hari saat metabolisme turun. Hal itulah yang menyebabkan demam tifoid terjadi pada
sore hingga malam hari.
3. Endotoxin dari Salmonella typhi yang menyebabkan peradangan di otot jantung
sehingga denyut jantung jadi melambat
4. Kuman penyebabnya adalah kuman Salmonella enterica serotype typhi. Kuman
golongan salmonella ini umumnya hanya menyebabkan infeksi lokal pada saluran
cerna (enteritis), tapi pada S. typhi ini kumannya invasif sampai menimbulkan infeksi
sistemik (infeksi yang dapat menyebar kemana-mana melalui darah).
5. Pirogen eksogen masuk sehingga terstimulasinya pirogen endogen untuk menciptakan
kekebalan tubuh, pirogen endogen menghasilkan prostaglandin dimana akan
mensentisiasi reseptor kemudian meneruskannya sampai hipotalamus yang pada
akhirnya terjadi peningkatan standar panas.
6. Karena S. Typhi yang ada di dalam ileum masuk ke lamina propia, di dalam lamina
propia difagositosis oleh makrofag yang di dalam makrofag bukan mati tetapi malah
berkembang biak, lalu kemudian kuman ini menuju getah bening mesenterika
kemudian ke pembuluh darah sehingga terjadi bakteremia, lalu dari pembuluh darah
bakteri keluar dari makrofag dan masuk ke organ-organ terutama hati dan limfa dan
menuju lidah, sehingga lidah terlihat sangat kotor karena S. Typhi akan beredar ke
seluruh tubuh termasuk ke dalam lidah.
7. Morfologi S. Typhi berbentuk batang (basil), termasuk golongan Gram negatif,
berwarna merah.
8. Manifestasi klinis : Demam, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran,
hepatoslenomegali, nyeri sendi di bagian kanan, malaise, mialgia
9. Penanganan demam tifoid : tirah baring (istirahat), pemberian antibiotik
(kloramfenikol dan tiamfenikol), pemberian nurisi, pemberian cairan, pemberian obat
simptomatik (tergantung gejala, misalkan demam : untuk menurunkan demamnya
mengguanakan antipiretik).
10. Pencegahan demam tifoid :
Cuci tangan sebelum makan
Jajan tidak sembarangan
Menjaga kebersihan lingkungan, memperbaiki higiene perorangan
11. Salmonella cholerasuis, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi enteritidis
(Salmonella paratyphi A).
12. Pemeriksaan darah, kultur darah, uji tubex, uji widal, pemeriksaan IgA
(Immunoglobulin A) , mikroskopik, uji dipstick.
13. Mekanisme demam tifoid : kuman S. typhi melepaskan pirogen eksogen dimana S.
typhi akan masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi kemudian leukosit mensekresikan pirogen, dari pirogen tersebut
menstimulasi hipotalamus untuk melakukan proses inflamasi, fosfolipid diubah
menjadi asam arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2, oleh enzim COX asam
arakhidonat dibagi menjadi PGF2, PGD2, PGD E2. PGD E2 (Prostaglandin E2) inilah
yang akan mengakibatkan demam.
Hipotesis
Salmonella typhi berkembang dan menyerang tubuh manusia pada saat sore
menjelang malam, karena pada saat itulah aktivitas manusia mulai menurun. Gejala yang
timbul adalah somnolen yang dikarenakan dari infeksi Salmonella typhi, Bradikardia
2
yang disebabkan oleh penurunan tingkat kesadaran, dan typhoid tongue dikarenakan
Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui oral. Demam terjadi akibat kuman menginfeksi
tubuh. Setelah itu tubuh mempertahankan diri dengan mengfagosit kuman. Kuman
mengeluarkan senjata untuk melawan pertahanan tubuh yang menyebabkan dia lolos dan
menginfeksi lebih dalam. Akibat infeksi tersebut, hipotalamus bekerja merangsang
prostaglandin agar termoregulator menaikkan suhu tubuh untuk mengkompensasi.
Adapun penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik, penurunan panas, vitamin, diet
lunak, tirah baring, infus Ringer Asetat.
