BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sehat dalam suatu rentang adalah tingkat sejahtera klien pada waktu tertentu,
yang terdapat dalam rentang dari kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang
maksimum, sampai kondisi kematian, yang menandakan habisnya energi total
(Neuman,1990 dalam Potter and Ferry,2005).
Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sering kali sulit didefinisikan, orang
dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku
mereka pantas dan adaptif. Sebaliknya, seseorang dianggap sakit jika gagal
memainkan peran dan memikul tanggung jawab atau perilakunya tidak pantas.
Kebudayaan setiap masyarakat sangat mempengaruhi definisi sehat dan sakit
(Videbeck,2008). Dengan demikian kesehatan jiwa seseorang merupakan suatu
keadaan yang dinamik atau selalu berubah, Melalui proses interaksi yang konstan
diantara faktor-faktor yang berkontribusi,
Menurut World Health Organization, 2001 dalam Yosep, 2008, masalah
gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang
sangat serius, paling tidak ada satu dari empat orang didunia mengalami gangguan
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Dalam Riskesdas 2013 prevalensi penderita gangguan jiwa
berat 1,7/1000 orang. Dalam data Riskesdas 2013, terdapat 14,3 persena penderita
gangguan jiwa di indonesia dengan penderita terbanyak dipedesaan dibanding
diperkotaan, sedangkan prevalensi gangguan mental emosional diatas umur 15 tahun
rata-rata 6,0 persen.
memilki resiko kekambuhan lebih tinggi di bandingkan dengan pasien yang patuh
dalam pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini yang merupakan alasan kembali
dirawat dirumah sakit. Pasien yang kambuh membutuhkan waktu yang lebih lama dan
dengan kekambuhan yang berulang, kondisi pasien bisa semakin memburuk dan sulit
untuk dikembalikan ke keadaan semula. Pengobatan skizofrenia ini harus dilakukan
terus menerus sehingga pasien nantinya dapat dicegah dari kekambuhan penyakit dan
dapat mengembalikan fungsi untuk produktif serta akhirnya dapat meningkatkan
kualitas hidup (Yuliantika dkk,2012).
Hasil penelitian Sri Wulansih, tahun 2008, keluarga bersikap baik yaitu 25%
atau 50 % memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi
(bermusuhan, mengkritik) diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan, 57 % kembali
di rawat. Adanya hubungan yang signifikan antara sikap keluarga dengan
kekambuhan pasien skizofrenia. Pada tingkat pengetahuan keluarga didapat hasil nilai
rasio pravelensi sebesar 4, apabila rasio prevalens > 1 dan rentang interval
kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor
resiko terjadinya sesuatu hal. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan pasien yang
berkontribusi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia.
Sejalan dengan penelitian, Natalia P dkk, tahun 2013, menjelaskan bahwa ada
56,4 % responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai pengobatan pasien
skizofrenia, 43,5 % responden memiliki pengetahuan sedang mengenai pengobatan
pasien skizofrenia, 84,6 % responden patuh dalam menjalankan pengobatan dan
sebanyak 15,4 % tidak patuh dalam pengobatan. Disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia.
2.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia dipoliklinik jiwa RSUD Karawang.
Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan pengetahuan keluarga tentang kepatuhan minum obat pada
pasien skizofrenia.
2. Mendeskripsikan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada
pasien skizofrenia.
Rumusan Masalah
Hasil penelitian Sri Wulansih, tahun 2008, keluarga bersikap baik yaitu 25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan berbagai teori terkait konsep pengetahuan,
keluarga, kepatuhan minum obat dan konsep gangguan jiwa dan pendidikan kesehatan
jiwa.
Mengetahui (Knowledge)
Pada tingkat ini seseorang mampu mengingat kemabali materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk hal-hal yang spesifik dari seluruh yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakan.
2.
Memahami (comprehension)
Pada tingkat ini seseorang mampu menjelaskan tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasukan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham
Mengaplikasikan (Aplication)
Pada tahap ini seseorang mampu menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dalam konteks atau situasi yang lain.
