Anda di halaman 1dari 26

Skenario

Demam sore hari


Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu.
Demam dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh
hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat (coated tongue). Dokter
menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan diagnosis dan cara
penanganannya.
Kata kata Sulit
1. Somnolen
Gangguan kesadaran berupa mengantuk, terutama yang berlebihan.
2. Bradikardia
Kelambatan denyut nadi jantung yang ditandai dengan perlambatan frekuensi
denyut jantung < 60 kali/menit
3. Hiperpireksia
Suatu keadaan suhu tubuh meningkat luar biasa sampai setinggi 41,2 C
4. Demam
Kenaikan suhu tubuh dari normalnya (37,5 C) yang ditengahi oleh kenaikkan
titik ambang regulasi panas hipotalamus.
5. Diagnosis
Penentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit dengan yang
lainnya.
6. Coated tongue
Lidah terlihat kotor dimana terdapat lapisan kuning putih diatas permukaaan
lidah yang disebabkan akumulasi dari bakteri, debris makanan, leukosit dari paket
periodental, dan deskuamasi sel.
Pertanyaan
1. Apa saja jenis jenis dari demam?
2. Mengapa demam lebih tinggi sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi hari?
3. Mengapa denyut nadi pada pasien demam tipoid menjadi bradikardia?
4. Apa penyebab dari demam tipoid?
5. Bagaimana mekanisme dari demam?
6. Mengapa lidah penderita tifoid terlihat kotor ?
7. Bagaimana morfologi dari bakteri Salmonella enterica ?
8. Apa saja manifestasi klinis dari demam tifoid?
9. Bagaimana penanganan seseorang yang terkena demam tifoid?
10. Bagaimana pencegahan seseorang yang terkenan demam tifoid?
11. Apa saja jenis-jenis dari Salmonella?
12. Apa saja pemeriksaan untuk demam tifoid?
13. Bagaimana mekanisme dari demam tifoid?
Jawaban :
1. Demam septik, demam remiten, demam intermiten, demam kontinyu, dan demam
siklik. Ada juga demam yang belum terdiagnosis, seperti : FUO klasik, FUO
Nosokomial, FUO Neutropenik, FUO HIV.
2. Karena fase Salmonella typhi yang menyebabkan demam tifoid ada 2, yang pertama
fase bakteremia 1 berlangsung pada pagi hari pada saat metabolisme sedang
meningkat sedangkan fase bakteremia 2 berlangsung pada sore hari sampai malam
1

