KARYA ILMIAH
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA INDUSTRI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
iii
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Ahli
Madya.
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA INDUSTRI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
ii
PERSETUJUAN
Judul
Diketahui
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
Pembimbing
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
iii
PERNYATAAN
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
NETTI V.N.SEMBIRING
062409043
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
iv
PENGHARGAAN
Bina
Jeksen,
yang
selalu
Medan,
Juni 2009
Penulis
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
vi
ABSTRAK
Proses pengeringan merupakan salah satu tahap yang penting pada pengolahan teh
hitam. Proses ini bertujuan untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatis polifenol
teh serta menurunkan kadar air bubuk teh sehingga penyimpanannya lebih lama.
Dalam penelitian ini diamati kadar air dari teh hasil fermentasi melalui
pemeraman yang berguna untuk melihat bagaimana pengaruh kadar air dari bubuk teh
hasil fermentasi terhadap kapasitas produksi pada stasiun pengeringan di Pabrik Teh
PTPN IV Unit Kebun Bah Butong.
Hasil percobaan dan observasi menunjukkan bahwa jika kadar air teh hasil
fermentasi tinggi, maka kapasitas produksi teh kering menurun dan sebaliknya, jika
kadar air teh hasil fermentasi rendah, maka kapasitas produksi teh kering meningkat.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
vii
ABSTRACT
The firing process is one process that important in manufacture of black tea. The
purpose of this process is to stopping the enzymetic oxidation reaction of polyphenol
tea and decreasing the water content of the fermented tea so its storage more longer.
In this research observed the water content from the fermented tea through
ripening is useful to see the effect of water content from the fermented tea to capacity
production at firing station in Tea Factory PTPN IV Unit Field Bah Butong.
The result of experiment and observation show that, if water content of the
fermented tea is high, so capacity production of dried tea is decrease and in turn, if
the water content of the fermented tea is low, so capacity production of dried tea is
increase.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ii
iii
iv
vi
vii
viii
x
xi
Persetujuan
Pernyataan
Penghargaan
Abstrak
Abstrack
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Permasalahan
1.3.
Tujuan
1.4.
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tanaman Teh
2.2.
2.2.1. Polifenol
2.2.2. Polifenol Oksidase atau Enzim Oksidase
5
6
2.2.3. Kafein
2.2.5. Klorofil
Pengolahan Teh
2.3
14
15
19
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
ix
2.4.
BAB 3
BAB 5
20
25
28
28
METODOLOGI PERCOBAAN
29
3.1.
29
3.1.1. Alat
29
3.1.2. Bahan
29
Prosedur
29
29
30
3.2.
BAB 4
2.3.5.1.
Metode Pengolahan Teh
2.3.6. Stasiun Sortasi
31
4.1.
Data
31
4.2.
Perhitungan
32
4.3.
Pembahasan
35
37
5.1.
Kesimpulan
37
5.2.
Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
31
32
Tabel 3.
34
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
xii
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
BAB 1
PENDAHULUAN
Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting untuk lingkup
internasional dan termasuk untuk Indonesia. Tanaman teh (Camellia sinensis)
dibudidayakan secara luas di berbagai negara dan telah memberikan kontribusi yang
tidak sedikit bagi perekonomian negara-negara tersebut. Negara-negara yang tercatat
sebagai produsen teh terbesar di dunia diantaranya China, India, Sri Lanka, Jepang,
Kenya, Bangladesh dan Indonesia. Negara-negara tersebut harus bersaing dalam segi
kualitas dan kuantitas produk.
Untuk mendapatkan kualitas produk yang tinggi, maka setiap negara perlu
menata diri sedemikian rupa dan memperhatikan faktor-faktor yang dapat
menurunkan mutu produk yang dihasilkan tersebut. Selain dari proses pengolahan
yang baik, kualitas dari bahan baku produk tersebut harus baik.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
kering
yang
khas
dan
sehat,
melalui
serangkaian
proses
yang
terkendali.(Anonim.,2002).
Berdasarkan analisa dan uraian di atas maka penulis tertarik untuk membahas
masalah tersebut dengan mengambil judul PENGARUH KADAR AIR DARI
BUBUK TEH HASIL FERMENTASI TERHADAP KAPASITAS PRODUKSI
PADA STASIUN PENGERINGAN DI PABRIK TEH PTPN IV UNIT KEBUN BAH
BUTONG .
