Konjungtivits Dan Keratitis
Konjungtivits Dan Keratitis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa. 1, 3
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,
mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri
biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam
jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai
kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal.
Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan
sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang
disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua
mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul
benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan
sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan
memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder
oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa
tidak nyaman di mata. 1, 3
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati
konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin
1
cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat
diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan
alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk
konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan
dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa
kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi
peradangan dan rasa gatal di mata. 3
Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa
kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis. 3
Kornea adalah salah satu media refraksi sehingga manusia dapat melihat.
Seorang ahli mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea bersifat jernih dan
memiliki daya bias sebesar 43D.
Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun paparan
patogen (virus, amoeba, bakteri dan jamur). Ketika patogen berhasil masuk dan
membuat defek epitelial di kornea, maka jaringan braditropik kornea akan merespon
patogen spesifik dengan peradangan pada kornea (keratitis).
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya
sekret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis bakterial.
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan
Moarxella.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK
2.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata.1, 3
Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh
mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2
2.2 Anatomi
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi
permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata
3
yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva ibagi
menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra,
terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus
dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal
kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang
lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan
ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada
tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat
pada daerah kornea.3
Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva 5,6
.
Gambar 2.5. Anatomi Konjungtiva
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya membentuk jaringjaring
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun
dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh
limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak. 1
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)
nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 1,3
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa
tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu 3,4
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak
yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air
mata bukan merupakan medium yang baik. 1
2.3 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Infeksi olah virus atau bakteri
Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet
dari las listrik atau sinar matahari. 3
2.4 Klasifikasi
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial Akut
2. Konjungtivitis virus Akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Konjungtivitis iritasi atau kimia 1 3
2.4.1 Konjungtivitis Bakterial Akut
Definisi
Peradangan
pada
konjungtiva
yang
disebabkan
Oleh
Streptokokus,
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai. 3
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa
hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4
Diagnosis
Hiperemi Konjungtiva
Edema kelopak dengan kornea yang jernih
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Mukopurulen atau Purulen4
Pemeriksaan
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6
Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi
hari dan mempercepat penyembuhan1, 3
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6
Konjungtivitis
mudah
menular,
karena
itu
sebelum
dan
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif,
sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. 3
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.
Gejala
Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blu dimana dapat terlihat diplokok
di dalam sel leukosit.
Pengobatan
Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama &
hari. 1, 3
Gejala
Sekret mukopurulen
Pengobatan
Tetrasiklin dan basitrasin
2.4.4 Konjungtivitis mukopurulen
Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum
konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau basil Koch
Weeks.3
Gejala
Hiperemi konjungtiva
11
12
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada
orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam
sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin
diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
13
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan
air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
15
16
18
Konjungtivitis Vernalis
suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap sebagai
suatu alergi. 7
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel)
yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai
rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang
pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang
memiliki tingkat mata merah alergi.7
Diagnosis
Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
Kadang disertai shield ulcer
Bersifat kumat-kumatan1, 3
19
Gejal danTanda :
Mata merah (biasanya rekuren)
Kadang disertai rasa gatal yang hebat
Adanya riwayat alergi
Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior
Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi
sekunder4,7
Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan
sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin,
emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer
(cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide),
antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen
modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang
agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. 5,6
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau
larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah
kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan
beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik. 4,6
21
KERATITIS
Anatomi Kornea
Gambar 1: Gambaran Kornea
Kornea
adalah
dari
bola mata.
lapisan
Lapisan kornea
1. Epitel
- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
-
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
22
2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
-
stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
-
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam
23
pembiasan
cahaya
dibandingkan
dengan
inhomogenitas
optikalnya.
Sifat
deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari
epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kadar air
sebanyak 78%.
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah
penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6
kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata
normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang
cukup signifikan dalam fungsi visus seseorang. Kornea merupakan struktur vital dari mata
dan oleh karenanya kornea sangat sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea
melalui membran bowman dan berakhir secara bebas diantara sel sel epithelial serta tidak
memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga
menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi
taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada
kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung
24
saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan
penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada
kemungkinan adanya cedera kornea.