hari saat metabolisme turun. Hal itulah yang menyebabkan demam tifoid terjadi pada
sore hingga malam hari.
3. Endotoxin dari Salmonella typhi yang menyebabkan peradangan di otot jantung
sehingga denyut jantung jadi melambat
4. Kuman penyebabnya adalah kuman Salmonella enterica serotype typhi. Kuman
golongan salmonella ini umumnya hanya menyebabkan infeksi lokal pada saluran
cerna (enteritis), tapi pada S. typhi ini kumannya invasif sampai menimbulkan infeksi
sistemik (infeksi yang dapat menyebar kemana-mana melalui darah).
5. Pirogen eksogen masuk sehingga terstimulasinya pirogen endogen untuk menciptakan
kekebalan tubuh, pirogen endogen menghasilkan prostaglandin dimana akan
mensentisiasi reseptor kemudian meneruskannya sampai hipotalamus yang pada
akhirnya terjadi peningkatan standar panas.
6. Karena S. Typhi yang ada di dalam ileum masuk ke lamina propia, di dalam lamina
propia difagositosis oleh makrofag yang di dalam makrofag bukan mati tetapi malah
berkembang biak, lalu kemudian kuman ini menuju getah bening mesenterika
kemudian ke pembuluh darah sehingga terjadi bakteremia, lalu dari pembuluh darah
bakteri keluar dari makrofag dan masuk ke organ-organ terutama hati dan limfa dan
menuju lidah, sehingga lidah terlihat sangat kotor karena S. Typhi akan beredar ke
seluruh tubuh termasuk ke dalam lidah.
7. Morfologi S. Typhi berbentuk batang (basil), termasuk golongan Gram negatif,
berwarna merah.
8. Manifestasi klinis : Demam, gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran,
hepatoslenomegali, nyeri sendi di bagian kanan, malaise, mialgia
9. Penanganan demam tifoid : tirah baring (istirahat), pemberian antibiotik
(kloramfenikol dan tiamfenikol), pemberian nurisi, pemberian cairan, pemberian obat
simptomatik (tergantung gejala, misalkan demam : untuk menurunkan demamnya
mengguanakan antipiretik).
10. Pencegahan demam tifoid :
Cuci tangan sebelum makan
Jajan tidak sembarangan
Menjaga kebersihan lingkungan, memperbaiki higiene perorangan
11. Salmonella cholerasuis, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi enteritidis
(Salmonella paratyphi A).
12. Pemeriksaan darah, kultur darah, uji tubex, uji widal, pemeriksaan IgA
(Immunoglobulin A) , mikroskopik, uji dipstick.
13. Mekanisme demam tifoid : kuman S. typhi melepaskan pirogen eksogen dimana S.
typhi akan masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi kemudian leukosit mensekresikan pirogen, dari pirogen tersebut
menstimulasi hipotalamus untuk melakukan proses inflamasi, fosfolipid diubah
menjadi asam arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2, oleh enzim COX asam
arakhidonat dibagi menjadi PGF2, PGD2, PGD E2. PGD E2 (Prostaglandin E2) inilah
yang akan mengakibatkan demam.

Hipotesis
Salmonella typhi berkembang dan menyerang tubuh manusia pada saat sore
menjelang malam, karena pada saat itulah aktivitas manusia mulai menurun. Gejala yang
timbul adalah somnolen yang dikarenakan dari infeksi Salmonella typhi, Bradikardia
2

yang disebabkan oleh penurunan tingkat kesadaran, dan typhoid tongue dikarenakan
Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui oral. Demam terjadi akibat kuman menginfeksi
tubuh. Setelah itu tubuh mempertahankan diri dengan mengfagosit kuman. Kuman
mengeluarkan senjata untuk melawan pertahanan tubuh yang menyebabkan dia lolos dan
menginfeksi lebih dalam. Akibat infeksi tersebut, hipotalamus bekerja merangsang
prostaglandin agar termoregulator menaikkan suhu tubuh untuk mengkompensasi.
Adapun penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik, penurunan panas, vitamin, diet
lunak, tirah baring, infus Ringer Asetat.

Sasaran Belajar
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam
LO. 1. 1 Definisi Demam
LO. 1. 2 Jenis Demam
LO. 1. 3 Mekanisme Demam
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica
LO. 2. 1 Morfologi dari Salmonella enterica
LO. 2. 2 Sifat dari Salmonella enterica
LO. 2. 3 Transmisi Salmonella enterica
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam tifoid
LO. 3. 1 Definisi dari demam tifoid
LO. 3. 2 Epidemiologi
LO. 3. 3 Patogenesis
LO. 3. 4 Pemeriksaan
3

LO. 3. 5 Penatalaksanaan
LO. 3. 6 Pencegahan
LO. 3. 7 Komplikasi
LO. 3. 8 Prognosis
LI. 4

Memahami dan Menjelaskan Antibiotik untuk Demam Tifoid


LO. 4. 1 Golongan antibiotik
LO. 4. 2 Farmakokinetik
LO. 4. 3 Farmakodinamik
LO. 4. 4 Kontra-indikasi
LO. 4. 5 Efek samping

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam


LO. 1. 1 Definisi Demam
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi
berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan
ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik
masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan
menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas
kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin
pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui.
Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi
oleh kenaikkan titik ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat
regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan
menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas.
Dimana suhu dapat diukur melalui axila dan oral mau pun rektal. Dalam
keadaaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5 derajat celcius ,suhu rektal
lebih tinggi dari pada suhu oral. Suhu tubuh mengikuti irama sirkadian,
suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.0018.00

