MITRAL STENOSIS
KKS Ilmu Penyakit Dalam periode 21 April -30 Juni 2014
Oleh:
Pembimbing:
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
MITRAL STENOSIS
Oleh:
Randy Rakhmat Septiandani 04101401107
Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/ Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 21 April -30 Juni
2014
Palembang,
Maret 2014
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Mitral Stenosis yang merupakan
salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Penyakit
Dalam RS. Dr. Moh. Hoesin, Palembang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Erwin Azmar, SpPD, selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temanteman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat amin.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR...................................................................................
iii
iv
2.2 Epidemiologi......................................................................................
2.6 Patofisiologi.......................................................................................
16
2.7 Diagnosis............................................................................................
19
2.8 Penatalaksanaan................................................................................
21
2.9 Pencegahan........................................................................................
28
2.10 Komplikasi.......................................................................................
29
29
30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
32
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang cukup sering
ditemukan. Di Amerika Serikat, sekitar 10-20% operasi bedah jantung dilakukan
karena penyakit katup jantung. Penyakit katup jantung merupakan penyebab penyakit
jantung nomor dua. Penyakit katup jantung banyak disebabkan oleh penyakit
degeneratif di negara maju sedangkan penyakit katup jantung sering disebabkan
penyakit jantung rematik pada negara berkembang seperti halnya Indonesia.
Berdasarkan jenis kelamin penderita, laki-laki lebih sering terdiagnosis daripada
perempuan. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa sekitar 4.2 juta 5.6 juta
orang dewasa di Amerika Serikat dan diprediksikan jumlah tersebut akan terus
meningkat di masa yang akan datang. Dari beberapa penyakit katup jantung, salah
satu diantaranya adalah stenosis mitral.1,2
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat
kelainan struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat
diastol.3 Penyebab terjadi stenosis mitral dapat bervariasi. Penyebab utama terjadinya
stenosis mitral tidak sama seperti penyakit katup jantung lainnya. Penyebab
terjadinya stenosis mitral kebanyakan disebabkan oleh demam rematik, sedangkan
penyebab lainnya yang sangat jarang adalah kelainan kongenital, ekposur radiasi,
mukopolisarkoidosis, kalsifikasi annulus mitral, dan miksoma atrium kiri. Pada
stenosis mitral, katup jantung dapat mengalami perubahan karena terjadi proses
fibrosis, kalsifikasi, fusi korda, fusi komisura, dan penebalan leaflet/katup di katup
mitral. Hal tersebut membuat katup mitral menjadi sulit untuk terbuka dan
menyebabkan aliran darah dari atrium kiri terhambat dan menumpuk/terbendung.
Bendungan ini akan terjadi terus menerus hingga mencapai pembuluh darah pulmonal
dan ventrikel kanan sehingga dapat menyebabkan gangguan pada paru dan jantung.4
Normalnya, luas katup mitral dapat membuka berukuran 4.0 cm2 hingga 5.0
cm2. Gejala stenosis mitral biasanya muncul ketika luas katup mitral saat membuka
hanya mencapai 1.5 cm2 hingga 2.5 cm2. Gejala stenosis mitral juga dapat muncul
saat istirahat jika luas katup mitral saat membuka tidak mencapai 1.0 cm 2. Walaupun
begitu, gejala stenosis mitral dapat muncul pada katup mitral yang masih dapat
membuka lebar namun pengisian diastoliknya mengalami gangguan. Hal tersebut
dapat terjadi pada ibu hamil, fibrilasi atrium, olahraga, dan efek emosional. 4. Derajat
keparahan stenosis mitral dapat diklasifikasikan menjadi derajat ringan, derajat
sedang, dan derajat berat berdasarkan luas area katup mitral saat terbuka, tekanan
rata-rata, dan tekanan darah arteri pulmonal. 5 Gejala pertama yang sering muncul dari
stenosis mitral adalah sesak nafas (shortness of breath), namun pada pasien stenosis
mitral dapat juga ditemukan gejala seperti fibrilasi atrium, edema paru, dan emboli.
