Anda di halaman 1dari 13

Rantai vaksin

Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu
yang telah ditetapkan agar memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan vaksin
sampai pada saat pemberinanya pada sasaran
Sifat vaksin
Vaksin yang sensitif terhadap beku
Yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin atau suhu
pembekuan. Contoh : hepatitis B, DPT-HB, DPT, DT, dan TT
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Hep B, DPT-HB -0,5 C Max jam
DPT, DT, TT -0,5C sd -10C Mak 1,5-2 jam
DPT, DPT-HB, DT Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34C)
14 hari
Hep B dan TT Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34C) 30
hari
Vaksin yang sensitif terhadap panas
Yaitu golongan yang akan rusak bila terpapar dengan suhu panas yang berlebihan.
Contoh : polio, BCG dan campak
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Polio Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34C) 14 hari
Campak dan BCG Beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur <34C)
30 hari
Penanganan vaksin sisa
Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan di posyandu tidak boleh
dipergunakan lagi
Sedang pelayanan imunisasi statis (di puskesmas, poliklinik), sisa vaksin dapat
dipergunakan lagi dengan ketentuan sebagai berikut :
o Vaksin tidak melewati tanggal kadaluarsa
o Tetap disimpan dalam suhu +2C sd 8C
o Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air
o VVM tidak menunjukan indikasi paparan panas yang merusak
o Pada label agar ditulis tanggal pada saat vial pertama kali dipakai/dibuka
o Vaksin DPT, DT, TT, hepatitis B dan DPT-HB dapat digunakan kembali hingga 4
minggu sejak vial vaksin dibuka

o Vaksin polio dapat digunakan kembali hingga 3 minggu sejak vial dibuka
o Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan
tidak lebih dari 8 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG hanya boleh
digunakan 3 jam setelah dilarutkan
Tata cara pemberian imunisasi
Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila tidak
divaksinasi
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan bila terjadi reaksi ikutan
yang tidak diharapkan
Baca tentang teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan, jangan
lupa mengenai persetujuan yang telah diberikan
Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan
imunisasi
Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan,
periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya perubahan warna
menunjukan adanya kerusakan
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin
lain untuk imunisasi tertinggal bila diperlukan
Berikan vaksin dengan teknik yang benar yaitu mengenai pemilihan jarum suntik,
sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerima vaksin
Setelah pemberian vaksin
Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan
dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan bila diperlukan
Dalam situasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pengaturan secara rinci
bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti diatas dan berpegang pada prinsipprinsip higienis, surat persetujuan yang valid dan pemeriksaan/penilaian sebelum
imunisasi harus dikerjakan
Pengenceran

Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan
digunakan dalam periode tertentu
Pemberian vaksin pada bayi
Vaksin BCG BCG, DPT-Hep B, Hep B
Tempat suntikan Lengan kanan atas luar Paha tengah luar
Cara penyuntikan Intracutan Intramuscular/subcutan dalam
Dosis 0,05 cc 0,5 ml
Ukuran jarum 10 mm, ukuran 26 25 mm, ukuran 23
jenis Bubuk+pelarut Siap pakai
Vaksin Campak Polio
Tempat suntikan Lengan kiri atas Mulut
Cara penyuntikan Subcutan Diteteskan di mulut
Dosis 0,5 ml 2 tetes
Ukuran jarum 25 mm, ukuran 23
Jenis Siap pakai Botol dengan alat tetes mulut
Teknik dasar dan petunjuk keamanan pemberian vaksin
Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet (tutup karet di
desinfeksi)
Tiap suntikan harus digunakan semprit dan jarum baru sekali pakai dan steril
Sebaiknya tidak digunakan botol vaksin yang multidosis
Kulit yang akan disuntik dibersihkan
Semprit dan jarum harus dibuang dalam tempat tertutup dan diberi label tidak
mudah robek dan bocor
Tempat pembuangan jarum suntik bekas harus dijauhkan dari jangkauan anakanak
JADWAL IMUNISASI WAJIB (PPI)
VAKSIN PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI (PPI)
Vaksin BCG
Vaksin Hepatitis B
Vaksin Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)
Vaksin Polio
Vaksin Campak
VAKSIN BCG (Bacille Calmette Guerin)
BCG adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiakkan

secara berulang selama 13 tahun (basil tidak virulen tetapi masih mempunyai
imunogenitas)
Indikasi yaitu untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis
(TBC) dimana vaksin BCG tidak mencegah infeksi TBC tetapi mengurangi resiko TBC
berat seperti meningitis, TBC tulang
Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan
Cara pemberian dan dosis vaksin
Yaitu vaksin dilarutkan dulu dengan 4 cc pelarut, vaksin yang dilarutkan harus
dibuang dalam 3 jam, dosis pada bayi < 1 tahun 0,05 ml sedangkan pada anak > 1
tahun 0,10 ml. Vaksin ini disuntikan secara intracutan pada daerah lengan kanan
atas (insertio musculus deltoideus)
Penyimpanan vaksin
Vaksin disimpan pada suhu 2-8C, tidak boleh beku dan tidak boleh terkena sinar
matahari
Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat dari 3 jam
Jadwal pemberian
Diberikan pada bayi 0-12 bulan tapi sebaiknya diberikan pada umur 2 bulan
Apabila diberikan >3 bulan harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin
(mantoux)
Vaksinasi ulang, yaitu 5-7 tahun dan 12-15 tahun (jika uji tuberkulin negatif)
Khasiat BCG selama 3 tahun dan lama kekebalan selama 9 tahun
Efek samping
Tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus lokal yang timbul 2-3 minggu setelah
penyuntikan dan meninggalkan luka parut dengan diameter 4-8 mm
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di axila (ketiak) atau leher.
Tergantung pada umur dan dosis yang dipakai, biasanya akan sembuh sendiri
Indikasi kontra
Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
Sedang menderita HIV atau resiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat
pengobatan kortikosteroid (leukimia), mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe
Anak menderita gizi buruk
Menderita demam tinggi

Menderita infeksi kulit yang luas


Pernah/masih menderita TBC
Kehamilan
Proteksi
Mulai 8-12 minggu pasca vaksinasi
Daya lindung hanya 42% (WHO 50-78%)
Mencegah TB berat 60-80%
VAKSIN HEPATITIS B
Untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit hepatitis B
Rekombinan DNA sel ragi tidak infeksius
Pencegahan dapat diberikan dengan imunisasi pasif ataupun imunisasi aktif
Imunisasi pasif
Dilakukan dengan pemberian imunoglobulin
IG/ISG (Immune Serum Globulin)
HBIG (Hepatitis B Immune Globulin)
Diberikan baik sebelum terjadinya paparan (preexposure) maupun setelah
terjadinya paparan (postexposure)
Indikasi utama pemberian imunisasi pasif
o Paparan dengan darah yang mengandung HbsAg, baik melalui kulit maupun
mukosa
o Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+)
o Paparan perinatal ibu dengan HbsAg (+)
Pemberian vaksin
Pada kecelakaan jarum suntik
Dosis : 0,06 ml/kg maks 5 ml harus diberikan dalam waktu 24 jam, diulangi 1 bulan
kemudian
Paparan seksual
Dosis tunggal 0,06 ml/kg, dosis maks 5 ml harus diberikan dalam jangka waktu 2
minggu
Paparan perinatal
Dosis : 0,5 ml harus diberikan sebelum 48 jam
Imunisasi aktif
Dilakukan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius
Ada 3 jenis vaksin hepatitis B

Vaksin yang berasal dari plasma


Vaksin yang dibuat dengan teknik rekayasa genetika
Vaksin polipeptida
Vaksin yang beredar di Indonesia
Hevac-B (dosis ; dewasa 5 ug, anak 2,5 ug, pada ibu HbsAg (+) dosis 2x lipat)
Hepaccine (dosis : dewasa 2 ug, anak 1,5 ug)
B-Hepavac II (dosis ; dewasa 10 ug, anak 5 ug)
Hepa-B (dosis : dewasa 20 ug)
Engerix-B (dosis : anak 10 ug)
Penyuntikan dilakukan secara intramuscular, didaerah deltoid atau paha anterior
(jangan dilakukan didaerah bokong)
Efek samping yang terjadi umumnya ringan, seperti nyeri, bengkak, panas, mual,
nyeri sendi maupun otot
Jadwal pemberian
Imunisasi Hb diberikan sedini mungkin setelah lahir
Pemberian imunisasi Hb harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat
melahirkan
Bayi lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAg nya
Vaksin rekombinan (Hb Vax-II 5 ug at Engerix-B10ug) atau vaksin plasma derived 10
ug (dalam waktu 12 jam), dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada usia 6
bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (+)
Diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara bersamaan di sisi tubuh yang
berbeda dalam waktu 12 jam, dosis kedua pada usia 1-2 bulan, dosis ketiga pada
usia 6 bulan
Bayi lahir dari ibu yang HbsAg nya (-)
Diberikan vaksin rekombinan atau vaksin plasma derived pada umur 2-6 bulan,
dosis kedua pada 1-2 bulan kemudian, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah
imunisasi kesatu
Idealnya dilakukan Px anti HbsAg (paling cepat 1 bulan)
Imunisasi ulang Hb (pada umur 10-12 tahun)
Kejadian ikutan pasca imunisasi
Reaksi lokal kemerahan, nyeri, bengkak, demam ringan 2 hari
Reaksi sistemik : mual muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi

Indikasi kontra
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontra indikasi absolut terhadap
pemberian imunisasi hb terkecuali pada ibu hamil, laergi pada komponen vaksin,
demam tinggi.
VAKSIN DPT
Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif yang
bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus
Difteri dan tetanus : toksoid yang dimurnikan
Pertusis : bakteri mati, terabsorbsi dalam alumunium fosfat
Tiap 1 ml terdiri dari 40Lf toksoid difteria, 24 OU pertusis, 15 Lf toksoid tetanus,
alumunium fosfat 3 mg, thimerosal 0,1 mg
Toksoid Difteria
Untuk imunisasi primer terhadap difteri digunakan toksoid difteri (alum
precipitated formol toxoid) yang digabung dengan tetanus toxoid dan vaksin
pertusis
Imunisasi rutin pada anak, diberikan dengan 5 dosis yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan
yang diberikan bersamaan dengan polio. Dosis ulangan pada 15-18 bulan dan saat
masuk sekolah harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis ketiga
Kombinasi toxoid difteri dan tetanus (DT)
Vaksin pertusis
Untuk imunisasi yang dipakai adalah vaksin pertusis whole-cell (alum precipitated
vaccine) yaitu vaksin yang merupakan suspensi kuman B pertusis mati
Umumnya diberikan kombinasi bersama toxoid difteri dan tetanus
Toksoid tetanus
Vaksin tetanus dikenal 2 macam vaksin yaitu :
Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toxoid tetanus yang telah
dilemahkan
Kemasan tunggal (TT)
Kemasan dengan vaksin difteri (DT)
Kemasan dengan vaksin difteri dan pertusis (DPT)
Kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif (ATS)
Jadwal pemberian
Upaya depkes dan kesos melaksanakan program eliminasi tetanus neonatorum
(ETN) DPT I, DT atau TT dilaksanakan berdasarkan perkiraan lama waktu

perlindungan sebagai berikut :


Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis toxoid
tetannus pada bayi, dihitung setara dengan 2 dosis toxoid pad anak besar atau
dewasa
Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5
tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toxoid tetanus pada
bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa
Toxoid tetanus kelima (DPT 5) diberikan pada usia sekolah, akan memperpanjang
imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 toxoid tetanus pada
anak dihitung setara dengan 4 dosis toxoid dewasa
Tetanus toxoid tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya di sekolah (DT 6
atau DT) akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Dengan 6 dosis toxoid
tetanus pada anak dihitung setara dengan 5 dosis toxoid pada dewasa
Jadi PPI merekomendasikan tetanus toxoid (DPT, DT, TT) 5x untuk memberikan
perlindungan seumur hidup sehingga wanita usia subur (WUS) mendapat
perlindungan terhadap bayi yang dilahirkan terhadap tetanus neonatorum.
Imunisasi Spacing Masa perlindungan Tujuan
T1 Mengembangkan kekebalan tubuh pada infeksi
T2 4 pekan setelah T1 3 tahun Menyempurnakan kekebalan
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun Menguatkan kekebalan
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun Menguatkan kekebalan
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun Mendapatkan kekebalan penuh
Indikasi kontra
Riwayat anafilaksis
Ensefalopati pasca DPT sebelumnya
KIPI
Lokal : bengkak, kemerahan, nyeri pada tempat suntikan
Demam, gelisah, menangis terus menerus
Reaksi anafilaktik, ensefalopati 1/50.000 dosis
VAKSIN POLIO
Ada 2 macam jenis vaksin polio
Vaksin virus polio oral (OPV)
Vaksin polio inactivated (IPV)
Vaksin virus polio oral (OPV)