Aksila : 34,7 - 37,3 ; 36,4 (demam : 37,4oC)


Sublingual : 35,5 37,5 ; 36,6 (demam: 37,6oC)
Rektal : 36,6-37,9 ; 37 (demam: 38oC)
Telinga : 35,7-37,5 : 36,6 (demam 37,6oC)

LO. 1. 2 Jenis Demam


1. 2. 1 Demam septik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada
pagi hari.
1. 2. 2 Demam hektik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada
pagi hari
2. 3 Demam remiten
Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu normal
1. 2. 4 Demam intermiten
Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari
1. 2. 5 Demam Kontinyu
Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
berbeda lebih dari satu derajat.
1. 2. 5 Demam Siklik
Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
5

diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.


1. 2. 6 Demam belum terdiagnosis
Suatu keadaan dimana pasien mengalami demam terus menerus selama
3 minggu dengan suhu bdan diatas 38,3 C dan tetap belum ditemukan
penyebabnya walaupun telah diteliti selam 1 minggu lebih menggunakan
sarana penunjang laboratorium dan penunjang medis lainnya.
Istilah yang digunakan antara lain febris et causa ignota, fever of
undertemined dan fever obscure origin (FUO). Penyebab FUO sesuai
golongan penyakitnya antara lain infeksi (40%), neoplasma (20%),
penyakit kolagen (20%), penyakit lain (10%). fever of uknown origin
(FUO) dapat dibagi 4 kelompok :
1. FUO Klasik
Penderita telah diperiksa di Rumah Sakit atau di klinik selama 3 hari
berturut turut tanpa dapat ditetapkan penyebab demam. Definisi lain
juga digunakan adalah demam untuk lebih dri 3 minggu dimana telah
diusahakan diagnostik non-invasif maupun invasif selama satu minggu
tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam.
2. FUO Nosokomial
Penderita pada permulaan dirawat tanpa ingeksi di Rumah Sakit dan
kemudian menderita menderita demam >38,3 C dan sudah diperiksa
secara intensif untuk mengetahui penyebab demam tanpa hasil yang
jelas.
3. FUO Neutropenik
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil <500 ul dengan
demam >38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3
hari tanpa hasil yang jelas.
4. FUO HIV
Penderita HIV yang menderita demam 38,3 C selama 4 minggu
pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau pada
penderita yang dirawat di RS yang mengalami demam lebih dari 3 hari
dn telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil uji yang jelas.
Sebelum meningkat ke pemeriksaan ultrasonografi, endoskopi atau
scanning, masih dapat dilakukan beberapa pemeriksaan uji coba darah.
Pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan atau sinar tembus
rutin.
Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis
denagn lebih pasti melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai.
Juga dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti angiografi,
aortografi, atau limfangiografi.

LO. 1. 3 Mekanisme Demam

Pirogen Endogen

Prostaglandin

Peningkatan Titik
Patokan Hipotalamus

Inisiasi Respon Dingin

Peningkatan Produksi
dan Penurunan
Pengeluaran Panas
Peningkatan Suhu tubuh
ke titik patokan baru =
demam

Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi


atau peradangan sebagai respons terhadap masuknya mikroba., sel-sel
fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen yang selain efek-efeknya dalam melawan infeksi,
bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan
thermostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang baru
dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Secara spesifik,
hipotalamus memicu mengigil agar produksi panas segera meningkat, dan
mendorong vasokontriksi kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas.
Kedua tindakan ini mendorong suhu naik dan menyebabkan terjadinya
7

