Pembimbing :
dr. Pujo Hendriyanto Sp.PD
Disusun oleh :
Selva Awandari - 406138017
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkah dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan referat mengenai strategi
terapi dan pemantauan Hepatitis B guna memenuhi salah satu persyaratan dalam
menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara di RSUD Kota Semarang.
Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini, yaitu :
1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang.
2. dr. Sis Eka Tjahjana, selaku ketua diklat RSUD Kota Semarang.
3. dr. Pudjo Hendriyanto, Sp.PD selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam dan
pembimbing kepaniteraan Klnik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.
4. dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD kota Semarang.
5. dr. Diana Novitasari, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD kota Semarang.
6. Residen dan Rekan rekan anggota Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi
lebih baik. Penulis juga memohon maaf yang sebesar besarnya apabila banyak terdapat
kesalahan maupun kekurangan dalam referat ini. Akhir kata, penulis berharap semoga referat
ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan kepada Pembaca pada umumnya.
Semarang,Januari 2015
Penulis
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Selva Awandari
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Tarumanagara
Tingkat
Bidang pendidikan
Judul Referat
Diajukan
: Januari 2015
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing,
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 LATAR BELAKANG.........................................................................1
BAB 2 PENDAHULUAN HEPATITIS B......................................................2
BAB 3 TERAPI HEPATITIS B......................................................................7
BAB 4 PEMANTAUAN TERAPI..................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus
diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B
dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis
hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi
virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik
ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis
dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan menjadi
kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun
belum berkembang secara sempurna.(Siregar, 2003)
Penyakit Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular yang
berbahaya di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB)
yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau
menahun. Walaupun terdapat 7 macam virus Hepatitis yaitu A, B, C, D, E,
F dan G, hanya Hepatitis B dan C yang berbahaya karena dapat menjadi
kronis dan akhirnya menjadi kanker hati. (Suprayitno, dkk, 2006)
Yang di golongkan sebagai hepatitis B kronis adalah hepatitis yang
perjalanan penyakitnya tidak menyembuh secra klinis atau labortorium
atau pada gambaran patologi anatomi selama lebih dari 6 bulan. (hadi,
2002)
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,
patofisologi, cara penularan, gambaran klinis, prognosis dan terapi dari
hepatitis B virus, diharapkan dapat mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus
Hepatitis B" (VHB), suatu virus DNA bercangkang ganda yang memiliki
ukuran 42 nm, anggota famili Hepadnavirus dengan masa inkubasi 26
160 hari dengan rata- rata 70 80 hari.( Harnawatiaj, 2008)
Inti HBV mengandung dsDNA partial (3.2 kb) dan : protein
polymerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase, antigen hepatitis
B core (HbcAg) merupakan protein structural, antigen hepatitis B e
(HBeAg) protein non structural yang berkolerasi secara tidak sempurna
dengan replikasi aktif HBV.
Selubung lipoprotein HBV mengandung : antigen permukaan
hepatitis B (HbsAg) dan tiga selubung protein utama,besar dan menengah.
B. Patologi
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B.
Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik
dimembran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam
sitoplasmasel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar
dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi;
pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan hati untuk
membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan
virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya
kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik
penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau
minimal maka terjadi keadaan karier sehat. (Siregar, 2003)
C. Penularan
HBV dapat menular secara parenteral, perinatal, dan hubungan
seksual. HBV dapat menular melalui transfusi atau darah yang terinfeksi
atau produk darah, transpalantasi organ dari donor yang terinfeksi, dan
penggunaan bersama jarum suntik pada pecandu obat-obat terlarang.
Trauma jarum suntik pada petugas kesehatan merupakan faktor risiko
untuk terinfeksi. Insidensi infeksi HBV pada petugas kesehatan melalui
jarum suntik mendekati 10%. (Buggs, 2004)
D. Tanda dan Gejala
1. Heaptitis B akut
-Fase pre ikterik:
(1-2minggu
Diagnosis
b.
c.
d.