OPV berisi virus polio tipe 1, 2 dan 3 adalah strain/suku sabin yang masih hidup
tapi sudah dilemahkan (attenuated), vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal
kera yang distabilkan dengan sukrosa
Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes oral. Virus
vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus san memacu pembentukan antibodi
baik dalam darah maupun pada epitelium usus, yang menghasilkan pertahanan
lokal terhadap virus polio liar yang datang masuk kemudian
Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8C. OPV dapat disimpan
beku pada temperatur 20C. Vaksin yang beku dapat cepat dicairkan dengan cara
ditempatkan antara kedua telapak tangan dan digulir-gulirkan, dijaga agar warna
tidak berubah yaitu merah muda sampai orange muda (sebagai indikator pH). Bila
keadaan tersebut dapat terpenuhi, maka sisa vaksin yang telah terpakai dapat
dibekukan lagi, kemudian dipakai lagi sampai warna berubah dengan catatan
tanggal kadaluarsa harus selalu diperhatikan.
Vaksin polio inactivated (IPV) atau vaksin polio injeksi
IPV berisi tipe 1, 2 dan 3 dibiakan pada sel-sel fero ginjal kera dan dibuat tidak
aktif dengan formaldehid
IPV harus disimpan pada suhu 2-8C dan tidak boleh dibekukan
Pemberian dengan dosis 0,5 ml, SC 3x berturut-turut dengan jarak masing-masing
dosis 2 bulan
Imunitas mukosa yang ditimbulkan IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang
ditimbulkan OPV
OPV diberikan pada BBL sebagai dosis awal, sesuai dengan Pengembangan
Program Imunisasi (PPI) dan Program Eradiksi Polio (ERAPO) tahun 2000
Kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang
diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu
Satu dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan per oral pada umur 2-3 bulan dapat
diberikan bersama-sama waktunya dengan suntikan vaksin DPT dan hepatitis B
Imunisasi penguat (booster)
Dosis penguat OPV harus diberikan sebelum masuk sekolah, yaitu bersamaan
pada saat diberikan dosis DPT sebagai penguat
Dosis OPV berikutnya harus diberikan pada umur 15-19 tahun atau sebelum
meninggalkan sekolah
Orang dewasa yang telah mendapatkan imunisasi sebelumnya, tidak diperlukan

vaksinasi penguat, kecuali mereka yang dalam resiko khusus,


Imunisasi untuk orang dewasa
Untuk orang dewasa sebagai imunisasi primer (dasar) dianjurkan diberikan 3 dosis
berturut-turut OPV 2 tetes dengan jarak 4-8 minggu
Interval minimal antara 2 dosis vaksinasi dapat diperpanjang dan dapat
menyelesaikan vaksinasinya tanpa mengulang lagi
Demua orang dewasa seharusnya divaksinasi terhadap poliomielinitis dan tidak
boleh ada yang tertinggal
KIPI
Setelah vakisnasi, sebagian kecil resipien dapat mengalami gejala
Pusing-pusing
Diare ringan
Sakit pada otot
Kontrai indikasi pemberian OPV
Penyakit akut atau demam (suhu >38,5 C)
Muntah atau diare
Sedang dalam proses pengobatan kortikosteroid atau imuno supresif oral maupun
suntikan, juga pengobatan radiasi umum
Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem
retikuloendotelial seperti limfoma, leukimia, dan anak dengan mekanisme
imunologik yang terganggu, misal pada hipo-gamaglobulinemia
Menderita infeksi HIV/anggota keluarga sebagai kontak
VAKSIN CAMPAK
Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak
Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan, jangan
terkena sinar matahari
Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada
dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium)
Tiap 0,5 ml mengandung 1000 u virus strain CAM 70, 100 mcg kanamisin, 30 mg
eritromisin
Dosis dan cara pemberian
Dosis minimal untuk vaksin yang dilemahkan adalah 0,5 ml secara subcutan atau
intra muscular
Jadwal pemberian campak pada bayi umur 9-11 bulan