demam.
LI. 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica
LO. 2. 1 Morfologi dari Salmonella enterica
Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram
bersifat negatif gram, ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-rata
2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob
dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-4 C (Suhu pertumbuhan optimum 37,5
C).
Memiliki antigen somatik yang serupa dengan antigen somatik (O)
kuman Enterobactericeae lainnya. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100
C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk terutama IgM. Antigen flagel
pada Salmonella enterica serotype typhi ini ditemukan dalam 2 fase : 1. Fase
spesifik, 2. Fase tidak spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan diatas 60
C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk bersifat IgG. Antigen Vi
adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian
luar dari badan kuman. Dapat dirusak dengan pemanasan 60 C selama 1
jam, pada penambahan fenol dan asam. Kuman yang memiliki antigen Vi
ternyata lebih ternyata lebih virulen baik terhadap binatang maupun
manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan kuman terhadap
bakteriofagadan dalam laboratorium sangat brguna untuk diagnosis cepat
kuman S. typhi yaitu dengan cara tes agglutination slide dengan Vi
antiserum.
LO. 2. 2 Sifat dari Salmonella enterica
a. Sebagian besar Salmonella enterica serotype typhi bersifat patogen pada
manusia dan merupakan sumber infeksi pada binatang. Binatang-binatang
itu antara lain tikus, unggas, anjing, dan kucing.
b. Di alam bebas Salmonella typhi dapat tahan hidup lama dalam air , tanah
atau pada bahan makanan. Di dalam feses diluar tubuh manusia tahan
hidup 1-2 bulan.
c. Pada Salmonella enterica serotype typhi bergerak positif, reaksi
fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil
negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin, deaminase, urease, Voges
Proskauer, reaksi fermentase terhadap sukrose, laktose, adonitol serta
tidak tumbuh dalam larutan KCN.
d. Sebagian besar isolat Salmonella enterica serotype typhi membentuk
sedikit H2S
e. Pada agar Salmonella Shigella (SS), Endo, EMB dan Mac-Conkey koloni
kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna, sedangkan pada agar
Wilson-Blair koloni kuman berwarna hitam.
LO. 2. 3 Transmisi Salmonella enterica
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan
basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, fakulatif anaerob, Kebanyakan strain meragikan glukosa, manosa dan
manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa
dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu
tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resisten terhadap agen
8

fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F)


selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat
hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat
bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan
kering dan bahan tinja.
Mikroorganisme dapat ditemukan pada tinja dan urin setelah 1
minggu demam (hari ke-8 demam). Jika penderita diobati dengan benar,
maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4.
Akan tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui
pemeriksaan kultur tinja, maka penderita dinyatakan sebagai carrier.
Seorang carrier biasanya berusia dewasa, sangat jarang terjadi pada
anak. Kuman Salmonella bersembunyi dalam kandung empedu orang
dewasa. Jika carrier tersebut mengonsumsi makanan berlemak, maka cairan
empedu akan dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan untuk mencerna
lemak, bersamaan dengan mikroorganisme (kuman Salmonella). Setelah itu,
cairan empedu dan mikroorganisme dibuang melalui tinja yang berpotensi
menjadi sumber penularan penyakit.
Prinsip penularan penyakit ini adalah melalui fekal-oral. Kuman
berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit
yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui air dan
makanan. Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
sangat bervariasi. Pernah dilaporkan di beberapa negara bahwa penularan
terjadi karena masyarakat mengonsumsi kerang-kerangan yang airnya
tercemar kuman. Kontaminasi dapat juga terjadi pada sayuran mentah dan
buah-buahan yang pohonnya dipupuk dengan kotoran manusia. Vektor
berupa serangga (antara lain lalat) juga berperan dalam penularan penyakit.
Kuman Salmonella dapat berkembang biak untuk mencapai kadar
infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan yang sudah dingin dan
dibiarkan di tempat terbuka merupakan media mikroorganisme yang lebih
disukai. Pemakaian air minum yang tercemar kuman secara massal sering
bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).
Selain penderita tifoid, sumber penularan utama berasal dari carrier.
Di daerah endemik, air yang tercemar merupakan penyebab uatama
penularan penyakit. Adapun di daerah non-endemik, makanan yang
terkontaminasi oleh carrier dianggap paling bertanggung jawab terhadap
penularan.
LI. 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam tifoid
LO. 3. 1 Definisi dari demam tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yangv biasanya
terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam.demam tifoid masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia.penyakit
ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah.di Indonesia,demam tifoid bersifat
endemic.penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa
perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian.
9

