Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap mengganggu
aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun akibat mangkir kerja atau sekolah,
dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktivitas
serta menurunkan kualitas hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai
180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai
300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila
tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.
Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak
dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan frekuensi dan derajat
serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari faktor penyebab.1

BAB II
LAPORAN KASUS

PRIMARY SURVEY (Ny. S)


Vital Sign :
1

Tekanan darah : 150/110 mmHg


Nadi

: 96 kali/menit, regular, kuat angkat

Suhu

: 36,50C

Pernapasan

: 28 kali/menit

Airway
: bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 28 kali/menit, torako-abdominal, pergerakan thoraks simetris
kanan/kiri
Circulation: Tekanan darah 150/110 mmHg, Nadi 96 kali/menit reguler, kuat angkat
Disability : GCS (Eye 4,Verbal 5,Motorik 6) pupil isokor +/+ (diameter 3 mm/3mm)
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu
sesak nafas yang memerlukan pemberian oksigen segera.
Pemberian label : Kuning.
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan non
bedah dan diberikan oksigenasi.
I. IDENTITAS
Identitas penderita
Nama

: Ny. S

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 50 th

Alamat

: Jl. RTA Milono km 2,5

Agama

: Islam

Tanggal Pemeriksaan: 29/09/2015


II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pasien.
1. Keluhan utama: Sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD dengan keluhan utama sesak nafas
sejak tadi malam. Sesak muncul terus menerus sejak tadi malam dan memberat sejak tadi
pagi SMRS. Keluhan sesak pasien tidak mengalami perbaikan dengan istirahat dan pasien
merasa sesaknya berkurang dengan posisi duduk. Keluhan sesak disertai batuk sejak 2
minggu SMRS. Batuk tidak berdahak dan hanya kadang-kadang muncul. Pasien juga
merasa sering berkeringat malam dan mengalami penurunan berat badan selama 1 bulan
terakhir. Riwayat nyeri dada, pilek dan demam disangkal. Pasien mengaku pernah masuk
juga ke IGD 1 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.
3.. Riwayat penyakit dahulu: Sebelumnya pasien sudah sering sesak nafas dan beberapa
kali masuk IGD dengan keluhan yang sama. Pasien memiliki riwayat pengobatan batuk

selama 6 bulan 3 tahun yang lalu, pasien mengatakan mengikuti pengobatan hingga
tuntas. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
4. Riwayat penyakit keluarga: Ayah pasien memiliki keluhan sakit yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1.
2.

3.

Keadaan umum

: Tampak sesak

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: 150/110 mmHg

Nadi

: 96 kali/menit, regular, kuat angkat

Suhu

: 36,50C

Pernapasan

: 28 kali/menit

Mata : cojungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter pupil

3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+).


4. Leher : perbesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
5. Toraks : Simetris, retraksi intercostal (+), fremitus taktil normal simetris, sonor,
vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing (+/+), ictus cordis tidak terlihat dan teraba pada
SIC V midclavicula sinistra, S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).
6. Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, heparlien tidak teraba
membesar, shifting dulness (-).
7. Ekstremitas : akral hangat, CRT <2, udema (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

V. DIAGNOSA
-

Asma Bronkial Eksaserbasi Akut

VI. PENATALAKSANAAN
-

O2 2 lpm
Nebulisasi Ipratropium bromide+Salbutamol (Combivent) dan Fluticasone Propionate

(Flexotide)
Po: Salbutamol 3x2 mg, Metilprednisolon 2x8mg, Gliseril Guaiakolat (GG) 3x1
3

Pasien dipulangkan

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: BONAM

Quo ad functionam

: BONAM

Quo ad sanationam

: BONAM

BAB III
PEMBAHASAN
Kegawatdaruratan pada pasien ini adalah pasien merupakan prioritas karena pasien
dating dengan keluhan sesak nafas yang memerlukan pemberian oksigen dan bronkodilator
untuk meringankan beban pernafasan.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
4

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, yang menimbulkan gejala
episodik berulang dan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berkaitan dengan
cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, di tambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik.2
1.
2.
-

Riwayat penyakit/gejala :
Bersifat episodik,seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk,sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala/timbul/memburuk terutama malam/dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.

Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru
yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas.
Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak
napas, mengi dan hiperinflasi. demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah,
sukar biacara,takikardi, hiperniflasi dan penggunan otot bantu napas.1,2
Menurut Global Initiative for Asthma (Medical Communications Resources, Inc; 2006)
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali, serangan singkat, gejala nokturnal tidak lebih dari 2
kali/bulan (FEV1 80% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu, variabilitas
PEV atau FEV1<20%)
2. Persisten ringan

Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari, serangan dapat
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala nokturnal >2 kali/bulan (FEV1 80%
predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau FEV120-30%)
3. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
nokturnal >1 kali/ minggu, menggunakan agonis-2 kerja pendek setiap hari (FEV1
60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%).
4. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari, serangan sering terjadi, gejala asma nokturnal sering terjadi
(FEV1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik individu, variabilitas PEV atau
FEV1>30%)
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum pengobatan)
Derajat

Gejala

Gejala malam

Intermiten

Gejala kurang dari 1x/minggu


Asimtomatik

Kurang dari 2 kali dalamAPE >80%


sebulan

Persisten
ringan

-Gejala lebih dari 1x/minggu tapiLebih dari 2 kali dalamAPE >80%


kurang dari 1x/hari
sebulan
-Serangan dapat menganggu Aktivitas
dan tidur

Persisten
sedang

-Setiap hari,
-serangan 2 kali/seminggu,
berahari-hari.
-menggunakan obat setiap hari
-Aktivitas & tidur terganggu

Persisten
berat

- gejala Kontinyu
-Aktivitas terbatas
-sering serangan

Lebih 1
bisaseminggu

kali

Faal paru

dalamAPE
80%

Sering

60-

APE <60%

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan kondisi terkontrolnya asma (asma terkontrol)


Karakteristik

Terkontrol total

Terkontrol sebagian

Tidak terkontrol

Gejala harian

Tidak ada atau <= 2 per


minggu

>2x per minggu

Keterbatasan
aktivitas

Tidak ada

Ada

Terdapat >= 3 kriteria


dari asma terkontrol
sebagian dalam setiap
minggu

Asma malam

Tidak ada

Ada

Kebutuhan
pelega

Tidak ada atau <= 2 per


minggu

>2x per minggu

APE atau VEP1

Normal

<80% prediksi/nilai
terbaik

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengarah ke diagnosis asma


bronkial eksaserbasi akut. Dimana eksaserbasi didefinisikan sebagai episodik perburukan
yang ditandai dengan meningkatnya gejala disertai penurunan arus ekspirasi melalui
pemeriksaan faal paru. Adapun tatalaksana awal yang diberikan pada pasien dengan
eksaserbasi yaitu terdiri atas pemberian oksigen dengan target saturasi oksigen mencapai 90%
pada orang dewasa dan 95% pada anak anak. Pada pasien ini diberikan oksigenasi dengan
menggunakan nasal kanul 2 lpm.
Di samping itu, diberikan pula bronkodilator berupa SABA secara nebulisasi
sebanyak maksimal 3 kali dalam 1 jam dengan rentang waktu 15 20 menit. Pada pasien ini
diberikan tatalaksana nebulisasi dengan menggunakan Ipratropium bromide+Salbutamol
(Combivent) dan Fluticasone Propionate (Flexotide), nebulisasi dilakukan selama 15 menit.

Bronkodilator diindikasikan karena efek bronkodilatasi yang kuat dan onset kerja
yang cepat. Adapun cara pemberian yang dianjurkan adalah inhalasi dengan IDT memakai
spacer. Dalam praktiknya, SABA seringkali dikombinasikan dengan antikolinergik, yaitu
ipratropium bromide. Bila masih belum menunjukkan hasil yang optimal, dapat diberikan
aminofilin secara bolus intravena secara perlahan lahan dengan dosis 5 6 mg/kg BB
dilanjutkan dengan drip dosis 0,5 0,9 mg/kgBB/jam.3
Setelah terapi, kembali dilakukan monitor pada kondisi pasien. Dalam 1 2 jam
berikutnya, kembali dilakukan penilaian untuk melihat apakah diperlukan tindakan
selanjutnya. Bila pengobatan berespons baik dan pasien telah stabil, pasien dapat
dipulangkan.

