STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Umur
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Tanggal masuk RS
Tanggal pemeriksaan
ANAMNESIS
Diambil dari
: Autoanamnesis
Tanggal
: Jumat, 14 Agustus 2015
Tempat
: Bangsal Bougenvile kamar 6
1. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri pada ulu hati dan perut kanan atas sejak 10 bulan yang lalu.
2. Keluhan Tambahan :
Pasien merasakan sulit tidur selama merasakan nyeri pada perutnya
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 10 bulan SMRS pasien mengeluh nyeri perut kanan dan nyeri pada ulu
hati. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama 1-3 jam
kemudian menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri
dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati dan menjalar sampai ke bahu
kanan dan punggung. Jika nyeri muncul pasien sampai keringat dingin menahan
rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya hanya
berbaring di tempat tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah
apabila pasien menarik napas dalam. Sesak dan nyeri dada disangkal. Pasien bekerja
sebagai staff konsumsi.
Pasien sebelumnya sudah sempat ke dokter dan dilakukan USG dan
terdiagnosis terdapat batu pada empedu. Kemudian dokter memberikan obat
(urdahex) untuk melihat apakah batunya bisa keluar dengan pemberian obat. Setelah
1
kontrol selanjutnya dan melakukan USG ternyata batunya masih ada dan dokter
menyarankan untuk dilakukan operasi.
1 hari SMRS nyeri dirasakan semakin berat pada perut kanan atas dan
menjalar sampai kebahu. BAB normal dan BAK normal, warna kuning bening.
Riwayat trauma pada daerah perut tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Darah tinggi
Riwayat Kencing Manis disangkal.
Riwayat Sakit Maag disangkal.
Riwayat Penyakit Kuning disangkal.
Riwayat kontak dengan penderita penyakit kuning disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit seperti pasien dalam keluarga.
II.
PEMERIKSAAN FISIK
A
Pemeriksaan Umum:
1. Kesan Umum
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Tanda Utama
: 360 Celsius
Pemeriksaan Khusus
1. Kepala : Normochepal, rambut tipis
2. Mata
3. Leher: Trakea letak normal, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
4. Telinga : Simetris kanan dan kiri, sekret -/5. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret
2
7. Mulut
8. Thoraks
a. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Paru
Inspeksi
Auskultasi
9. Abdomen
Lihat status lokalis
10. Ekstremitas
Akral hangat, udem (-)
: Cembung,
Palpasi
JENIS
12/08/2015
NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
13,1 g/dL
P: 14-18
Leukosit
Hematokrit
8.040 /uL
37,4 %
W: 12-16
5000-10.000
P: 40-48
Trombosit
Na+
ClK+
Masa Pembekuan
258.000/uL
9 menit
W: 37-43
150-450 rb/u
135-155 mmol/L
95-107 mmol/L
3,6-5,5 mmol/L
5-15
Masa Perdarahan
2 menit
1-6
109 mg/dL
<200 mg/dL
SGOT
20 u/L
SGPT
15 u/L
Ureum
18 mg/dL
17-43 mg/dL
Kreatinin
0,9
P:0,7-1,1 W:0,6-0,9
Asam Urat
7,2
P:3,6-8,2 W:2,3-6,1
PT
9,7
9,7 13,1
APTT
29,9
25,5-42,1
INR
0,90
Hepar
ukuran 1,15cm
Lien
: Tak membesar denga pola echotexture
parenkhim normal, SOL negatif
Tak
tampak
lesi
hyper/hipoechoic,
ductus
batu/masaa.
Ginjal kiri : Besar dan bentuk normal. Permukaan rata,
echo parenkim normal, sistem pelviocalyces tak melebar,
Kesan
III.
IV.
V.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Cholelithiasis
DIAGNOSIS BANDING
Apendisitis
Kolesistitis
Gastritis
Pankreatitis
Kolangitis
Kolangiokarsinoma
Koledosistitis
PENATALAKSANAAN
Pre-operasi
: IVFD RL
Operatif
: cholecystectomy
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di negara yang sudah
berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal seiring dengan bertambahnya usia
dan pada wanita batu empedu lebih sering muncul dua kali dibanding pada pria. Dibutuhkan
pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi pada penegakan
diagnosis kolelitiasis.