1.2. Permasalahan
Pengolahan teh adalah proses mengubah pucuk teh menjadi produk teh kering dengan
karakter mutu khas yang disukai konsumen dan membuatnya menjadi komoditas
perdagangan yang potensial. Dalam upaya mengubah karakter pucuk teh menjadi
karakter teh kering yang siap dikonsumsi diperlukan kegiatan pengolahan dengan
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
beberapa faktor penentu diantaranya adalah bahan baku, proses pengolahan, peralatan
atau mesin yang digunakan, dan arah pemasarannya. Di antara faktor penentu tersebut,
proses pengolahan merupakan hal utama yang harus diketahui karena sangat besar
peranannya dalam menghasilkan karakter mutu teh yang diharapkan.
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh kadar air dari bubuk teh hasil fermentasi terhadap
kapasitas produksi pada stasiun pengeringan.
1.4. Manfaat
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman teh diperkirakan berasal dari daerah Pegunungan Himalaya dan daerahdaerah pegunungan yang berbatasan dengan Republik Rakyat Cina, India, Birma.
(Spillane,J.J.,1992). Pada tahun 2737 Sebelum Masehi teh sudah dikenal di Cina.
Bahkan sejak abad ke-4 Masehi teh dimanfaatkan sebagai salah satu komponen
ramuan obat. Teh diperkenalkan pertama kali oleh pedagang Belanda sebagai
komoditas perdagangan di Eropa pada tahun 1610 Masehi dan menjadi minuman
populer di Inggris sejak 1664 Masehi. (Ghani,M.A.,2002)
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
2.2.1. Polifenol
Secara keseluruhan jumlah senyawa golongan polifenol adalah sekitar 20-30 % dari
bahan kering pucuk teh, dan lebih dari tiga perempatnya termasuk golongan yang
dikenal sebagai katekin, yang merupakan pigmen tanaman tak berwarna yang segera
berubah menjadi coklat. (Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006). Semakin banyak
kandungan katekin dalam teh makin besar potensi pucuk menjadi teh (hitam) yang
baik, sehingga pucuk teh yang muda karena kadar katekin yang tinggi, merupakan
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
bahan baku pengolahan teh yang sangat diharapkan. Semakin tua pucuk teh, semakin
kecil potensi kualitasnya. Demikian juga pucuk teh yang rusak akan mengalami
oksidasi polifenol yang spontan dan tidak terkendali sehingga mutu hasil akhirnya
tidak diharapkan. Untuk menjamin potensi kualitas hasil agar tetap terjaga dengan
baik, polifenol dalam daun teh harus berada dalam kondisinya yang asli dan tercermin
pada penampilan pucuk teh yang segar, utuh berwarna kehijauan dan tidak cacat.
(Anonim.,2002).
Dalam sel daun teh, enzim polifenol oksidase dan polifenol peroksidase terdapat di
dalam plastisida. Kedua enzim ini terlibat dalam oksidasi polifenol dan letaknya
terpisah dari polifenol yang terdapat dalam vakuola. (Ningrat,R.G.S.Soeria
Danoe.,2006). Untuk mendapatkan kerja yang maksimal dari enzim ini, maka harus
ditemukan dengan polifenol dan oksigen dari udara. Karena itu dalam pengolahan
terdapat tahap penggilingan yang salah satu tujuannya adalah merusak sel daun
sehingga polifenol bertemu dengan enzim oksidase. (Anonim.,2002). Kadar katekin
dan aktivitas polifenol oksidase yang tinggi dalam daun merupakan indikator teh
berkualitas baik. (Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006).
2.2.3. Kafein
Kafein tidak berperan aktif dalam perubahan yang terjadi selama proses pengolahan,
hanya kadar kafein yang tinggi merupakan petunjuk pucuk teh dapat menghasilkan
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
kualitas teh yang baik, karena kafein memberikan kontribusi pada pembentukan
briskness air seduhan. Kafein juga merupakan faktor penting dalam pembentukan
cream yaitu endapan yang terjadi pada waktu seduhan teh menjadi dingin. Kadar
kafein daun teh berkisar antara 2,5 4 % tergantung pada musim, sistem pemetikan
dan klon tanaman.
H3 C
O
H3C
N
N
N
N
O
CH3
Kafein
2.2.5. Klorofil
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
Klorofil terdapat dalam daun segar dengan kadar 1,4 mg per gram berat kering. Dari
penelitian diketahui adanya hubungan antara tingginya kadar klorofil dalam pucuk teh
dengan rasa grassy air seduhan. Kadar klorofil ini bervariasi sesuai dengan genotip
klon dan kondisi iklim. Selama proses pengolahan teh hitam akan terjadi penurunan
kadar klorofil yang disebabkan berubahnya klorofil menjadi feofitin (teh akan
berwarna hitam) atau feoforbida (berwarna coklat).