Sasaran Belajar
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam
LO. 1. 1 Definisi Demam
LO. 1. 2 Jenis Demam
LO. 1. 3 Mekanisme Demam
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica
LO. 2. 1 Morfologi dari Salmonella enterica
LO. 2. 2 Sifat dari Salmonella enterica
LO. 2. 3 Transmisi Salmonella enterica
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam tifoid
LO. 3. 1 Definisi dari demam tifoid
LO. 3. 2 Epidemiologi
LO. 3. 3 Patogenesis
LO. 3. 4 Pemeriksaan
3
LO. 3. 5 Penatalaksanaan
LO. 3. 6 Pencegahan
LO. 3. 7 Komplikasi
LO. 3. 8 Prognosis
LI. 4
Pirogen Endogen
Prostaglandin
Peningkatan Titik
Patokan Hipotalamus
Peningkatan Produksi
dan Penurunan
Pengeluaran Panas
Peningkatan Suhu tubuh
ke titik patokan baru =
demam
demam.
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica
LO. 2. 1 Morfologi dari Salmonella enterica
Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram
bersifat negatif gram, ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-rata
2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob
dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-4 C (Suhu pertumbuhan optimum 37,5
C).
Memiliki antigen somatik yang serupa dengan antigen somatik (O)
kuman Enterobactericeae lainnya. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100
C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk terutama IgM. Antigen flagel
pada Salmonella enterica serotype typhi ini ditemukan dalam 2 fase : 1. Fase
spesifik, 2. Fase tidak spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan diatas 60
C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk bersifat IgG. Antigen Vi
adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian
luar dari badan kuman. Dapat dirusak dengan pemanasan 60 C selama 1
jam, pada penambahan fenol dan asam. Kuman yang memiliki antigen Vi
ternyata lebih ternyata lebih virulen baik terhadap binatang maupun
manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan kuman terhadap
bakteriofagadan dalam laboratorium sangat brguna untuk diagnosis cepat
kuman S. typhi yaitu dengan cara tes agglutination slide dengan Vi
antiserum.
LO. 2. 2 Sifat dari Salmonella enterica
a. Sebagian besar Salmonella enterica serotype typhi bersifat patogen pada
manusia dan merupakan sumber infeksi pada binatang. Binatang-binatang
itu antara lain tikus, unggas, anjing, dan kucing.
b. Di alam bebas Salmonella typhi dapat tahan hidup lama dalam air , tanah
atau pada bahan makanan. Di dalam feses diluar tubuh manusia tahan
hidup 1-2 bulan.
c. Pada Salmonella enterica serotype typhi bergerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil
negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin, deaminase, urease, Voges
Proskauer, reaksi fermentase terhadap sukrose, laktose, adonitol serta
tidak tumbuh dalam larutan KCN.
d. Sebagian besar isolat Salmonella enterica serotype typhi membentuk
sedikit H2S
e. Pada agar Salmonella Shigella (SS), Endo, EMB dan Mac-Conkey koloni
kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna, sedangkan pada agar
Wilson-Blair koloni kuman berwarna hitam.
LO. 2. 3 Transmisi Salmonella enterica
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan
basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, fakulatif anaerob, Kebanyakan strain meragikan glukosa, manosa dan
manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa
dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu
tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resisten terhadap agen
8
LO. 3. 2 Epidemiologi
Sejak awal abad ke-20, insiden demam tifoid meurun di USA dan
Eropa. Hal ini disebabkan karen ketersediaan air besrdih dan sistem
pembuangan yang baik, dan ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara
berkembang.
Insiden demam tifoid yang terbilang tinggi di wilayah Asia Tengah,
Asia Tenggara, Asia Selatan, kemungkinan Afrika Selatan (insiden >100
kasus per 100.000 kasus per tahun). Insiden demam tifoid yang tergolong
sedang (10-100 per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika,
Amerika latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru) serta yang
termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia
lainnya.
Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi
yang berusia 13-19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga
berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan
riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat
buang air besar dalam rumah.
Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI
tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke- 3 dari 10 pola
penyakit terbanyak pada pasien rawap inap di Rumah Sakit di Indonesia
(41.081 kasus)
LO. 3. 3 Patogenesis
10
LO. 3. 4 Pemeriksaan
Urinalis
Kimia klinik
Imunorologi
Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ biakan empedu) Uji ini merupakan baku emas
(gold standard) untuk pemeriksaan demam tifoid/paratifoid. Interpretasi
hasil : jika hasil positif maka diagnosis positif untuk demam
tifoid/paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu demam tifoid
/paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu antara lain :
a. Jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL
13
Diagnosis serologik
Pencegahan sekunder dapat berupa :
Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan
usaha surveilans demam tifoid.
Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas
sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang
ada fasilitas perawatan. Penderita yang dirawat harus tirah baring
dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan
dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila
penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Nutrisi pada penderita
demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita harus
mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan
harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan
diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak,
tim dan nasi biasa.
Pemberian anti mikroba (antibiotik)
Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah
dibuat. Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan
efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu
pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier
dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus
prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat
yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau
amoksilin.
c. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi
terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah
tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan
vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi
Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin
O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer
aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang Universitas
16
d.
LO. 3. 7 Komplikasi
3. 7. 1 Komplikasi Internal
Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk
tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu
usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain
karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor.
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan
bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kg BB/jam dengan
faktor hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan
terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32 %, bahkan ada
yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang dberikan
tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka
tindakan bedah perlu dipertimbangkan.
Perforasi Usus
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk
18
Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada
50% kasus denagan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai
pada S. typhi dan S. paratyphi. Untuk membedakan apakah
hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka
perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan
bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan
enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum
bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena
virus). Hepatitis tifosa dapat dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat
jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.
Pankreatitis Tifosa
Komplikasi yang biasa dijumpai pada demam tifoid.
Pankreatitis sendiri dapat disebabkan mediator pro-inflamasi,
virus, bakteri, cacing, maupn zat-zat farmakologik. Pemeriksaan
enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi /CT-san dapat
membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.
Penatalaksaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan
pankreatitis pada umunya, antibiotik yang diberikan adalah
antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon.
Miokarditis
Tejadi pda 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan
elektokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien
dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau
dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif,
19
LO. 3. 8 Prognosis
Prognosis pada deman tifoid tergantung kepada terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara
berkembang ,mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,
perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan
pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps
dapat timbul beberapa kali.Individu yang mengeluarkan Salmonella typhi >
3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi carrier kronis. Resiko menjadi
carrier rendah pada anak-anak dan meningkat sesuai usia. Carrier kronik
terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit truktus
bilaris lebih tinggi pada carrier kronis dibanding dengan populasi umum.
Walaupun carrier urin kronis juga dapat terjadi,hal ini jarang terjadi dan
dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Antibiotik untuk Demam Tifoid
LO. 4. 1 Golongan antibiotik
4. 1. 1 Golongan Antibiotik Kloramfenikol
Antibiotika Golongan Kloramfenikol bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri yang diisolasikan pertama kali pada tahun
20
LO. 4. 3 Farmakodinamik
3. 1 Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein
sel mikroba.Sintesis protein berlangsung di ribosom.Pada bakteri
ribosom terdiri dari 2 unit,yaitu ribosom 3OS dan 5OS. Kedua unit ini
bersatu menjadi ribosom 7OS yang akan berperan dalam sintesis
protein, Kloramfenikol terikat pada ribosom unit 5OS dan
menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida
oleh enzim peptidil transferase.
4. 3. 2 Ampicillin
Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran
dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi
kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan
keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya
mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri
gram negatif.
4. 3. 3 Flourokuinolon
Antibiotik flourokuinolon memasuki sel dengan difusi pasif pada
membran luar bakteri melalui kanal protein terisi air. Bekerja dengan
cara menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu
kerja DNA girase selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.
4. 3. 4 Kotrimoksazol
Berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi
enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamid
menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekulasam folat.
Trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari hidrofolat
menjadi tetrahidrofolat
LO. 4. 4 Kontra-indikasi
4. 4. 1 Kloramfenikol dan Tiamfenikol
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke- 3 kehamilan
karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus
intrauterin, dan sindrom grey pada neonatus.
Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan
karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia
23
c. Sindrom Gray
Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis
tingi (200 mg/kgBB) dapat menimbulkan Sindrom Gray, biasanya
antara hari ke 2-9 masa terapi, rata-rata hari ke-4. Mula-mula bayi
muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan tidak teratur,
perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan
bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya, tubuh bayi lemas
dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia.
24
25
Daftar Pustaka
Herry, H. Buku Ajar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. FKUNPAD : Bandung.
Gan Gunawan S, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI : Jakarta.
Katzung, E.G. (1997). Obat-Obat Kemoterapeutik, dalam Farmakologi Dasar & Klinik. EGC
: Jakarta
Myck, Marry J, 1999. Farmakologi ulasan bergambar. Widya Medica : Jakarta.
Sherwood Lauralee. (2007) Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC : Jakarta
Setiadi Siti, dkk. 2014.
Publishing : Jakarta
Dalam
Jilid
I. Edisi 6.
Interna
Sudoyo A.W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. FKUI : Jakarta
Syahrurahman Agus, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa aksara :
Jakarta
26