Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keamanan merupakan prioritas kedua kebutuhan dasar manusia menurut
hirarki Maslow, setelah kebutuhan fisiologis, yang harus dipenuhi selama hidup
manusia. Sebab dengan adanya rasa aman, setiap individu dapat berkarya dengan
optimal dalam hidupnya. Keamanan tidak hanya bagi individu sendiri tetapi juga
bagi lingkungan. Menciptakan lingkungan yang aman terutama adalah dengan
promosi keamanan dengan meningkatkan kesadaran dan penjagaan.
Keperawatan sebagai ilmu yang berfokus pada manusia dan kebutuhan
dasarnya memiliki tanggung jawab dalam mencegah terjadinya kecelakaan dan
cedera. Menurut Craven (2000), keamanan tidak hanya mencegah rasa sakit dan
cidera, tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktivitasnya. Keamanan
fisik merupakan keadaan fisik yang aman dan terbebas dari ancaman kecelakaan
dan cidera (injury) baik mekanis, thermis, elektris maupun bakteriologis.
Ancaman terhadap keamanan individu di rumah sakit umumnya disebabkan oleh
karena adanya gangguan kesadaran/mental, baik karena penyakit atau obatobatan/pengobatan, faktor usia, faktor lingkungan, gangguan emosional, status
mobilisasi dan kondisi-kondisi lainnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan keamanan individu terutama
mencegah cidera terutama individu yang mengalami gangguan kesadaran dan
karena usia individu adalah dengan menggunakan restrain. Dengan restrain, maka
risiko seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan dapat dikurangi. Terlepas dari
teknik-teknik restrain yang digunakan di rumah sakit, hal yang tidak kalah
pentingnya adalah pelaksanaan restrain aman dan nyaman bagi pasien. Oleh
karena itu banyak hal yang harus diperhatikan agar restrain dapat berjalan
seragam, efektif dan aman bagi pasien.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat dengan maksud agar mengetahui tentang mencegah
cidera terutama individu yang mengalami gangguan kesadaran dengan
menggunakan restrain
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian Restrain
b. Mengetahui Indikasi Restrain
c. Mengetahui Kontraindikasi Restrain
d. Mengetahui Jenis-Jenis Restrain
e. Mengetahui Komplikasi pemasangan restrain
f. Mengetahui Aspek Etis Restrain
g. Mengetahui Aspek Legal Restrain
h. Mengetahui Prosedur Pelaksanaan Restrain

BAB II
ISI
A. Pengertian
Menurut the joint commission on the acreditation of health care
organitation (CHACO 2002) restrain merupakan metode yang digunakan untuk
membatasi pergerakan aktivitas fisik atau akses pergerakan normal tubuh
seseorang. Restrain adalah suatu metode atau cara pembatasan/restriksi yang
disengaja terhadap gerakan perilaku seseorang.

Restrain (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk


tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas
individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan keamanan
fisik dan psikologis individu.
Tujuan dilakukannya pemasangan restrain adalah :
1. Memberikan perlindungan dan menjamin keselamatan pasien, orang lain
dan lingkungan terhadap cidera/kecelakaan.
2. Memberikan keamanan fisik dan psikologis individu.
B. Indikasi Restrain
Restrain dapat dilakukan dalam keadaan-keadaan dibawah ini yaitu :
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya
sendiri dan/atau orang lain.
2. Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di
rumah sakit.
3. Pasien yang

membutuhkan

tatalaksana

emergensi/segera

yang

berhubungan dengan life saving bagi pasien, terutama pelaksanaan


prosedur terapeutik dan diagnostik.
4. Pasien yang memerlukan pengawasan dan penjagaan ketat di ruangan
yang aman.
5. Restrain digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak
berhasil untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman
bahaya.
Indikasi restrain ini dapat diaplikasikan untuk:
1. Semua lokasi di dalam rumah sakit: semua jenis perawatan, termasuk
ruang rawat inap, unit rawat jalan, unit bedah/medis, ICU, IGD, ruang
rawat anak dan sebagainya.
2. Semua pasien di rumah sakit, tanpa melihat usia, yang memenuhi
indikasi.
C. Kontraindikasi Restrain
Restrain tidak dapat dilakukan pada keadaan dibawah ini :
1. Tidak mendapatkan izin tertulis dari keluarga pasien untuk melaksanakan
prosedur.
2. Pasien kooperatif.
3. Pasien memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental.
D. Jenis-Jenis Restrain