Anomali saluran empedu dapat dijumpai pada 10-20% populasi, mencakup kelainan
jumlah, ukuran, dan bentuk.Penyakit-penyakit yang sering menyerang empedu salah satunya
adalah penyakit batu empedu yang sering disebut dengan kolelitiasis.Penyakit batu empedu
cukup sering dijumpai di sebagianbesar negara barat. Di Amerika Serikat, pemeriksaan
autopsi memperlihatkan bahwa batu empedu ditemukan paling sedikit pada 20% perempuan
dan 8% pada laki-laki berusia diatas 40 tahun. Diperkirakan bahwa 16 sampai 20 juta orang
di Amerika Serikat memiliki batu empedu dan setiap tahun terjadi kasus baru batu empedu.
Pada saat ini tidak mungkin untuk mencegah timbulnya batu empedu, yang merupakan
kelainan saluran empedu tersering.
Populasi yang memiliki resiko tinggi adalah orang-orang obesitas dan orang- orang yang
memiliki kelainan metabolik tertentu serta kelainan hemolitik. Kolelitiasis adalah penyakit
yang menunjukkan adanya batu empedu dalam kandung empedu, sedangkan koledokolitiasis
adalah batu empedu yang ditemukan di saluran empedu, sedangkan batu empedu adalah
timbunan kristal di dalam kandung empedu maupun dalam saluran empedu.
PEMBAHASAN
I.2. Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di luar
waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan
disini mengalami pemekatan sekitar 50%.
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan,
serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.
2. Cholelithiasis
2.1. Definisi
Istilah cholelithiasis atau kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus, atau pada keduaduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk didalam kandung
empedu (kolesistolitiasis). Jika batu empedu ini berpindah kedalam saluran empedu
ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. (Buku
Ajar Ilmu Bedah De Jong W.)
2.2. Epidemiologi
Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang mengharuskan
dilakukannya sekitar 500.000 kolesistektomi dalam setahun. Batu empedu bertanggung jawab
secara langsung bagi sekitar 10.000 kematian pertahunnya. Prevalensi batu empedu bervariasi
sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita dengan batu empedu melebihi jumlah pria
dengan perbandingan 4:1. Wanita yang meminum estrogen eksogen memiliki peningkatan
resiko, yang melibatkan hormon lebih lanjut lagi. Dengan bertambahnya usia, dominansi
wanita ini menjadi kurang jelas. Batu empedu tidak bisa ditemukan pada orang yang berusia
dibawah 20 tahun (1 persen), lebih sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun
(11persen) dan ditemukan sekitar 30 persen pada orang yang berusia di atas 80 tahun.
Prevalensi ini sepertinya juga berkaitan dengan ras, karena didapatkan angka sangat fantastis
pada suku Indian, yaitu sekitar 20%. Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di
klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien
dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
2.3. Etiologi
Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat alamiah yang bersifat
multifaktorial termasuk disini adalah Cholelithiasis yang diakibatkan dari interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan akhir-akhir ini dianggap berakibat dari
tumbuhnya gaya hidup yang modern, termasuk disini adalah tingginya asupan karbohidrat,
prevalensi tinggi timbulnya obesitas dan non-insulin dependent diabetes mellitus, dan gaya
hidup yang cenderung sedenter.
10
sesuai
dengan
bertambahnya usia.
Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan
berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
2.5. Patogenesis.
Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu di dalam saluran empedu berada
dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Ketika empedu terkonsentrasi di
dalam kandung empedu, zat tersebut akan membuat empedu supersaturasi, yang kemudian
mengendap dalam larutan sebagai kristal mikroskopik. Kristal tersebut tersumbat di dalam
mukus kandung empedu, dan menghasilkan sludge (lumpur) kandung empedu. Seiring
waktu, kristal tersebut tumbuh, menyatu dan mengering hingga menjadi batu makroskopik.
Penyumbatas saluran oleh sludge ataupun batu akan menyebabkan komplikasi penyakit batu
empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial ataupun komplit sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan duktus sistikus
dan striktur. Jika batu berhenti didalam duktus sistikus karena diameternya trelalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
Kolelitiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan
ultrasonografi, pembuatan foto polos perut, atau perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan
fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
Terdapat dua zat utama yang berperan dalam pembentukan batu empedu, yaitu kolesterol
dan kalsium bilirubinat.