LO. 3. 2 Epidemiologi
Sejak awal abad ke-20, insiden demam tifoid meurun di USA dan
Eropa. Hal ini disebabkan karen ketersediaan air besrdih dan sistem
pembuangan yang baik, dan ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara
berkembang.
Insiden demam tifoid yang terbilang tinggi di wilayah Asia Tengah,
Asia Tenggara, Asia Selatan, kemungkinan Afrika Selatan (insiden >100
kasus per 100.000 kasus per tahun). Insiden demam tifoid yang tergolong
sedang (10-100 per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah Afrika,
Amerika latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru) serta yang
termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia
lainnya.
Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi
yang berusia 13-19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga
berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan
riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat
buang air besar dalam rumah.
Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI
tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke- 3 dari 10 pola
penyakit terbanyak pada pasien rawap inap di Rumah Sakit di Indonesia
(41.081 kasus)

LO. 3. 3 Patogenesis

10

LO. 3. 4 Pemeriksaan

Manusia terinfeksi oleh makanan yang terkontaminasi Salmonella typhi.


2 Setelah masuk dalam saluran pencernaan, usus halus rusak dan terjadi
peradangan oleh S.typhi.
3 S.typhi masuk ke kapiler darah dengan cara menembus dinding usus halus (dan
ke organ lain, sehingga terjadi komplikasi).
4 Substansi racun dikeluarkan oleh S.typhi dan mengganggu keseimbangan
tubuh
S.typhi berkembang biak di usus halus.
6 Feces manusia mengandung Salmonella typhi yang dapat hidup bermingguminggu atau berbulan-bulan di media air atau tanah.
Masuknya kuman Salmonella typhi ( S. typhi ) dan Salmonella
paratyphi ( S. paratyphi ) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas
hormonal mukosa ( Ig A ) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel- sel
epitel ( terutama sel-M ) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik ) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelia tubuh terutama hati
dan limfa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala-gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten kedalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag huperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan ( S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar Plague Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.
Proses petologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
11

serosa usus dan dapat mengakibatkan perporasi.


Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan dan gangguan organ lainnya.
LO. 3. 4 Pemeriksaan
Demam tifoid dan paratifoid kebanyakan ditunjukkan sebagai penyakit
mirip demam akut, dan diagnosis akurat bergantung pada pemeriksaan
laboratorium. Kultur sumsum tulang tetap menjadi tes diagnosis gold standar
untuk demam tifoid. Usaha usaha untuk mengembangkan metode serologi
sebagai tes diagnosis demam tifoid yang memperbaiki kekurangan dari tes
widal masih menghadapi keterbatasan substansial baik dalam hal sensitivitas
maupun spesifisitas. Pendekatan serologi kepada diagnosis S.paratyphi A, B,
dan C telah dikembangkan namun belum dievaluasi atau diadaptasi untuk
penggunaan di lapangan. Akibatnya, kultur darah, suatu metode yang kurang
sensitif daripada kultur sumsum tulang, seringkali menjadi pilihan pertama
dalam praktik untuk diagnosis dan evaluasi epidemiologi S.typhi dan
S.paratyphi. Namun, kebanyakan demam tifoid terjadi di negara
berpendapatan rendah dan menengah dimana kultur darah seringkali tidak
tersedia, tidak terjangkau, dan tidak konsisten diaplikasikan. Untuk
mengurangi kesenjangan pemahaman tentang insiden, komplikasi, dan tingkat
kasus fatal demam tifoid, maka dibutuhkan studi dengan populasi besar yang
menggunakan konfirmasi kultur darah.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar
jantung relatif lambat (bradikardia), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa
(hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru
(pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan
usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta
gagal ginjal.
Pemeriksaan penunjang/ pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis,
kimia klinik, imunorologi, mikrobiologi,dan biologi molekular. Pemeriksaan
ini ditujukan untuk menegakkan diagnosis (bahkan menjadi penentu
diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit,dan hasil
pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi pendarahan


