaku pembimbing dalam
penulisan tugas ini
4) Semua staf Bagian/SMF Obstetrik dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar
5) Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka dan laporan kasus ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik membangun, sangat penulis
harapkan demi perbaikan tugas serupa di waktu berikutnya. Semoga tugas ini juga
dapat memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 18 September 2015

Penulis
ii

DAFTAR ISI
Judul .................................................................................................................................
i
Kata Pengantar .................................................................................................................
ii
Daftar Isi ...........................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan ..........................................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka...................................................................................................3
2.1 Definisi ...................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi ..........................................................................................................3
2.3 Etiologi....................................................................................................................4
2.4 Patogenesis .............................................................................................................9
2.5 Gambaran Klinis.....................................................................................................10
2.6 Diagnosis.................................................................................................................10
2.7 Diagnosis Banding..................................................................................................13
2.8 Penatalaksaan .........................................................................................................16
2.9 Prognosis.................................................................................................................20
2.10 Komplikasi ...........................................................................................................20
BAB III Laporan Kasus ...................................................................................................21
BAB IV Pembahasan........................................................................................................26
BAB V Ringkasan............................................................................................................29
Daftar Pustaka

iii

BAB I
PENDAHULUAN
Abortus merupakan suatu keadaan yang menunjukkan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan, yaitu sebelum janin mencapai
berat 500 gram atau

umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Berdasarkan

mekanisme terjadinya, istilah abortus dibedakan menjadi abortus spontan dan abortus
buatan. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus
buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus
terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens
(inevitable abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan
abortus habitualis (recurrent abortion), abortus servikalis, abortus infeksiosus, dan
abortus septik.1,2 Fenomena yang terjadi terkait reproduksi manusia yang tidak
efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian
keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan. 2,4 Namun angka kejadian
abortus sangat tergantung kapada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya
lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada pada
wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada
wanita berusia 20 tahun adalah 14%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 55%. 4
Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2 Penelitianpenelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian abortus sangat tinggi.
Sebuah penelitian pada tahun 1993 memperkirakan total kejadian abortus di
Indonesia berkisar antara 750.000. dan dapat mencapai 1 juta per tahun dengan rasio
18 abortus per 100 konsepsi. Angka tersebut mencakup abortus spontan maupun
buatan.
Abortus inkomplit sendiri yang akan dibahas lebih lanjut dalam paper ini
merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi
1

dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Yang per definisi mempunyai
arti sebagai pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Insiden abortus inkompit sendiri
belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60 % dari
wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit
akibat perdarahan yang terjadi2,3,4.
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan
ibu karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya
syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami
guncangan psikis. tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada
keluarga yang sangat menginginkan anak. Oleh karena hal itulah, mengenal lebih
dekat tentang abortus inkomplit menjadi penting bagi para pelayan kesehatan agar
mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai
dan akurat, serta mencegah komplikasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram dengan sebagian jaringan
hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan
salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus
provokatus kriminalis ataupun medisinalis.1
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sulit untuk diketahui secara pasti karena banyak kasus yang
tidak dilaporkan. Selain itu angka kejadian abortus bervariasi menurut ketekunan
dalam identifikasi kasus. Di Indonesia proporsi kejadian abortus spontan sebesar
17,75%. Angka terbesar terjadi di Riau yakni 35,96% dan angka terendah di papua
yakni 7,72%. Diperkirakan total kejadian abortus spontan di Indonesia mencapai 2,3
Juta per tahun. Diperkirakan terjadi 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan usia
reproduksi (15-49 tahun) di Indonesia.3,4
Lebih dari 80% aborsi spontan terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Lima puluh persen kejadian abortus pada trimester pertama diakibatkan oleh
abnormalitas kromosom, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua
dan 5-10% pada trimester ketiga. Terdapat pula perbedaan antara jumlah janin lakilaki dan perempuan pada abortus awal, dimana ratio laki-laki : perempuan 1:5.5
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20
tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada wanita
diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari
12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi
3