Beberapa gejala yang jarang terjadi pada stenosis mitral dapat berupa suara serak,
batuk darah, dan disfagia. Survival Rate 10 tahun pada pasien stenosis mitral dengan
gejala asimptomatik atau minimal mencapai angka 80%, sedangkan pada pasien
stenosis mitral dengan 1 gejala berat saja dapat menurunkan Survival Rate 10 tahun
menjadi 0 - 15%.1,4
Pada pemeriksaan fisik pada pasien stenosis mitral dapat ditemukan seperti
suara opening snap yang diikuti suara gemuruh saat fase diastolik, dan suara S1 yang
keras serta suara P2 yang keras. Pada pemeriksaan radiografi, pelebaran atrium kiri
merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pembesaran atrium kanan, ventrikel
kanan, dan arteri pulmonal dapat juga terjadi pada kasus stenosis mitral yang berat
dengan hipertensi pulmonal. Selain radiografi, pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah EKG, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung. Temuan paling
tersering pada pemeriksaan EKG adalah pembesaran atrium kiri (gelombang P >
0.12s pada lead II) dan atrial fibrilasi. Ekokardiografi merupakan pilihan utama untuk
menentukan ada atau tidak adanya mitral stenosis sedangkan kateterisasi jantung
sudah jarang digunakan karena dengan ekokardiografi saja sudah dapat menentukan
derajat keparahan stenosis mitral.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat
kelainan struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat
diastol.3
2.2. Epidemiologi
Prevalensi terjadi mitral stenosis sebanding dengan prevalensi penyakit
rematik. Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara-negara berkembang
daripada Amerika serikat. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika
Serikat berkisar 0,5-2/100.000 penduduk dan semakin menurun di tahun selanjutnya
dikarenakan pengobatan yang luas dan efektif dari penggunaan antibiotik dalam
mengobati infeksi dari streptococcus.8 Prevalensi penyakit rematik di negara
berkembang seperti di India mencapai 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Sekitar
2/3 penderita stenosis mitral merupakan perempuan. Onset dari gejala pertama
biasanya muncul pada dekade ke-3 atau ke-4 masa kehidupan. Survival Rate 10 tahun
pada pasien stenosis mitral dengan gejala asimptomatik atau minimal mencapai angka
80%, sedangkan pada pasien stenosis mitral dengan 1 gejala berat saja dapat
menurunkan Survival Rate 10 tahun menjadi 0 - 15%.1,4
2.3. Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat
reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus. Diperkirakan
90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya
walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus
Stenosis Mitral
(Area katup mitral
TDVki
Pemendekan pengisian
diastole (takikardi), AFib,
Av blok, peningkaatan
aliran darah balik vena
2.6. Klasifikasi
Derajat berat ringannya stenosis mitral dapat juga ditentukan oleh gradien
trasmitral, luasnya area katup mitral. Serta hubungan antara lamanya waktu antara
penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup
mitral, derajat stenosis adalah sebagai berikut:
1. Minimal
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Reaktif
Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup
mitrap meurun sampai seperdua normal (<2-2.cm2). Hubungan antara gradien dan
luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada Table.1
Derajat stenosis
interval A2-OS
Area
Gradien
Ringan
>110 msec
>1,5 cm2
<5 mmHg
Sedang
80-110 msec
5-10 mmHg
Berat
<80 msec
<1 cm2
>10 mmHg
Tabel 1. Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu
pembukaan katup mitral.5
Sistem skoring katup mitral dapat menggunakan skor Wilkins (Boston).
Sistem skoring Wilkins mengevaluasi: penebalan katup, mobilitas, kalsifikasi, dan
penebalan subvalvular. Setiap kategori memiliki 4 skor. Morfologi katup mitral
dikatakan menguntungkan apabila skor 8.