Beberapa jenis restrain yang bisa digunakan pada pasien adalah:


1. Pembatasan Fisik
a. Melibatkan satu atau lebih staf untuk memegangi

pasien,

menggerakkan pasien, atau mencegah pergerakan pasien


b. Jika pasien dengan mudah meloloskan diri dari pegangan staf, maka
hal ini tidak dianggap sebagai satu restrain.
c. Pemegangan fisik: biasanya staf memegangi pasien dengan tujuan
untuk melakukan suatu pemeriksaan fisik/tes rutin. Namun, pasien
berhak untuk menolak prosedur ini.
d. Memegangi pasien dengan tujuan untuk membatasi pergerakan pasien
dan berlawanan dengan keinginan pasien termasuk suatu bentuk
restrain.
e. Pemegangan pasien secara paksa saat melakukan prossedur pemberian
obat (melawan keinginan pasien) dianggap suatu restrain. Sebaiknya,
kalaupun terpaksa memberikan obat tanpa persetujuan pasien, dipilih
metode yang kurang bersifat restriktif mungkin menggunakan
pemaksaan.
f. Pada beberapa keadaan, di mana pasien setuju untuk menjalani
prosedur/medikasi tetapi tidak dapat berdiam diri/tenang untuk
disuntik/menjalani prosedur, staf boleh memegangi pasien dengan
tujuan prosedur/pemberian medikasi berjalan dengan lancar dan aman.
Hal ini bukan merupakan restrain.
g. Pemegangan pasien, biasanya anak/bayi, dengan tujuan untuk
menenangkan/memberi kenyamanan kepada pasien tidak dianggap
sebagai restrain
2. Pembatasan Mekanis
Restrain mekanis yang melibatkan penggunaan alat misalnya:
a. Penggunaan papan fiksasi infus ditangan pasien, bertujuan untuk
stabilisasi jalur intravena, jika papan ini diikat ke tempat tidur atau
keseluruhan lengan pasien diimobilisasi sehingga pasien tidak dapat
mengakses bagian tubuhnya secara bebas, maka penggunaan papan ini
dianggap sebagai restrain.
b. Limb restraints (restrain pergelangan tangan atau kaki), elbow restraints
(khusus untuk daerah siku). Yaitu alat pengaman yang terbuat dari kain
dengan ukuran lebar 5 cm, panjang 20 cm dimana salah satu ujung

terpasang tali panjang dan ujung lainnya terpasang tali melingkar 10 cm.
Cara memasang: - Pasang tali pengaman pada pergelangan tangan dan atau
- pergelangan kaki pasien - Pastikan ada jarak 2 jari antara tali dengan
anggota tubuh - Ikatkan tali pengaman pada tempat tidur pasien dengan
membuat simpul yang mudah dibuka.
c. Mummy restraints or sheet and ties (gedong pada bayi)
d. Crib nets (box bayi dengan penghalang). Tempat tidur bayi yang terbuat
dari besi dimana pintu tempat tidur/penghalang setinggi tempat tidur
tersebut.
e. Jacket restraints atau Ontokusumo adalah alat pengaman yang terbuat
dari kain berbentuk persegi panjang yang dimodifikasi seperti kutang di
mana dibagian depan dada terpasang 2 tali panjang yang mengarah ke kiri
dan kanan tubuh pasien. Sedang di bagian punggung pasien terpasang 4
tali pengikat.
f. Belt restraints (sabuk). Pengaman sabuk pada orang dewasa: alat
pengaman pasien yang terbuat dari kain (wisel) yang dipasangkan pada
anggota tubuh bagian dada dan diikatkan pada ke dua sisi tempat tidur.
Sabuk pengaman yang sudah terpasang diikatkan pada kereta dorong/kursi
roda.
3. Pembatasan Kimia
a. Melibatkan penggunaan obat-obatan untuk membatasi pasien.
b. Obat-obatan dianggap sebagai suatu restrain hanya jika penggunaan
obat-obatan tersebut tidak sesuai dengan standar terapi pasien dan
penggunaan obat-obatan ini hanya ditujukan untuk mengontrol
perilaku pasien/membatasi kebebasan bergerak pasien.
c. Pemberian obat-obatan sebagai bagian dari tata laksana pasien tidak
dianggap sebagai restrain. Misalnya obat-obatan psikotik untuk pasien
psikiatri, obat sedasi untuk pasien insomnia, obat anti-ansietas untuk
pasien dengan gangguan cemas, analgesik untuk nyeri.
4. Pembatasan Psikologis
a. Pemberitahuan secara langsung dan terus-menerus kepada pasien
mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan atau memberitahukan
bahwa pasien tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang mereka
inginkan karena tindakan tersebut berbahaya.