umur 3 bulan.3,6,7
Angka kejadian abortus inkomplit tidak diketahui secara pasti. Kejadian
abortus berkisar antara 15-20% dari semua kehamilan dengan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit.
Data dari Afrika Selatan menunjukan bahwa 44.686 perempuan dirawat di rumah
sakit pemerintah dengan abortus inkomplit setiap tahunnya. 15% dari semua pasien
tersebut datang dengan morbiditas berat sementara 19% datang dengan morbiditas
sedang.8
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak
jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang terjadi
secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada
kehamilan beberapa bulan berikutnya, terkadang janin masih hidup dalam uterus
sebelum ekspulsi. Terjadinya abortus secara spontan dapat dipengaruhi oleh berbagai
etiologi yang saling terkait. Secara umum, etiologi terjadinya abortus spontan dapat
dibagi menjadi tiga yakni janin, maternal, dan paternal.5
2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abortus spontan sering disebabkan oleh adanya abnormalitas dari perkembangan
zigot, embrio, fetus atau plasenta. Abnormalitas kromosom bertanggung jawab
terhadap 50-60% embrio yang gugur. Angka ini menurun seiring kemajuan dari umur
persalinan. Sembilan puluh lima persen dari abnormalitas kromosom disebabkan oleh
kesalahan gametogenesis maternal sementara 5% disebabkan oleh kesalahan paternal.
Autosomal trisomi, monosomi X (45,X), dan autosomal trisomi merupakan kelainan
kromosom yang paling sering ditemui pada abortus.5 Sebuah penelitian meta-analisis
menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi
autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti
oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%).9

Gambar 1. Kromosom trisomi9


2.3.2 Faktor Maternal
Faktor maternal pada kejadian abortus sering dikaitkan dengan abortus yang terjadi
pada zigot euploidi. Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan
13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus
dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Penyebab dari abortus
euploidi tidak dipahami secara penuh, namun beberapa penyakit medis, kondisi
kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus
euploidi.5
a. Infeksi
Beberapa organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria
gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus Herpes Simplex, Cytomegalovirus
listeria monocytogenes, dan Toxoplasma dicurigai berperan sebagai penyebab
abortus. Isolasi yang dilakukan pada Mycoplasma hominis dan Ureaplasma
urealyticun dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme
tersebut, diketahui bahwa Ureaplasma urealyticum merupakan penyebab utama.5

b. Penyakit Kronis yang Melemahkan


Abortus pada masa awal kehamilan jarang disebabkan oleh penyakit kronis yang
melemahkan imunitas ibu seperti tuberculosis atau karsinomatosis. Salah satu
penyakit yang diasosiasikan dengan abortus spontan adalah celiac sprue. Terdapat
asosiasi yang kuat antara abortus dan abortus berulang dengan antibodi antigliadin
dari penyakit celiac karena bersifat toksik terhadap trophoblast. 10
Abortus jarang disebabkan karena seorang ibu mengalami hipertensi, namun
hipertensi dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur. Diabetes yang
tidak terkendali sering dihubungkan dengan peningkatan kejadian abortus spontan.
Peningkatan kejadian dikaitkan dengan abnormalitas struktur pada fetus. Namun pada
wanita dengan diabetes yang terkendali, diabetes jarang menjadi penyebab abortus.5,10
c. Pengaruh Endokrin
Peningkatan kejadian abortus dapat dikaitkan dengan kondisi hipotiroidisme, diabetes
mellitus, dan defisiensi progesteron. Hipotiroidisme sering disebakan oleh adanya
antibodi antitiroid. Kejadian abortus spontan terjadi 2 kali lipat lebih seing pada
perempuan dengan antibodi tiroid yang terdeteksi 17% dibandingkan dengan
perempuan tanpa antibodi tiroid. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula
dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan
kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil
konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa abortus spontan. 5,10
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinannya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea
serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi
nutrien yang ditimbulkan akibat hyperemesis gravidarum jarang diikuti dengan
abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang
6