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan
yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat.
Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :
membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan
melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga
melindungi mata dari infeksi.
Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman
dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang
mengenai lapisan stroma (Ilyas, 2006).
Epidemiologi
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan
mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000
orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian
keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak
yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun
karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak
diketahui penyebabnya
Patofisiologi Keratitis
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes),
25
penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat
imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari
mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki
beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip,
fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier
terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.
Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman
menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk
bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen kornea bakterial,
patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.Ketika patogen
telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian
tipikal akan terjadi, yaitu:
kornea
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
26
Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1.
2.
3.
4.
Virus
Bakteri
Jamur
Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke
1. Keratitis Bakteri
a. Diplococcus pneumonia
b. Streptococcus haemoliticus
c. Pseudomonas aeruginosa
d. Klebsiella pneumonia
2. Keratitis Jamur
a. Candida
b. Aspergillus
c. Nocardia
d. Cephalosporum
3. Keratitis Virus
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :
Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis
4. Keratitis Alergi
a. Stafilokok (ulkus marginal)
b. Tuberkuloprotein (keratitis flikten)
c. Toksin (ring ulcer , ulkus anularis)
5. Defisiensi vitamin A (xeroftalmia)
6. Keratitis neuroparalitik (kerusakan N.V
7. Tidak diketahui penyebabnya (ulkus moorens)
27
Non-ulseratif
b. Keratitis profunda
Ulseratif
- Keratitis et lagoftalmus
- Keratitis neuroparalitik
Xeroftalmia
Trakoma dengan infeksi sekunder
Keratitis gonore
Ulkus serpens akut
- Ulkus serpens kronis
- Ulkus ateromatosis
Non-ulseratif
Keratitis interstitial
Keratitis pustuliformis profunda
Keratiis disiformis
- Keratitis sklerotikans10,11
A. Keratitis Bakteri
1. Faktor Risiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah potensi
penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya keratitis
bakteri diantaranya:
2.
Trauma
Kontaminasi pengobatan mata
Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
Riwayat operasi mata sebelumnya
Gangguan defense mechanism
Perubahan struktur permukaan kornea
Etiologi
3. Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea, infiltrasi kornea
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan
bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media
29
Gram.
Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan secara
klinis dengan menggunakan blade kornea bila
ditemukan infiltrat dalam di stroma
5. Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan9,10
30
2. Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea.Mungkin
ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen
dan keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis
bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus.
Mikroabses yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk
ke membran descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.
3. Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam
bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen
ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon
antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama,
yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai
tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi
konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan
diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama
Lesi satelit
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH +
Tinta India.
Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau
Methenamine Silver.
5. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
32
C. Keratitis Virus
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada
kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan
parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung,
rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan
cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
33
4. Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel raksasa,
yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus
intranuclear inklusi.
5. Terapi
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena
virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban
antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea
namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau
homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan
sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya
sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.
Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan
atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
Terapi Bedah
34
3.
mukoid.
Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)
Gatal
Fotofobia
Sensasi benda asing
Mata berair dan blefarospasme
Terapi
Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
Steroid topikal dan sistemik
Kompres dingin
Obat vasokonstriktor
Cromolyn sodium topikal
Koagulasi cryo CO2.
Pembedahan kecil (eksisi).
Antihistamin umumnya tidak efektif
Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak
Keratitis Superfisial NonUlseratif
1.
Keratitis
Pungtata
Superfisial
Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata, dapat dimulai
dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus respiratorius.
Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran Bowman. Tes
fluoresin (-), karena letaknya terjadi di subepitelial. 10-12
35
2. Keratitis Numularis
Penyebabnya diduga diakibatkan oleh virus. Pada kornea terdapat infiltrat bulatbulat subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, seperti halo. Tes fluoresinnya (-).