b. Pembatasan ini dapat juga berupa pembatasan pilihan gaya hidup


pasien, seperti: memberitahukan kepada pasien mengenai waktu tidur
dan waktu bangunnya.
c. Tidak diperbolehkan menggunakan pembatasan kimia (obat sebagai
restrain) untuk tujuan kenyamanan staf, untuk mendisiplinkan pasien,
atau sebagai terapi standar untuk pasien.
Apabila dalam assesment terdapat suatu

kondisi

medis

yang

mengindikasikan perlunya intervensi untuk melindungi pasien dari ancaman


bahaya, sebaiknya menggunakan metode yang paling tidak restriksif tetapi efektif
dan harus tetap menjamin keselamatan pasien, staf, dan orang lain dari ancaman
bahaya.
Dalam memilih jenis restrain perlu memenuhi 5 kriteria sebagai berikut:
1. Membatasi gerak klien sesedikit mungkin.
2. Paling masuk akal/bisa diterima oleh klien dan keluarga.
3. Tidak mempengaruhi proses perawatan klien.
4. Mudah dilepas/diganti.
5. Aman untuk klien.
E. Komplikasi pemasangan restrain
Restrain, jika tidak digunakan dengan benar dapat menyebabkan beberapa
komplikasi dan bahaya. Hal ini dapat mengganggu perkembangan otot karena
kurang gerakan. Jika restrain terlalu ketat dapat menyebabkan obstruksi sirkulasi
pembuluh darah, kemerahan, pembentukan bekas luka dan perubahanwarna kulit.
Dislokasi sendi bahu juga dapat terjadi jika pasien terlalu berusaha terus
melepaskan restrain selama pemasangan restrain lengan. Peningkatan tekanan dan
kelembaban kulit jika pasien terus dibatasi pergerakan untuk jangka waktu yang
lama dan tidak ada perubahan posisi dan perawatan kulit.
Untuk menghindari bahaya ini perawat harus mengikuti tindakan
pencegahan keselamatan seperti jangan menggunakan restrain terlalu ketat (selalu
cek kekuatan ikatan ) observasi juga keadaan pasien terus menerus dan bantu
kebutuhan pasien untuk minum, makan, BAB, BAK dan lain-lain.
F. Aspek Etis
Setiap pasien berhak menerima pelayanan dalam kondisi yang aman.
Keselamatan pasien, staf, atau orang lain merupakan dasar dalam menginisiasi