penting untuk mengurangi abortus spontan.5


e. Obat-obatan dan Toksin Lingkungan
Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Rokok, alkohol, kafein, dan radiasi merupakan salah satu penyebab utama
peningkatan resiko abortus pada ibu hamil. Kline dalam penelitianya menemukan
bahwa wanita yang merokok lebih dari 14 batang setiap harinya memiliki resiko
abortus 1,7 kali lebih besar dari kelompok kontrol. Wanita yang meminum alkohol
paling tidak dua kali dalam seminggu memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk
mengalami abortus dibandingkan wanita yang tidak mengkonsumsi alkohol.10
f. Faktor-Faktor Immunologis
Abortus diperkirakan terjadi akibat gagalnya sebuah proses supresi sistem imun.
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan
yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti cardiolipin
(ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta destruksi
plasenta. 10
g. Gamet yang Menua
Angka insiden abortus spontan juga dipengaruhi oleh umur sperma dan ovum.
Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi
empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh, karena
itu disimpulkan bahwa garnet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita
sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa
percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.6,9
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus.
Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul,
maka kemungkinan terjadinya abortus semakin besar.7
7

i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional


Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau
kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan
kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan
kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan
oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep
abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.6,9
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan uterus kongenital dan kelainan uterus
yang didapat. Paparan diethylstilbestrol (DES) pada janin dapat mengakibatkan
abnormalitas pembentukan duktus mllerian. Kavitas endometrium pada wanita yang
terpapar DES memiliki luas permukaan yang lebih kecil dari pada wanita normal. Hal
ini diperkirakan dapat menjadi penyebab dari peningkatan kasus abortus spontan pada
perempuan yang terpapar DES.10
Insiden abnormalitas perkembangan uterus berkisar antara 1:200 hingga 1:600
wanita. Secara umum, 25 % wanita dengan abnormalitas uterus memiliki masalah
reproduksi. Kelainan kongenital yang paling sering diasosiasikan dengan abortus
adalah uterus bikornu dan septae uteri. Menurut studi yang dilakukan oleh Acien
(1996), dari 170 pasien hamil dengan malformasi uterus hanya 18,8% yang mampu
bertahan hingga melahirkan cukup bulan, sementara 36,5 % mengalami persalinan
abnormal.1,10
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada
trimester kedua. Inkompetensi serviks merupakan dilatasi asimptomatik dari ostium
servikalis internus. Keadaan ini akan mengakibatkan dilatasi kanalis serviks selama
trimester kedua persalinan. Tidak adanya bantalan yang menunjang fetus akan
mengakibatkan terjadinya ruptur dan prolaps, yang sering diikuti dengan ekspulsi
8

fetus dan plasenta. 5


2.3.3 Faktor Paternal
Peranan faktor paternal tidak banyak diketahui dalam proses timbulnya abortus
spontan. Adanya kelainan kromososomal pada sperma seperti terjadinya translokasi
abnormal kromosom pada sperma dapat menimbulkan zigot yang mendapat bahan
kromosom yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga dapat mengakibatkan
abortus.5
2.4 Patogenesis
Abortus inkomplit dapat terjadi secara spontan, maupun sebagai komplikasi dari
abortus provokatus, atau dari abortus imminens yang tidak ditangani dengan baik.
Proses terjadinya abortus berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang
kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami
perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari
tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan
benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum untuk berkontraksi. Rangsangan
yang terjadi semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras
isi rahim keluar. 1,5,10
Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu
pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh karena
villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada
kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena villi
koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada
bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah abortus inkomplit. yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa abortus yang tertahan
didalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan pengeluaran darah yang
9

lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap.1,5,10
2.5 Gambaran Klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama pada pasien dengan abortus inkomplit
adalah perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada
perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Perdarahan dapat berjumlah
banyak atau sedikit tergantung dari jaringan fetus/plasenta yang tersisa pada janin.
Perdarahan yang masif pada pasien akan menyebabkan pasien jatuh dalam kondisi
syok hipovolemi. Pasien abortus inkomplit datang dengan riwayat telat haid serta
hilangnya tanda-tanda kehamilan. Pada pemeriksaan fisik anogenital didapatkan
adanya perdarahan pada vagina yang dapat disertai dengan keluarnya jaringan. Pada
pemeriksaan tinggi fundus didapatkan tinggi fundus lebih rendah dari usia kehamilan.
Nyeri tekan dapat ditemukan pada daerah supra pubik. Pada pemeriksaan dalam
(vaginal toucher) dapat ditemukan porsio terbuka, perdarahan, dan ditemukannya sisa
jaringan.5,10
2.6 Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
a.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya


adalah sebagai berikut.10,11
Riwayat menstruasi: pada pasien perlu ditanyakan hari pertama haid terakhir,
periode menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, dan keteraturan menstruasi.
Hal ini penting untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan dari
periode menstruasi normal yang mungkin mencerminkan adanya pendarahan
yang berasal dari implantasi dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal.
Tanggal terjadinya konsepsi (jika diketahui).