4.
Menganalisis (Analysis)
Pada tahapan ini seseorang mampu menjabarkan materi suatu objek kedalam
komponen-komponen yang saling berkaitan dalam situasi yang terorganisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dalam
penggunaan
kata
kerja,
seperti
dapat
menggambarkan,
membedakan,
dan
memisahkan.
5.
Mensintesis (Syntesis)
Mengevaluasi (evaluasi)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu abjek atau materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan merupakan dasar dari domian-domain selanjutnya. Jadi pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
atau perilaku seseorang.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan
seseorang
(Notoatmodjo,2003):
1.
Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
cendrung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
masa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan
tinggi, diharapkan akan semakin luas pula pengetahuannya.
2.
Informasi
Informasi yang didapatkan baik dari pendidikan formal dan informal dapat
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik,
biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak akan direspon sebagai pengetahuan
oleh setiap individu.
5.
Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengalaman adalah suatu cara untuk
Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola fikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola fikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin banyak
informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
2.2 Konsep Keluarga
Keluarga didefinisikan sebagai dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan dilam
perannya masing-masing menciptakan dan mempertahankan kebudayaan (Bailon &
Maglaya, 1978 dalam Effendy, 2007). Keluarga dalam pengertian lain adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran atau adopsi yang bertujuan
untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, serta emosional dari tiap keluarga. Secara dinamis individu yang membentuk
sebuah keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang
paling dasar, tinggal bersama, saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar
individu (Duval & Logan, 1986 dalam Friedman, 2010).
keluarga sebesar 25-50%, sedangkan angka kambuh pada pasien yang mendapat
terapi keluarga adalah sebesar 5-105 (Keliat, 2010).
Pendidikan kesehatan keluarga diharapakan dapat menjadi sarana
peberdayaan kelurga, baik ketika pasien masih dirawat dirumah sakit maupun setelah
pulang kerumah. Pendidikan kesehatan individu keluarga adalah pendidikana
kesehatan yang diberikan kepada keluarga pasien. Pendidikan kesehatan keluarga
jenis ini merupakan bagian dari asuhan keperawatan pasien (anggota keluarga yang
sedang dirawat). Materi pendidikan ini adalah cara mengatasi masalah keperawatan
yang dialami oleh pasien yang dapat dilakukan oleh keluarga, baik dirumah sakit
maupun dirumah.
Menurut Keliat, 1996 pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan
gangguan jiwa sangat besar maknanya, karena:
a.
b.
c.
d.
e.
untuk pengambilan satu dosis obat dan dalam banyak kasus pasien akan lupa, tidak
ingin susah atau malu berbuat demikian.
c. Durasi dan Terapi
Berbagai studi menunjukan bahwa tingkat ketidakpatuhan menjadi lebih besar,
apabila periode pengobatan lama. Suatu resiko yang lebih besar dari ketidak patuhan
perlu diantisipasi dalam pasien yang mempunyai penyakit kronis, terutama jika
penghentian terafi mungkin tidak berhubungan dengan terjadinya kembali segera atau
memburuknya kesakitan. Ketaatan pada pengobatan jangka panjang lebih sulit
dicapai. Walaupun tidak ada intervensi tunggal yang berguna untuk meningkatkan
ketaatan, kombinasi intruksi yang jelas, pemantauan sendiri oleh pasien, dukungann
sosial, petunjuk bila mengguanakan obat, dan diskusi kelompok.
d. Efek merugikan
Perkembangan dari efek suatu obat tidak menyenangkan, memungkinkan
menghindar dari kepatuhan, walaupun berbagai studi menyarankan bahwa hal ini
tidak merupakan faktor penting sebagaimana diharapkan. Dalam beberapa situasi
adalah mungkin mengubah dosis atau menggunakan obat alternatif dapat ditiadakan
dan manfaat yang diharapkan dari terafi harus dipertimbangkan terhadap resiko.
