Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam pelayanan kesehatan, dokter mendapati kenyataan bahwa bantuan
mereka diperlukan oleh kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban
maupun memberi keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Dengan
kata lain, profesi dokter mempunyai tugas lain yang tidak kalah penting dari
sekedar memberikan pelayanan medis klinis kepada masyarakat,
yaitu
memberikan bantuan terhadap penegakan hukum dan keadilan (medical for law).
Seperti juga hak kehidupan, kesehatan, kesembuhan maka keadilan dan
perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi dan
dilindungi oleh negara.1
Bantuan dokter diperlukan untuk memastikan sebab, cara dan waktu
kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri,
kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Pada korban yang tidak dikenal
diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui identitasnya. Begitu pula pada korban
luka penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran kandungan dan peracunan
diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi
secara medis.1
Setiap dokter puskesmas di Indonesia mempunyai kewajiban untuk
melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan program kesehatan yang
dicanangkan pemerintah. Salah satu tugas itu di antaranya adalah pemeriksaan
terhadap jenazah yang meninggal dalam daerah cakupan puskesmas yang
bersangkutan. Jika ada kematian warga yang tinggal atau meninggal dalam
cakupan wilayah suatu puskesmas tertentu, maka keluarga orang yang meninggal
tersebut mungkin melaporkan kematian tersebut ke puskesmas. Dokter puskesmas
yang mendapat laporan tentang kematian tersebut wajib melakukan pemeriksaan
atas jenazah tersebut dan memberikan bantuan kepada keluarga orang yang
meninggal tersebut untuk pengurusan jenazah lebih lanjut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ilmu Forensik dan Medikolegal
Ada berbagai pengertian yang dikemukakan oleh ahli Kedokteran
Forensik, di antaranya Sidney Smith mendefinisikan forensic medicine may be
defined as the body of medical and paramedical scientific knowledge which may
services in the administration of the law, yang maksudnya ilmu Kedokteran
Forensik merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang
pelaksanaan penegakan hukum.
Simpson K. mendefinisikan which deals with the broad field where
medical matters come into relation with the law certification of live and dead, the
study of sudden or violent or unexplained death, scientific criminal investigation,
matters involving the coroners, court procedure, medical ethics and the like.
Terjemahan bebasnya ialah ilmu kedokteran yang berhubungan dengan
pengeluaran surat-surat keterangan untuk orang hidup maupun mati demi
kepentingan hukum, mempelajari kematian tiba-tiba, karena kekerasan atau
kematian yang mencurigakan sebabnya, penyidikan tindakan kriminal secara
ilmiah, hal-hal yang berhubungan dengan penyidikan, kesaksian, etika kedokteran
dan sebagainya.
Jaising P. Modi dalam bukunya Medical Jurisprudence and Toxicology
yang sudah dicetak ulang puluhan kali sesudah penerbitan pertama tahun 1920
menyatakan Medical Jurisprudence, Forensic Medicine dan Legal Medicine are
concidered synonymous term used to denote that branch of medicine which treats
the application of principles and knowledge of medicine to purposes of law, both
civil and criminal atau berarti cabang ilmu kedokteran yang menggunakan
prinsip-prinsip dan pengetahuan kedokteran untuk membantu proses hukum, baik
sipil maupun kriminal.
Tjokronegoro (1952) sesepuh ahli bidang ini di Indonesia mendefinisikan
Ilmu Kedokteran Kehakiman adalah ilmu yang mempergunakan ilmu Kedokteran
dan yang dipakai dalam menyelesaikan perkara kehakiman.
2.2.1
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas
di bidang pekerjaan tertentu.
Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
Landasan kepribadian
Penguasaan ilmu dan keterampilan
Kemampuan berkarya
Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan
Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi
dibidang profesinya
Melaksanakan tugas dnegan kondisi berbeda
Dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di indonesia
privasi pasien.
Aktif dan mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberi
waktu yang cukup pada pasien untuk menyampaikan keluhannya
lain.
Melakukan presentasi laporan kasus secara efektif dan jelas, demi
memahami
bahwa
pemeriksaan
forensik
demi
secara profesional.
4. Berkomunikasi dengan profesi lain
Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup
kepada profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi
informasi yang tepat waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke
perusahaan jasa asuransi kesehatan untuk pemprosesan klaim demi
kepentingan hukum
Memberikan informasi yang relevan kepada penegak hukum atau
sebagai saksi ahli di pengadilan(jika diperlukan), termasuk
pembuatan
visut
et
repertum
atas
permintaan
penyidik,
sebagainya.