usus atau perforasi

Hitung leukosit rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau


tinggi

Hitung jenis leukosit: neutropenia dengan limfositosis relatif

LED (laju endap darah): meningkat


12

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)

Urinalis

Protein: bervariasi dari negatif sampai yang positif (akibat demam)

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi


gejala lainnya

Kimia klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan adanya gambaran


peradangan samapaihepatitis akut.

Imunorologi

Uji WidalPemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya


antibody (didalamdarah) terhadap antigen kuman

Salmonella typhi/paratyphi. Sebagai uji cepat (rapidtest) hasilnya dapat


segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanyaaglutinasi.
Karena itu antibody jenis ini dikenal sebagai

Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor


sehingga dapat memberikan hasil postif palsu atau negatif palsu. Hasil
positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah
mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanyafaktorrheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan
oelh karena antara lain penderita sudah mendapatkan antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1minggu sakit, keadaan umum pasien
yang buruk, dan adanya jamur imunologik lain.Diagnosis demam
tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan
mungkinsekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat
penyakit demam tifoid iniendemis di Indonesia. Titer O setelah akhir
minggu.

Elisa Salmonella typhi/paratyphi IgG dan IgM pemeriksaan ini


merupakan uji imunologik yang dianggap lebih sensitif dan
spesifik dibandingkan dengan uji Widal untuk mendeteksi demam
tifoid/paratifoid diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan 1/ bila
igM positif menandakan infeksi akut, 2/ jika igG positif menandakan
pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ biakan empedu) Uji ini merupakan baku emas
(gold standard) untuk pemeriksaan demam tifoid/paratifoid. Interpretasi
hasil : jika hasil positif maka diagnosis positif untuk demam
tifoid/paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu demam tifoid
/paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu antara lain :
a. Jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL
13

b. Darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall


(darahdibiarkan membeku dalam spult sehingga kuman
terperangkap di dalam bekuan)
c. Saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama
sakit
d. Sudah mendapatkan antibiotika
e. Sudah mendapatkan vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena
perlu waktu pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari,
bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan
spesimen yangdigunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk
stadium lanjut/ carrier digunakanurin dan tinja.
Biologi molecular PCR ( Polymerase Chain Reaction)
Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini dilakukan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasikan dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) sertas kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa
darah,urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
LO. 3. 5 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid,
yaitu :
1. Istirahat dan Perawatan
Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan,
tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
2. Diet dan Terapi Penunjang ( Simtomatik dan Suportif)
Dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara
optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan
proses penyembuhan menjadi lama.
3. Pemberian Antimikroba / Antibiotik
Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.
LO. 3. 6 Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan
perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan
pencegahan tersier.
a.
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin
14

yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia


telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
1. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul
yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan.
Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,
sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin
yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in
activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12
tahun 0,25 ml dan anak 1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis
dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala,
lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin
diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan
anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik,
orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas
laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,
memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan
sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun,
peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara
yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal
pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan
sanitasi lingkungan.
b.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara
mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang
cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit
demam tifoid, yaitu :
Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala
kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang
sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam
tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam
beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling
spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur
darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis
setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.
Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil
yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil
kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25%
berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam
tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan
kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi
15

dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

Diagnosis serologik
Pencegahan sekunder dapat berupa :
Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan
usaha surveilans demam tifoid.
Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas
sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang
ada fasilitas perawatan. Penderita yang dirawat harus tirah baring
dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan
dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila
penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Nutrisi pada penderita
demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita harus
mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan
harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan
diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak,
tim dan nasi biasa.
Pemberian anti mikroba (antibiotik)
Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah
dibuat. Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan
efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu
pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier
dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus
prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat
yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau
amoksilin.
c. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi
terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah
tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan
vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi
Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin
O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer
aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang Universitas
16