10

Obat-obatan yang digunakan sejak HPHT: alkohol, tembakau kafein dan


obat-obatan yang lain.
Masalah kesehatan: diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan
autoimun.
Riwayat operasi: terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa.
Riwayat obstetri: jumlah kelahiran aterm dan preterm, jumlah terjadinya
abortus baik yang spontan maupun yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan
jumlah komplikasi yang berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi
uterus).
Riwayat ginekologi: termasuk tes pap smear abnormal, STD dan kontrasepsi.
Pasien dengan abortus spontan inkomplit biasanya akan mengeluarkan flekflek atau mengalami perdarahan pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri
perut bagian bawah yang ringan hingga hebat. Pasien juga dapat mengeluh
mengeluarkan darah yang bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging.
Menghitung jumlah pendarahan sangat penting (jumlah pembalut atau tampon) untuk
melihat pendarahan apakah meningkat atau memburuk. Pendarahan dari abortus
inkomplit bergantung pada jaringan sisa namun umumnya berat. Adanya bekuan
darah atau jaringan mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui
perkembangan dari abortus spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram seharusnya
dicatat termasuk lokasi, beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala lain seperti demam
ataupun menggigil adalah lebih khas terhadap abortus septik.10,11
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan abortus inkomplit, sebelum melakukan pemeriksaan fisik
menyeluruh perlu diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda kegawatan seperti syok.
Perhatikan tanda-tanda vital pasien. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan
suatu tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Adapun
beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan pada abortus inkomplit adalah sebagai
berikut:10,11,12

11

Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak, tanda


peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya pendarahan intraperitoneal.
Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur
kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri yang
sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak.
Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai dengan
keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa juga
mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam vagina. Bimanual
palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum
memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Pastikan
intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-bagian daging.
Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan
jenis tindakan yang sesuai3.
Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan teraba
jaringan di dalamnya. Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan
adanya kehamilan ektopik. Pastikan adanya pembukaan serviks, jika ada
pembukaan mencerminkan suatu abortus insipiens atau abortus inkomplit. Jika
tertutup merupakan suatu abortus imminens.
Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan adneksa
ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus dilakukan
dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan
ektopik ataupun kista ovarium.
Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau serviks, perlu dibuat preparat
basah dan kultur serviks untuk organisme gonorrhea dan clamydia.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium
berupa darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi, tanda anemia,
Pemeriksaan PP test perlu dilakukan untuk memastikan tanda kehamilan.
Pemeriksaan radiologi berupa USG penting dilakukan untuk menunjukkan ada
12

tidaknya sisa jaringan dalam uterus.2,10


Tiap jenis abortus menunjukan gambaran radiologi yang berbeda. Abortus
imminens akan menunjukan gambaran gestasional sac yang normal dan embrio yang
viable. Pada abortus inkomplit gestasional sac akan terlihat kempes dan ireguler,
terdapat materi echogenic yang menunjukan sisa plasenta pada kavitas uteri.
Sementara pada abortus komplit, endometrium terlihat berdekatan dengan tidak
terlihat adanya produk konsepsi.9
2.7 Diagnosis Banding
Abortus inkomplit dapat didiagnosis banding dengan abortus iminens, abortus
insipien, abortus komplit, missed abortion, mola hidatidosa, blighted ovum, dan
kehamilan ektopik terganggu.13
Diagnosis
Banding
Abortus
inkomplit

Gejala
- Perdarahan
banyak/sedang dari

- TFU kurang dari

Penunjang
- Tes kehamilan

umur kehamilan
- Dilatasi serviks (+)

kehamilan sebelum

- Teraba jaringan

urin masih
positif
- USG: terdapat

dari cavum uteri

sisa hasil

- Nyeri perut ringan

atau masih

konsepsi (+)

- Keluar jaringan

menonjol pada

sebagian (+)