Senyawa mudah menguap mempunyai peran yang nyata dalam pembentukan karakter
flavor teh yang khas, walaupun kadarnya dalam daun teh hanya berkisar antara 0,01%
dan 0,02%. Istilah flavor (citarasa) mencakup baik rasa (senyawa tidak menguap)
maupun aroma (senyawa mudah menguap).
Aroma merupakan faktor yang sangat penting dalam penentuan mutu teh.
Karena indera penciuman jauh lebih sensitif daripada indera perasa, maka komponen
yang jumlahnya sedikit dengan konsentrasi yang rendahpun tetap mempunyai
pengaruh pada mutu teh secara keseluruhan. Pembentukan komponen aroma
dipengaruhi faktor seperti kondisi iklim, sistem pengolahan serta pemetikan.
(Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006)
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
Pengolahan teh merupakan hal utama yang harus diketahui karena sangat besar
peranannya dalam menghasilkan karakter mutu teh yang diharapkan. Proses
pengolahan teh meliputi beberapa tahap :
Daun basah dalam fishnet harus segera dibeberkan dalam WT, dengan
menghidupkan kipas WT. Karena daun basah akan menjadi panas dalam fishnet
sehingga mengakibatkan perubahan senyawa-senyawa dalam sel daun basah dan
menjadikan daun berwarna merah (jika diolah akan merusak mutu teh jadi). Dengan
dihembus udara segar dan dikirab maka dapat mengurangi panas. (Anonim.,1996)
Tahap awal dari serangkaian proses pengolahan teh hitam yang sangat penting dan
tidak dapat dihindari adalah proses pelayuan. Meskipun pekerjaan pelayuan
tampaknya sederhana, namun karena prosesnya sendiri adalah merupakan dasar dari
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
10
Adalah proses perubahan biokimia dan enzimatik. Proses biokimia dan enzimatik
sebenarnya telah dimulai pada saat pucuk dipetik dan tetap berlanjut, meskipun tidak
dilakukan pelayuan. Pelayuan mempercepat perubahan enzimatik yang optimumnya
terjadi pada temperatur 24o 27o C, dan hanya sebagian kecil enzim yang masih dapat
aktif pada 30oC. Beberapa perubahan yang terjadi dalam daun teh selama proses
pelayuan yaitu kadar gula meningkat, dari penelitian yang dilakukan di Srilanka telah
diketahui mengenai kadar gula ini, yaitu: daun segar 0,84%, daun layu 1,23% dan teh
kering 1,23%. Penguraian yang optimum untuk sebagian protein menjadi asam amino
bebas, yang terjadi karena aktivitas enzim proteolitik, memerlukan waktu 20-30 jam
sejak pucuk teh dipetik.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
11
Kadar kafein meningkat segera setelah dipetik dan mencapai optimum pada
temperatur 30oC, dan berbanding lurus dengan waktu. Aktivitas enzim polifenol
oksidase meningkat sebesar lebih kurang 30% setelah 12 sampai 20 jam pelayuan, dan
akan menurun tajam setelah waktu itu.
2. Pelayuan Fisik
Adalah penguapan sebagian air daun teh secara bertahap, dengan mengalirkan udara
melalui permukaannya. Pelepasan air dari daun teh terjadi dalam bentuk uap, kalor
dari udara dipindahkan ke daun hingga menyebabkan air menguap dan uap air ini
akan terbawa aliran udara.
Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan uap air pada permukaan daun,
hingga terjadi perbedaan tekanan uap air antara air di bagian dalam daun dan dengan
udara kering pada permukaan daun. Perbedaan tekanan uap air ini merupakan gaya
dorong untuk terjadinya gerakan air dari bagian dalam daun ke permukaan.
Bila kadar air pucuk layu telah mencapai lebih kurang 66%, penurunan kadar
air selanjutnya menjadi sangat lambat hingga seakan-akan konstan untuk beberapa
waktu lamanya. Pada awal proses pelayuan kecepatan penguapan air daun basah akan
sama dengan penguapan air bebas. Setelah pelayuan berlangsung sekitar 2-3 jam,
kecepatan penguapan akan turun ke tingkat yang sangat rendah yang disebabkan
meningkatnya konsentrasi isi sel, hingga air sulit untuk berdifusi melalui membran
sel.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
12
a. Faktor Pucuk
Perbedaan kadar air antara pucuk adalah kecil, tetapi antara bagian-bagian pucuk
memperlihatkan perbedaan yang nyata. Kadar air tangkai adalah yang tertinggi, yaitu
dari 85-87%. Bagian tangkai antara daun kesatu dan kedua, lebih rendah daripada
tangkai bagian kedua dan ketiga. Perbedaan kadar air antara daun kesatu, kedua dan
ketiga tidaklah terlalu besar, sedangkan daun tua mengandung lebih sedikit air
daripada daun muda. Air lebih mudah menguap dari daun dari pada tangkai, karena
daun memiliki stomata serta bentuknya pipih, sedangkan pelepasan air dari tangkai
hanya terjadi melalui daun. Karena itu pucuk halus lebih mudah melepas air dari pada
pucuk kasar, dan bila pelayuan dilakukan dengan cepat, air dari tangkai tidak sempat
berpindah ke daun untuk dapat menguap.
