maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan
juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain banyak pula potensi sumber daya yang
dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan
demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan
kemajuan. Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak
mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawakan
potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan.
Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus
tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupan potensi yang
mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya,
dan perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih
apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara
dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisinya integrasi masyarakat
merupakan sesuatu yang sangan dibutuhkan untuk membangun kejayaan
bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan.
Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun
kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
bersangkutan.
3. Pluralitas Masyarakat Indonesia
Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
pluralis atau masyarakat majemuk merupakan suatu hal yang sudah samasama dimengerti. Dengan meminjam istilah yang digunakan oleh Clifford
Geertz, masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagibagi ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri,
dalam mana masing-masing sub sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan
yang bersifat primordial. (Geertz, 1963: 105 dst.) Apa yang dikatakan
sebagai ikatan primordial di sini adalah ikatan yang muncul dari perasaan
yang lahir dari apa yang ada dalam kehidupan sosial, yang sebagian besar
berasal dari hubungan keluarga, ikatan kesukuan tertentu, keanggotaan
dalam keagamaan tertentu, budaya, bahasa atau dialek tertentu, serta
kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang membawakan ikatan yang sangat kuat
dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Pierre L van den Berghe masyarakat majemuk
memiliki karakteristik (Nasikun, 1993: 33):
a. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang
seringkali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain;
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembagalembaga yang bersifat non-komplementer;
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya
terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar;
d. Secara relatif seringkali mengalami konflik di antara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lain;
e. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion)
dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi;
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompokkelompok yang lain.
sebagainya. Dalam hal ini dapat kita sebutkan kasus-kasus yang terjadi di
Poso, Sampit, Ambon, kasus di Lombok, dan masih ada tempat-tempat
yang lain. Terjadinya konflik horizontal biasanya juga merupakan
akumulasi dari berbagai faktor baik faktor kesukuan atau etnis, agama,
ekonomi, sosial, dan sebagainya merupakan konstruksi sosial, yaitu hasil dari pengalaman
historis serta
diskursus etnisitas dengan identitas. Pandangan ini merupakan sintesa dari
pandangan primordialis dan pandangan instrumentalis. Pandangan
primordialis mengatakan bahwa konflik etnik dapat dilacak akarnya pada
sifat naluri alamiah saling memiliki, dan sifat kesukuan (tribalism)
berdasar pada perbedaan bahasa, ras, kekerabatan, tempramen, dan tradisi
suku-suku yang berkonflik. Sedangkan pandangan instrumentalis menolak
pendapat ini dengan menekankan sifat lentur dari identitas etnik yang biasa
digunakan, dimobilisasi, dan dimanipulasi oleh kelompok-kelompok elite
dan negara untuk tujuan politik tertentu.
Konflik horizontal lainnya yang juga sering terjadi adalah konflik
yang berlatar belakan keagamaan. Konflik keagamaan sering terjadi dalam
intensitas yang sangat tinggi oleh karena agama merupakan sesuatu hal
yang sifatnya sangat sensitif. Ketersinggungan yang bernuansa keagamaan
sering memunculkan pertentangan yang meruncing yang disertai dengan
tindak kekerasan di antara kelompok penganut suatu agama dan kelompok
penganut agama lainnya. Konflik dengan intensitas yang demikian tinggi
disebabkan karena masalah yang bernuansa keagamaan sangat mudah
membangkitkan solidaritas di kalangan sesama pemeluk agama untuk
melibatkan diri ke dalam konflik yang sedang berlangsung, dengan suatu
keyakinan bahwa perang ataupun konflik membela agama adalah
B. Strategi Integrasi
Masalah integrasi nasional merupakan persoalan yang dialami oleh
semua negara, terutama adalah negara-negara berkembang. Dalam usianya
yang masih relatif muda dalam membangun negara bangsa (nation state),
ikatan antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam negara masih rentan
dan mudah tersulut untuk terjadinya pertentangan antar kelompok. Di
samping itu masyarakat di negara berkembang umumnya memiliki ikatan
primordial yang masih kuat. Kuatnya ikatan primordial menjadikan
3. Strategi Pluralis
Paham pluralis merupakan paham yang menghargai terdapatnya perbedaan dalam Paham
pluralis pada prinsipnya mewujudkan integrasi nasional dengan memberi kesempatan pada
segala unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk hidup dan berkembang. Ini berarti
bahwa dengan strategi pluralis, dalam mewujudkan integrasi nasional negara memberi
kesempatan kepada semua unsur keragaman dalam negara, baik suku, agama, budaya daerah,
dan perbedaan-perbedaan lainnya untuk tumbuh dan berkembang, serta hidup berdampingan
secara damai. Jadi integrasi nasional diwujudkan dengan tetap menghargai terdapatnya
perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pandangan multikulturalisme, bahwa setiap unsur
perbedaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama, sehingga masingmasing berhak mendapatkan kesempatan untuk berkembang.