E. Pemeriksaan penujang
1. Serologi hepatitis B
2. Biokimia hati : ALT, AST, GGT(gamma glutamyl transpeptidase),
alkalin fosfatase,albumin, globulin,pemeriksaan darah perifer lengkap
dan waktu protrombin
3. USG dan Biopsi Hati untuk melihat derajat nekroinflamasi dan fibrosis
pada kasus infeksi kronis dan sirosis
4. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyebab hati lain bila diperlukan
termasuk koinfeksi hepatitis C dan atau HIV
Penanda serologis hepatitis B
HbsAg
Anti HBs
Anti HBc
HBeAg
Anti-HBe DNA
Hepatitis
igM
akut
Periode
igM
(+)
atau (+)
atau +
igG
(-)
_
(-)
(+)
atau _
jendela
Riwayat
hepatitis
VHB
+
(-)
B
sembuh
Imunisasi _
Hepatitis +
+
_
_
igG
_
+
_
_
_
+
igG
(+)
kronis
HBeAg
(+)
Hepatitis
kronis
atau
(-)
HBeAg
(-)
Hepatitis akut:
Level AST dan ALT normal, dan penanda infectivitas (HBeAg Dan
F. Diagnosis Banding
Hepatitis alkoholik, abses hepar amoeba, hepatitis autoimun,
hepatitis non B
G. Komplikasi
Nekrosis hati akut/subakut, hepatitis kronik, sirosiss, gagal hati, dan
karsinoma hepatoseluler. (Buggs, 2004)
H. Prognosis
Sangat bervariasi; pada sebagian kasus, penyakit berjalan ringan
dengan perbaikan biokimia terjadi secara spontan dalam 1 3 tahun. Pada
sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronik aktif berubah
menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis.
Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimia, pasien tetap
asimptomatik dan jarang terjadi kegagalan hati.(Abdurachman, 1996)
I. Terapi hepatitis B
1. Hepatitis B akut
Bersifat suportif,meliputi tirah baring serta menjaga asupan nutrisi
dan cairan tetap adekuat. Sekitar 95% kasus hepatitis B akut akan
mengalami resolusi dan serokonversi spontan tanpa antiviral
2. Hepatitis b kronis
Kelompok imunomodulasi
1. Interferon
2. PEG interferon
ALT NORMAL
TIDAK ADA
PENGOBATA
N
MONITORING
HBV DNA,
HBeAG, ALT /
3-6 BULAN
ALT
NORMAL
TIDAK ADA
PENGOBAT
AN
MONITORI
NG HBV
DNA,
HBeAG,
ALT /
3BULAN
ALT 1-2X
ULN
TIDAK
ADA
PENGOBAT
AN
MONITORI
NG HBV
DNA,
HBeAG,
ALT /
3BULAN
1.
2.
DI OBATI JIKA
HASILNYA
MODERATE ATAU
INFLAMASI LUAS
ALT 2-5X
ULN
TREATMENT IF
PERSISTENT (3-6
BULAN)/ HAS
CONCERN FOR
HEPATIC
DECOMPENSATI
ON
IFN BASEED
THERAPYY OR
NUCS
response
MONITORI
NG HBV
DNA,
HBeAG,
ALT /
3BULAN
ALT
>5XULN
TREATMENT INDICATED
IF HBV DNA <20X105IU/Ml
may choose to observe closely
for 3-6 months for spontaneous
HBeAg seroconversion for
hepatic deompensation
IFN based therapy or NUCS.
Particularly if there is concern
for hepatic decompnsation
Non response
Consider
other
strategies
(including
olt)
NON RESPONSE
ALT
NORMAL
NO TREATMENT
MONITOR HBV DNA AND ALT / 612 MONTHS
ALT
NORMAL
ALT 1-2X
ULN
NO TREATMENT
MONITOR HBV DNA AND ALT / 3
MONTHS
RESPONSE
ALT >2X
ULN
NO TREATMENT
MONITOR HBV DNA AND ALT / 1-2
MONTHS
TREATMENT IF PERSISTENT
(3-6 BULAN)/ HAS CONCERN
FOR HEPATIC
DECOMPENSATION
IFN BASEED THERAPYY OR
NUCS
LONG TERM ORAL ANTIVIRAL
TREATMENT USUALLY
REQUIRED
NON RESPONSE
10
J. Terapi imunomodulator
Interferon (IFN) alfa.
Pada penelitian menunjukkan bahwa pada pasien hepatitis B kronik
sering didapatkan penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu
akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas 1 pada
membrane hepatosit yang sangat di perlukan agar sel T sitotoksik dapat
mengenali sel sel hepatosit yang terkena infeksi VHB. Sel-sel
tersebut menampilkan antigen sasaran VHB pada membrane hepatosit.