a. Batu Kolesterol
Empedu yang disupersaturasi oleh kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 persen
batu empedu di negara barat. Sebagian besar batu ini merupakan batu kolesterol campuran
yang mengandung paling sedikit 75 persen kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi
jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Batu kolesterol
murni terdapat dalam sekitar 10 persen dari semua batu kolesterol. Sifat fisikomia empedu
bervariasi sesuai konsentrasi relatif garam empedu, lesitin dan kolesterol. Kolestrol dilarutkan
12
dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada
jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Hubungan antara kolesterol lesitin dan garam
empedu ini dapat dilihat dalam grafik segitiga. Yang koordinatnya merupakan persentasi
konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol. Empedu yang mengandung
kolesterol seluruhnya di dalam micelles digambarkan oleh area di bawah garis lengkung ABC
(cairan micelle) ; tetapi bila konsentrasi relatif garam empedu, lesitin dan kolesterol turun ke
area di atas garis ABC, maka ada kolesterol di dalam dua fase atau lebih (cairan micelle dan
kristal kolesterol)
Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama yang dapat
terjadi secara berurutan atau bersamaan:
1
2
3
4
bentuk misel yaitu agregasi lipid dengan komponen berpolar lipid seperti senyawa
fosfat dan hidroksil terarah keluar dari inti misel dan tersusun berbatasan dengan fase
berair sementara komponen rantaian hidrofobik bertumpuk di bagian dalam misel.
Semakin meningkat saturasi kolesterol, maka bentuk komposisi kolesterol
yang akan ditemukan terdiri atas campuran dua fase yaitu misel dan vesikel. Vesikel
kolesterol dianggarkan sekitar 10 kali lipat lebih besar daripada misel dan memiliki
fosfolipid bilayer tanpa mengandung garam empedu. Seperti misel, komponen
berpolar vesikel turut diatur mengarah ke luar vesikel dan berbatasan dengan fase
berair ekstenal sementara rantaian hidrokarbon yang hidrofobik membentuk bagian
dalam dari lipid dwilapis. Diduga <30% kolesterol bilier diangkut dalam bentuk
misel, yang mana selebihnya berada dalam bentuk vesikel. Umumnya, konformasi
vesikel berpredisposisi terhadap pembentukan batu empedu karena lebih cenderung
untuk beragregasi dan bernukleasi untuk membentuk konformasi kristal.
Small dkk (1968) menggambarkan batas solubilitas kolesterol empedu sebagai
faktor yang terkait dengan kadar fosfolipid dan garam empedu dalam bentuk diagram
segitiga, keseimbangan titik P mewakili empedu dengan komposisi 80% garam
empedu, 5% kolesterol dan 15% lesitin. Garis ABC mewakili solubilitas maksimal
kolesterol dalam berbagai campuran komposisi garam empedu dan lesitin. Oleh
karena titik P berada di bawah garis ABC serta berada dalam zona yang terdiri atas
fase tunggal cairan misel maka empedu disifatkan sebagai tidak tersaturasi dengan
kolesterol. Empedu dengan campuran komposisi yang berada atas garis ABC akan
mengandung konsentrasi kolesterol yang melampau dalam sehingga empedu disebut
sebagai mengalami supersaturasi kolesterol. Empedu yang tersupersaturasi dengan
kolesterol akan wujud dalam keadaan lebih daripada satu fase yaitu dapat dalam
bentuk campuran fase misel, vesikel maupun kristal dan cenderung mengalami
presipitasi membentuk kristal yang selanjutnya akan berkembang menjadi batu
empedu. Dalam arti kata lain, diagram keseimbangan fase turut memudahkan prediksi
komposisi kolesterol dalam empedu (fase misel, vesikel, campuran misel dan vesikel
atau kristal).
maksimal yang wujud dalam bentuk terlarut pada fase keseimbangan pada model
empedu. Pada CSI >1.0, empedu dianggap tersupersaturasi dengan kolesterol yaitu
keadaan di mana peningkatan konsentrasi kolesterol bebas yang melampaui kapasitas
solubilitas empedu.
Pada keadaan supersaturasi, molekul kolesterol cenderung berada dalam
bentuk vesikel unilamelar yang secara perlahan-lahan akan mengalami fusi dan
agregasi hingga membentuk vesikel multilamelar (kristal cairan) yang bersifat
metastabil. Agregasi dan fusi yang berlanjutan akan menghasilkan kristal kolesterol
monohidrat menerusi proses nukleasi. Teori terbaru pada saat ini mengusulkan bahwa
keseimbangan fase fisikokimia pada fase vesikel merupakan faktor utama yang
menentukan kecenderungan kristal cairan untuk membentuk batu empedu. Tingkat
supersaturasi kolesterol disebut sebagai faktor paling utama yang menentukan
litogenisitas empedu. Berdasarkan diagram fase, faktor-faktor yang mendukung
supersaturasi kolesterol empedu termasuk:
Hipersekresi kolesterol.
Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi
kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:
1
2
3
15
Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam kenodeoksikolik.
Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam litokolik.
Ketiga kelompok ini membentuk cadangan asam empedu tubuh (bile acid pool)
dan masing-masing mempunyai sifat hidrofobisitas yang berbeda. Sifat
hidrofobisitas yang berbeda ini akan mempengaruhi litogenisitas empedu.