Melakukan negosiasi
dengan
pihak
terkait
dalam
rangka
penganiayaan
Memeriksa dan membuat visum et repertum kekerasan dalam
Tingkat kemampuan 1
Mengetahui dan menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini,
sehingga dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun klien tentang
konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta cara melakukan, komplikasi yang
timbul, dan sebagainya. Contoh keterampilan ini adalah pemeriksaan DNA untuk
identifikasi.
Tingkat kemampuan 2
Pernah melihat atau pernah di demonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi dan
10
pemeriksaan forensik .
Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan
temuan pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik
peran dokter sebagai ahli atau melakukan pemeriksaan dan memberi
keterangan tertulis.
11
12
13
masyarakat
Mengenali nilai dan keyakinan diri yang sesuai dengan praktik kedokteran
Mempraktikan belajar sepanjang hayat
Mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan yang baru
Berperan aktif dalam program pendidikan dan pelatihan kedokteran
14
standar profesi
Mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang sulit
Menganalisis secara sistematis dan mempertahankan pilihan etik
orang lain
Mempertimbangkan aspek etis dan moral dalam hubungan dengan
15
ekonomi.
5. Aspek medikolegal dalam praktik kedokteran forensik
Dokter diwajibkan memahami dan menerima tanggung jawab hukum
berkaitan dengan :
Hak asasi manusia
Penyalahgunaan tindakan fisik dan seksual
Kode etik kedokteran indonesia
Pembuatan surat keterangan sehat, sakit, visum et repertum atau
surat kematian.
Proses di pengadilan, dokter berperan memberikan keterangan ahli,
sebagai saksi ahli pemeriksa, menjelaskan visum et repertum,
menjelaskan kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti
sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang
belum jelas dari sisi ilmiah
Memahami UU RI No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
Memahami peran konsil kedokteran indonesia sebagai badan yang
mengatur praktik kedokteran
Menentukan, menyatakan dan menganalisis segi etika dalam
kebijakan kesehatan .
2.2.3
kompetensi dokter spesialis forensik. Hal ini dimaksudkan agar sistem rujukan
dalam bidang forensik berjalan sesuai standar profesi.
Menurut buku panduan pelaksanaan program P2KB untuk dokter spesialis
forensik, seorang dokter spesialis forensik setelah menyelesaikan pendidikan
diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut :
Kompetensi I : menerapkan etika profesi dokter spesialis forensik dan mematuhi
prosedur medikolegal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai
dokter spesilais forensik.
16
dan
melakukan
17
laboratorium
forensik
untuk
jenazah
harus
dilakukan
pada
suatu
tempat
yang
18
merupakan titik awal untuk pencarian penyebab kematian yang lebih pasti
berdasarkan hasil-hasil temuan pada pemeriksaan jenazah.
Pada setiap kasus kematian, dokter harus melakukan pemeriksaan luar
jenazah secara seksama, lengkap dan teliti. Jika pada pemeriksaan tersebut dokter
tidak menemukan adanya luka atau tanda kekerasan lainnya, tidak menemukan
tanda-tanda keracunan dan anamnesisnya mengarah pada kematian akibat
penyakit, maka dokter dapat langsung memberikan surat kematian (Formulir A)
dan jenazahnya kepada keluarga korban. Dalam Formulir A, dokter Puskesmas
harus mencantumkan nomor penyakit yang diduganya merupakan penyebab
kematian, sesuai dengan klasifikasi penyakit dalam International Classification of
Diseases (ICD) sebagaimana tercantum pada bagian belakang Formulir A tersebut.
Formulir A diperlukan oleh keluarga korban untuk berbagai keperluan
administrasi
kependudukan,
seperti
untuk
administrasi
dalam
rangka
19
20
21
22
23
untuk
melakukan
pemeriksaan
jenazah
wajib
melaksanakan
kewajibannya tersebut.
Segera setelah menerima SPV dari penyidik, dokter harus segera
melakukan pemeriksaan luar terhadap jenazah tersebut. Jika pada SPV yang
diminta adalah pemeriksaan bedah jenazah, maka dokter pada kesempatan
pertama cuma perlu melakukan pemeriksaan luar jenazah saja. Selanjutnya dokter
baru boleh melakukan pemeriksaan dalam (otopsi) setelah keluarga korban datang
dan menyatakan kesediaannya untuk dilakukannya otopsi terhadap korban.
