Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF

Disusun Oleh:
Annisa Nanda Putri, S.Ked

04101401029

Arzi Larga Guphta

04101401038

Pembimbing :
dr. Abdullah Sahab, SpKJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:


GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE DEPRESIF

Oleh:
Annisa Nanda Putri

04101401029

Arzi Larga Guphta

04101401039

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 22 Juli-24 Agustus 2015.

Palembang, 11 Agustus 2015


Pembimbing,

dr. Abdullah Sahab, SpKJ

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................
..............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
...............................................................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN................................................................................
...............................................................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
.............................................................................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS..................................................................................
.............................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
.............................................................................................................................36

BAB I
PENDAHULUAN
Skizoafektif merupakan gangguan jiwa dimana penderita mempunyai
gejala yang merupakan kombinasi gejala skizofrenia dengan gangguan afektif.
Istilah skizofrenia berasal dari kata schizos yang artinya pecah belah dan pharen
yang berarti jiwa. Skizofrenia menjelaskan mengenai suatu gangguan jiwa dimana
penderita mengalami perpecahan jiwa adanya keretakan atau disharmoni antara
proses berfikir, perasaan, dan perbuatan. Sedangkan gangguan afektif adalah
gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana perasaan (mood) atau
afek, biasanya ke arah depresi.1
Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah dikembangkan. Gangguan dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe
gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga
yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan
mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama. 1
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. 2 Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Sedangkan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2 Gejala yang khas pada
pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir,
perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.2,3
4

Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,


merupakan suatu produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa
diagnosis, dan untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik
episode manik maupun depresif dan menentukan lama setiap episode secara
tepat.1 Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis
lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif
mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.1

BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a.Nama
b.
c.Umur
d.
e.Agama
f. Tingkat pendidikan
g.
h. Alamat
II.

: Tn. BS
Jenis kelamin : Laki-laki
: 27 tahun
Status perkawinan
: Belum menikah
: Islam
: Tamat SD
Warga negara : Indonesia
: Kertapati, Palembang

ANAMNESIS

A. ALLOANAMNESIS (Dilakukan pada hari Selasa, 4 Agustus 2015 di

Poli RS Ernaldi Bahar pukul 10.00 WIB)


Diperoleh dari
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Hubungan dengan pasien
a. Sebab utama

: Ny. S dan Tn. T


: Perempuan dan Laki-Laki
: 49 tahun dan 52 tahun
: Kertapati, Palembang
: Tamat SD
: Ibu Rumah Tangga dan Pedagang
: Ibu dan Ayah os

: Os sering melempar-lempar barang sejak 2

minggu yang lalu


b. Keluhan utama
: Tidak bisa tidur
c. Riwayat perjalanan penyakit
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, os mengeluh pusing, sejak saat itu
os dilaporkan sering melamun dan sering mengurung diri. Os juga sering
menangis tanpa alasan. Saat ditanya oleh keluarganya, os tidak mau
menjawab dan langsung menangis. Os memang dikenal sebagai pribadi

yang pendiam dan cenderung tertutup. Os dilaporkan sering melihat ke


tembok rumah os sejak 2 bulan SMRS tersebut. Os menjadi lebih
pendiam dari biasanya. Os kesulitan memulai tidur dan sering terbangun
dimalam hari. Nafsu makan os menurun. Os masih mampu mengurus
diri.
Kurang lebih 2 minggu yang lalu, os mulai sering melemparlempar barang yang ada didekatnya, ketika ditanya os mengatakan
terdapat suara yang menyuruhnya untuk melakukan hal tersebut. Selain
itu, os juga sering berbicara serta tertawa sendiri dan terkadang tidak
nyambung saat diajak mengobrol. Os sesekali membicarakan mengenai
mantan pacarnya yang meninggalkannya 3 bulan yang lalu, os semakin
sering menangis dan tidak mau makan. Os mengurung diri dikamar.
Setelah ditanyai lebih dalam mengenai kemungkinan stressor pada
os, keluarga menyatakan bahwa os terlihat sering murung setelah putus
dari kekasihnya 3 bulan yang lalu, os merasa tidak layak menjadi
kekasihnya akibat os tidak memiliki pekerjaan layak dan tidak dapat
membahagiakan kekasih os, lalu os ditinggalkan oleh kekasih os.
d. Riwayat penyakit dahulu
Os adalah perokok ( 2-3 batang/hari) sejak remaja. Riwayat
penyakit lain disangkal.
e. Riwayat premorbid
- Lahir
: lahir spontan, langsung menangis
- Bayi
: tumbuh kembang baik
- Anak-anak
: sosialisasi baik
- Remaja
: sosialisasi baik (kepribadian pendiam dan cenderung
tertutup)
f. Riwayat perkembangan organobiologi
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat demam tinggi yang lama (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat sakit ginjal (-)
g. Riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang

Riwayat mengonsumsi alkohol dan NAPZA disangkal.


h. Riwayat pendidikan
Os tamat SD. Os tidak lanjut sekolah akibat tidak memiliki biaya
untuk lanjut sekolah.
i. Riwayat pekerjaan
Os tidak bekerja, dan sulit mendapatkan pekerjaan. Os pernah
bekerja menjadi kuli bangunan selama 2 bulan, namun os merasa
pekerjaan tersebut tidak layak untuknya dan memutuskan untuk berhenti
bekerja 6 bulan yang lalu.
j. Riwayat perkawinan
Os belum menikah.
k. Keadaan sosial ekonomi
Os tinggal bersama keluarga dengan keadaan sosial ekonomi
menengah kebawah.
l. Riwayat keluarga
- Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal
-

Pedigree:

B. AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI


Wawancara dan observasi dilakukan

bersamaan

dengan

alloanamnesis pada Selasa, 4 Agustus 2015 pukul 10.00 WIB di Poli RS


Ernaldi Bahar, Palembang. Pemeriksa dan pasien berhadapan dengan posisi
pasien duduk dikursi pasien. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Pasien dapat berbicara dan kooperatif.

Pemeriksa

Pasien

Interpretasi

Selamat Siang Pak B.

(saat datang, pasien

Tanda-tanda halusinasi

tampak diam dan


sesekali tertawa-tawa
Kami dokter muda yang

sendiri)
Siang dok

Sensorium: compos

bertugas hari ini, boleh


tanya-tanya sebentar ya,

mentis
Iyo, boleh
- kooperatif, perhatian

Pak?
Pak, umurnya berapa?
27 tahun, Taun ini

verbal ada

Sekarang kita lagi dimana


tau gak, Pak?
Sekarang hari apa, Pak?

ada
- verbalisasi jelas
- cara bicara lancar
- kontak fisik, mata, dan

Di RS Erba

Selasa

Daya ingat: baik


Orientasi waktu, tempat,

menunjukkan ibu dan

mamak samo ubak aku


(sesekali tertawa-tawa

dan personal: baik

ayah os)

sendiri)

Ini siapanya Pak? (sambil

Pak, tidurnya nyenyak

nyenyak-nyenyak bae,

dak?

tapi akhir-akhir ini susah


tedok, galak tebangun
malem-malem

Ngapo Pak, ado yang


bapak pikiri apo sampe

Iyo, mantan aku. Jahat.

dak pacak tedok itu?

Stressor masalah

Ngapo Pak mantannyo

(pasien diam, lalu

jahat? Biso diceritoi dak?

terlihat murung)
aku diputusinyo, aku ni
katek gawe, dak biso
belike dio barang9

percintaan

Hidup emosi: labil

barang, jahat dio tu!


Jadi bapak sedih gara-

iyo (kemudian os

gara mikiri itu yo?

sesekali tertawa-tawa
sendiri)

Ado pikiran buat nyakiti

idak

diri bapak dak?


Adanya halusinasi
Itu bapak ketawo samo

Dak papo, katek

auditorik

siapo? Ado yang lucu yo?


Bapak galak denger

(pasien mengangguk)

suaro-suaro atau bisikanbisikan dak pak?


Ado bentuknyo dak pak?

(pasien menggelengkan
kepala)
Takut

Perasaan bapak cakmano


pas denger suaro itu?
Dio galak nyuruh-nyuruh
sesuatu dak pak?

(pasien mengangguk)
galak nyuruh aku
ngelepar-lempar barang

Baiklah, terimakasih ya
Pak.
III.
PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium
: Compos Mentis
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg

Suhu
Frekuensi napas

: 36,6 0C
: 20 x/menit

B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat saraf kepala (panca indera)
2) Gejala rangsang meningeal
3) Gejala peningkatan tekanan intracranial
10

: tidak ada kelainan


: tidak ada
: tidak ada

4) Mata
Gerakan
Persepsi mata
Pupil
Refleks cahaya
Refleks kornea
Pemeriksaan oftalmoskopi

: baik ke segala arah


: baik, diplopia tidak ada, visus normal
: bentuk bulat, sentral, isokor, 2mm/2mm
: +/+
: +/+
: tidak dilakukan

5) Motorik
Fungsi Motorik

Lengan
Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Luas

luas

luas

luas

Kekuatan

Tonus

Eutoni

eutoni

eutoni

eutoni

Klonus

Refleks fisiologis

Refleks patologis

6)
7)
8)
9)

Tungkai

Sensibilitas
Susunan saraf vegetatif
Fungsi luhur
Kelainan khusus

: normal
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium
: Compos Mentis
b. Perhatian
: Adekuat
c. Sikap
: Kooperatif
d. Inisiatif
: Ada
e. Tingkah laku motorik : Normoaktif
f. Ekspresi fasial
: Sedih
g. Verbalisasi
: Jelas
h. Cara bicara
: Lancar
i. Kontak psikis
Kontak fisik
: ada, inadekuat
Kontak mata
: ada, inadekuat
Kontak verbal
: ada, inadekuat

11

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek
: Sesuai
Mood
: Hipotimik
b. Hidup emosi
Stabilitas

: labil

Skala diferensiasi

: normal

Dalam-dangkal

: dangkal

Einfuhlung

: bisa

Pengendalian

: terkendali

dirabarasakan

Adekuat-Inadekuat

: inadekuat

Arus emosi

Echt-unecht

: echt

: normal

c. Keadaan dan fungsi intelektual


Daya ingat

: baik

Daya konsentrasi

: baik

Orientasi orang/waktu/tempat : baik


Luas pengetahuan umum

: sesuai

Discriminative judgement

: baik

Discriminative insight

: baik

Dugaan taraf intelegensi

: baik

Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada


d. Kelainan sensasi dan persepsi
Ilusi

: tidak ada

Halusinasi

: Audiorik (+)

e. Keadaan proses berpikir


Psikomotilitas : sedang
Mutu

: baik

Arus pikiran
- Flight of ideas
- Inkoherensi
- Sirkumstansial

- Tangensial
: tidak ada
- Terhalang(blocking) : tidak ada
- Terhambat (inhibition): tidak ada

: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

12

- Perseverasi

- Verbigerasi

: tidak ada

: tidak ada

Isi pikiran
-

Waham
Pola Sentral
Fobia
Konfabulasi
Perasaan inferior
Kecurigaan

: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

Rasa permusuhan/dendam: tidak ada


Perasaan berdosa/salah : tidak ada
Hipokondria
: tidak ada
Ide bunuh diri
: tidak ada
Ide melukai diri
: tidak ada
Lain-lain
: tidak ada

Pemilikan pikiran
-Obsesi : tidak ada
-Aliensi : tidak ada
Bentuk Pikiran

f.

Autistik

: Tidak ada

Dereistik

: Tidak ada

Simbolik

: Tidak ada

Paralogik

: Tidak ada

Simetrik

: Tidak ada

Konkritisasi

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan


Abulia/Hipobulia

: Tidak ada

Vagabondage

: Tidak ada

Katatonia

: Tidak ada

Kompulsi

: Tidak ada

Raptus/Impulsivitas

: Tidak ada

Mannerisme

: Tidak ada

Kegaduhan Umum

: Tidak ada

Autisme

: Tidak ada

13

Deviasi Seksual

: Tidak ada

Logore

: Tidak ada

Ekolalia

: Tidak ada

Ekopraksi

: Tidak ada

Mutisme

: Tidak ada

Lain-lain

: Tidak ada

g. Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (overt): Ada


h. Dekorum
Kebersihan

: baik

Cara berpakaian

: baik

Sopan santun

: baik

i. Reality Testing Ability

: Baik

14

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I
: F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
Aksis II
: Tidak ada diagnosis
Aksis III
: Tidak ada diagnosis
Aksis IV
: Masalah percintaan
Aksis V
: GAF scale 70-61
V.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
F23.2 Gangguan Psikotik Lir-skizofrenia (schizophrenia-like) Akut

VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
Risperidon 1 mg 2 x 1
Amitriptilin 2 x 1
b. Psikoterapi
Suportif
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi
masalah.
- Memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara
berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah
yang dihadapi.
Keluarga
Memberikan penyuluhan bersama dengan pasien yang diharapkan
keluarga dapat membantu dan mendukung kesembuhan pasien.

Religius
Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah sesuai
ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima waktu,
menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan berdoa kepada
Allah SWT.
VII.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 SKIZOAFEKTIF
3.1.1 Definisi

Gangguan skizoafektif adalah penyakit mental yang serius yang memiliki


gambaran skizofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki
gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala
gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu tipe
manik dan tipe depresif. Skizofrenia adalah gangguan otak yang mendistorsi cara
seseorang berpikir, bertindak, mengungkapkan emosi, merasakan realitas, dan
berhubungan dengan orang lain. Depresi adalah penyakit yang ditandai dengan
perasaan sedih, tidak berharga, atau putus asa, serta masalah berkonsentrasi dan
mengingat detail.
3.1.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup pada gangguan skizoafektif kurang dari 1%,
berkisar antara 0,5%-0,8%. Tetapi, gambaran tersebut masih merupakan
perkiraan.Gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering terjadi pada orang tua
dibanding anak muda. Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki, terutama perempuan yang sudah menikah.Usia
awitan perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki, seperti pada skizofrenia.
Laki-laki engan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku
antisosial dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai. National
Comorbidity Study menyatakan dari 66 orang dengan diagnose skizofrenia, 81%
pernah didiagnosis gangguan afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22%
gangguan bipolar.

3.1.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab dari penyakit yang telah berubah begitu
banyak dari waktu ke waktu.Dugaan saat ini bahwa gangguan skizoafektif
mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab

gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, namun empat model konseptual


telah diajukan, yaitu:
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau
suatu tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan afektif
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun
gangguan afektif
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok

gangguan yang

heterogen

yang

meliputi

semua

tiga

kemungkinan yang pertama.


Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan
tersebut telah memeriksa riwayat keluarga, petanda biologis, respon pengobtanan
jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang.
3.1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya skizoafektif belum diketahui apakah merupakan
suatu patologi yang terpisah dari skizofrenia dan gangguan mood atau merupakan
gabungan dari keduanya yang terjadi secara bersamaan. Jika merujuk pada
kemungkinan kedua, maka telah diketahui neurobiologi baik fungsional ataupun
struktural yang terlibat dalam gangguan ini.
Neurobiologi fungsional yeng mendasari gejala psikotik cukup beragam seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1. Secara sederhana disimpulkan bahwa gejala
psikotik muncul dari gangguan pada sistem dopamin, serotonin, glutamat,
metabolisme otak, dll. Kelebihan dopamin atau peningkatan sensitivitas reseptor
dopamine D2 menjadi penyebab gejala psikotik positif. Serotonin dikaitkan
dengan gejala positif dan negatif. Terlihat penurunan aktivitas glutamat di
beberapa regio otak pada pasien skizofrenia, kelainan pada sistem glutamat

dikaitkan dengan gejala hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan neurotoksisitas. Gejala


negatif terutama dikaitkan dengan aktivitas norepinefrin yang menurun.
Tabel 1. Abnormalitas fungsi otak pada skizofrenia4

Kelainan struktural yang diidentifikasi pada skizofrenia sebagian besar


berupa penurunan volume atau bentuk degenerasi yang bervariasi pada berbagai
regio otak (Gambar 1) yang masing-masing akan menimbulkan gejala yang khas.

Gambar 1. Area yang terlibat pada gangguan afek dan mood4


3.1.5 Manifestasi Klinis.
Pada gangguan skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala
gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit
yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. 2 Bila
gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama,
gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Sedangkan pada gangguan
skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala
gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.2,3
Depresi

Nafsu makan yang berkurang

Pengurangan berat badan

Perubahan dari pola tidur biasanya ( sedikit atau banyak tidur )

Agitasi

Merasa tidak ada semangat

Kehilangan rasa untuk melakukan kebiasaan sehari-hari

Merasa tidak ada harapan

Selalu merasa bersalah

Tidak dapat berkonsentrasi

Mempunyai pikiran untuk melakukan percobaan bunuh diri

Mania

Peningkatan aktivitas

Bicara cepat

Pikiran yang meloncat-loncat

Sedikit tidur

Agitasi

Percaya diri meningkat

Mudah teralihkan

Skizofrenia
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ-III):3
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
- thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- thought broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;

b) - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus)
- delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi Auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.6
3.1.6 Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik
untuk gangguan skizoafektif (Tabel 3) mencerminkan perubahan yang telah terjadi
di dalam kriteria diagnosis untuk kedua kondisi lain.
Tabel 3. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV) 5
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif

A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu.
Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia
Catatan : Episode depresi berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama
sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode ditemukan untuk sebagian
bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit
D. Gangguan bukan kareka efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum


Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: Jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau
suatu manik suatu episode campuran dan episode depresi berat)
Tipe depresif: Jika gangguan hanya termasuk episode depresi berat
Tabel dari DSM-IV, diagnostic and statistical manual of mental disorders.Ed. 4.Hak cipta American
Psychiatric Association. Washington. 1994

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien


menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif tipe
depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang
ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif
berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah
karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitiu saja.
Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan
atau membentuk sebagian penyakit skizoafektif yang sudah ada, atau dimana
gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguangangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuali
dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan
(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis
gangguan skizoafektif (lihat Tabel 4).

Tabel 4. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJIII6

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitive adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif dama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (stimultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik

atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gelaja
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang

berbeda.
Bila seseorang pasien skizoafrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F.20.4 (Depresi

Pasca-skizofrenia)
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoefektif berulang, baik
berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F.25.1) atau campuran dari
keduanya (F.25.2). pasien lain mengalami satu atau dua episode manik
atau depresi (F30-F33)

3.1.7 Diagnosis Banding


Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik, pemeriksaan medis
lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik. semua kondisi
yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu
dipertimbangkan. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin
dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis
secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood
yang bersama-sama.1 Selain itu, apabila pasien menunjukkan gejala klinis lain
seperti aktivitas motorik katatonia yang khas, dapat pula didiagnosis banding
dengan skizofrenia katatonik (lihat Tabel 5). Setiap kecurigaan terhadap kelainan
neurologis perlu didukung dengan pemeriksaan pemindaian (CT Scan) otak untuk

menyingkirkan kelainan anatomis dan elektroensefalogram untuk memastikan


setiap gangguan yang mungkin.1,4
Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang
dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis,
psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood
pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda
diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut (perhatikan
Tabel 6) telah terkendali.1
Tabel 6. Pedoman Diagnostik Psikotik Lir-skizofrenia (schizophrenia-like)
Akut berdasarkan PPDGJ-III

Untuk diagnosis pasti harus memenuhi:


A. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari suatu keadaan
nonpsikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik);
B. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F20.-) harus ada
untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran klinis yang

jelas psikotik;
C. Kriteria untuk psikotik polimorfik akut tidak terpenuhi.
Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk kurun waktu lebih dari 1
bulan lamanya, maka diagnosis harus dirubah menjadi skizofrenia.

3.1.8 Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan
prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien
dengan skizofrenia. Generalisasi tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian
yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang
ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan
gangguan itu sendiri.

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe


bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang
perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya
gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak
mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masingmasing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau
tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan
perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan
jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
3.1.9 Penatalaksanaan
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Terapi
psikofarmaka yang diberikan pada skizoaktif tipe bipolar adalah obat golongan
mood stabilizer, baik lithium atau carbamazepine sama efektifnya, sedangkan
untuk tipe depresif yang terbukti lebih efektif adalah dengan pemberian
carbamazepine dibanding lithium. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi
untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa antidepresan dan antimanik diberikan
sesuai bentuk afek yang menonjol dan bahwa antipsikotik digunakan berdasarkan
gejala psikotik yang muncul. Pada skizoafektif tipe manik, terapi dilakukan lebih
agresif untuk mencapai konsentrasi obat dalam darah pada tingkat menengah
sampai tinggi. Ketika pasien sudah dalam fase maintenance, dosis dapat
diturunkan untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan. Pemeriksaan
laboratorium secara berkala perlu dilakukan untuk menilai fungsi thyroid, ginjal
dan sel-sel darah.

Antidepresan diberikan pada pasien skizoafektif tipe depresif, tetapi harus


dengan perhatian yang ketat karena dapat terjadi pergeseran gejala dari episode
depresif menjadi episode manik pada pemberian antidepresan. Antidepresan lini
pertama yang diberikan adalah golongan SSRI, karena selain cukup efektif, obat
ini juga memiliki sedikit efek samping pada sistem kardiovaskular. Pasien
skizoafektif dengan gejala agitasi atau insomnia lebih berespon dengan obat
golongan trisiklik.

3.2 DEPRESI DENGAN GEJALA PSIKOTIK


3.2.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood. Gangguan mood dianggap
sebagai sindrom, yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala bertahan selama
berminggu-minggu, berbulan-bulan yang menunjukkan penyimpangan nyata
fungsi habitual seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentu
periodik atau siklik.1 Pasien dengan mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan
hilangnya energi dan minat, perasan bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu
makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.2
Episode depresi berat harus harus ada setidaknya 2 minggu dan seseorang
yang didiagnosis memiliki episode depresif berat terutama juga harus mengalami
empat gejala dari daftar yang mencakup perubahan berat badan dan nafsu makan,
perubahan tidur dan aktivitas, tidak ada energi, rasa bersalah, berpikir dan
membuat keputusan, serta pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri.1
3.2.2 Manifestasi Klinis
Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala
utama dari depresi.Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak

mempunyai harapan, dicampakkan, dan tidak berharga. Emosi pada mood depresi
kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.3
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga
pasien depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan bunuh
diri.Mereka yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai
umur hidup lebih panjang dibandingkan yang tidak dirawat. Beberapa pasien
depresi terkadang tidak menyadiari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh
tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan
aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.3
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi
dimana mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di
sekolah dan pekerjaan, dan meurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan
baru.Sekitar 80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjada dini hari
(terminal insomsia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan
masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau
penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat
badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya. 3
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90 persen
pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat
menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaa, seperti diabetes,
hipertensi, penyakit paru obstruksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain
termasuk haid yang tidak normal dan meurunnya minat serta aktivitas seksual.3
Pada pemeriksaan status mental, episode depresi memperlihatkan retardasi
psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun agitasi
psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada pasien usia lanjut.
Menggenggamkan tangan dan menarik-narik rambut merupakan gejala agitasi
yang paling umum. Secara klasik, seorang pasien depresi memiiki postur yang
membungkuk, tidak terdapat pergerakan yang spontan, dan pandangan mata yang
putus asa dan memalingkan pandangan. Pasien depresi seringkali dibawa oleh
keluarga atau teman kerjanya karenan penarikan sosial dan penurunan aktivitas
secara menyeluruh.2

Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatn dan volume bicara


yang menurun, berespons terhadap pertanyaan dengan kata tunggal dan
menunjukkan respons yang melambat terhadap pertanyaan. Secara sederhana,
pemeriksa mungkin harus menunggu dua atau tiga menit untuk mendapatkan
suatu respons terhadap suatu pertanyaan.2
Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita
episode depresif berat dengan ciri psikotik.Waham atau halusinasi yang sesuai
dengan mood terdepresi dikatan sesuai mood (mood-congruent).Waham sesuai
mood pada seorang pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak
berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatic terminal (sevagai
contoh, kanker dan otak yang membusuk). Isi waham atau halusinasi yang tidak
sesuai mood (mood-incongruent) adalah tidak sesuai dengan mood terdepresi.
Pasien depresi juga memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya
sendiri.2
3.3 Diagnosis
Skala penilaian objektif untuk depresi
Skala penilaian objektif untuk depresi dapat berguna dalam praktik klinis
untuk mendapatkan dokumentasi keadaan klinis pada pasien terdepresi. Zung
Self-Rating Depression Scale adalah skala pelaporan yang terdiri dari 20
pertanyaan. Skor normal adalah 34 atau kurang, skor terdepresi adalah 50 atau
lebih. Skala memberikan petunjuk global tentang kekuatan (intensitas) gejala
depresi pasien, termasuk ekspresi afektif dari depresi.3
Raskin Depression Scale adalah skala yang dinilai oleh dokter yang
mengukur keparahan depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan
seperti yang diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensiL laporan
verbal, pengungkapan perliaku, dan gejala sekunder. Skala ini memiliki rentang 3
sampai 13: normal adalah 3, dan terdepresi adalh 7 atau lebih.2
Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) adalah skala depresif
yang digunakan secara luas yang memiliki sampai 24 nomor, masing-masingnya
memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0 sampai 2, dengan skor total ada;h 0 sampai 76.

Penilaian diturunkan dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai
jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri,
kebiasaantidur, dan gejala depresi lainnya.2
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.6
Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :
A. Semua gejala utama depresi :

afek depresif
kehilangan minat dan kegembiraan
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

C. Gejala lainnya:
konsentrasi dan perhatian berkurang
harga diri dan kepercayaan diri berkurang
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
pandangan masa depan yang suram dan pesimis
gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
tidur terganggu
nafsu makan berkurang
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.
Episode Depresif Ringan menurut PPDGJ III5,6
(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti
tersebut di atas
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
Episode Depresif Sedang menurut PPDGJ III5,6

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama


(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
dan urusanrumah tangga.
Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III5,6
(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas
(F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka
yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau
bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
3.6 Tatalaksana
Berbagai obat dan teknik psikoterapi telah dikembangkan untuk
memulihkan penderita depresi. Pada sebagian besar kasus, pengobatan penderita
depresi akan paling efektif dengan mengkombinasikan pemberian obat-obatan
oleh psikiater dengan pemberian psikoterapi oleh psikolog.7

Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi dan beberapa


memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada
diagnosis, berat penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Bila seseorang menderita depresi berat, maka diperlukan seorang yang dekat dan
yang dipercayainya untuk membantunya selama menjalani pemeriksaan dan
pengobatan depresi tersebut.Kadang seorang penderita depresi berat perlu rawat
inap di rumah sakit, kadang cukup dengan pengobatan rawat jalan.7,8
1. Terapi psikologik.
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengindentifikasi dan mengekspresikan
hal-hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor
pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem
eksternal (misal pekerjaan) arahkan pasien terutama selama episode akut dan bila
pasien tidak aktif bergerak.
Terapi kognitif-perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi
ringan dan sedang. Diyakini oleh sebagian orang ketidak berdayaan yang
dipelajari, depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan
memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari perpektif kognitif pasien
dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapanharapan negatif. Terapi ini mencegah kekambuhan.7
2. Terapi Fisik
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan
dibagi dalam beberapa golongan yaitu :

Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan


opipramol.

Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine


Oxsidase-A), seperti : moclobemide.

Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti :


sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek


klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta
waktu paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari).3,8

BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. BS, laki-laki 27 tahun, datang ke Poli Erba dengan keluhan tidak bisa
tidur, sebab utama pasien dibawa ke Poli Erba Os sering melempar-lempar barang
sejak 2 minggu yang lalu.
Dari alloanamnesis didapatkan bahwa pasien mulai mengalami perubahan
perilaku sejak 2 bulan yang lalu. Kurang lebih 2 bulan yang lalu, pasien
mengeluh pusing, sejak saat itu os dilaporkan sering melamun dan sering
mengurung diri. Pasien juga dikatakan sering melihat ke dinding rumah. Pasien
menjadi sering murung, menutup diri, dan membatasi interaksi dengan keluarga,
bahkan komunikasi sering tidak nyambung. Selain itu, pasien menjadi sering
menangis tanpa alasan. Saat ditanya oleh keluarganya, os tidak mau menjawab
dan langsung menangis. Pasien memang dikenal sebagai pribadi yang pendiam
dan cenderung tertutup. Os kesulitan memulai tidur dan sering terbangun dimalam
hari. Nafsu makan os menurun.
Enam minggu kemudian, pasien mengalami perubahan perilaku. os mulai
sering melempar-lempar barang yang ada didekatnya, ketika ditanya os
mengatakan terdapat suara yang menyuruhnya untuk melakukan hal tersebut.
Selain itu, os juga sering berbicara serta tertawa sendiri dan terkadang tidak
nyambung saat diajak mengobrol.
Kemungkinan stressor pada pasien, keluarga menyatakan bahwa os terlihat
sering murung setelah putus dari kekasihnya 3 bulan yang lalu, os merasa tidak
layak menjadi kekasihnya akibat os tidak memiliki pekerjaan layak dan tidak
dapat membahagiakan kekasih os, lalu os ditinggalkan oleh kekasih os.
Berdasarkan pengamatan pemeriksa, sensorium pasien saat dinilai adalah
compos mentis, terdapat kontak adekuat. Pasien dinilai kooperatif, normoaktif,
afek sesuai. Mood hipotimik, emosi labil. Dugaan adanya halusinasi auditorik
didapatkan dari kesimpulan alloanamnesis dan autoanamnesis.
Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala utama depresi yaitu kehilangan
minat dan kegembiraan (melamun dan sering menangis tanpa alasan) serta
berkurangnya energi. Gejala depresi lainnya seperti sulit tidur, nafsu makan
berkurang, kepercayaan diri berkurang, Gagasan bahwa dirinya tidak berguna,
ataupun ide untuk bunuh diri disangkal. Gejala-gejala yang ditemukan pada

pasien mengarah ke kondisi depresi yang terjadi dalam kurun waktu 2 bulan
yang lalu.
Selain gejala depresi, pada pasien ini juga ditemukan adanya gejala
psikotik. Sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat disingkirkan. Temuan yang
mengarah pada skizofrenia di antaranya adanya dugaan halusinasi auditorik dari
hasil alloanamnesis berupa kecenderungan pasien berbicara dan tertawa sendiri,
dan dikonfirmasi dari pernyataan pasien.
Berdasarkan DSM-IV maupun PPDGJ-III, gejala klinis yang ditemukan
pada pasien ini mengarah ke gangguan skizoafektif, dikarenakan adanya gejala
gangguan mood (depresi) dan skizofrenia pada saat yang bersamaan. Pada pasien
ini gejala yang lebih menonjol adalah gejala depresi. Maka pada aksis I gangguan
berupa skizoafektif tipe depresi. Tidak ada diagnosis pada aksis II. Aksis III tidak
ada diagnosis. Pada aksis IV stressor berupa masalah percintaan. Aksis V GAF
scale saat diperiksa 80-71. Pasien didiagnosis banding dengan F32.3 episode
depresif berat dengan gejala psikotik dan F23.2 gangguan psikotik lir-skizofrenia
(schizophrenia-like) akut.
Terapi yang diberikan berupa psikofarmaka dan psikoterapi. Psikofarmaka
yang diberikan berupa Risperidon 1 mg 2 x 1 sebagai antipsikotik dan amitriptilin
2 x 1 sebagai antidepresan. Psikoterapi pada pasien ini lebih ditekankan kepada
psikoterapi keluarga, dimana keluarga dapat membantu dan mendukung
kesembuhan pasien. Selain itu, psikoterapi suportif ditujukan untuk memberi
dukungan dan perhatian kepada pasien dalam menghadapi masalah, serta
memotivasi pasien agar meminum obat secara teratur, dan rutin kontrol setelah
pulang dari perawatan di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadocks Synopsis of
Psychiatry. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins: 2003

2. Benjamin J., Sadock

MD. Virginia A. Kaplan & Sadocks Pocket

Handbook of Psychiatric Drug Treatment


3. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II.
Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 33-46
4. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. Kaplan & Sadocks Comprehensive
Textbook of Physchiatry. 9th ed. Philadelpia: Lippincott William &
Wilkins: 2009
5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta; 2001.
6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta;
2013.
7. Jiwo T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita Gangguan Jiwa.
Available from URL: http://www.tirtojiwo.seri-depresi.pdf.com
8. Sulistia G. Ganiswarna. Farmakologi dan terapi. 4 th ed. Indonesia; Gaya
baru jakarta. 1995
9. Junaldi I. Anomali Jiwa. Dalam : Gangguan Kecemasan. Edisi 1.
Yogyakarta:Percetakan Andi, 2012. Hal:124-141

Anda mungkin juga menyukai