dan menghentikan penggunaan restrain. Semua pasien mepunyai hak kebebasan


bergerak dan terbebas dari kekerasan fisik/emosional. Semua pasien berhak untuk
bebas dari pengekangan yang dipaksakan dalam bentuk apapun, seperti
pemaksaan, disiplin, atau sebagai wujud pembalasan dendam oleh staf.
Pembatasan (restraint) hanya boleh diterapkan untuk menjamin keamanan fisik
pasien, anggota staf, atau orang lain dan harus dihantikan sesegera mungkin jika
kondisi telah memadai yang didasarkan pada asesman per-individu dan reevaluasi. Dalam memenuhi kebutuhan setiap staf akan pentingnya minimalisasi
penggunaan restrain, saat ini telah dikembangkan suatu strategi etika
komprehensif.
Strategi ini mengharuskan tenaga kesehatan untuk memikirkan juga aspek
etika dalam pengambilan keputusan penggunaan restrain, dan bahwa aspek etika
ini diaplikasikan dalam semua aspek asuhan keperawatan di setiap unit pelayanan
di dalam rumah sakit.
1. Prinsip Etis Penggunaan Restrain
a. Beneficence: bertujuan untuk kepentingan pasien (bersifat menguntungkan
pasien).
b. Non-maleficence: tidak membahayakan pasien/merugikan pasien.
c. Justice: memperlakukan semua pasien dengan setara dan adil.
d. Autonomy: menghargai hak pasien dalam mengambil keputusan terhadap
diri sendiri.
2. Konsep Etika Dasar yang Mendasari Praktek Keperawatan
a. Kewajiban dan tugas: identifikasi kewajiban moral tenaga kesehatan
terhadap orang lain dapat membantu dalam menentukan tindakan
terbaik apa yang seharusnya dilakukan jadi dalam situasi tersebut.
b. Hindari bahaya: merupakan salah satu konsep etika yang paling
penting dan menjadi dasar dalam mencapai praktik yang baik (ideal).
c. Assesmentterhadap konsekuensi tindakan: suatu tindakan yang
diterima secara etis dapat ditentukan dengan melakukan kalkulasi
terhadap keuntungan dan kerugiannya.
d. Otonomi dan hak pasien: menghargai hak pasien untuk mebuat
keputusan sendiri dan hak orang lain.
e. Kepentingan yang terbaik: identifikasi dan bertindak yang terbaik
sesuai dengan kepentingan orang lain merupakan suatu tindakan atau
keputusan yang etis.

f. Nilai

moral

dan

kepercayaan:

dari

kedua

hal

ini

dapat

diformilasi/disusun prinsip etik.


G. Aspek Legal
Situasi di mana restrain diperbolehkan adalah jika pasien telah diberikan
informasi yang cukup mengenai kondisinya dan perlu penggunaan restrain serta
telah menyetujui dilakukannya tindakan tersebut sebagai bagian dari program
rencana asuhan keperawatan pasien. Pada kasus lainnya, perawat mempunyai
kewajiban untuk membatasi pergerakan pasien dengan tujuan melindungi pasien
dari terjadinya resiko yang lebih membahayakan atau untuk menghindari potensi
resiko bahaya terhadap orang lain atau lingkungannya. Dalam situasi di mana
perawat atau orang lain beresiko mengalami bahaya fisik, diperbolehkan
menggunakan restrain sebagai suatu wujud pertahanan diri. Berlaku untuk setiap
orang dengan usia enam belas tahun ke atas. Undang-undang ini menyediakan
suatu kerangka hukum untuk memperkuat dan melindungi masyarakat yang tidak
dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Sebagai contohnya: pada orang
dengan demensia, memiliki gangguan dalam belajar, masalah kesehatan,
gangguan jiwa, stroke, atau cedera kepala.
Dalam Mental Capacity Act (2005), terdapat lima prinsip yang berkaitan
dengan

proteksi

kapasitas

dan

kelima-limanya

harus

dihormati

untuk

menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Berikut adalah kelima prinsip


dasar tersebut:
1. Seseorang harus dianggap memiliki kapasitas mental yang baik kecuali
telah terbukti bahwa orang tersebut tidak memiliki kapasitas.
2. Seseorang tidak boleh diperlakukan seakan-akan ia tidak dapat/tidak
mampu membuat keputusan, kecuali semua langkah praktis untuk
membuat keputusan telah dilakukan dan tidak berhasil.
3. Seseorang tidak boleh diperlakukan seakan-akan tidak dapat/tidak
mampu membuat. keputusan hanya karena sebelumnya ia membuat
keputusan yang tidak bijaksana/kurang tepat.
4. Suatu keputusan yang dibuat di bawah naungan perundang-undangan dan
diperuntukan kepada seseorang yang tidak mampu membuat keputusan
haruslah berdasarkan kepentingan yang menjadi pilihan terbaiknya.