Grade
Mobilitas
Katup jantung
masih dapat
bergerak dengan
baik. Hanya
ujung daun katup
yang mengalami
Penebalan
Daun katup
mengalami
penebalan di
daerah tepi
dengan tebal
4-5cm
Kalsifikasi
(ekhokardiografi
)
Terdapat satu area
yang terdeteksi
pada pemeriksaan
ekho
Penebalan
Subvalvular
Terdapat satu
area yang
terdeteksi
pada
pemeriksaan
ekho
retriksi
2
Bagian tengah
dan bawah daun
katup memiliki
mobilitas normal
Daun katup
tengah tidak
menebal.
Penebalan di
daerah tepi
katup 5-8
mm
3
Katup masih
Daun katup
bergerak saat
tengah
diastole terutama menebal
bagian katup
juga.
bawah
Penebalan
katup 5-8
mm
4
Pergerakan daun Penebalan
katup sangat
seluruh
minimal/tidak
jaringan
ada saat diastole
katup >8-10
mm
Tabel 2. Sistem Skoring Wilkins.11
Area yang
menyebar dan
terletak di tepi
daun katup
Area yang
menyebar dan
terletak di
tepi daun
katup
Kalsifikasi meluas
hingga bagian
tengah daun katup
penebalan
meluas
hingga
kebagian 1/3
distal korda
Jika saraf laringeal tertekan oleh arteri pulmonal yang membesar maupun atrium kiri,
suara serak dapat menjadi salah satu gejala.
Gejala komplikasi stenosis mitral seperti fibrilasi atrium, thromboembolisme,
infeksi endokarditis, dan hemoptisis dapat ditemukan. Aritmia atrial berupa fibrilasi
atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral yaitu 3040%. Kejadian ini sering terjadi pada umur yang lebih lanjut atau distensi atrium
yang menyolok sehingga sifat eloktrofisiologi dari atrium kiri berubah. Fibrilasi
atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan keluhan sesak atau kongesti yang
lebih berat. Resiko embolisasi meningkat bila terjadi fibrilasi atrium. Emboli sistemik
terjadi pada 10-20% pasien dengan stenosis mitral dengan distribusi 75% serebral,
33% perifer, dan 6% viseral. Endokarditis infektif jarang terjadi dengan insiden 2%
dalam 1 tahun (pada kasus tanpa operasi). Nyeri dada dapat terjadi pada sebagian
kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina pektoris. Diyakini hal ini
disebabkan oleh karena hipertrofi ventrikel kanan dan jarang bersamaan dengan
aterosklerosis koroner.
2.8. Diagnosis
Terdapat beberapa tanda stenosis mitral pada pemeriksaan fisik. Palpitasi pada
bagian dada anterior kiri bisa dirasakan pada pasien dengan peningkatan tekanan
ventrikel kanan. Pada auskultasi dapat ditemukan suara S1 yang keras. Namun jika
katup mitral hanya dapat membuka sedikit, mengalami kalsifikasi, dan immobile
maka suara S1 bisa saja menjadi normal. Selain suara S1 yang keras, suara opening
snap (OS) setelah suara S2 biasanya muncul pada kasus stenosis mitral. Interval
antara S2 dan OS akan semakin memendek seiring parahnya derajat stenosis mitral.
Pada kasus stenosis mitral, suara murmur dapat didengar. Hal tersebut dikarenakan
turbulensi yang terjadi akibat katup mitral yang tidak dapat membuka lebar saat
diastol.
Gambaran klasik dari foto thoraks adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonalis. edema interistisial berupa garis Kerley terdapat pada
30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg. Temuan tersering yang muncul
pada EKG adalah pembesaran atrium kiri (durasi gelombang P di lead II 0.12 detik
dan/atau aksis gelombang P berada di antara +45 dan 30). Selain hal tersebut,
fibrilasi atrium juga sering ditemukan. Hasil elektrokardiografi berupa hipertrofi
ventrikel kanan (R/S di lead I <1, R/S di lead V1 > 1 dan S persistent di lead V6.)
dapat ditemukan pada pasien stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal.
