Disusun oleh:
BIRGITA CARESA 041.212.031
CAROLINE 041.212.032
CHYNTHIA 041.212.036
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegoyangan gigi adalah masalah gigi yang terjadi karena penyakit
ataupun cedera terhadap gingiva dan tulang yang mendukung gigi. Masalah
ini menyebabkan nyeri akut pada gigi khususnya ketika gigi digunakan
untuk mengunyah dan memungkinkan terjadinya kehilangan gigi.
Kegoyangan gigi sering terjadi pada pasien yang merderita periodontitis
kronis, trauma karena oklusi, dan juga pada pasien dengan trauma karena
oklusi disertai periodontitis kronis.1
Perawatan terhadap kasus kegoyangan gigi harus dilakukan dengan
baik. Diagnosa yang tepat terhadap faktor penyebab terjadinya kegoyangan
gigi sangat dibutuhkan sehingga keberhasilan perawatan dapat dicapai.
Berdasarkan penyebabnya, terdapat berbagai macam perawatan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah kegoyangan gigi. Apabila kegoyangan
disebabkan karena adanya inflamasi, maka dapat dilakukan eliminasi
terhadap faktor penyebab terjadinya inflamasi, seperti skeling dan
pengerutan akar, penggunaan obat lokal dan sistemik, serta terapi
pembedahan.2
Pada kasus kegoyangan gigi yang disebabkan karena adanya trauma
oklusi, perawatannya dapat berupa penyelarasan oklusal (koronoplasti),
perbaikan kebiasaan parafungsi, stabilisasi gigi dengan menggunakan splin,
pemakaian alat ortodonti, dan rekonstruksi oklusal. Ekstraksi jua dapat
dilakukan apabila dukungan terhadap kehoyangan gigi tidak diperoleh
meskipun telah dilakukan perawatan.3
Splin gigi adalah alat yang digunakan untuk mendukung jaringan
periodonsium yang lemah serta bertujuan untuk memberikan sandaran
terhadap jaringan pendukung gigi selama proses penyembuhan sertelah
cerdera atau proses pembedahan. Splin juga membantu gigi dalam
melakukan fungsinya ketika gigi dan jaringan pendukungnya tidak dapat
berfungsi secara adekuat. Splin dapat berbentuk lepasan ataupun cekat,
yang terbuat dari bahan tambalan komplsit, akrilik, kawat, ataupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kegoyangan Gigi
Kegoyangan gigi dapat diartikan sebagai pergerakan gigi pada
dataran vertikal atau horizontal. Hal ini merupakan salah satu gejala
penyakit periodontal yang ditandai dengan hilangnya perlekatan serta
kerusakan tulang vertikal. Kegoyangan dapat disebabkan adanya
kerusakan tulang yang mendukung gigi, trauma dari oklusi, dan adanya
perluasan peradangan dari gingiva ke jaringan pendukung yang lebih
dalam, serta proses patologik rahang. Gigi yang berakar tunggal
umumnya lebih mudah goyang dibandingkan dengan gigi yang berakar
banyak. Oleh karena itu, gigi insisivus merupakan gigi yang paling sering
mengalami kegoyangan.5
Dalam keadaan normal, gigi juga memiliki derajat kegoyangan.
kegoyangan ini disebut sebagai kegoyangan fisiologis. Kegoyangan ini
paling besar terjadi di pagi hari karena adanya peningkatan sewaktu tidur
dan secara perluahan berkurang di siang hari setelah gigi menerima
tekanan fungsional dari pengunyahan, penelanan, dan ketika berkontak
dengan gigi antagonisnya. Batas kegoyangan fisiologis ini adalah 0,15.
Apabila kegoyangan melebihi batas kegoyangan yang normal yang
mampu diterima oleh jaringan periodonsium, maka disebut kegoyangan
patologis.6
Secara klinis, kegoyangan gigi dapat dibedakan menjadi kegoyangan
reversible
dan
ireversibel.
Kegoyangan
reversible
adalah
jenis
merupakan
jenis
kegoyangan
yang
ditandai
dengan
2,3
terjadi jika terdapat peningkatan kekuatan dan durasi dari tekanan oklusal
yang berlebihan pada jaringan periodonsium normal atau sehat. Contoh
penyebab
trauma
oklusi
primer:
restorasi
yang
terlalu
tinggi,
normal
yang
diterima
menjadi
temporomandibular. Kontraindikasi
perawatan
koronoplasti adalah
Splin permanen adalah jenis splin yang digunakan dalam jangka waktu
yang lama. Alat ini diindikasikan apabila perawatan dengan menggunakan
splin temporer mengalami kegagalan atau tidak menunjukkan keberhasil
perawatan. Bentuk splin permanen dapat berupa crown and bridge,
pemakaian splin ini harus disertai kebersihan mulut yang baik, dan dalam
pembuatannya membutuhkan preparasi gigi dan waktu yang lebih lama.
