Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta
bentol-bentol merah yang hampir merata diseluruh tubuh. Timbul bengkak pada kelopak mata
dan bibir sesudah minum obat penurun panas (parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema dimata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini
diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingg ia mendapatkan obat anti
histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum
obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas
Lo.1.1 Definisi
Lo.1.2 Etiologi
Lo.1.3 Klasifikasi
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe I
Lo.2.1 Definisi
Lo.2.2 Mekanisme
Lo.2.3 Manifestasi klinis
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II
Lo.3.1 Definisi
Lo.3.2 Mekanisme
Lo.3.3 Manifestasi klinis
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe III
Lo.4.1 Definisi
Lo.4.2 Mekanisme
Lo.4.3 Manifestasi klinis
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV
Lo.2.1 Definisi
Lo.2.2 Mekanisme
Lo.2.3 Manifestasi klinis
LI 6. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid
6.1 Anti-histamin
6.2 Kortikosteroid
LI 7.
Memahami dan Menjelaskan Pandangan Hukum Islam untuk menentukan alternatif pada
2 pilihan yang sulit
L.1
Reaksi cepat
Hitungan
detik
Reaksi intermediet
Terjadi
setelah
beberapa jam terpajan
Reaksi lambat
Terjadi setelah 48
jam terpajan
LI.2
Definisi
Reaksi hipersensitifitas tipe I adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau
reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan
antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan
basofil.
2.2
Mekanisme
Pada tipe I terdapat beberapa fase, yaitu :
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
3. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi
farmakologik.
Manifestasi klinis
Manifestasi khas : anafilaksis sistemik dan lokal seperti rinitis, asma, urtikaria,
alergi makanan dan ekzem .
a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik
yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk
menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi
menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis
atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel
mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa
minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi
dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit,
mata, hidung dan saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksis
Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa
menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan
basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu
berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan
serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak
dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis
reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis,
pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa,
sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan
terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan
antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan
pelemas otot.
Reaksi Alergi
6
Jenis Alergi
Anafilaksis
Urtikaris akut
Rinitis alergi
Asma
Makanan
Ekzem atopi
LI.3
Alergen Umum
Gambaran
Edema
dengan
peningkatan
permeabilitas
kapiler,
okulasi
Obat, serum, kacang-kacangan
trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian
Sengatan serangga
Bentol, merah
Polen, tungau debu rumah
Edema dan iritasi mukosa nasal
Konstriksi bronkial, peningkatan
Polen, tungau debu rumah
produksi mukus, inflamasi saluran
nafas
Kerang, susu, telur, ikan, Urtikaria yang gatal dan potensial
bahan asal gandum
menjadi anafilaksis
Inflamasi pada kulit yang terasa
Polen, tungau debu runah,
gatal, biasanya merah dan ada
beberapa makanan
kalanya vesikular
Gambar
4.
Proses
Terjadinya
Hemolitik
Inkompatibilitas Rh (Kindt, et. al., 2007)
3) Anemia hemolitik
a. A
n
t
i
b
iotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin,
dan streptomisin dapat
diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk
kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa
LI.4
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut
oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan
PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh
makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III
adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang
kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah
Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun
sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat
merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:
- Agregasi trombosit
- Aktivasi makrofag
- Perubahan permeabilitas vaskuler
- Aktivasi sel mast
- Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
- Pelepasan bahan kemotaksis
10
- Influks neutrophil
2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan
Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran
kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut
terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.
Lo.4.3 Manifestasi klinis
Manifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik seperti serum sickness,
vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES .
A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus
Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara
berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan
edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan
nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang
merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah
presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.
Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :
a. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan
tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa
pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai
nekrosis.
b. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai
faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi.
Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total
aliran darah.
c. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan
seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit
sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness
Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan
mekanisme sebagai berikut:
a) Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a)
yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
b) Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah
yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi
pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)
c) Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk
mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv
11
Hipersensitivitas tuberculin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan
Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan
menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan
dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit
akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh
sel CD4+.
-
Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung
membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan
biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.
LI.6
A. Anti histamine
Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah
pelepasan atau kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam
antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif
untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah
burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat
histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonis reseptor H1 (AH1) dan Antagonis
reseptor H2 (AH2).
1). Antagonis reseptor H1 (AH1)
a. Farmakodinamik :
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot
polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan
lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.
b. Farmakokinetik :
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan
maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat
pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah.
Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam,
terutama dalam bentuk metabolitnya
c. Indikasi :
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
d. Efek samping :
Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan
dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur,
diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah,
keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi,
sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.
2) Antagonis reseptor H2 (AH2)
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis
reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan nizatidin.
1) Simetidin dan Ranitidin
a. Farmakodinamik :
Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu
volume dan kadar pepsin cairan lambung.
b. Farmakokinetik :
14
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar
adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan
terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme
karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja
dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati
membran plasma secara difusi pasif.
a. Farmakodinamik :
- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu
juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan
organ lain.
- Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid.
a) Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.
b) Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
- Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.
o Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.
o Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.
o Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.
b. Farmakokinetik :
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja
karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial.
Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek
sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
c. Indikasi :
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan:
- Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error
dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.
- Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
- Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik,
tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
- Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi
dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.
- Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi
kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.
16
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.
d. Efek samping :
- Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau
pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.
- Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan
insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.
- Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit ,
hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien
tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll
- Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat
kortikosteroid sintetik.
Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan
kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan
pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.
LI.7
219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "
Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir,
:
:
17
:
.
.
Dari Abu Abdillah an Numan bin Basyir Radhiyallahu anhuma, an Numan berkata : aku
mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda : Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas, dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat (menyerupai halal atau
menyerupai haram), Banyak orang tidak mengetahui hal-hal yang syubhat itu. Barang siapa yang
menjaga diri dari yang syubhat maka ia telah membebaskan diri dari yang haram untuk agama
dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjatuh pada syubhat, jatuh pada hal yang haram, ia
seperti penggembala yang menggembala di sekitar kebun yang dijaga, pastinya gembalaannya
akan memasuki kebun itu. Sesungguhnya setiap raja memiliki batas wilayah yang dijaganya,
Adapun batasan Allah di bumiNya adalah hal-hal yang diharamkannya. Sungguh dalam tubuh
ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika rusak maka rusaklah
seluruh tubuhnya, Sungguh ia adalah jantung (HR Bukhari dan Muslim)
18