Gambar 3. Foto ronsen thoraks pada pasien stenosis mitral berat dengan
pembesaran atrium kiri dan kongesti paru.1
Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik
untuk diagnosis stenosis mitral. Sebelum ekokardiografi, kateterisasi jantung
merupakan suatu keharusan dalam diagnosis. Dengan ekokardiografik dapat
dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area
katup dengan planimetri, struktur dari apparatus subvalvular, juga dapat ditentukan
fungsi ventrikel. Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral,
serta ukuran dari area mitral dengan cara mengukur pressure half time terutama bila
pada struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan
planimetri tidak dimungkinkan. Ekokardiografi juga dapat memberikan informasi
mengenai ukuran atrium kiri dan fungsi dari ventrikel kiri. Pemeriksaan doppler dapat
tetapi obat ini nilai dalam memperlambat laju ventrikel pada pasien dengan AF dan
dalam merawat pasien dengan gagal jantung kanan.5,14
Atrial Fibrilasi (AF) sering terjadi pada stenosis mitral. Prevalensi 30-40%
akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium
terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Ketika AF terjadi
secara akut, biasanya AF disertai dengan Rapid Ventricular Response (RVR).
Penatalaksanaan dini perlu dilakukan seperti pemberian digitals dan dapat
dikombinasikan dengan -bloker atau nondihydropyridine CCB. Ketika obat ini tidak
efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan diperlukan, digoksin atau amiodarone
dapat dipertimbangkan. Selain hal
pengobatan
farmakologis dan kardioversi. Pada pasien yang telah memiliki AF selama lebih dari
24 jam, sebelum prosedur kardioversi, antikoagulasi dengan warfarin selama lebih
dari 3 minggu dapat dilakukan. 5,14
Stenosis mitral menimbulkan mekanisme obstruksi pada aliran darah di
jantung sehingga sebagai terapi definitifnya adalah menghilangkan obstruksinya
sendiri. Terdapat 3 prosedur untuk menghilangkan obstruksi mitral, yaitu : BMV
(Baloon mitral valvulotomy), komisurotomi, dan penggantian katup mitral.15
BMV merupakan prosedur terapetik invasive minimal untuk mengatasi
stenosis mitral tanpa komplikasi dengan cara memaksa membuka katup jantung oleh
balon. Kateter balon di masukkan dari arteri femoral kiri menuju inferior vena cava
dan atrium kiri. Kateter balon melewati septum atrium. Balon dikembangkan melalui
3 tahapan. Tahapan pertama, balon bagian distal mengembang dan harus tersangkut di
bagian ventrikel kiri-katup mitral. Kedua, balon bagian proksimal mengembang di
bagian bagian atrium kiri-katup mitral sehingga membuat kateter terfiksir. Ketiga,
balon bagian tengah mengembang sehingga memaksa katup mitral untuk terbuka.
Proses ini tidak boleh memakan waktu lebih dari 30 detik karena dapat menyebabkan
kongesti. BMV memiliki angka keberhasilan yang tinggi dengan komplikasi yang
minimal. Sejauh ini komplikasi yang serius ditemukan dapat berupa regurgitasi mitral
akut dan tamponade jantung akibat rusaknya strktur jantung yang disebkan saat
septum atrium ditembus kateter.5,13,14
BMV dianjurkan untuk pasien dengan gejala sedang sampai berat MS (yaitu,
area katup mitral <1 cm2/m2 luas permukaan tubuh [BSA] atau <1,5 cm2 di
berukuran normal dewasa) dan dengan morfologi katup menguntungkan, tidak ada
atau MR ringan, dan tidak ada bukti trombus atrium kiri. Bahkan gejala-gejala ringan,
seperti penurunan halus dalam toleransi latihan, merupakan indikasi untuk intervensi
karena prosedur mengurangi gejala dan meningkatkan hasil jangka panjang dengan
risiko rendah prosedural. Selain itu, BMV direkomendasikan untuk pasien tanpa
gejala dengan sedang sampai parah ketika MS obstruksi katup mitral telah
mengakibatkan hipertensi pulmonal dengan tekanan sistolik paru lebih besar dari 50
mm Hg pada saat istirahat atau 60 mm Hg dengan olahraga.5,13,14
Tiga pendekatan operasi yang tersedia untuk pengobatan MS rematik: (1)
valvotomi mitral tertutup menggunakan pendekatan transatrial atau transventricular,
(2) terbuka valvotomi (yaitu, valvotomi dilakukan di bawah penglihatan langsung
dengan bantuan cardiopulmonary bypass, yang dapat dikombinasikan dengan teknik
perbaikan lainnya, seperti reseksi leaflet, prosedur chordal, dan annuloplasty saat
MR hadir), dan (3) MV pengganti Intervensi bedah untuk yang dianjurkan untuk
pasien dengan MS berat dan gejala yang signifikan (NYHA kelas. III atau IV) atau
ketika BMV tidak tersedia.5,13,14
Valvotomi mitral tertutup jarang digunakan di Amerika Serikat saat ini, yang
telah digantikan oleh BMV, yang lebih efektif pada pasien yang adalah kandidat
untuk valvotomi mitral tertutup. Valvotomi mitral tertutup lebih populer di negaranegara berkembang, di mana biaya operasi jantung terbuka dan bahkan kateter balon
untuk BMV merupakan faktor penting dan di mana pasien dengan MS yang lebih
muda dan karena itu memiliki katup lebih lentur. Namun, bahkan di negara-negara,
valvotomi mitral tertutup sedang digantikan oleh BMV.
Komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantungparu saat ini. Dengan cara ini, katup terlihat dengan jelas sehingga pemisahan
Stenosis Mitral
AKM 1.5cm2
Tindakan
yareparasi
bedah katup atau
ganti
katupkatup
Morfologi
jantung
Berisikosesuai
tinggi
indikasi
BMV
jikatidak
dioperasi
tidak
ya
tidak
tidak
tidak
ya IIb
Gejala
TAP istirahat >50 mmHg
atau TAP Latihan >60
mmHg
atau new onset AF
BMV
IIa
I
yaI
tidak
tidak
AKM 1.5cm2
tidak
Morfologi
katup jantung
sesuai indikasi
y
up klnis/ new
BMV
a Follow
onset
tidak
tidak
ekokardiografi
Klas I : Keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur
No
`1
Rekomendasi Ekokardiografi
Indikasi
Kla
Diagnosis Stenosis mitral, evaluasi berat ringannya (gradient rataI
rata, area katup, tekanan arteri pulmonalis), serta ukuran dan
3
4
5
I
I
IIa
latihan,
bila
terlihat
perbedaan
gambaran
klinis
dengn
IIb
III
No
`1
IIa
III
cukup optimal
Tabel 4. Rekomendasi ekokardiografi transesofageal berdasarkan klasifikasi
indikasi prosedur terapi.5
No
`1
2
3
4
Kla
I
I
IIb
III
No
`1
2
IIa
kiri jika simtom tidak sesuai dengan 2-D echo dan Doppler
Evaluasi respons hemodinaik arteri pulmonal dan tekanan atrium
IIa
III
No
`1
mitral sedang-berat.
Pasien asimtomatik dengan gradasi sedang-berat (area <1.5cm2),
IIa
berat.
Pasien dengan klasifikasi NYHA II-IV, gradasi sedang-berat,
IIa
sedang-berat.
Pasien asimtomatik, gradasi sedang-berat, morfologi katup
IIb
sedang-berat.
Klasifikasi NYHA III-IV, gradasi sedang-berat, katup kaku
IIb
III
BAB III
KESIMPULAN
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat
kelainan struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat
diastol.3
penyempitan
dari
orifisium
primer,
sedangkan
fusi
korda
sedang, dan derajat berat berdasarkan luas area katup mitral saat terbuka, tekanan
rata-rata, dan tekanan darah arteri pulmonal. 5 Gejala pertama yang sering muncul dari
stenosis mitral adalah sesak nafas (shortness of breath), namun pada pasien stenosis
mitral dapat juga ditemukan gejala seperti fibrilasi atrium, edema paru, dan emboli.
Beberapa gejala yang jarang terjadi pada stenosis mitral dapat berupa suara serak,
batuk darah, dan disfagia.
Derajat berat ringannya stenosis mitral dapat juga ditentukan oleh gradien
trasmitral, luasnya area katup mitral. Serta hubungan antara lamanya waktu antara
penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Sistem skoring katup mitral dapat
menggunakan skor Wilkins (Boston). Sistem skoring Wilkins mengevaluasi:
penebalan katup, mobilitas, kalsifikasi, dan penebalan subvalvular. Setiap kategori
memiliki 4 skor. Morfologi katup mitral dikatakan menguntungkan apabila skor 8.
Pada pemeriksaan fisik. Palpitasi pada bagian dada anterior kiri bisa dirasakan
pada pasien dengan peningkatan tekanan ventrikel kanan. Pada auskultasi dapat
ditemukan suara S1 yang keras. Selain suara S1 yang keras, suara opening snap (OS)
setelah suara S2 biasanya muncul pada kasus stenosis mitral. Interval antara S2 dan
OS akan semakin memendek seiring parahnya derajat stenosis mitral. Pada kasus
stenosis mitral, suara murmur dapat didengar. Hal tersebut dikarenakan turbulensi
yang terjadi akibat katup mitral yang tidak dapat membuka lebar saat diastol.
Gambaran klasik dari foto thoraks adalah pembesaran atrium kiri serta
pembesaran arteri pulmonalis. edema interistisial berupa garis Kerley terdapat pada
30% pasien dengan tekanan atrium kiri <20 mmHg. Temuan tersering yang muncul
pada EKG adalah pembesaran atrium kiri (durasi gelombang P di lead II 0.12 detik
dan/atau aksis gelombang P berada di antara +45 dan 30). Selain hal tersebut,
fibrilasi atrium juga sering ditemukan. Hasil elektrokardiografi berupa hipertrofi
ventrikel kanan (R/S di lead I <1, R/S di lead V1 > 1 dan S persistent di lead V6.)
dapat ditemukan pada pasien stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal.
efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan diperlukan, digoksin atau amiodarone
dapat dipertimbangkan. Selain hal
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Maganti K, Rigolin VH, Sarano EM, dan Bonow OR.Valvular Heart Disease:
Diagnosis and Management. Mayo Clin Proc. Mei 2010; 85(5): 483500.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle, diakses
tanggal 7/5/2014)
2. Nikomo VT, Gardin JM, Skelton TM, Gottdiener JS, Scot CG, Sarano EM. Burden of
Valvular Disease : a population based study. Lancet. 16 Sep 2006;368(9540):100511.(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16980116, diakses tanggal 7/5/2014)
3. Sudoyo AW, Setiyojadi B, Alwi I, Simadhibrata MK, dan Setiati S (editor). Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam (jilid II, edisi IV). Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal 16721678.
4. Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, et al. 2008 Focused update incorporated into
the ACC/AHA 2006 guidelines for the management of patients with valvular heart
disease: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the
Management of Patients With Valvular Heart Disease). Circulation 2008;118:e523e661.( http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18820172, diakses tanggal 7/5/2014)
5. Baumgartner H, Hung J, Bernejo J, et al. Echocardiographic assessment of valve
stenosis: EAE/ASE recommendations for clinical practice. J Am Soc Echocardiogr.
2009;22:1-23. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19130998" \t "_blank, diakses
tanggal 7/5/2014)
6. Otto CM, Bonow RO. Valvular heart disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL,
Zipes DP, editors. , eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine
8th
ed.Philadelphia,
PA:
WB
Saunders;
2007:1625-1712
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
7. Lilly LS (editor). Pathophysiologi of heart disease : a collaborative project of
medical students and faculty (edisi ke 5). Philadelphia : Wolter Kluwer business.
2011. Hal 192-196.
8. Yusak M. stenosis mitral. In : Rilantono LI, eds. Buku ajar kardiologi. 5th. Jakarta:
Gaya baru. 2004. P: 135-138.
9. Swain, 2005. Mitral Stenosis.
McNamara
http/www.eMedicine.com/emerg. Topic.315.htm.
et
al,
eds.
eMedicine.