Contoh lainnya yakni splin lingual, ini merupakan gigi tiruan sebagian
lepasan dengan perluasan menutupi permukaan lingual gigi.9
E. Kuretase
Kuretase adalah prosedur pengerokan dinding jaringan lunak poket
yang patologis. Dinding jaringan lunak poket yang diambil adalah epitel
poket dan jaringan ikat yang mengalami peradangan dengan tujuan
memperoleh perlekatan baru jaringan gingiva ke gigi. Keuntungan
perawatan kuretase adalah pengerutan jaringan gingiva yang terjadi
setelah prosedur akan mengurangi kedalaman poket dan penyembuhan
terjadi dengan terbentuknya long junctional epithelium. Pembersihan
jaringan patologis dengan kuretase terkadang kurang sempurna karena
umum
bagi
pengguna
obat-obatan
antikoagulan
tidak
diperkenankan.
Instrumen kuretase adalah kuret Gracey, yang mempunyai 1 sisi
pemotong dan spesifik untuk setiap regio. Keuntungan kuret Gracey
adalah dapat digunakan untuk regio spesifik, yang ditandai dengan
nomornya, karena bentuknya sesuai dengan anatomi gigi pada regio
tersebut. Berikut adalah nomor kuret Gracey:
1-2, 3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
13-14
15-16
17-18
Selain kuret Gracey, juga terdapat kuret universal yang memiliki 2 sisi
pemotong dan bisa digunakan untuk seluruh regio (anterior dan posterior)
BAB III
KASUS DAN PENATALAKSANAAN
A. Identitas Pasien
Nama
:SM
: Suedo
Suku: Jawa
Pekerjaan: Buruh
Ibu
: Siti Aisyah
Suku: Jawa
: Islam
Pekerjaan
: Lain-lain
Pendidikan
: SMU
Berat Badan
: 74 kg
Tinggi Badan
: 159 kg
Keluhan Utama :
C. Pemeriksaan Klinis
Keadaan Umum
: baik
Ekstra Oral
: T.A.K.
Intra Oral
HYG
kontrol
C.I
: RA: 0,38
RB: 1,07
10
E. Status Lokalis
11
F. Etiologi
Lokal
12
Sistemik
: tidak ada
G. Gambaran Klinis
BOP (+)
Resesi gingiva
Gingiva udematus
H. Gambaran Radiografis
I. Diagnosis
Chronic Generelized Periodontitis
Fase Darurat
13
Fase I
Evaluasi
Fase IV Kontrol berkala
Fase II
Fase III
-Kuretase gigi
32,31,41,42
PBI < 1
HYG > 90%
J. Rencana Perawatan
Fase Darurat
:-
Fase I
Fase II
Fase III
Fase IV
: Pemeliharaan
K. Prognosis
Umum
: Baik
Lokal
: Baik
14
A. Gingiva oedem dan berwarna merah muda; terdapat kalkulus regio 3 dan 4;
resesi gingiva semua regio; spacing gigi 41 dan 42; prematur kontak gigi 13|43,
23|33; open bite anterior.
B Gingiva oedem dan berwarna merah muda; terdapat kalkulus regio 4 dan
resesi gingiva regio 1 & 4; spacing gigi 41 dan 42; missing gigi 16 dan 46;
prematur kontak gigi 13|43; open bite anterior
C. Gingiva oedem dan berwarna merah muda; terdapat kalkulus regio 4 dan
resesi gingiva regio 2 & 3; missing gigi 26 dan 36; prematur kontak gigi 23|33;
open bite anterior
A. Gingiva oedem dan berwarna merah muda; missing gigi 16 dan 26; sisa akar
gigi 27
B. Gingiva oedem dan berwarna merah muda; missing gigi 36 dan 46; tumpatan
amalgam gigi 37; spacing gigi 41 dan 42
M. Perawatan
15
N. Penatalaksanaan Kasus
16
Gambar 1a. Pengasahan Oklusal gigi 13, 1b. Pengasahan Oklusal gigi 23, 1c.
Pengasahan Oklusal gigi 33, 1d. Pengasahan oklusal gigi 43.
17
5. Pada gigi yang spacing, yakni antara gigi 41 - 42, kawat mayor
dipuntir dengan needle holder sampai terhubung dengan gigi
sebelahnya.
7. Masukkan kawat minor dari bagian lingual satu ujung kawat diatas
kawat mayor yang lain dibawahnya, sampai melewati kawat mayor
lingual dan labial.
8. Kawat minor digunakan pada interdental yang mempunyai titik
kontak, dikencangkan dengan cara dipuntir searah jarum jam dengan
menggunakan needle holder.
18
9. Ketika sampai pada gigi terakhir yaitu gigi 43, kawat mayor
disatukan dan dipuntir dengan needle holder
10. Kemudian pasien mengoklusikan giginya, semua puntiran kawat
minor dikencangkan kembali dan dipotong menggunakan wire
cutter.
11. Begitu pula dengan akhiran kawat minor disisakan sedikit lalu
dipotong.
12. Semua bekas potongan kawat tadi diadaptasikan dengan ditekan ke
arah insisal dengan menggunakan amalgam plugger, agar tidak
mengganggu bibir dan lidah
19
20
21
Kontrol II (28/1/2015)
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
22
A. Pembahasan
Oklusi merupakan kontak Antara gigi geligi bawah yang menghaslkan
tekanan, yang kemudian diteruskan ke jaringan periodontal. Jika oklusi
tidak tepat maka dapat menimbulkan gangguan sendi temporobantibular dan
atau penyakit periodontal. Trauma oklusi tunggal tidak dapat mencetuskan
terjadinya kerusakan jaringan, tetapi adanya akumulasi plak dapat
meningkatkan perkembangan terjadinya penyakit periodontal
Pada kasus diatas, pasien mempunyai masalah periodontal yaitu
kegoyangan pada gigi 32-31-41-42, yang merupakan akibat dari penyakit
periodontal, yakni periodontitis kronis menyeluruh. Periodontitis kronis
merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan
bakteri spesifik pada subgingiva, yang dapat menimbulkan respon inflamasi
ginigva, dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi, serperti
semenum,
ligamen
setelah
prosedur
akan
mengurangi
kedalaman
poket
dan
23
absorbsi dan banyak gigi yang hilang / telah dicabut sehingga tekanan yang
diterima pada gigi yang tersisa tidak merata. Selain itu, kerusakan tulang
angular akibat keradangan atau penyakit periodontal lanjut dan trauma
oklusi juga dapat memperberat kehilangan perlekatan dan bertambahnya
kerusakan tulang yang berakibat pada mengingkatnya kegoyngan gigi.
Untuk mengurangi atau menghilangkan kegoyangan gigi yang terjadi
serta memperioleh rasa nyaman pada waktu pengunyahan maka splinting
disarankan sebagai terapi untuk stabilisasi gigi.
Splin periodontal adalah suatu alat yang menggabungkan dua atau lebih
gigi untuk menambah dukungan, serta untuk mempertahankan atau
menstabilkan gigi yang goyang pada posisi fungsionalnya. Pada regio 3 dan
4 akan dilakukan splinting yang bertujuan mengontrol kegoyangan yang
menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta menstabilkan gigi, mengurangi
gangguan oklusal dan fungsi mastikasi, menstabilkan gigi akibat trauma
oklusi sekunder, menstabilkan gigi yang mengalami peningkatan derajat
kegoyangan saat fungsi mastikasi, perawatan pendahuluan sebelum
prosedur bedah. Prinsip kerja splin yakni dengan merngurangi tekanan yang
diterima pada jaringan periodonsium dengan cara memberikan tekanan yang
merata pada setiap gigi.
Splin terbagi menjadi splin temporer dan permanen, pada kasus
digunakan splin temporer dengan menggunakan kawat, bertujuan untuk
imobilisasi atau stabilisasi kegoyangan gigi. Splinting dilakukan pada fase I
atau terapi inisial, sebelum fase bedah. Terapi inisial juga disebut sebagai
fase etiotropik karena bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologi
penyakit periodontal. Pada beberapa penelitian menunjukkan splinting dapat
meningkatkan resistensi jaringan terhadap kerusakan periodontal lebih
lanjut dan membantu proses penyembuhan.
B. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis, pasien
didiagnosa mengalami periodontitis kronis menyeluruh yang disebabkan
oleh plak dan kalkulus disertai resesi gingiva. Gigi-gigi anterior bawah
24
DAFTAR PUSTAKA
1. India Dental Care. Tooth Mobility. April 22, 2009. Available: http://indiadental-care.com/tooth-mobility.html.
2. The American Academy of Periodontology. Treatment Of Plaque Induced
Gingivitis Chronis Periodontitis And Other Clinical Condition. J
Periodontol 2001; 72: 1790-1800.
25
26