IFN dalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B
kronik dengan HBeg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampae
sedang, yang belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatn IFN
adalah menurunkan replikasi virus. Efek antivirus kemungkinan sekali
akibat interferon mengikat pada reseptor khusus di permukaan sel yang
kemudian reaksinya menghambat atau menggangu proses uncoating,
RNA transcription, protein synthesis dan assembly virus. (Mansjoer,
1999)
Efek samping IFN:
Depresi
Rambut rontok
11
Disimpulkan
bahwa
berdasarkan
hasil
kombinasi
12
supresi
HBsAg),
peginterferon
memberikan
hasil
lebih
baik
dibandingkan lamivudin.
K. Terapi antivirus
Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3` tiasitidin yang
merupakan suatu analog nukleosid.nukleosid berfingsi sebagai bahan
pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan
nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse
transcriptase yang berfungsi dalam transkrip balik dari RNA menjadi
DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat
produksi VHB baru dan mencegh terjadinya infeksi hepatosit sehat
yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah
terinfeksi Karena pada sl-sel yg telah terinfeksi DNA VHB ada dalam
keadaan covalent closed circulation (cccDNA). Karen itu setelah obat
dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti semula Karen
sel-sel yang terinfeksi akan memprodiksi virus baru lagi. Lamivudin
adalah analog nukleosid oral dengan aktivits antivirus yang kuat.jika di
berikan dalm dosis 100mg/hari, lamivudin akan menurunkan
konsentrasi DNA VHB sebesr 95% atau lebih dalam waktu 1 minggu.
Menurut penelitin, dalam waktu 1 tahun serokonversi HBeAg
menjadi anti-HBe terjadi pada 16-18% pasien yang mendapat
lamivudin, sedangkan serokonversi hanya terjadi pada 4-6% pasien
yang mendapat placebo dan 19% pada pasien yang mendapat IFN.
Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur menjadi normal.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengobatan lamivudin
selama 1 tahun telah terjadi perbaikan derajat nekroinflamasi serta
penurunan progresi fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjdi
penurunan indeks aktivits histologik (histologic activity index) lebih
besar atau sama dengan 2 poin pada 62-70% pasien yang mendapat
13
>10% Central nervous system: Headache (21-35%), fatigue (2427%), insomnia (11%)
14
1-10%:
-
Gastrointestinal:
Anorexia
(10%),
lipase
increased
(10%),
anemia,
body
fat
redistribution,
hepatitis
reconstitution
lymphadenopathy,
neuropathy,
muscle
pruritus,
syndrome,
weakness,
red
cell
lactic
paresthesia,
aplasia,
acidosis,
peripheral
rhabdomyolysis,
merupakan
analog
asiklik
dari
deoxyadenosine
15
10mg
dan 30mg
selama
48 minggu
dibandingkan
plasebo.
pada
penderita
yang
resisten
terhadap
lamivudin
16
Dizziness,
hypoalbuminemia,
insomnia,
nausea,
(HBeAg-negative)
Entecavir 0.5
Lamivudine 100
mg (n=325)
mg (N=313)
90 percent*
72 percent
-6.86*
-5.39
-5.04*
-4.53
ALT
normalization (1
X ULN)
HBeAg
seroconversion
68 percent*
60 percent
78 percent*
71 percent
21 percent
18 percent
HBV DNA
Proportion
undetectable
(<300 copies/mL)
17
* p <0.05.
Berdasarkan tabel di atas entecavir lebih efektif dari pada
lamivudin, entecavir dapat digunakan pada pasien yang resisten lamivudin,
dan keuntungn lainnya adalah efek samping pada entecavir lebih sedikit
dibandingkan lamivudin.
Telbivudin
Telbivudin (LdT) adalah analog nukleosida thymide yang efektif melawan
replikasi VHB .obat ini diberikan oral dengan dosis optimal 600mg/hari. Terapi
telbivudin pada pasien hep B kronik dengan HbsAg positif selama 52 minggu
memberikan hasil DNA VHB tak terdeteksi pada 60% pasien dibandingkan
dengan 40.4 % pasien yang diberikan lamivudin. Dalam serokonversi HBsAg ,
normalisasi ALT dan perbaikan histopatologis, telbivudin memberikan efektifitas
yang sebanding dengan lamivudin. Pada HBeAg postif, DNA VHB basal
<10.000.000.000 kopi /mL , ALT basal .2x batas atas normal, dan terdapat DNA
VHB tak terdeteksi pada 89%.