5. Sebelum suatu keputusan dibuat, pertimbangkan juga mengenai apakah


tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif dengan cara yang lebih tidak
membatasi hak dan kebebasan seseorang.
H. Standar Prosedur Pelaksanaan Restrain

No

Aspek yang dinilai

Skor
0

Preinteraksi
1. Baca catatan keperawatan dan catatan medis klien instruksi
restrain/terapi psikofarmakoterapi
2. Siapkan Tim
3. Siapkan alat-alat
4. Siapkan lingkungan yang aman
5. Siapkan medikasi bila perlu sesuai advise dokter
Diazepam Injeksi 1 ampul (IM/IV)
Haloperidol injeksi 1 ampul (IM)
Tahap orientasi
6. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
7. Jelaskan dan lakukan kontrak Prosedur, tujuan, lamanya di restrain
kepada klien dan keluarga bila perlu kontrak sepihak.
Tahap kerja
8. Berbicara secara meyakinkan kepada pasien untuk menghentikan
perilakunya
9. Ulangi penjelasan jika tidak menghentikan perilakunya akan
dilakukan pengikatan
10. Tawarkan untuk menggunakan medikasi daripada dilakukan
pengikatan. (Jangan tawar menawar dengan pasien)
11. Jangan membiarkan pasien berfikir tentang keraguan kita untuk
melakukan pengikatan.
12. Staf yang akan melakukan pengikatan harus sudah berada di tempat
Susunan tim (5-6 orang) :
Empat orang menahan anggota gerak
Satu mengendalikan kepala
Satu melakukan prosedur pengikatan
13. Siapkan peralatan dan medikasi
14. Lakukan pengikatan
Tiap anggota gerak satu ikatan
Ikatan pada posisi sedemikian rupa agar tidak mengganggu
aliran cairan IV jika diperlukan
Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi
Lakukan pemeriksaan vital sign (tiap jam)
15. Tempatkan pasien pada tempat yang mudah dilihat oleh staf
16. Manset / restrain diperiksa tiap 60 menit demi kenyamanan

17. Merubah posisi tiap 60 menit


18. Monitor tanda-tanda vital tiap 60 menit
19. Kolaborasi dengan medis untuk medikasi antipsikotik potensi tinggi
dengan interval 30-60 menit. (contoh: Haloperidol 5-10 mg,
peroral/injeksi IM)
20. Observasi gejala Ekstra Piramidal Sindrome (EPS) dalam 24 jam
pertama, Pada umumnya berespon sebelum diberikan total dosis 50
mg, bila EPS terapi Trihexyphenidil 2mg, dan diphenhydramin 50mg
(IM/IV).
21.
Setelah pasien
dapat
satu dilakukan bersama-sama (tidak
22. Dua ikatan dikendalikan,
terakhir harus
menganjurkan mengikat pasien dengan satu ikatan pada anggota
gerak)
Terminasi
23. Evaluasi perasaan klien
24. Pastikan pasien nyaman dan ikatannya baik
25. Lakukan kontrak untuk bisa dilepaskan ikatannya
Dokumentasi
26. Catat hasil kegiatan di dalam catatan keperawatan
Total
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan restrain merupakan salah satu tindakan yang seringkali dilakukan
di rumah sakit yang diberikan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan,
baik bagi pasien, staf di rumah sakit dan lingkungan. Tindakan ini melibatkan
semua tim pelayanan kesehatan di rumah sakit dan dengan dukungan managerial
dari direksi rumah sakit. Yang diutamakan dalam tindakan restrain ini adalah staf
harus mempertimbangkan besarnya manfaat dan risiko yang timbul dari tindakan
restrain dengan mempertimbangkan juga aspek etis dan legal.

DAFTAR PUSTAKA
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Synder. (2004). Fundamentals of nursing:
Concepts, process, and practice (7th ed.). New Jersey: Pearson prentice
hall.
Potter, P.A., & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Vol.1, Ed/4. Jakarta: EGC
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai