Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejalagejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari
proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis.
Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), biliaris, kardiak,
dan metabolik, keturunan, dan terkait obat. Di negara barat yang tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C.
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada lakilaki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.
Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah
darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.1
Asites terjadi pada 50% pasien dalam waktu 10 tahun dari diagnosis sirosis
kompensata. Ini merupakan indikator prognosis yang buruk, dengan 50% 2 tahun
kelangsungan hidup, memburuk secara signifikan hingga 20% menjadi 50% pada 1
tahun ketika asites menjadi refrakter terhadap terapi medis. Asites juga merupakan
predisposisi terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa seperti peritonitis bakteri
spontan dan sindrom hepatorenal, dan karena itu merupakan indikasi utama untuk
transplantasi hati.2
Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites yang mendasarinya adalah
sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal jantung (3%), TBC (2%),
pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya. Di UK kematian karena sirosis telah
meningkat dari 6 per 100.000 penduduk di 1993 menjadi 12,7 per 100.000 penduduk
di tahun 2000. Sekitar 4% dari populasi memiliki fungsi hati yang abnormal atau
penyakit hati, dan sekitar 10-20% dari mereka dengan salah satu dari tiga penyakit
hati kronis yang paling umum (perlemakan hati non-alkoholik, penyakit hati
alkoholik, dan hepatitis C kronis).3
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat
disebabkan oleh banyak penyakit.4,5,6 Istilah "asites" berasal dari istilah Yunani
"Askos" yang berarti kantung. Asites merupakan manifestasi yang sangat umum dari
sirosis dekompensata.7
Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2
mekaisme dasar yaitu transudasi dan eksudasi:6
Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah
satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme
transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan
tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan
pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites
akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya oleh karena itu asites harus
dikelola dengan baik.1
Menurut International Ascites Club, asites diklasifikasikan sebagai kelas 1, 2 dan 3
berdasarkan keparahannya.
Tabel 1. Klasifikasi asites8
Grade 1 (mild)
Grade 2 (moderate)
Grade 3 (severe)
masih proporsional
Distensi perut terlihat
Patofisiologi
Meskipun manifestasi asites sudah dapat dikenali dengan baik, patogenesis asites
tetap tidak sepenuhnya dipahami dan masih terus berkembang.7
Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori itu
misalnya under-filling, overflow dan periferal vasodilation. Menurut teori
underfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi
porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik
venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume
cairan intravaskular menurun, ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air
dan garam melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal terjadi bila
volume cairan intravaskular sangat menurun. Teori ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati terjadi
vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic bed, peningkatan volume cairan
intravaskular dan curah jantung.4
Sebuah teori yang saat ini berlaku, muncul setelah teori "overflow" dan "underfill".
Sebuah gambaran singkat dari pandangan ini meliputi:
1. Cedera terus-menerus pada hati karena faktor eksogen, misalnya alkohol
kronis atau virus atau steatohepatitis non-alkohol (NASH)
2. Disposisi genetik
3. Proses
inflamasi
yang
terus-menerus,
nekrosis
dan
deposisi
beberapa fungsi penting yang mendorong retensi cairan, termasuk stimulasi rasa haus,
pelepasan aldosteron dari zona glomerulosa korteks adrenal, dan sekresi vasopresin
dari hipofisis posterior. Volume darah yang berlebihan ini akhirnya bocor dari
pembuluh mesenterika. Mekanisme yang terakhir ini terjadi karena peningkatan
hidrostatik dan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan secara bersamaan
menurunnya tekanan onkotik (osmotik) cairan dalam bentuk hipoalbuminemia absolut
atau relatif. Ketiga parameter tersebut, seperti yang dijelaskan dalam hukum Starling,
membanjiri kapasitas reabsorpsi dari permukaan peritoneal dan sistem limfatik.