Semakin hidrofobik asam empedu, semakin besar kemampuannya untuk
menginduksi sekresi kolesterol dan mensupresi sintesis asam empedu. Konsentrasi
relatif tiap asam empedu yang membentuk cadangan asam empedu tubuh akan
mempengaruhi CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang berbeda. Asam
empedu primer dan tertier bersifat hidrofilik sementara asam empedu sekunder
bersifat hidrofobik. Penderita batu empedu umumnya mempunyai cadangan asam
kolik yang kecil dan cadangan asam deoksikolik yang lebih besar. Asam
deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu meningkatkan CSI dengan
meninggikan sekresi kolesterol dan mengurangi waktu nukleasi. Sebaliknya, asam
ursodeoksikolik dan kenodeoksikolik merupakan asam empedu hidrofilik yang
berperan mencegah pembentukan batu kolesterol dengan mengurangi sintesis dan
sekresi
kolesterol.
Asam
ursodeoksikolik
turut
menurunkan
CSI
dan
16
Mutasi
pada
molekul
protein
transpor
fosfolipid
(disebut
protein ABCB4) yang berperan dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin)
ke dalam empedu terkait dengan perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa
muda.
stasis
kantung
empedu. Stasis
merupakan
faktor
resiko
pembentukan batu empedu karena gel musn akan terakumulasi sesuai dengan
17
imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA II. Mekanisme fisiologik yang mendasari
efek untuk sebagian besar daripada faktor-faktor ini masih belum dapat dipastikan.
Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan terjadinya proses
kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat. Waktu nukleasi pada
empedu penderita batu empedu telah terbukti lebih pendek dibanding empedu kontrol
pada orang normal. Waktu nukleasi yang pendek mempergiat kristalisasi kolesterol
dan menfasilitasi proses litogenesis empedu.
4
tertentu mempunyai kumpulan garam empedu total yang berkontraksi (1,5 sampai 2g) yang
merupakan separuh ukuran orang normal. Bisa timbul akibat hubungan umpan balik garam
empedu abnormal dengan penurunan sintesis hati bagi garam empedu atau hilangnya garam
empedu secara berlebihan melalui feses akibat malabsorpsi ileum primer atau setelah reseksi
atau pintas ileum. Kelompok lain, terutama orang yang gemuk, mensekresi kolesterol dalam
jumlah yang berlebihan. Beberapa bukti menggambarkan bahwa masukan diet kolesterol dan
atau kandungan kalori diet bisa mempengaruhi sekresi kolesterol juga.
Mekanisme lain yang diusulkan bagi pembentukan batu, melibatkan disfungsi vesika
biliaris. Stasis akibat obstruksi mekanik atau fungsional, bisa menyebabkan stagnasi empedu
di dalam vesika biliaris dengan resorpsi air berlebihan dan merubah kelarutan unsur empedu.
Penelitian percobaan menggambarkan bahwa peradangan dinding kandung empedu bisa
menyebabkan resorpsi garam empedu berlebihan, perubahan dalam rasio lesitin/garam
empedu serta sekresi garam kalsium, mukoprotein dan debris organik sel; perubahan ini bisa
19
merubah empedu hati normal menjadi empdu litogenik di dalam vesika biliaris. Peranan
infeksi dalam patogenesis pembentukan batu kolesterol bersifat kontroversial. Walaupun
organisme usus tertentu bisa dibiak dari inti batu kolesterol atau dari dinding vesika biiaris,
namun sebagian besar batu kolesterol terbntuk tanpa adanya infeksi.
Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 persen dari batu empedu di amerika serikat. Ada
dua bentuk, yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu
pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilannya hijau
sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat,
polimer bilirubin, asam empedu, dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26 persen) dan
banyak senyawa organik lain. Di daerah timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan
merupakan 40 sampai 60 persen dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna
kecoklatan sampai hitam serta sering membuat batu diluar vesika biliaris di dalam duktus
koledokus atau di dalam duktus biliaris intrahepatik. Batu kalsium bilirubinat sering
radioopak, sedangkan batu pigmen murni mungkin tidak radioopak, tergantung pada
kandungan kalsiumnya.
Patogenesis batu pigmen berbeda dengan batu kolesterol, kemungkinan mencakup
sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang
mengendap di dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan
20
batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi. (anemia
hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni.
Patofisiologi batu Pigmen Murni (pigmen Hitam)
Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin
terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan
hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat
dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh
glukuronidase- endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu
yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang
dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas buffering asam
sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi
kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan
empedu dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan
atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi
yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan berakhir dengan
pembentukan batu berpigmen hitam.