Imunisasi ulangan diberikan pada saat anak masuk sekolah usia 6-7 tahun dalam
program BIAS
Reaksi KIPI
Demam >39,5 C, biasanya setelah hari ke 5-6 dan berlangsung selama 2 hari
Ruam, timbul pada hari ke 7-10 dan berlangsung selama 2-4 hari
Kontra indikasi
Demam tinggi
Sedang memperoleh pengobatan imunosupresi
Hamil
Mempunyai riwayat alergi
JADWAL IMUNISASI ANJURAN (NON PPI)
Vaksin Haemophilus Influenza B (Hib)
Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
Vaksin Demam Thypoid
Vaksin Hepatitis A
Vaksin Varicella
Vaksin Haemophilus Influenza type B
Yaitu Polisakarida H. Influenza tipe b dikonjugasikan pada toksoid tetanus,
trometamol, sukrosa dan NaCl
Suspensi berkabut keputihan
Kombinasi dengan DTaP/DTwP
Lokasi penyuntikan umur <2 tahun di paha mid anterolateral dan usia > 2 tahun
di deltoid
Vaksin Mumps Morbili Rubela (MMR)
Virus campak Schwarz hidup yang dilemahkan dalam embrio ayam
Virus gondong Urabe dibiak dalam telur ayam
Virus rubela Wistar dibiak pada sel deploid manusia
Penyuntikan dilakukan secara subcutan atau intramuscular
Direkomendasikan pada usia 12-18 bulan
Serokonversi pada >95% kasus
Kontraindikasi : imunodepresi, hamil, pasca imunoglobulin, transfusi darah (tunda
6-12 minggu).
Tetap diberikan pada anak yang pernah campak, gondongan ataupun rubella
Tidak ada bukti sahih berkaitan dengan autisme

Vaksin Demam Thypoid


Komposisi terdiri dari polisakarida kapsul VI Salmonella typhi, Fenol, Nacl,
NaHPO3H
Diberikan secara intramuscular, pada usia > 2 tahun
Imunitas 2-3 minggu pasca vaksinasi
Imunogenitas rendah pada umur < 2 tahun
Perlindungan 3 tahun
Tidak melindungi terhadap Salmonella paratyphi A dan B
Vaksin Hepatitis A
Virus inaktif dalam formaldehid
Indikasi : anak usia > 2 tahun, endemis, sering transfusi (hemofilia), tinggal di
panti asuhan
Indikasi kontra : demam, infeksi akut, hipersensitif terhadap komponen vaksin
Diberikan secara intramuscular
Protektif pada 95-100%
Vaksin Varisela
Virus hidup dilemahkan, strain Oka
Diberikan secara subcutan
Kontra indikasi : demam, sakit akut
Jangan diberikan bersama vaksin hidup lain
Jangan hamil dalam 2 bulan
Tidak efektif bila transfusi gamma globulin
Diberikan pada anak usia 1-13 tahun
Rekomendasi IDAI muali usia 5 tahun
Serokonversi : 94% (2 minggu setelah vaksinasi), 100% (6 minggu setelah
vaksinasi)
Aman, efektif dan ekonomis
Vaksin Influenza-1
Virus tidak aktif dalam prefilled syringe (PFS)
Bahan lain : telur, neomisin, formaldehid
Penyimpanan pada suhu 2-8C , jangan terkena sinar matahari maupun beku
Tiap tahun starin dapat berbeda berdasarkan rekomendasi WHO : selatan dan
utara
Strain 2004 untuk daerah selatan

o H1N1 (new Caledonia/20/99)


o H3N2 (Fujian/411/2002)
o Hongkong/330/2001
o Penyuntikan dilakukan secara intramuscular atau subcutan
6-35 bulan dosis 0,25 ml, >36 bulan dosis 0,5 ml, <8 tahun perlu booster 4 minggu
kemudian
Vaksinasi diulang tiap tahun
Vaksin kombinasi (tetract-Hib dan Infantrix-Hib)
Tetract-Hib : kombinasi DPwT+Hib
Infanrix-Hib : kombinasi DPaT+Hib
DPwT/DpaT dalam vial, Hib dalam PFS (prefilled syringe)
Sebelum disuntikan, dicampur dengan menyedot DPwT/DpaT ke dalam PFS Hib
Kontra indikasi
Sama dengan komponen masing-masing vaksin
Vaksin Pneumokokkus (Prevenar)
Terdiri dari 7 sakarida yang berbeda (serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, 23F)
Konjugasi dengan 20 ug dari masing-masing 6 serotipe
Bebas pengawet dan bebas thimerosal
Dosis 0,5 ml diberikan secara intramuscular
Manfaat : mengurangi resiko invasive pneumococcal disease (IPD), radang paru
(pneumonia), radang telinga tengah dan pengobatannya, pembawa kuman
(nashoparyngeal carriage), Occult becteremia, dan mungkin efektif pada anak yang
tak responsif dengan vaksin pneumokokkus polisakarida (PPV)
Sumber
Diktat kuliah
Modul 2 : EPI vaccines. 1998. Hal 2. Geneva
Pedoman imunisasi di Indonesia. 2005. hal 88
Vademecum biofarma. 2002
WHO : expanded programme or immunization . immunization in practice
Posted in BBL, ilmu kesehatan anak, MTBS

Anda mungkin juga menyukai