Semakin berat pucuk, semakin lambat kecepatan penguapan. Daun yang lebih
besar memerlukan pelayuan yang lebih lama, dan penguapan dari permukaan bagian
atas daun adalah lebih lambat, karena makin tua daun makin tebal kutikulanya.
Meskipun berat pucuk dan letaknya dilantai sama, kecepatan penguapan dapat saja
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
13
berbeda. Hal ini disebabkan karena jumlah stomata per satuan luas serta ketebalan
daun dan kutikula berbeda. (Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006)
b. Faktor Udara
Kecepatan penguapan air juga tergantung kepada kecepatan alir masa udara yang
tersedia. Bila kecepatan alir masa udara tinggi maka kecepatan pelayuan juga
meningkat. Ketidakcukupan pasokan udara pelayu karena kipas tidak memadai atau
keterbatasan area udara ke kipas dapat menurunkan kecepatan alirnya dan dapat
mempengaruhi kecepatan penguapan. Sebaliknya kecepatan alir udara pelayu yang
terlalu tinggi juga dapat menyebabkan ketidakrataan hasil pelayuan. (Anonim.,2002)
Dalam pelayuan suhu udara tidak terlalu tinggi, karena bila suhu terlalu tinggi,
secara fisik daun akan cepat kehilangan air, sehingga mudah menjadi kering dan
secara kimia terjadi peningkatan permeabilitas selaput membran sel daun yang akan
menyebabkan terjadinya kontak antara polifenol dan enzim sehingga menimbulkan
senyawa baru yang berwarna coklat kemerahan.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
14
Setelah pucuk atau daun teh memenuhi syarat layu, langkah selanjutnya adalah
penggilingan. Adapun tujuan penggulungan adalah :
-
(Anonim.,2008)
-
Menghasilkan partikel teh dengan tekstur dan ukuran yang homogen serta
bentuk dan penampakan tertentu sesuai permintaan pasar.
15
partikel daun. Dilihat dari proses oksidasi enzimatik yang terjadi, penggulungan dan
fermentasi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
pembentukan karakter teh jadi adalah jauh lebih besar daripada pengaruh proses
pelayuan yang berlangsung selama 16 sampai 18 jam. Hal ini disebabkan karena
oksigen dari udara dapat lebih mudah masuk ke dalam daun yang rusak daripada ke
dalam daun utuh. Perbandingan kuantitatif perubahan senyawa kimia yang terjadi
dalam sel daun petikan halus pada proses pelayuan yaitu 29%, penggulungan dan
fermentasi sebesar 50% dan senyawa yang tidak berubah adalah 21%.
Penggulungan harus juga dapat menghasilkan persentase sortasi yang nantinya
akan menunjang perolehan harga jual rata-rata tertimbang yang tinggi. Keberhasilan
proses penggulungan untuk mencapai tujuan yang diharapkan ditentukan oleh kondisi
pucuk layu yang akan diproses. Besarnya derajat layu ditentukan oleh metode
penggulungan yang digunakan dalam sistem pengolahan untuk menghasilkan karakter
teh jadi. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa proses penggulungan juga
merupakan salah satu dasar pengolahan teh hitam, disamping proses dehidrsi dan
proses oksidasi enzimatik. (Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006)
Skema Penggulungan :
OTR PCR RV I RV II
Gilingan I : OTR (Open Top Roller) menghasilkan bubuk I
Gilingan II : PCR (Press Cap Roller) menghasilkan bubuk II
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
16
Fermentasi sebenarnya adalah reaksi oksidasi enzimatik dari cairan sel daun teh
dengan oksigen yang akan dihentikan pada suhu tertentu melalui pengeringan.
(Anonim.,2008). Perubahan kimia yang terjadi selama proses fermentasi, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, jauh lebih berarti dibandingkan dengan perubahan kimia
pada proses pelayuan. Reaksi oksidasi enzimatik polifenol teh yang terjadi selama
proses fermentasi akan membentuk karakter appearance (penampakan), liquor (air
seduhan) dan infused leaf (ampas seduhan).