Penurunan mutu kehidupan yang diakibatkan efek, seperti mual dan muntah yang
hebat, mungkin begitu penting bagi beberapa individu sehingga mereka tidak patuh
dengan suatu regimen.
2.2.2 Jenis Dukungan Keluarga
Kaplan dalam Friedman,2003 menjelaskan bahwa, terdapat empat jenis dukungan
yakni;
a. Dukungan Informasional
Dukungan informasional merupakan dukungan yang berfungsi sebagai
pengumpul informasi tentang segala sesuatu yang digunakan untuk mengungkapakan
suatu masalah. Jenis dukungan ini sangat bermanfaat dalam menekan munculnya
suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti
yang khusus pada individu. Secara garis besar terdiri dari aspek nasehat, usulan,
petunjuk, dan pemberian informasi.
b. Dukungan Penilaian.
Menekankan pada keluarga sebagai umpan balik,
membimbing, dan
menangani masalah, serta sebagai sumber dan validator identitas anggota (Friedman,
2003). Dukungan penilaian dapat dilakukan diantaranya dengan memberikan support,
pengakuan, penghargaan, dan perhatian pada anggota keluarga.
c. Dukungan Instrumental
Dukungan yang memfokuskan keluarga sebagai sebuah sumber pertolongan
praktis dan konkrit berupa bantuan langsung dari orang yang diandalkan seperti
materi, tenaga, dan sarana (Friedman,2003). Manfaat dari dukungan ini adalah
mengembalikan energi atau stamina dan semangat yang menurun dan memberikan
rasa perhatian serta kepedulian pada seseorang yang mengalami kesusahan atau
penderitaan.
d. Dukungan Emosional
Dukungan yang menempatkan keluarga sebagai tempat aman dan damai
untuk istirahat serta dapat membantu penguasaan terhadap emosi (Friedman, 2003).
2.2.3 Manfaat dukungan keluarga
Menurut Johnson & Johnson, 1991, ada empat manfaat dukungan sosial
dihubungkan dengan pekerjaan akan menigkat produktivitasnya, meningkatkan
kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan memberikan rasa memilki,
memperjelas identitas diri, menambah harga diri, dan mengurangi stres, meningkatkan
dan memelihara kesehatan fisik, serta pengelolaan terhadap stres dan tekanan.
Menurut Wills dalam Friedman, 2003 menyatakan bahwa dukungan
keluarga dapat menimbulkan efek penyangga, yaitu dukungan keluarga menahan
efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan dan efek utama, yaitu dukungan
keluarga secara langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan. Secara lebih
spesifik, keberadaan dukungan sosial keluarga yang adekuat terbukti berhubungan
dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan lansia
dapat menjaga fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosional.
2.2.4 Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Rook dan Dooley dalam Kuncoro, 2002, ada dua sumber
dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan keluarga
yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara
spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga
(anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini
bersifat non-formal. Sementara itu dukungan artifisial adalah dukungan sosial yang
dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang. Misalnya dukungan keluarga akibat
bencana alam melalui berbagai sumber sumbangan sosial. Dengan demikian, sumber
dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan
dukungan keluarga artifisial. Perbedaan tersebut terletak pada keberadaan sumber
dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih
mudah diperoleh dan bersifat spontan. Sumber dukungan keluarga yang natural
memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus
diberikan dan berakar dari hubungan yang telah berakar lama.
2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Purnawan dalam Rahayu, 2008, pemberian dukungan oleh
keluarga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang keduanya saling
berhubungan.
a.
Faktor internal
Berasal dari individu itu sendiri yang meliputi:
Faktor tahap perkembangan
Pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda
Dalam hal ini kemampuan kognitif yang membentuk cara berfikir seseorang
termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan
Faktor sosioekonomi
Variabel faktor sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit,
mempengaruhi
cara
seseorang
mendefinisikan
serta
bereaksi
terhadap
1. Pendidikan
Pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut
merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan kaset oleh
pasien secara mandiri.
2. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat
mempengaruhi kepatuhan.
3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman.
Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap
program-program pengobatan.
4. Perubahan model terapi
Program-program pengobatan dapat dibuat sederhana mungkin, dan pasien terlibat
aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen yang
lebih kompleks.
5. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien.
Merupaksuatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah
memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
kondisinya saat ini, apa penyebab dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi
seperti ini.
dengan
kepatuhan
dalam
pengobatan adalah mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan pada waktu dan dosis
yang tepat. Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seorang
individu dengan nasihat media atau kesehatan, pasien yang berpengetahuan tentang
obatnya menunjukan ketaatan yang meningkat terhadap regimen obat yang ditulis
sehingga menghasilkan hasil terapi yang meningkat.
Terdapat jenis kepatuhan, akibat dari ketidakpatuhan dan peningkatan kepatuhan pada
penggunaan obat, antara lain:
2.3 1 Jenis ketidakpatuhan
Pengobatan akan efektif apabila mematuhi aturan dalam engobatan, menurut Siregar
(2006) adapun bebrapa jenis ketidak patuhan yang terjadi adalah disebabkan oleh
sebagai berikut:
a.
Ketidakpatuhan pada minum obat, mencakup kegagalan menebus resep,
melalaikan dosis, kesalahan dosis, kesalahan dalam waktu pemberian/ konsumsi obat,
dan penghentian obat sebelum waktunya.
b.
Tidak menebus resep obatnya, yaitu karena pasien/keluarga pasien tidak merasa
memerlukan obat atau tidak menghendaki mengambilnya. Ada juga pasien yang tidak
menebus resepnya karena tidak mampu membelinya.
c.
Kesalahan pada waktu konsumsi obat, yaitu dapat mencakup situasi yang
obatnya dikonsumsi tidak tepat dikaitkan dengan waktu makan. Cotohnya 1 jam
sebelum makan dan 2 jam sesudah makan.
d.
Penghentian pemberian obat sebelum waktunya, pasien harus diberitahu
pentingnya penggunaan obat antibiotik yang dikonsumsi sampai habis selama terapi.
e.
Pemberian obat kurang dari dosis yang tertulis dan penghentian obat sebelum
waktunya, faktor lain yaitu ketidak patuhan mencakup pengetiketan yang tidak benar
dan penggunaansendok teh yang mempuyai berbagai volume yang berbeda.
f.
Pasien rawat jalan yang tidak patuh karena tidak mengerti intruksi penggunaan
dengan benar dan ada yang salah menginterpretasikan, selain itu kemugkinan ketidak
patuhan pasien rawat jalan karena kurangnya pengawasan terafi.
2. Akibat ketidakpatuhan
Ketidak patuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang. Dengan
cara demikian, pasien kehilangan manfaat terafi yang diantisipasi dan kemungkinan
mangakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk.
Seorang pasien menghentikan penggunaan antibiotik untuk pengobatan suatu infeksi
apabila gejala telah mereda, dan karenanya tidak menggunakan semua obat yang
ditulis, hal ini menyebabkan kembali kekambuhan, penyakit kambuh lagi karena
diakibatkan oleh ketidak patuhan dari pada disebabkan timbulnya resisten terhadap
obat.
3.
Peningkatan kepatuhan
Dalam meningkatkan kepatuhan komunikasi merupakan cara antara tim medis dan
pasien dalam berbicara mengenai obat yang ditulis. Keefektifan komunikasi akan
terjadi penentu utama kepatuhan pasien.
Dibawah ini merupakan peranan dalam menghadapi masalah ketidak patuhan yaitu:
a.
Mengidentifikasi faktor resiko yaitu mengenai individu yang mungkin tidak patuh,
sebagai mana diduga oleh suatu pertimbangan berbagai resiko yang perlu
3.