Iminens

Pemeriksaan

uterus pada
20 minggu

Abortus

Pemeriksaan Fisik

- Perdarahan dari
uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu berupa
flek-flek

osteum uteri
eksternum
- TFU sesuai dengan - Tes kehamilan
umur kehamilan
- Dilatasi serviks (-)

urin masih
positif
- USG:gestasion
al sac (+), fetal

- Nyeri perut ringan

plate (+), fetal

- Keluar jaringan (-)

movement (+),

13

fetal heart
movement (+)
Abortus

- Perdarahan banyak

insipient

dari uterus pada


kehamilan sebelum

- TFU sesuai dengan - Tes kehamilan


umur kehamilan
- Dilatasi serviks (-)

20 minggu

urin masih
positif
- USG:gestasion

- Nyeri perut berat

al sac (+), fetal

- Keluar jaringan (-)

plate (+), fetal


movement (+/-),
fetal heart
movement (+/-)

Abortus

- Perdarahan (-)

- TFU kurang dari

komplit

- Nyeri perut (-)

umur kehamilan

urin masih

- Keluar jaringan

- Dilatasi serviks (-)

positif bila

sebagian (+)

- Tes kehamilan

terjadi 7-10 hari


setelah abortus
- USG: sisa hasil

Missed

- Perdarahan (-)

- TFU kurang dari

abortion

- Nyeri perut (-)

umur kehamilan

- Biasanya tidak

- Dilatasi serviks (-)

konsepsi (-)
- Tes kehamilan
urin negative
setelah 1

merasakan keluhan

minggu dari

apapun kecuali

terhentinya

merasakan

pertumbuhan

pertumbuhan

kehamilan

kehamilannya tidak

- USG:gestasion

seperti yang

al sac (+), fetal

diharapkan. Bila

plate (+), fetal

kehamilannya >14

movement (-),
14

minggu sampai 2o

fetal heart

minggu, penderita

movement (-)

merasakan
rahimnya
mengecil, tandatanda kehamilan
sekunder pada
payudara mulai
Mola
Hidatidosa

menghilang.
- Tanda kehamilan
(+)
- Terdapat banyak

- TFU lebih dari


umur kehamilan
- Terdapat banyak

urin masih
positif (Kadar

atau sedikit

atau sedikit

HCG lebih dari

gelembung mola

gelembung mola

100.000

- Perdarahan

- DJJ (-)

banyak/sedikit

pola badai salju

ringan
- Mual muntah (+)
- Perdarahan berupa
flek-flek
- Nyeri perut ringan

mIU/mL
- USG:adanya

- Nyeri perut (+)

Blighted ovum

- Tes kehamilan

(snow storm)
- TFU kurang dari

- Tes kehamilan

usia kehamilan

urin positif

- OUE menutup

- Tanda kehamilan

- USG:
gestasional sac

(+)

(+), namun
kosong (tidak

Kehamilan

- Nyeri abdomen (+)

terisi janin)
- Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb

ektopik

- Tanda kehamilan

- Tanda-tanda syok

terganggu
(KET)

(+)
- Perdarahan
peraginam (+/-)

rendah, eritrosit

(+/-) : hipotensi,

dapat

pucat, ekstremitas

meningkat,

dingin

leukosit dapat
15

- Tanda-tanda akut

meningkat

abdomen (+): perut - Tes kehamilan


tegang bagian
bawah, nyeri tekan

positif
- USG:

dan nyeri lepas

gestasional sac

dinding abdomen

di luar cavum

- Rasa nyeri pada

uteri

pergerakan servik
- Uterus dapat
teraba agak
membesar dan
teraba benjolan di
samping uterus
yang batasnya
sukar ditentukan
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri
bila diraba
2.8 Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah
ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat terdiri
dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara
kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik
induksi haid, dan laparotomi yang dapat dilakukan dengan histerotomi maupun
histerektomi. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara
lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20%
atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa
16

injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun


per oral, antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan
tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal
terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium
ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila
plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis
ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk
mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang
berakibat fatal4. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahan dilakukan dengan cara.15
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2
mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologis
atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspuisi
hasil konsepsi.
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
17

Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.


Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat untuk
mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan kanula
yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan negatif
dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi
vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik
kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan
hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik
sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur
kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman operator.
Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%. Metode ini
merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan
bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema, vagina
dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan
dengan tenakulum. Uterus disonde dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah
uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks yang
telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm sampai 12 mm). Selanjutnya
kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada
syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil
diputar 360. Bila kavum uteri sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan
terdengar gesekan kanula dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol
penampung jaringan akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital
diawasi selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi
umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1-2 minggu kemudian.15
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti
18

perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada
kehamilan diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi. Panas bukan
merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang
memadai segera dimulai.6
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.
Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada
kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit, metode
ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai ekspuisi spontan
yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol) diperlukan waktu rata-rata
selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekeria
dengan cara mengikat reseptor prigesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron
untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36
- 48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan
kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspuisi jaringan
konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut
yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase
yang memanjang, selama 9hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari. Kontraindikasi
penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal ginjal akut,
kelainan fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi.2
2.9 Prognosis
Abortus inkomplit yang dievakuasi dini tanpa infeksi memberikan prognosis yang
baik terhadap ibu. Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami abortus sebanyak
satu kali, maka kemungkinan untuk mengalami abortus kembali pada kehamilan
selanjutnya adalah sekitar 15%. Sedangkan jika ia pernah mengalami abortus
sebanyak dua atau tiga kali, maka kemungkinannya meningkat, yaitu berturut-turut
sekitar 25% dan 30-45%.1
19

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh abortusnya sendiri maupun akibat dari
tindakan penanganan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan
baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan infeksi akibat retensi sisa
hasil konsepsi yang lama di dalam kavum uteri. Tindakan kuretase pada abortus
inkomplit juga dapat menimbulkan komplikasi antara lain:14
a.

Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntahmuntah, bradikardia, dan cardiac arrest.

b.

Perforasi uterus akibat sonde atau dilatator. Bila perforasi


oleh kanula, segera putuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya
kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Kemudian pasien diberikan antibiotika
dosis tinggi. Biasanya perdarahan akan berhenti segera.

c.

Serviks robek yang disebabkan oleh tenakulum. Bila

d.

perdarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.


Perdarahan karena sisa jaringan konsepsi. Tindakan yang

harus dilakukan adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.


e.
Infeksi juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat
terjadi. Pengobatannya berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap
kuman aerob maupun anaerob.
Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester pertama,
dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada kehamilan diatas trimester
pertama berupa dilatasi dan evakuasi.14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama

: NKS

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 34 tahun

20

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Suku

: Bali

Agama

: Hindu

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: Br Metulis Dawan Kaler Klungkung

Nama Suami

: IKA

Pekerjaan

: Security

No. CM

: 15046538

Tgl MRS

: 16 September 2015 (pukul 8.50 WITA)

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Perdarahan pervaginam
Perjalanan Penyakit :
Pasien datang sadar diantar oleh suami dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak pukul 09.00 WITA (15 September 2015). Darah yang
keluar bewarna merah kehitaman dan bergumpal. Keluarnya darah disertai
jaringan yang berbentuk seperti cicak. Diceritakan pada awalnya perdarahan
terjadi saat pasien sedang bekerja. Darah yang keluar awal mulanya sedikit.
Kemudian pada malam harinya darah kembali keluar melalui vaginanya
dengan jumlah yang lebih banyak dan disertai dengan gumpalan. Suami
pasien kemudian membawa pasien ke bidan sekitar pukul 22.00 untuk
diperiksa. Lalu bidan memberikan surat rujukan untuk dirawat di RSUP
Sanglah. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah. Riwayat
tes kencing positif sekitar 1 bulan lalu.
Riwayat menstruasi:
Menarche dikatakan pada usia 14 tahun, siklus teratur setiap 28 hari, teratur,
lama menstruasi 5-7 hari. Keluhan saat haid (-). Frekuensi ganti pembalut
saat haid adalah 3x sehari.

21

Riwayat Perkawinan:
Menikah satu kali selama 7 tahun, saat usia 27 tahun.
Riwayat Persalinan:
1. Tahun 2009, laki-laki, persalinan spontan belakang kepala, bidan, 3100
gram, aterm, 6 tahun.
2. Tahun 2012, perempuan, persalinan spontan belakang kepala, bidan,
3400 gram, aterm, 3 tahun.
3. Hamil ini
Riwayat Hamil Ini :
HPHT

: 23 Juni 2015

Tafsiran partus

: 30 Maret 2016

ANC

:-

USG

:-

Vaksinasi TT

:-

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi :


Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal memiliki alergi terhadap makanan maupun obat-obatan
tertentu.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma, kencing manis, penyakit ginjal,
keganasan dan infeksi pada genital disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Riwayat penyakit sistemik dalam kelaurga seperti penyakit jantung,
hipertensi, asma, kencing manis, penyakit ginjal, keganasan dan infeksi
22

pada genital disangkal.