Flavor merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu teh jadi. Istilah
flavor mencakup baik karakteristik rasa (senyawa tidak mudah menguap) maupun
aroma (senyawa mudah menguap) dari teh yang diseduh. Senyawa utama yang
menghasilkan flavor antara lain adalah polifenol, kafein, dan asam amino, dan untuk
aroma adalah terpenoid, alkohol dan senyawa karbonil, sedangkan klorofil selain
berpengaruh terhadap flavor, juga pada penampakan teh.
Polifenol
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
17
Empat senyawa polifenol penting yang terdapat dalam daun teh sebagai pembentuk
flavor, yaitu epikatekin galat (ECG), epigalokatekin galat (EGCG), epikatekin (EC)
dan epigalokatekin (EGC) telah diketahui. Walaupun demikian, polifenol yang lain,
seperti katekin dan galokatekin (GC) dalam hal ini juga berperan. Polifenol yang
terdapat dalam sel daun akan teroksidasi dengan bantuan enzim polifenol oksidase
menjadi senyawa ortokuinon yang sangat reaktif, yang segera berubah menjadi
teaflavin (TF), senyawa berwarna kuning sampai merah muda keemasan. Kadar TF
berkisar antara 0,5 2,5 % dari berat kering. Pada reaksi oksidasi enzimatik polifenol
sebagian dari TF diubah menjadi tearubigin (TR), yang berwarna coklat kemerahan.
Kadar TR keseluruhan dalam teh jadi berkisar 8 20 % dari berat kering.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
18
OH
OH
HO
O
OH
HO
OH
O
OH
OH
OH
OH
HO
OH
OH
Epicatechin (EC)
Epicatechin gallate
(ECG)
OH
HO
OH
O
OH
OH
OH
HO
OH
OH
O
Epigallocatechin (EGC)
OH
OH
OH
OH
OH
OH
H
HO
OH
Catechin (C)
OH
OH
H
HO
O
OH
OH
H
OH
Gallocatechin (GC)
Sifat genetik tanaman, derajat layu (pelayuan), tingkat kerusakan struktur sel
daun, lamanya waktu fermentasi, ketersediaan oksigen dan kelembaban udara yang
cukup merupakan beberapa faktor penting pada proses pembentukan TF dan TR.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
19
20
Derajat Layu. Dengan meningkatnya derajat layu, kadar air dalam daun
menurun, hingga kadar zat kimia dalam daun
menurun, tetapi penbentukan TR terus berlanjut sampai derajat layu mencapai 60-75
%. Pelayuan berat akan mengurangi kadar air daun dan menurunkan laju reaksi
enzimatik serta menghambat pembentukan TF. (Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006)
Proses pengeringan merupakan salah satu tahap dalam pengolahan teh hitam yang
perlu mendapatkan perhatian cukup serius, agar sifat-sifat teh yang sudah dihasilkan
dari tahap-tahap pengolahan sebelumnya dapat dipertahankan.
Tujuan pengeringan teh hitam adalah :
-
Menurunkan kadar air dalam bubuk teh sampai batas cukup awet disimpan
Merubah bubuk basah menjadi bubuk teh kering yang dapat tahan lama dalam
penyimpanan, mudah diangkut dan diperdagangkan. (Anonim.,2008)
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
21
Pengeringan teh pada saat ini dilakukan dengan metode konvensional dan metode
fluidisasi. Pada metode konvensional partikel teh pada rangkaian nampan yang
digerakkan rantai lingkar dalam mesin pengering (Endless Chain Pressurized Dryer ECPD) melaju melawan arah aliran udara panas bertekanan tinggi. Pada awal proses
pengeringan, partikel teh terpapar udara bertemperatur relatif rendah (49-54C) dan
pada akhir pengeringan udara bertemperatur tinggi. Sebaliknya, pada metode
fluidisasi dalam Fluid Bed Dryer (FBD), partikel teh langsung terpapar udara
bertemperatur tinggi, dan pada akhir proses pengeringan bertemperatur relatif lebih
rendah.
a. Metode Konvensional
22
merupakan temperatur yang dapat menurunkan aktivitas enzim ke titik paling rendah,
dan bila kadar air telah mencapai 20 %, aktivitas enzim relatif terhenti, tetapi akan
mudah aktif kembali bila terpapar udara luar. Karena itu teh dikeringkan hingga kadar
air mencapai 3%.