Konsep Skizofrenia
Gangguan jiwa adalah suatu penyakit yang mempenagaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu
(Videbeck,2008). Skizofrenia merupakan bentuk gangguan psikotik (penyakit mental
berat) yang relatif sering. Prevalensi seumur hidup hampir mencapai 1%, insiden tiap
tahunnya sekitar 10-15 per 100.000 dan skizofrenia merupakan sindrom dengan
berbagai presentasi dan satu variabel, perjalanan penyakit umumnya jangka panjang,
serta sering mengalami kekambuhan (Davies, 2009). Menurut world health
organitation (WHO) prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi 25% dari
penduduk dunia pernah menderita maslah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah
gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang
tinggi, saraf maupun perilaku.
Sigmund freud berpendapat bahwa psikologi sebenarnya adalah tidak cukup dengan
menyelidiki kesadaran saja, sebab yang lebih penting dan berpengaruh besar dalam
kehidupan jiwa manusia adalah ketidaksadaran. kesadaran memang perlu juga
diselidiki akan tetapi ketidaksadaran yang mengemudikan kehidupan manusia seharihari. Struktur jiwa menurut Carl Gustav Jung bahwa jiwa terdiri dari atas dua
lapangan yang berhadapan dan saling melengkapi yaitu kesadaran dan ketidaksadaran.
Kesadaran berfungsi menyesuaikan diri dengan lingkungan, ketidaksadaran berfungsi
menyesuaikan diri dengan dunia dalam (Purwanto,2012).
Menurut Undang-Undang tentang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 1 ayat 1
menjelaskan definisi kesehatan yaitu kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang produktif secara sosialdan ekonomi. Tetapi dalam dekade
yang lalu semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofisiologis untuk
daerah tertentu di otak, termasuk sistem limbic, korteks prontal, dan gangglia basalis.
Ketiga daerah tersebut salaing berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah
mungkin melibatkan patologi primer lainnya (Kaplan & Sadock,2010).
Kriteria umum untuk mendiagnosa gangguan jiwa meliputi ketidakpuasan dengan
karakteristik, kemampuan dan prestasi diri; hubungan yang tidak efektif atau tidak
memuaskan; tidak puas hidup didunia; atau koping yang tidak efektif terhadap
peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal. Selain itu perlikau
individu yang tidak diharapkan atau dikenakan sangsi secara budaya bukan perilaku
yang menyimpang, yang menjadi indikasi suatu gangguan jiwa (DSM-IV,1994 dalam
Videbeck,2010).
Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang dalam tiga kategori.
Faktor individual meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan,
ketidak harmonisan dalam hidup dan kehilangan arti hidup (Seawerd, 1997). Faktor
interpersonal meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan
atau menarik diri hubungan dan kehilangan kontrol emosional. Faktor budaya dan
sosial meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal
(tunawisma), kemiskinan dan diskriminasi seperti pembedaan ras, golongan, usia dan
jenis kelamin, (Videbeck,2008).
Bentuk gangguan proses berfikir adalah penyimpangan dari pikiran rasional, logis dan
bertujuan. Pikiran austik ditujukan oleh adanya fantasi-fantasi dibawah alam sadar
yang berhubungan dengan penarikan diri penarikan diri secara sosial. Tidak dapat
dikoreksi berdasarkan realita seperti halnya pikiran normal. Pikiran yang terhalang
terlihat pada proses pembicaraan yang tiba-tiba terhenti. Gangguan asosiasi yang
mengarah pada tidak adanya kesinambungan arus pembicaraan. Pembicaraan yang
meningkat dan sukar dipotong. Ide yang melompat-lompat sangat cepat, melompat
dari satu subyek ke subyek lainnya yang longgar ikatannya serta menyimpang dalam
respon terhadap rangsangan lingkungan. Pembicaraan yang melompat-lompat seperti
pada depresi, munkin merupakan bagian dari gambaran umum retardasi psikomotor.
Menolak pembicaraan baik karena alasan yang disadari maupun tidak disadari
(Purwanto, 2012).
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran , persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu.
Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagi penyakit tersendiri, melainkan suatu
sindrom atau suatu proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan berbagai
gejala seperti jenis kanker. Selam berpuluh-puluh tahun, skizofrenia sering disalah
artikan oleh masyarakat. Penyakit ini ditakuti sebagai gangguan jiwa yang berbahaya
dan tidak dapat terkontrol, dan mereka yang terdiagnosa penyakit ini digambarkan
sebagai individu yang tidak mengalami masalah emosional atau psikologis yang
terkendali dan memperlihatkan perilaku yang aneh dan amarah. Kebanyakan individu
yakin bahwa skizofrenia perlu diasingkan dan dikirim ke institusi. Hanya baru-baru
ini saja, komunikasi kesehatan jiwa menyadari untuk belajar dan memberikan
Ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak
psikotik, menarik diri dari masyarakat, afek datar, serta sosiasi longggar,(Videbeck,
2008).
Menurut Townsend, 2010 Sindrom yang berkaitan dengan skizofrenia dan gangguan
psikotik lain menunjukan perubahan dalam isi dan organisasi pikiran, persepsi input
sensori, afek atau irama emosi, rasa identitas, kemauan, perilaku psikomotor, dan
kemampuan membina hubungan interpersonal yang memuaskan. Townsend juga
mengkatagorikan beberapa jenis gangguan psikotik lain, yaitu:
a.
Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid ditandai dengan kecurigaan ekstrim terhadap orang lain dan
dengan halusinasi serta waham curiga(paranoia) dan waham kebesaran. Individu
b.
sering kali tegang dan bersikap hati-hati serta argumentatif, kasar, dan agresif.
Skizofrenia heberfrenik
Pada skizofrenia heberfrenik, perilaku biasanya regresif dan primitif. Afek tidak
sesuai, dengan karakteristik wajah dung, cekikan yang tidak pada tempatnya, wajah
f.
g.
Gangguan skizoafektif
Gangguan skiafektif menunjukan perilaku khas skizofrenia, disamping perilaku yang
mengidikasikan gangguan alam perasaan, seperti defresi atau mania.
Gangguan psikotik singkat
Gambaran utama gangguan psikotik singkat meliputi awitan gejala psikosis yang tibatiba sebagai respon terhadap tekanan psikososial berat. Gejalanya berlangsung
sedikitnya satu hari, tetapi kurang dari satu bulan dan individu dapat kembali
ketingkat fungsi yang dimiliki sebelum sakit. Diagnosis lebih didasarkan pada apakah
gangguan ini timbul setelah terdapat tekanan berat atau apakah awitan terjadi dalam
kecuali durasinya, yaitu paling tidak satu bulan, tetapi kurang dari enam bulan.
Gangguan waham
Gangguan waham ditandai dengan adanya satu atau lebih waham nonbizar yang
menetap selam paling tidak satu bulan. Aktivitas halusinasi tidak menonjol, selain
waham, perilaku tidak bizar.
2.
Etiologi.
Penelitian ilmiah terbaru mulai menunjukan bahwa skizofrenia adalah suatu type
disfungsi otak. Pada tahun 1970-an, peneliti mulai berfokus pada sebab-sebab
neurokimia yang mungkin, dan hal ini masih menjadi fokus utama penelitian dan
teori saat ini. Teori neurokimia/neurologis didukung oleh efek antipsikotik yang
membantu mengontrol gejala psikotik dan alat pencitraan saraf seperti computed
tomography (CT) yang menunjukan bahwa struktur dan fungsi otak individu yang
mengalami skizofrenia berbeda (Gur & Gur,2000 dalam, Videbeck,2008)
Teori biologi skizofrenia berfokus genetik, faktor neuroanatomi dan neurkimia
(struktur dan fungsi otak), serta imonovirologi (respon tubuh terhadap pejanan suatu
vitus)
a.
Faktor Genetik
Penelitian klasik awal tentang genetik dari skizofrenia, dilakukan di tahun 1930-an,
menemukan bahwa seseorang kemungkinan menderita skizofrenia jika anggota
keluarga lainnya juga menderita skizofrenia adalah berhubungan dekatnya
persaudaraan tersebut. Kembar monozigotik memiliki angka kesesuaian yang tinggi.
Penelitian pada kembar zigotik yang diadopsi menunjukan bahwa kembar yang diasuh
orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang samabesarnya
seperti
saudara
kembarnya
yang
dibesarkan
oleh
saudara
kandungnya
(Kaplan&Sadock,2012)
Menurut Durand (2007), Faktor genetik skizofrenia adalah sejumlah faktor kausatif
terimplikasikan untuk skizofrenia, termasuk pengaruh genetik, ketidak seimbangan
neurotransmiter, kerusakan struktural otak yang disebabkan oleh infeksi virus prenatal
atau kecelakaan dalam proses persalinan dan stressor psikologis. Penting untuk
mempelajari seberapa banyak stress macam apa yang membuat seseorang memiliki
predisposisi skizofrenia mengembangkan gangguan stress. Stressor (tekanan yang
mengakibatkan stress) dari orang-orang sekitar juga faktor penting yang tidak dapat
dilupakan. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang palin sering kita lihat mungkin disebabkan
oleh bebrapa gen yang berlokasi ditempat-tempat yang berbeda diseluruh kromosom.
Ini juga mengklarifikasi mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang
yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa resiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyak jumlah keluarga yang
memiliki penyakit ini.
Kallman dalam Durand, 2007, menunjukan bahwa tingkat keparahan gangguan orang
tua mempengaruhi kemungkinan anaknya untuk mengalami skizofrenia. Semakin
Faktor imunovirologi
Ada teori populer yang mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu
penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pejanan virus, ataurespon imun tubuh
terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Walaupu ilmuwan terus meneliti hal ini,
tidak banyak peneliti mampu memvalidasi teori tersebut(Egan & Hyde,2000 dalam
Videbeck). Baru-baru ini para peneliti memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai
kemungkinan penyebab awal skizofrenia. Epidemik flu diikuti dengan peningkatan
kejadian skizofrenia di Inggris, Wales, Denmark, Finlandia dan negara-negara lain.
Suatu penelitian terkini yang diterbitkan di New England journal of Medicine
melaporkan angka skizofrenia lebih tinggi dari anak-anak yang lahir didaerah padat
dengan cuaca dingin, kondisi yang memungkinkan terjadinya gangguan pernafasan
(Mortensen et al.,1999 dalam Videbeck, 2008)
d.
Faktor Psikososial
Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa adalah
adanya stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, atau
dewasa)
sehingga
orang
itu
terpaksa
mengadakan
adaptasi
dan
mampu
BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang kerangka konsep, hipotesis dan definisi
operasional yang memberi arah pada pelaksanaan penelitian dan analisa data.
A.
Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang sudah digambarkan pada tinjauan pustaka, yang
Gambar 3.1
Kerangka konsep
PENGETAHUAN KELUARGA
INDEPENDEN
Kepatuhan Minum Obat
DUKUNGAN KELUARGA
B.
Hipotesis
DEPENDEN
Definisi Oprasional
Definisi oprasional adalah mendefinisikan variabel secara oprasional dan
Definisi
operasional
Variabel
Dependen
Kepatuhan
minum obat
Sikap atau
respon
responden
terhadap :
1. keteraturan
minum obat
2. meminum obat
sesuai dengan
dosis
Independen
Pengetahuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3
Independen
Dukungan
Keluarga
Suatu pemahan
responden
terhadap
pemberian obat
dengan:
Benar pasien
Benar obat
Benar dosis
Benar cara
Benar waktu
Benar
dokumentasi
Suport system
dari anggota
keluarga
terhadap pasien
Alat ukur
Hasil ukuran
Skala
ukur
Ordinal
Nominal
Ordinal