Studi GLOBE juga memberikan hasil yang lebih baik pada pemberian
telbivudin pada kelompok dengan HBeAg negatif dengan DNA VHB tak
terdeteksi ditemukan pada 83% pasien. Pada HBeAg negatif DNA VHB basal
<100.000.000 kopi/mL dan DNA VHB tak terdeteksi pada minggu ke 24
Tenofir
Tenofir disoproxil fumarate adalah prekusor tenofir sebuah analog
nuklotida yang efektif untuk hepdanavirus atau retrovirus. Obat ini awalnya
18
digunakan sebagai terapi HIV namu penelitian menunjukan efektifitas sangat baik
untuk mengatasi hepatitis B. tenofir diberikan peroral pada dosis 300mg/hari>
sampai saat ini masih belum ditemuakn efek samping tenofir yang berat. Namun
telah dilaporkan adanya gangguan ginjal pada pasien dengan koinfeksi VHB dan
HIV.Tenofir dapat diberikan pada pasien hepatitis B naif dan pada pasien hepatitis
B kronik dengan sirosis dan tidak disarankan pada hepatitis B dengan gangguan
ginjal
Terapi kombinasi
Dalam metananalisis terapi kombinasi tidak lebih efektif dibandingkan dengan
monoterapi akan tetapi menurunkan angka resistensi. Contohnya pada pemberian
kombinasi adefovir dan lamivudin
Pemantauan terapi
Durasi terapi interferon konvensional adalah 4-6 bulan pada pasien
HBeAg positif dan paling tidak 1 tahun pada pasien dengan HBeAg negative.
Sementara peg-IFN diberikan selama 1 tahun
Criteria penghentian terapi analog nukleosida pada pasien dengan HbeAg
postif adalah serokonversi HbeAg dengan DNA VHB tidak terdeteksi yang
dipertahankan paling tidak 12 bulan. Pada pasien HBeAg negative terapi bisa
dihentikan bila DNA VHB tidak terdeteksi pada 3x pemeriksaan dengan interval
tiap 6bulan/
Selama terapi pemeriksaan DNA VHB, HBeAg ,anti HBe dan ALT
dilakukan tiap 3-6 bulan dan pemeriksaan HbsAg dilakukan pada akhir terapi
dengan pemberian anti-HBS dilakukan bila hasilnya negtaif. Pada terapi yang
berbasis interferon pemeriksaan darah tepi harus dilakukan secara rutin. Pada
pasien yang mendapat advofir atau tenofir pemantauan fungsi ginjal secara rutin
harus juga dilakukan.
Pemeriksaab HBeAg, ALT dan DNA VHB dilakukan tiap bulan pada3
bulan pertama terapi dihentikan. Kemudian dilanjutkan tiap 3 bulan selama satu
19
tahun. Bila tidak ada relaps , pemeriksaan dilakukan tiap 3 bulan pada pasien
sirosis dan tiap 6 bulan pada non-sirosis
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, S. A.: Hepatitis Virus Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Edisi 3. Jilid 1., 269-70, 1996.
Andra., Strategi Tatalaksana Hepatitis B, Pertemuan Ilmiah Nasional PAPDI Ke-4.
Edisi Januari 2007 (Vol.6 No.6)
Buggs, A. M.: Hepatitis dalam http://www.emedicine.com/ emerg/topic244.htm.
Last updated: June 16, 2004.
Fung YM., Lai CL. Current and future antiviral agents for chronic hepatitis B. J.
Antimicrob Chemotherapy 2003 : 51 : 481-85
Hadi, S., Gstroenterologi. Edisi 7., Penerbit alumni., bandung. 2002
Hadziyannis SJ, Tassopoulos NC, Heathcote EJ, Chang TT, Kitis G, Rizzeto EJ,
Marcellin P, Lim SG, Goodman Z, Jia Ma MS, Arterbun S, Xiong S, urrie
G, Brosgart CL. Long term therapy with adefovir dipivoxil for HBVeAgnegative chronic hepatitis B. New Engl J Med 2005; 352 : 26: 2673-81
Harnawatiaj.,
Hepatitis
(diakses
pada
1,
January
2009)
http://harnawatiaj.wordpress.com/author/harnawatiaj/
20
21
22