TSD (Two Stage Dryer) merupakan salah satu jenis ECPD yang memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan jenis ECPD sebelumnya yang terdiri dari tiga
tahap rangkaian nampan (Three Stage Dryer). Luas permukaan penampang melintang
TSD lebih besar dan berketinggian lebih rendah, hingga kecepatan udara yang
melewati dua rangkaian nampan cukup rendah dibandingkan dengan pengering tiga
rangkaian nampan. Kecepatan aliran udara yang relatif rendah ini dapat mengurangi
terjadinya turbulensi udara. Selain itu pada TSD, partikel teh langsung diletakkan
pada nampan teratas dari mesin pengering, hingga segera terpapar udara panas yang
dapat menghentikan aktivitas enzim dengan cepat. Tingginya kecepatan pengeringan
pada awal tahap pertama dan rendahnya kecepatan pengeringan pada akhir tahap
kedua pada TSD, menghasilkan kualitas teh kering yang baik dan dapat disimpan
lebih lama.
23
yang terbentuk pada akhir proses fermentasi akan terurai, yang dapat menyebabkan
teh kehilangan karakter. Dari penelitian Benton, Stewing yang lebih parah dapat
menyebabkan hilangnya seluruh karakter yang baik, disebabkan teh kering yang baru
keluar dari mesin pengering dibiarkan menumpuk selagi masih panas di
penampungannya yang akan menyebabkan teh berkeringat.
Pada proses pengeringan terjadi difusi air dari dalam sel daun ke permukaan
partikel teh untuk kemudian menguap. Tetapi bila temperatur udara-keluar terlalu
tinggi, kecepatan penguapan pada tahap awal proses pengeringan akan menjadi sangat
besar, hingga permukaan teh akan mengering yang akan menghambat difusi dan
penguapan air,(Ningrat,R.G.S.Soeria Danoe.,2006) serta menyebabkan suatu keadaan
teh yang bagian luar sudah cukup kering sedangkan bagian dalam belum kering.
Kejadian ini dikenal sebagai case-hardening. Keadaan kurang keringnya teh akan
menyebabkan oksidasi enzimatik dapat berlanjut, dengan demikian akan menurunkan
kualitas teh keringnya. (Anonim.,2002). Untuk menghindarkan terjadinya casehardening, temperatur udara-keluar sebaiknya tidak lebih tinggi dari 52C, yang dapat
menyebabkan terlalu cepatnya penghentian oksidasi enzimatik.
b. Metode Fluidisasi
Fluidisasi merupakan fenomena yang diakibatkan perlakuan fluida (zat cair atau gas)
terhadap zat padat, hingga zat padat akan bersifat sebagai cairan atau gas. Dalam hal
pengeringan teh dengan cara fluidisasi, zat padatnya adalah partikel teh, sedangkan
fluidanya adalah udara. Hal-hal yang mempengaruhi operasional FBD yaitu :
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
24
a. Kecepatan Pengisian
Pengisian teh fermen ke dalam FBD harus dilakukan secara berkesinambungan dan
dengan kecepatan yang tetap untuk memperoleh proses pengeringan yang efektif dan
kinerja yang konsisten. Volume dan kecepatan pemasukan teh fermen ke dalam FBD
haruslah sedemikian rupa agar diperoleh teh kering dengan kadar air yang diinginkan.
Sedangkan kadar air teh kering pada titik pengeluaran tergantung pada temperatur teh
terfluidisasi pada tahap akhir pengeringan, hingga temperatur teh terfluidisasi sesaat
sebelum keluar menjadi acuan untuk pengaturan pemasukan teh fermen ke dalam
FBD. Temperatur partikel teh pada tahap akhir ini juga tergantung pada temperatur
udara-masuk, kondisi fluidisasi dan kelancaran serta konsistensi pemasukan teh
fermen. Untuk mengetahui temperatur teh yang tepat dan kaitannya dengan kadar air
teh kering, perlu diadakan pengamatan yang seksama. Sedangkan temperatur udaramasuk
pengawasan yang intensif terhadap pemasukan teh fermen ke dalam FBD perlu
dilakukan untuk memperoleh hasil yang memuaskan.
b. Volume Udara
Karena partikel teh pada tahap awal proses pengeringan adalah basah dan lengket,
aliran volume udara di ujung pemasukan (tahap awal) harus lebih besar daripada di
ujung pengeluaran (tahap akhir). Volume udara yang rendah akan mengakibatkan
fluidisasi yang kurang baik (under-fluidized atau packed). Selain oleh rendahnya
aliran volume udara, under-fluidized dapat juga disebabkan oleh pemasukan teh
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
25
fermen dalam jumlah besar dalam waktu yang pendek. Peristiwa tersebut lebih sering
terjadi pada tahap awal pengeringan daripada tahap lainnya dan dapat menyebabkan
stewing karena partikel teh terpapar udara panas untuk waktu yang cukup lama tanpa
terjadinya penguapan air dari sel daun.
c. Waktu Pengeringan.
Berbeda dari ECPD, yaitu waktu pengeringan dapat diatur secara mekanik (kecepatan
laju nampan), waktu pengeringan pada FBD adalah lebih kompleks.Pada FBD dengan
luas permukaan lapisan fluidisasi teh dan ketinggian bendungan konstan, dengan jelas
dapat diketahui bahwa kecepatan teh yang keluar dari FBD adalah sebanding dengan
teh yang masuk, dan bila pengisian dihentikan teh yang keluar juga terhenti.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
26
Penguapan air pada awal proses pengeringan berjalan dengan cepat dan berangsur
menurun dan pada akhir proses pengeringan kecepatan penguapan air menjadi lebih
lambat. Kapasitas FBD yang relatif lebih tinggi daripada ECPD cenderung
memperpanjang waktu penguapan air pada tahap awal dan memperlambat penguapan
air pada tahap akhir.
Tujuan utama proses pengeringan adalah untuk mempertahankan kualitas teh, hingga
sewaktu tiba di konsumen, karakternya tidak jauh berbeda dengan waktu keluar dari
pengering. Pada kenyataannya hal ini sangat sulit dicapai, karena teh bersifat
higroskopik dan pada umumnya selama sortasi, pengepakan dan transportasi kadar air
teh dapat mencapai lebih dari 4-6 % hingga reaksi oksidasi enzimatik masih tetap
berlangsung. Bila teh dikeringkan ke tingkat kadar air yang lebih tinggi atau menyerap
cukup banyak air setelah pengeringan, reaksi enzimatik akan berlangsung terlalu,
hingga karakter teh menjadi gone off atau fade off. Keadaan demikian dapat juga
terjadi pada teh yang disimpan untuk jangka waktu yang lama. (Ningrat,R.G.S.Soeria
Danoe.,2006).
Teh yang berasal dari pengeringan masih heterogen, baik bentuk maupun ukurannya.
Selain itu, teh juga masih mengandung debu, tangkai daun, dan kotoran lain yang akan
sangat berpengaruh pada mutu teh nantinya. Untuk itu, sangat dibutuhkan proses
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
27
penyortiran atau pemisahan yang bertujuan untuk mendapatkan suatu bentuk dan
ukuran teh yang seragam sehingga cocok untuk dipasarkan dengan mutu terjamin.
(Tim Penulis PS.,1993)
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
28
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
29
Setelah disortasi sesuai mutunya, teh dimasukkan ke dalam peti penyimpanan agar
mutu teh tetap bertahan pada kondisi yang diinginkan sebelum dikemas. Peti ini
kemudian ditutup rapat, baik bagian mulutnya maupun bagian bawahnya. Penutupan
ini untuk mencegah terjadinya perembesan udara ke dalam peti. Agar proses
penyimpanan ini berlangsung dengan mudah sebaiknya letak peti ini berdekatan
dengan peralatan pengolahan lainnya. (Tim penulis PS.,1993)
Peti (BIN) juga harus selalu tertutup, tidak sering dibuka pintunya (harus
kedap udara) karena teh temasuk bahan yang higroskopis dan mudah menyerap uap
air dari udara. Kadar air teh pada waktu akan dipak harus lebih kecil dari
(Anonim.,1996).