36
4. Keratokonjungtivitis Epidemika
Merupakan peradangan yang mengenai kornea dan konjungtiva yang disebabkan
oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8. 11,13
Penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemia dan biasanya unilateral.
Umumnya pasien merasa demam, merasa seperti ada benda asing, kadang-kadang
disertai nyeri periorbita, dan disertai penglihatan yang menurun. 10,14
Perjalanan penyakit ini sangat cepat, dimulai dengan konjungtivitis folikularis
nontrakomatosa akut yang ditandai dengan palpebra yang bengkak, konjungtiva bulbi
khemotis dan mata terasa besar dan dapat disertai dengan adanya pseudomembran.
2. Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang mungkin
sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata terdapat
flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang terdapat pada
lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan kornea. 10,14
37
3. Keratitis Herpetika
Merupakan keratitis yang disebabkan oleh infeksi herpes simplek dan herpes
zoster. Keratitis herpetika yang disebabkan oleh herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk
yaitu epitelial dan stromal. Perbedaan ini perlu akibat mekanisme kerusakannya yang
berbeda.
Pada yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel,
yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk ulkus kornea superfisial.
Sedang pada yang stromal diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap
virus yang menyerang.
disentuh.
Virus
herpes
simplek
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya
39
umumnya bersifat sementara dan sering menjadi dendritik khas pada satu dua hari.
Kekeruhan subepitelial dapat disebabkan infeksi HSV. Bayangan mirip hantu, yang
bentuknya sesuai dengan defek epitelial asli namun sedikit lebih besar, terlihat di
daerah tepat di bawah lesi epitel. Bayangan tersebut tetap superficial namun sering
bertambah nyata akibat pemakaian obat anti virus, khususnya Idoxuridine. Biasanya
lesi subepitelial ini tidak menetap lebih dari satu tahun.
Terapi keratitis HSV sebaiknya bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam
kornea, sambil memperkecil efek merusak respon radang.
1. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena
virus berlokasi didalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus
pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan menggunakan aplikator berujung
kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak bermanfaat dan dapat
menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropin 1 % atau homatropin 5
% diteteskan ke dalam sakus konjunctiva dan ditutupkan dengan sedikit tekanan.
Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek kornea sembuh
umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan antivirus topikal mempercepat
pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis epitel
memberikan keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun kemungkinan pasien
menghadapi barbagai keracunan obat.
2. Terapi Obat
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri.
Agen antivirus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,
trifluridine, vidarabine, dan acyclovir.
Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif pada penyakit stroma daripada yang lain.
Idoxuridine dan trifluridine seringkali menimbulkan efek toksik. Acyclovir oral ada
manfaatnya untuk pengobatan herpes mata yang berat, khususnya pada orang atopik
yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema herpetikum). Studi
multicenter terhadap efektifitas acyclovir pada keratouveitis herpes simplek dan
pencegahan penyakit rekurens saat ini sedang dilakukan (Herpes Eye Disease Study).
40
Replikasi virus pada pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel
kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini,
penggunaan kortikosteroid topikal tidak diperlukan bahkan berpotensi sangat merusak.
Sayangnya klinikus kadang-kadang menekan kekebalan pasien dengan kortikosteroid
untuk mengurangi radang lokal. Ini didasarkan anggapan yang keliru bahwa
mengurangi peradangan akan mengurangi penyakitnya. Sekalipun respon peradangan
itu diduga timbul semata-mata karena respon imunologi, seperti pada keratitis
deskiformis, penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya tetap dihindarkan jika
kemungkinan besar akan dapat sembuh sendiri. Sekali dipakai kortikosteroid topikal,
umumnya pasien terpaksa harus memakai obat itu untuk menghindari episode keratitis
berikutnya, dengan kemungkinan terjadi replikasi virus yang tidak terkendali dan efek
samping lain yang berhubungan dengan steroid, seperti superinfeksi bakteri dan fungi,
glaukoma, dan katarak. Kortikosteroid topikal dapat pula mempermudah perlunakan
kornea, yang meningkatkan resiko perforasi kornea. Jika memang perlu memakai
kortikosteroid topikal, penting sekali ditambahkan pemakaian obat antivirus
secukupnya uantuk mengendalikan replikasi virus.
3. Terapi Bedah
Terjadi ulkus kornea dengan segala komplikasinya.
Tes pemeriksaan untuk keratitis sika:
1. Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari 10 mm dalam 5 menit
dianggap abnormal Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan sesudah penyakit herpes nonaktif. Pasca bedah, penyakit herpes rekurens
dapat timbul karena trauma bedah dan korikosteroid topikal yang diperlukan untuk
mencegah penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan penolakan transplantasi
kornea dari penyakit stroma rekurens.
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi
mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Perlekatan jaringan sianokrilat dapat
dipakai secara efektif untuk menutup perforasi kecil, dan graft 'petak' lameral berhasil pada
kasus tertentu. Keratoplasti lameral mempunyai keuntungan dibanding keratoplasti penetrans
karena lebih kecil kemungkinan terjadi penolakan transplant. Lensa kontak lunak untuk terapi
41
atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis
herpes simpleks.
Virus herpes zooster dapat memberikan infeksi pada ganglion Gaseri nervus trigeminus.
Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster
pada mata. Gejala ini tidak akan melampaui garis median kepala. Biasanya herpes zoster akan
mengenai orang dengan usia lanjut.
Keratitis vesikuler dapat terjadi akibat herpes zoster. Gejala yang terlihat pada mata ialah
rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa hangat. Penglihatan berkurang dan mata
merah. Pada kelopak akan terlihat adanya vesikel dan infiltrat pada kornea. Vesikel tersebar
sesuai dengan dermatom yang dipersarafi nervus trigeminus yang dapat progresif dengan
terbentuknya jaringan parut.
Pengobatan biasanya spesifik dan simtomatik. Pengobatan dapat dengan pemberian
asiklovir dan pada usia lanjut dapat diberi kortikosteroid. Penyulit yang dapat terjadi pada
herpes zoster oftalmik ialah uveitis, parese otot penggerak mata, glaukoma dan neuritis
optik.10,14
4. Keratokonjungtivitis Sicca
Merupakan peradangan akibat keringnya permukaan kornea dan konjungtiva, yang
dapat disebabkan karena; 10,15
a) Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan akibat pembedahan
kelopak mata.
b) Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada Sjogren syndrome, sindrom relay day dan
sarkoidosis
42
Secara obyektif pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjunctiva dan kornea
hilang, tes Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, (tear break-up time) berkurang,
dan sukar menggerakkan bola mata.
Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau punctata. Pada
kerusakan kornea dapat ulkus kornea dengan segala komplikasinya.
Tes pemeriksaan untuk keratitis sika:
1. Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari 10 mm dalam 5 menit
dianggap abnormal
2. Tes zat warna Rose Bengal konjunctiva. Pada pemeriksaan ini terlihat konjunctiva
berwarna titik merah karena jaringan konjunctiva yang mati menyerap zat warna.
3. Tear film break-up time. Waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya bercak
kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15-20 detik, tidak pernah
kurang dari 10 detik.
Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya:
1. Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen air.
2. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang.
3. Penutupan punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan. Penyulit
keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi sekunder oleh bakteri,
serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea.
5. Keratitis Rosasea
Penyakit ini biasanya didapat pada orang yang menderita acne rosacea, yaitu
penyakit dengan kemerahan di kulit, disertai adanya akne di atasnya. 10
Keratitis
Profunda
Non-
Ulseratif
1. Keratitis Interstitial
Disebut juga sebagai keratitis parenkimatosa. Penyebab paling sering adalah Lues
kongenital dan sebagian kecil akibat Tbc.
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti
permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh darah ke
dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau "Salmonpatch" dari
Hutchinson. 10,14
43
3. Keratitis Sklerotikans
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada sklera
(skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi akibat proses yang
berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru sehingga defek makin luas
bahkan dapat mengenai seluruh kornea.
Keluhan dari keratitis sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan timbul
skleritis.
Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus yaitu keadaan kelopak mata tidak
2.
Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan nervus trigeminus, sehingga terdapat
kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Penyakit ini dapat
terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior, dan keadaan lain sehingga kornea
menjadi anestetis.
Penderita mengeluh ketajaman penglihatannya menurun, lakrimasi, silau tetapi tak
ada rasa sakit. Uji fluoresin (+).
44
3. Xeroftalmia
Merupakan kelainan mata yang disebabkan oleh difisiensi vitamin A dan sering
disertai Malnutrisi Energi Protein, yang banyak dijumpai pada anak, terutama anak di
bawah 5 tahun. Keadaan ini merupakan penyebab kebutaan utama di Indonesia.
Departemen kesehatan Republik Indenesia, mengklasifikasikan Xeroftalmia,
menjadi;
b) Stadium I = Hemeralopia
c) Stadium II = Stadium I + Xerosis konjungtiva dan kornea
d) Stadium III
= Stadium I dan II + Keratomalacia yaitu mencairnya
kornea.10,11,14
Diagnosis
Anamnesis : di ungkapkan adanya riwayat trauma (benda asing dan abrasi merupakan dua
lesi yang paling umum pada kornea), riwayat penyakit kornea juga bermanfaat, tanyakan
gejala untuk membedakan jenis keratitis, tanyakan juga pemakaian obat local
a. Keluhan utama
Tanyakan kepada klien adanya keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah, silau
dan sekret pada mata
b. Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam
penglihatan, trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi
lokasi,awitan, durasi, upaya mengurangi dan beratnya, pusing, silau.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes mellitus,
hrpes zooster, herpes simpleks
d. Pengkajian fisik penglihatan
Ketajaman penglihatan
Palpebra superior
Merah,sakit jikaditekan
Palpebra inferior
Bengkak, merah, ditekan keluar sekret
45
v. Kornea
1. Erosi kornea, uji fluoresin positif
2. Infiltrat, tertibunnya sel radang
3. Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah
yang membentuk tabir kornea
4. Flikten
5. Ulkus
6. Sikatrik
kornea
Tes fluoresin : tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea.
Tes rose Bengal : untuk melihat sel mati pada kornea
Tes metilen biru : tes untuk melihat adanya kerusakan saraf pada kornea
Tes fistel : tes untuk memeriksa adanya fistel atau kebocoran pada kornea
Tes seidel : tes untuk mengetahui letak kebocoran pada luka operasi
pascabedah intraocular.
46
Gambar 11
Penatalaksanaan9,15,16
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan.
Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi:
rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.
Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga
untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini
juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis
dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika
penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan
etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri
gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram
negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran
dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 14
47
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan
terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan
pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air
mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas
oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan
lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat
penyembuhan dan mencegah terbentuknya
menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian
steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi
dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan
terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang
perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma
terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat
infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan
kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti
dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat
mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya
kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan
katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat
melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada
kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan
akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat
midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya
KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan
otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin
juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin
(2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam
20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan
48
trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai
setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan
pupil pada pemeriksaan fundus okuli.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem
cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus
dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya
dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap
konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis.
Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat
terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar
matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang
biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien
tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang
mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.
Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita
menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri
dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.
Komplikasi10,11,16
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya
perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan
(kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
Gangguan refraksi
Jaringan parut permanent
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
Prognosis
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati
dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan
hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
Virulensi organisme
Luas dan lokasi keratitis
49
50
DAFTAR PUSTAKA
144:1544-1549.
Available
at
http://webeye.
51
14. Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke4.Jakarta. Badan penerbit FKUI. 2012.
15. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. Lectures Note Oftalmologi Edisi
kesembilan. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2006.
16. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata edisi III.
Surabaya. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya. 2006.
52