Normalnya, rongga peritoneal memiliki tekanan 5-10 mmHg, mengandung sekitar 2550 ml cairan serosa. Cairan ini membuat lapisan dengan resistensi rendah di mana
usus dapat bergerak melewati satu sama lain dan selanjutnya menghidrasi permukaan
serosa untuk menjaga kelenturan dan integritas usus. Penyerapan maksimum cairan
dari peritoneum adalah sekitar 850 ml/hari dalam pengaturan optimal. Absorpsi ini
memberikan teori di mana dialisis peritoneal beroperasi. Hal ini dapat diamati bahwa
perubahan dalam sifat-sifat dari sistem limfatik atau permukaan peritoneal, baik oleh
proses inflamasi, infeksi atau fibrotik dapat mengubah reabsorpsi optimal. Dengan
demikian, disregulasi terus-menerus parameter ini dapat menyebabkan retensi cairan
asites yang lebih lanjut.7
Pada tahap akhir sirosis, akumulasi air akan lebih berat dan banyak daripada retensi
natrium dan menyebabkan hiponatremia dilusional. Hal ini menjelaskan mengapa
pasien sirosis dengan asites menunjukkan retensi sodium urin, peningkatan natrium
tubuh, dan hiponatremia dilusional. 10
Teori lain mengatakan proses awal dalam pembentukan asites pada pasien sirosis
adalah hipertensi sinusoidal. Pada pasien sirosis, ini merupakan konsekuensi dari
distorsi arsitektur hati dan peningkatan tonus vaskular hepar. Penurunan
bioavailabilitas hepar terhadap nitric oxide (NO), dan peningkatan produksi
vasokonstriktor
(misalnya
angiotensin,
endothelin,
cysteinyl-leukotrien,
dan
10
kelainan fungsi ginjal dan pengurangan volume ascites pada pasien dengan
Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) in situ.
2. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh
sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya
tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang
meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh
darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial sesuai dengan hukum gaya Starling (ruang
peritoneum dalam kasus asites).
3. Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati
Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan limfe hepatik, yang
menyeka dari hati ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat turut
menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites, sehingga
meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum dan
memicu terjadinya transudasi cairan dari rongga intravaskular ke ruang
peritoneum.
4. Retensi natrium dan gangguan ekskresi air
Salah satu peristiwa penting dalam patogenesis disfungsi ginjal dan retensi
natrium pada sirosis adalah berkembangnya vasodilatasi sistemik, yang
menyebabkan penurunan volume darah arteri efektif dan sirkulasi
hiperdinamik. Mekanisme yang bertanggung jawab atas perubahan fungsi
vaskular tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan peningkatan sintesis nitrit
oksida vaskular, prostasiklin, serta perubahan konsentrasi plasma glukagon,
substansi P, atau gen kalsitonin terkait peptide.
Namun, perubahan hemodinamik bervariasi dengan postur, dan studi telah
menunjukkan perubahan yang nyata dalam sekresi peptida natriuretik atrium
dengan postur tubuh, serta perubahan sistemik hemodinamik. Selain itu, data
menunjukkan penurunan volume arterial efektif pada sirosis telah
diperdebatkan. Hal ini telah disepakati bahwa bagaimanapun dalam kondisi
terlentang dan pada hewan percobaan, terdapat peningkatan curah jantung dan
vasodilatasi.
Perkembangan vasokonstriksi renal pada sirosis adalah sebagian respon
homeostatis yang melibatkan peningkatan aktivitas simpatik ginjal dan
aktivasi sistem renin-angiotensin untuk menjaga tekanan darah selama
vasodilatasi sistemik. Penurunan aliran darah ginjal menurunkan laju filtrasi
11
Manifestasi Klinis
Pasien biasanya menyadari peningkatan lingkar perut yang sering disertai dengan
perkembangan edema perifer. Perkembangan asites biasanya perlahan, dan cukup
mengejutkan bahwa beberapa pasien menunggu begitu lama hingga perutnya begitu
buncit sebelum mencari perhatian medis. Pasien biasanya memiliki setidaknya 1-2 L
cairan di perut sebelum mereka sadar bahwa ada peningkatan. Jika cairan asites
sangat besar, fungsi pernafasan akan terganggu, dan pasien akan mengeluh sesak
napas. Hidrothoraks hepatik juga dapat terjadi dalam proses ini, memberikan
kontribusi untuk gejala pernafasan. Pasien dengan asites masif sering kurang gizi,
terjadi pengecilan otot, kelelahan yang berlebihan dan kelemahan.5
Diagnosis
Asites lanjut amat mudah dikenali. Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar
abdomen. Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek
karena diafragma meningkat.5 Pada inspeksi akan tampak perut membuncit seperti
perut katak, umbilikus seolah bergerak ke arah kaudal mendekati simpisis os pubis.
Dapat terlihat gelombang cairan.5,7 Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan
12
intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak samping meningkat dan terjadi
shifting dullness. Asites yang masih sedikit belum menunjukkan tanda-tanda fisis
yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan khusus misalnya dengan pudle sign untuk
menemukan asites. Pemeriksaan penunjang yang dapat memberikan informasi untuk
mendeteksi asites adalah ultrasonografi. Untuk menegakkan diagnosis asites,
ultrasonografi mempunyai ketelitian yang tinggi.
Parasentesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru.
Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi yang amat penting untuk
pengelolaan selanjutnya, misalnya:4,7
1. Gambaran makroskopik
Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan dengan keganasan. Warna
kemerahan dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat ruptur
kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda ruptur pembuluh limfe,
sehingga cairan limfe tumpah ke peritoneum
2. Gradien nilai albumin serum dan asites (serum ascites-to-albumine
gradient/SAAG). Pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites
yang ada hubungannya dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati
bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainya > 1,1 gram/dL. Kurang dari nilai
itu disebut rendah. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi dan
berhubungan dengan hipertensi porta sedangkan nilai gradien rendah lebih
sering terdapat pada asites eksudat. Sensitivitas tes ini adalah sebesar 97%.
Konsentrasi protein asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal asites,
misalnya: protein asites < 3 gram/dl lebih sering terdapat pada asites transudat
sedangkan konsentrasi protein > 3 gram/dl sering dihubungkan dengan asites
eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai akurasinya hanya
kira-kira 40%.
3. Hitung sel
Peningkatan jumlah sel leukosit menunjukkan proses inflamasi. Untuk menilai
asal infeksi lebih tepat diunakan hitung jenis sel. Sel PMN yang meningkat
lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan, sedangkan
peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau
karsinomatosis.
4. Biakan kuman
13
Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang dicurigai
terinfeksi. Asites yang terinfeksi akibat perforasi usus akan menghasilkan
kuman polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan monomikroba.
Metode pengambilan sampel untuk biakan kuman asites sebaiknya disamakan
dengan sampel untuk biakan kuman dari darah yaitu bed side innoculation
blood culture bottle
5. Pemeriksaan sitologi
Pada kasus-kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi asites
dengan cara yang baik memberikan hasil true positive hampir 100%. Sampel
untuk pemeriksaan sitologi harus cukup banyak (kira-kira 200 ml) untuk
meningkatkan sensitivitas. Harus diingat banyak tumor penghasil asites tidak
melalui mekanisme karsinomatosis peritoneum sehingga tidak dapat
dipastikan melalui pemeriksaan sitologi asites. Tumor-tumor itu misalnya:
karsinoma hepatoselular masif, tumor hati metastasis, limfoma yang menekan
aliran limfe.
Penatalaksanaan
Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi:4,7
Tirah baring
Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada pasien asites
transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika
tersebut berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas
simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud
dengan tirah baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang hari,
tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa jam setelah
untuk mengubah kebiasaan makan mereka untuk menelan <2 g natrium per
hari, yang merupakan jumlah yang disarankan. Seringkali, rekomendasi
sederhana adalah dengan mengonsumsi makanan segar, menghindari makanan
kalengan atau olahan, yang biasanya diawetkan dengan sodium.
Diet rendam garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi
garam
(NaCl)
perhari
sebaiknya
dibatasi
hingga
40-60
mEq/hari.
adalah
diuretika
yang
bekerja
sebagai
15
400-800 gram/hari. Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan
dapat sampai 1500 gram/hari. Sebagian besar pasien berhasil baik dengan
terapi kombinasi tirah baring, diet rendah garam dan diuretika kombinasi.
Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan.
Biasanya diet rendah garam dan spironolakton masih tetap diperlukan untuk
mempertahankan diuresis dan natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi.
Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hati harus diwaspadai. Komplikasi itu
misalnya:
gagal
ginjal
fungsional,
gangguan
elektrolit,
gangguan
besar,
atau
prosedur
TIPS
(Transjugular
intrahepatic
16
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus refeneratif. Asites terjadi pada 50% pasien dalam waktu 10
tahun dari diagnosis sirosis kompensata. Ini merupakan indikator prognosis yang
buruk, dengan 50% 2 tahun kelangsungan hidup, memburuk secara signifikan hingga
20% menjadi 50% pada 1 tahun ketika asites menjadi refrakter terhadap terapi medis.
Patogenesis asites dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu hipertensi porta,
hipoalbuminemia, meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati, serta retensi
natrium dan gangguan ekskresi air. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
17
dapat juga dengan USG dan parasentesis. Penatalaksanannya meliputi tirah baring,
diet rendah sodium, diuretika, parasintesis, hingga TIPS untuk asites refrakter.
DAFTAR PUSTAKA
18