2.4. Penentuan Kadar Air Bubuk Teh Hasil Fermentasi Pada Stasiun
Pengeringan
Kadar air bubuk teh hasil fermentasi diukur dengan menggunakan alat Moisture
Balance. Cara pengukurannya :
-
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
30
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
Moisture Balance
Sample Chop
Spatula
Goni
Sekop
Timbangan
3. 1. 2. Bahan
-
3. 2. Prosedur
3.2.1. Penentuan Kadar Air Bubuk Teh Hasil Fermentasi
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
31
Bubuk teh hasil fermentasi diambil dari dalam conveyor dan dimasukkan ke
dalam sample chop
Persen (%) kadar air bubuk teh dicatat dengan membaca angka yang tertera di
moisture balance
Penanda berupa kayu kecil dimasukkan ke dalam Mesin TSD, setelah bubuk
teh hasil fermentasi dari conveyor diambil
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
32
BAB 4
4. 1. Data
Tabel 1 : Data Kadar Air Bubuk Hasil Fermentasi Dengan Kapasitas Produksi
Pada Stasiun Pengeringan
No
Jenis Bubuk
Temperatur (oC)
Kapasitas
Teh Hasil
Produksi
Fermentasi (%)
pada stasiun
T inlet(ti)
T outlet(to)
pengeringan
(Kg teh
kering/jam)
Bubuk I
53,48
93
52
178
Bubuk I
52,06
93
52
180
Bubuk I
50,46
93
52
183
Bubuk I
48,66
93
52
186
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
33
Bubuk I
46,64
93
52
190
Bubuk I
44,38
93
52
196
4. 2. Perhitungan
4. 2. 1. Persamaan Least Square
Dimana : X = Kadar air bubuk teh hasil fermentasi
Y = Kapasitas produksi pada stasiun pengeringan
a =
No
X2
XY
53,48
178
2860,11
9519,44
52,06
180
2710,24
9370,80
50,46
183
2546,21
9234,18
48,66
186
2367,80
9050,76
46,64
190
2175,29
8861,60
44,38
196
1969,58
8698,48
X = 295,68
Y = 1113
X2= 14629,23
XY=54735,26
n( xy ) ( x)( y )
n( x 2 ) ( x ) 2
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
34
6(54735,26) (295,68)(1113)
6(14629,23) (295,68) 2
328411,56 329091,84
87775,38 87426,66
680,28
348,72
= -1,9508
( x )( y ) ( x )( xy )
n( x ) ( x )
2
b=
(14629,23)(1113) (295,68)(54735,26)
2
6(14629,23) (295,68)
16282332,99 16184121,68
87775,38 87426,66
98211,31
348,72
= 281,6337
35
Y3 = aX3 + b
= -1,9508 (50,46) + 281,6337
= 183,1963
Y4 = aX4 + b
= -1,9508 (48,66) + 281,6337
= 186,7078
Y5 = aX5 + b
= -1,9508 (46,64) + 281,6337
= 190,6484
Y6 = aX6 + b
= -1,9508 (44,38) + 281,6337
= 195,0572
53,48
177,3049
52,06
180,0751
50,46
183,1963
48,66
186,7078
46,64
190,6468
44,38
195,0572
36
4.3. Pembahasan
Proses pengolahan teh hitam terdiri dari beberapa tahap, salah satunya adalah proses
pengeringan. Selama proses pengeringan, terjadi penurunan kadar air dengan aplikasi
panas. Udara panas masuk ke dalam ruang pengering, bersinggungan dengan
permukaan bahan kemudian membawa uap air keluar dari ruang pengering.
Kadar air bubuk teh hasil fermentasi mempunyai pengaruh terdapat kapasitas
produksi teh kering yang dihasilkan karena dengan kadar air teh fermen yang tinggi
maka kemampuan udara panas untuk mengeringkan teh lebih lama sehingga kapasitas
produksi teh kering sedikit. Sedangkan kadar air teh fermen yang rendah akan
menghasilkan kapasitas produksi teh kering yang lebih banyak. Hal ini dapat dilihat
melalui grafik pada gambar di bawah ini :
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
37
200
195
44.38
190
46.64
185
48.66
50.46
180
52.06
53.48
175
170
165
44.38
46.64
48.66
50.46
52.06
53.48
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin rendah kadar air bubuk
teh hasil fermentasi maka kapasitas produksi teh kering yang dihasilkan semakin
banyak, dan sebaliknya,semakin tinggi kadar air bubuk teh hasil fermentasi, maka
kapasitas produksi teh kering yang dihasilkan sedikit. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kadar air bubuk teh hasil fermentasi mempunyai pengaruh yang
penting terhadap pengolahan teh khususnya pada stasiun pengeringan.
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
38
BAB 5
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan data, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut : Semakin tinggi kadar air teh hasil fermentasi maka kapasitas produksi teh
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
39
kering yang dihasilkan pada stasiun pengeringan menurun. Hal ini dapat ditunjukkan
melalui data sebagai berikut :
-
53,48 % kadar air teh hasil fermentasi, menghasilkan 178 Kg teh kering/jam
52,06 % kadar air teh hasil fermentasi, menghasilkan 180 Kg teh kering/jam
50,46 % kadar air teh hasil fermentasi, menghasilkan 183 Kg teh kering/jam
48,66 % kadar air teh hasil fermentasi, menghasilkan 186 Kg teh kering/jam
46,64 % kadar air teh hasil fermentasi, menghasilkan 190 Kg teh kering/jam
44,38 % kadar air teh hasil fermentasi, menghasilkan 196 Kg teh kering/jam
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
40
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009
41
Netti V. N. Sembiring : Pengaruh Kadar Air Dari Bubuk Teh Hasil Fermentasi Terhadap Kapasitas Produksi Pada
Stasiun Pengeringan Di Pabrik Teh Ptpn Iv Unit Kebun Bah Butong, 2009.
USU Repository 2009