Patofisiologi batu pigmen Kalsium Bilirubinat (batu coklat)
Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai
dengan penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu.
Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies
Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis
sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpigmen.
patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di empedu. Mikroorganisma
enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim glukuronidase-, fosfolipase A dan
hidrolase asam empedu terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim tersebut didapatkan
seperti berikut:
asam palmitik).
Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat.
21
2.5. Diagnosis
Gambaran klinis
22
Pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok : pasien dengan
batu asimptomatik, pasien dengan batu empedu simptomatik, dan pasien dengan
komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pankreatitis).
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu dengan
diagnosis maupun selama pemantauan. Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit,
sebanyak 50% pasien tetap asimptomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20%
mendapat komplikasi.
Pada penderita batu kandung empedu yang asimtomatik keluhan yang
mungkin bisa timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi pada makananmakanan yang berlemak.
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam,
biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan
prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus
timbul tiba-tiba.
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau
duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan
meningkat
dan
peningkatan
kontraksi
peristaltik
di
tempat
penyumbatan
Pemeriksaan Fisik
23
menentukan adanya obstruksi atau halangan aliran empedu dengan analisis kimia
berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu atau dengan visualisasi langsung anatomi
batang saluran empedu.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium. Batu empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukan
kelainan laboratotik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terdapat sindrom Mirizzi, akan ditemukan kelainan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang udem di daerah kantong
Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap kali ada serangan akut.
Pencitraan. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal akibat fibrosis atau udem karena peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang udara di dalam usus. Dengan ultrasonografi, lumpur
empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan
ultrasonografi, punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
gangren lebih jelas daripada dengan palpasi. Foto polos perut biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung
empedu yang bersifat radioopak.
2.6. Tatalaksana
1
Paisen Asimtomatik
Belum terdapat bukti yang mendukung intervensi bedah pada kasus asimtomatis. Risiko
operasi dianggap lebih besar dibandingkan manfaatnya. Tatalaksana berupa intervensi
gaya hidup, antara lain olahraga, menurunkan berat badan, dan diet rendah kolesterol.
Pasien Simtomatik
Pilihan terapi utama berupa intervensi bedah atau prosedur invasif minimal untuk
mengeluarkan batu. Terapi farmakologis masih belum menunjukan efikasi yang bermakna.
25
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliarisyang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Pada kolesistktomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal, biasanya
pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara
memasukkan kontras lewat kateter kedalam duktus sistikus untuk mengetahui outline
dari saluran bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah karena ada
kemungkinan 10 persen terdapat batu pada saluran empedu.
Gambar:
Kolesistektomi
terbuka
b Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik.Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
26
27
2.7. Komplikasi
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan
perforasi dan peritonitis, kolesititis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis
piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu, pankreatitis, dan perubahan keganasan. Batu
empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papila Vater dan
menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan striktur papila Vater.
Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
Kolangitis
28
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar
melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu
empedu.
Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops
biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa
dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera
2.8. Prognosis
Kurang dari setengah pasien dengan batu empedu menjadi simtomatik. Tingkat
kematian dengan kolesistektomi elektif sebesar 0,5%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi
emergency sebesar 3-5%. Setelah dilakukan kolesistektomi, batu akan mungkin terbentuk
kembali di dalam saluran empedu. Dari semua pasien yang menolak tindakan operatif, 45%
tetap asimtomatik sedangkan 55% mengalami berbagai macam komplikasi.
KESIMPULAN
Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di negara yang
sudah berkembang. Istilah cholelithiasis atau kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu
empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus,
atau pada kedua-duanya. Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu di dalam
29
saluran empedu berada dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Terdapat dua
zat utama yang berperan dalam pembentukan batu empedu, yaitu kolesterol dan kalsium
bilirubinat. Empedu yang disupersaturasi oleh kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari
90 persen batu empedu di negara barat. Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut
yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesititis kronik, ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu, pankreatitis, dan
perubahan keganasan. Penatalaksanaan untuk kasus kolelitiasis bergantung kepada ada atau
tidaknya gejala yang dialami pasien. Pada pasien asimtomatik terapi konservatif dapat
dilakukan, namun untuk pasien simtomatik terapi operatif sangat dibutuhkan.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsoehidajat and Wim de Jong, Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta,
2010, Hal 674-680
2. Sabiston David C. Jr.. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC.2010.115-128
3. Tjandra J. J. A.J. Gordon. Dkk. Textbook Of Surgery.Third Edition.New
Delhi:Blackwell Publishing.2006.
4. http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview
5. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
31