Riwayat Operasi :
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran

: Compos mentis

TD

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu axilla

: 36,5oC

Tinggi badan

: 151 cm

Berat badan

: 50 kg

Status General
Mata : Anemia (-/-), ikterus(-/-)
THT : Kesan Tenang
Thorax : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Po : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : sesuai status ginekologi
Ekstremitas : Akral hangat + +

Edema - -

+ +

- -

Status Ginekologi
Abdomen : Tinggi fundus uteri tidak teraba
nyeri tekan tidak ada
tanda cairan bebas tidak ada
massa tidak ada
23

Inspekulo : fluksus (+), fluor (-)


pembukaan porsio (+), tampak jaringan
VT

: fluksus (+), fluor (-)


pembukaan porsio (+), teraba jaringan
korpus uteri antefleksi dengan besar dan bentuk setara dengan umur
kehamilan
adneksa parametrium dan cavum Douglasi dalam batas normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (16 September 2015)
DL : WBC

: 7,38 x 103/L

HGB

: 13,6 g/dL

HCT

: 39,8%

PLT

: 253 x 103/L

BT : 1 00
CT : 7 30
3.5 Diagnosis Kerja :
G3P2002 12-13 minggu dengan abortus inkomplit
3.6 Diagnosis Banding
1.

Abortus iminens

2.

Abortus insipien

3.

Abortus inkomplit

4.

Missed abortion

5.

Mola hidatidosa

6.

Blighted ovum

7.

Kehamilan ektopik terganggu

24

3.7 Penatalaksanaan :
Terapi

: Kuretase dengan anestesi lokal


Amoxicillin 3 X 500 mg selama 5 hari
Asam mefenamat 3 X 500 mg
Metilergometrin 3 X 5 mg selama 5 hari

Monitoring

: observasi 2 jam post kuret

Tindak lanjut : Penderita dipulangkan 2 jam post kuret


Kontrol ke poliklinik kandungan dan kebidanan 1 minggu
kemudian

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Seorang pasien 34 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan perdarahan pervaginam
sejak satu hari yang lalu (15-9-2015), dikatakan bahwa darah yang keluar bewarna
merah kehitaman dan bergumpal disertai jaringan. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pada perut bagian bawah dengan riwayat tes kencing positif sekitar 1 bulan lalu.
Terdapat riwayat telat haid dimana hari pertama haid terakhir pada tanggal 23 Juni
2015.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general dalam batas
normal, pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Inspeksi vagina menggunakan spekulum
ditemukan adanya fluksus (+), flour (-), p (+), jaringan (+). Dari pemeriksaan dalam
(vaginal toucher) didapatkan fluksus (+), flour (-), p (+), teraba jaringan, korpus
uteri antefleksi dengan besar dan bentuk setara dengan umur kehamilan, dan adneksa
parametrium dan cavum Douglasi dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan tersebut pasien
ini didiagnosa sebagai abortus inkomplit dengan keadaan umum penderita masih
25

baik. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa perdarahan


pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan di bawah 20 minggu serta sebagian
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri yang diketahui dari terbukanya porsio
dengan sisa jaringan yang masih teraba pada pemeriksaan dalam. Pasien dengan
abortus spontan inkomplit biasanya akan mengeluh mengeluarkan flek-flek atau
mengalami perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat, yang disertai dengan
nyeri perut bagian bawah yang ringan sampai hebat. Pasien juga dapat mengeluh
mengeluarkan darah yang bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging. Palpasi
tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau
lebih rendah. Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai
dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Vaginal toucher
(VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan teraba jaringan di
dalamnya. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa pemeriksaan darah
lengkap dilakukan untuk mengevaluasi apakah pasien mengalami anemia, infeksi,
atau beresiko untuk terjadinya suatu perdarahan lebih lanjut. Pemeriksaan penunjang
berupa USG perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi kembali apakah masih ada
jaringan yang tertinggal di dalam kavum uteri, dan pemeriksaan PP test dilakukan
untuk memastikan bahwa pasien sedang dalam kondisi mengandung.
4.2 Faktor predisposisi atau etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom. Dari anamnesis
didapatkan bahwa kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Namun
penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Faktor
yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus adalah faktor genetik yang
merupakan faktor penyebab terbesar yang menyebabkan terjadinya abortus. Penyebab
lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor nutrisi, faktor paternal, serta paparan
obat-obatan dan toksin lingkungan. Untuk mencegah hal ini berulang lagi maka
26

diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menelusuri faktor penyebab terjadinya


abortus ini sebagai persiapan kehamilan berikutnya. Faktor emosional juga turut
memegang peranan penting sehingga pengaruh dokter sangat besar dalam mengatasi
ketakutan dan keresahan pasien. Dianjurkan pada penderita untuk banyak beristirahat
serta menghindari aktivitas yang berat.
4.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus inkomplit dapat dilakukan baik dengan teknik
pembedahan maupun medikamentosa. Adapun penanganan yang dilakukan pada
kasus ini adalah dengan kuretase. Mengingat komplikasi tindakan ini cukup banyak,
maka perlu dilakukan dengan prosedur yang benar dan hati-hati untuk mengurangi
resiko tersebut seminimal mungkin. Pasca tindakan kuretase pasien diberikan
medikamentosa berupa amoxicillin 3 x 500 mg selama 5 hari, asam mefenamat 3 x
500 mg, metil ergometrin 3 x 5 mg selama 5 hari. Amoxicillin merupakan antibiotik
yang diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca tindakan, sedangkan asam
mefenamat diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien, sedangkan metil ergometrin diberikan untuk menimbulkan kontraksi yang
spastik pada uterus sehingga mencegah perdarahan yang berkelanjutan.

4.4 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah dubius ad bonam mengingat tidak ada faktor
resiko yang berat pada pasien yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus
berulang serta tidak ditemukannya komplikasi pasca tindakan kuretase.

27

BAB V
RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus wanita 34 tahun, hamil muda 12-13 minggu yang
mengalami perdarahan pervaginam. Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan
abortus inkomplit. Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan
penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi
lain yang mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan
pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa
seperti golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Dari hasil pemeriksaan klinis
didiagnosa dengan abortus inkomplit. Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase
keadaan penderita baik dan dipulangkan 2 jam setelah kuretase. Penderita diberikan
obat oral yaitu Amoxicillin 3 x 500mg, Asam mefenamat 3 x 500mg, Metilergometrin
3 x 5mg. Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu kemudian
untuk mengetahui perkembangan penderita. Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih
dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam : Wiknjosastro GH,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2010 : hal. 459-474.
2. Pedoman Diagnosis Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS
Sanglah Denpasar. 2003
3. Guttmacther institute. 2008. Aborsi di Indonesia dalam Kesimpulan. Seri 2008
No. 2.
4. Mulyati S. Hubungan Riwayat Infeksi Saluran Reproduksi dengan Kejadian
Abortus Spontan di Beberapa Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta Tahun
2002. Thesis. Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
5. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap
LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 24nd ed. USA : The McGrawHills Companies, Inc ; 2014 : p. 215-237
6. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA:
McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 55

29

7. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et
all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9
8. Rees H. 1997. The Epidemiology of Incomplete Abortion South Africa. SA tr
Med J 1997;87:432-437
9. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus
Abortion. AAFP American Family Physician. October 01,2005;72;1.
10. Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L
MD, Daniel R Mishell. MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent
Abortion, Etiology, Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 5th
eds. Mosby: 2002, p.157-16
11. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: De Cherney AH, Nathan L, editors.
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York,
NY: McGraw Hill; 2003
12. Sagili H. 2007. Review Modern Management of Miscarriage. The
Obstetrician & Gynaecologist 2007;9:102108.
13. Valley.V.T. Early Pregnancy Loss. In:Emedicine.
http://reference.medscape.com/article/266317-overview last updated: 29
September 2014
14. Safe Abortion: Technical & Policy Guidance for Health System. Geneva:
WHO, 2003
15. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.

30

Anda mungkin juga menyukai