Penyidik dalam hal ini berkewajiban untuk menghadirkan keluarga korban dalam
2 x 24 jam sejak mayat dibawa ke dokter Selewat tenggang waktu tersebut, jika
keluarga tidak ditemukan, maka dokter dapat langsung melaksanakan otopsi tanpa
izin dari keluarga korban.
Pemeriksaan luar jenazah dalam rangka SPV dari penyidik harus
dilakukan secara seksama, selengkap dan seteliti mungkin, dan bila dianggap
perlu dilengkapi dengan sketsa atau foto luka-luka yang ditemukan pada tubuh
korban. Untuk mencegah kemungkinan adanya data yang terlewatkan, maka
dokter yang melakukan pemeriksaan luar hendaknya berpedoman pada formulir
24
laporan obduksi. Jika pemeriksaan yang diminta oleh penyidik hanya pemeriksaan
luar jenazah (pemeriksaan jenazah) saja, maka setelah pemeriksaan luar selesai
dilakukan, mayat dan Formulir A dapat langsung diserahkan kepada keluarga
korban. Pada Formulir A tersebut, dokter harus menyatakan bahwa penyebab
kematian korban tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan bedah jenazah
sesuai dengan permintaan penyidik. Kesimpulannya harus demikian karena pada
kematian yang tidak wajar berlaku ketentuan bahwa penyebab kematian hanya
dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan dalam (otopsi atau bedah jenazah).
Jika penyidik meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan luar dan
dalam (pemeriksaan bedah jenazah atau otopsi), dan keluarga korban tidak
menyetujuinya, maka dokter Puskesmas wajib menjelaskan tujuan otopsi kepada
keluarga korban. Dokter pada kesempatan tersebut hendaknya memberikan
beberapa keterangan sebagai berikut:
Jika keluarga memilih pulang paksa, maka mereka baru boleh membawa
pulang jenazah setelah menandatangani Surat Pulang Paksa. Surat Pulang
25
Dokter tidak akan memberikan surat kematian (formulir A). Tanpa adanya
surat formulir A, maka keluarga korban akan mengalami kesulitan saat
akan mengangkut jenazah keluar kota/negeri, menyimpan jenazah di
rumah duka atau saat akan mengubur atau melakukan kremasi di tempat
kremasi/kuburan umum.
26
2.3.2
27
Perkiraan umur
2.4
2.4.1
Pengertian Rujukan
c. Pembinaan manajemen
2.4.2 Sistem Pelayanan Rujukan Pelayanan Kedokteran Forensik dan
Medikolegal
1.
28
rumah
sakit
dan
mekanisme
kerja
di
b.
dari
RS
tersebut.Hasil
visum
et
repertum
jenazah dapat
29
PUSKESMAS (forensik
dasar)
Kelompok
Masyarakat
30
BAB 3
KESIMPULAN
Sebagai penanggung jawab kesehatan dalam wilayah puskesmas, dokter
puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kedokteran
forensik dan medikolegal dasar seperti melakukan pemeriksaan terhadap jenazah
terutama pemeriksaan luar dan mampu membedakan antara jenazah dengan
kematian wajar dan tidak wajar serta visum terhadap korban hidup seperti pada
kasus penembakan, penusukan, kecelakaan lalu lintas, kejahatan seksual, dan lainlain serta melakukan pelayanan rujukan dalam kedokteran forensik dan
medikolegal. Dalam menjalankan tugas, selayaknya seorang dokter harus
memiliki kompetensi di bidang kedokteran forensik dan medikolegal seperti
keterampilan komunikasi efektif antara dokter dengan pasien atau korban hidup
atau keluarga korban, keterampilan klinis dalam mengelola informasi,
mengembangkan diri dan memiliki etika, moral dan profesionalisme untuk
mendiagnosis serta menjawab permintaan visum.
31
DAFTAR PUSTAKA
Medikolegal.
Jakarta
FKUI.
www.pemeriksaanluarjenazah.blogspot.com
3. Singh, Surjit. Standar Profesi Dokter di Bidang Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Medan : Forensik Antrophology. Halaman 13-29
4. Singh, Surjit. Ilmu Kedokteran Forensik. Halaman 25-34
5. Pedoman
Pelayanan
Kedokteran
Forensik
di
Rumah
Sakit.