Setelah dilakukan nebulisasi, pada pasien ini dilakukan observasi selama 1 jam.
Setelah satu jam, saat dilakukan anamnesis dan pemeriksaan, pasien mengatakan keluhan
sesak pasien sudah berkurang dan pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien
130/90 mmHg dan auskultasi paru wheezing sudah berkurang. Oleh karena itu pasien
diperbolehkan untuk pulang.
Pada pasien ini diberikan obat pulang berupa salbutamol 3x2 mg, metilprednisolon
2x8 mg dan GG 3x1.
Kortikosteroid diindikasikan pada kejadian eksaserbasi akut, terutama apabila belum
ditemukan respons optimal dengan bronkodilator, eksaserbasi pada terapi kortikosteroid oral,
serta kondisi eksaserbasi berat. Efek yang ditimbulkannya bukanlah bronkodilatasi secara
langsung, melainkan hambatan produksi kemokin, sitokin, eikosanoid, hambatan pada
peningkatan basofil, eosinofil, dan leukosit lain di jaringan paru, serta menurunkan
permeabilitas vaskular.
Pada umumnya, pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan pun dapat dibenarkan,
terutama apabila terdapat kondisi yang mengancam jiwa pasien. Namun, perlu diperhatikan
bahwa penghentian tiba tiba atau penggunaan kortikosteroid berkepanjangan diketahui
berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi, hipertensi, ulkus lambung / duodenum,
hiperglikemia, dan osteoporosis.3,4 Pada praktik sehari hari, pemberian yang dianjurkan
adalah prednison oral 50 mg, metilprednisolon 125 mg intravena, atau hidrokortison 500 mg
intravena. Pada pasien ini digunakan metilprednisolon 8 mg dengan pemberian 2 kali sehari.

Pada pasien ini diberikan GG 3 kali sehari. Gliseril Guaiakolat (GG) merupakan
ekspektoran meningkatkan pembersihan mukus dari saluran bronkus. Ekspektoran bekerja
dengan cara merangsang selaput lendir lambung dan selanjutnya secara refleks memicu
pengeluaran lendir saluran nafas sehingga menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah
pengeluaran dahak. Obat ini juga merangsang terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran
dahak. Ekspektoran diberikan untuk membantu pengeluaran dahak setelah dilakukan
nebulisasi.4
Pasien dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik paru, untuk memeriksaan keluhan batuk
selama 2 minggu, keringat malam dan penurunan berat badan yang dialami pasien selama 1
bulan terakhir.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik


ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan
timbul pada masa kanak-kanak. Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti
bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami
perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki rangsangan komorbid
seperti perokok berat. Bahkan jika tidak diobati, pasien asma tidak akan berubah dari
penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang
menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan
jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien di usia tua.2

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Ny. S, usia 50 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas
disertai batuk tidak berdahak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah
150/110 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit, RR 28 kali permenit, pada pemeriksaan toraks
didapatkan retraksi intercostal, auskutasi wheezing (+) dikedualapang paru. Berdasarkan hasil
pemeriksaan yang didapatkan pasien didiagnosis asma bronkial eksaserbasi akut.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan nebulisasi, yang kemudian dilakukan observasi

selama 1 jam di IGD. Setelah 1 jam, gejala klinis pasien berkurang, tekanan darah 130/90
mmHg, auskultasi paru wheezing berkurang, sehingga pasien diperbolehkan untuk pulabng.
Obat pulang pasien berupa bronkodilator oral, kortikosteroid dan ekspektoran. Pasien
dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik paru.

DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2004.
2. DAI. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta: Dewan Asma Indonesia; 2011.
3. Goodman & Gilmans the Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th edition. New

York: McGraw Hill; 2010.p.297-315.


4. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5

Edisi Revisi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. hal. 66-82, 273-97.

10

11

Anda mungkin juga menyukai