Sumatera Utara waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin


empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis
demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi
atau pernah menderita infeksi
c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :


1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita
a. Keadaan umum gizi penderita
Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita
mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya
pada minggu kelima atau keenam sakit.
c. Pengobatan dini dengan antibiotik
Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
d. Penyakit-penyakit tertentu
Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak
terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia
dan karsinoma lanjut.
e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat
menghambat pembentukan antibodi.
f. Vaksinasi
Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan
H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H
pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya
Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun
titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat
dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.
2. Faktor-faktor teknis
a. Aglutinasi silang
Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen
O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies
dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh
karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat
ditentukan dengan uji widal.
b. Konsentrasi suspensi antigen
Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan
mempengaruhi hasilnya.
c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen
17

d.

Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain Salmonella setempat


lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain.
Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella
typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang
dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak
dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi.
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen
klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan
diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi
dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.
e. Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari
penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,
sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi
ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu
dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk
mengetahui kuman masih ada atau tidak.

LO. 3. 7 Komplikasi
3. 7. 1 Komplikasi Internal
Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk
tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu
usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain
karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor.
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan
bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kg BB/jam dengan
faktor hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan
terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32 %, bahkan ada
yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang dberikan
tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka
tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

Perforasi Usus
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk
18

mengobati S. typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang


bersifat fakultatif dan anaerobik. Umumnya diberika spektrum
luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena.
Untuk
kontaminasi
usus
dapat
diberikan
gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah
yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang
nasogastrik tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat
kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.
3. 7. 2 Komplikasi Eksternal
Komplikasi Hematologi
Koplikasi hemtologik berupa trobsitopenia hipofibrinogenemia, peningkatan prothrombin time , peningkatan fibrin
degradation products sampai koagulasi intravaskular
diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien
demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini
mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di
sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya
destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat obatan
juga bisa dapat menyebabkan penurunan trombosit.

Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada
50% kasus denagan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai
pada S. typhi dan S. paratyphi. Untuk membedakan apakah
hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka
perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan
bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan
enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum
bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena
virus). Hepatitis tifosa dapat dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat
jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

Pankreatitis Tifosa
Komplikasi yang biasa dijumpai pada demam tifoid.
Pankreatitis sendiri dapat disebabkan mediator pro-inflamasi,
virus, bakteri, cacing, maupn zat-zat farmakologik. Pemeriksaan
enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi /CT-san dapat
membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.
Penatalaksaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan
pankreatitis pada umunya, antibiotik yang diberikan adalah
antibiotik intravena seperti seftriakson atau kuinolon.

Miokarditis
Tejadi pda 1-5% penderita demam tifoid sedangkan kelainan
elektokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien
dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau
dapat berupa keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif,
19

aritmia, atau syok kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat


jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi yang menetap
disertai aritmiamempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini
disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S. typhi dan
miokarditis sering sebagai penyebab kematian. Biasanya
dijumpai pada pasien yang sakit berat pada infeksi keadaan
akut.

Manifestasi Neuropsikiatrik/ Toksik Tifoid


Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan
atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, Parkinson rigidity/
transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus
generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania akut,
hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer,
sindrom Guillian-Barre, dan psikosis.
Gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa
gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut,
apatis, delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan atau tanpa
disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan
cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis sepertiini
oleh beberapa peneliti disebut sebagai toksik tifoid, sedangkan
penulis lainnya menyebut dengan demam tifoid berat, demam
tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia.
Semua kasus toksis tifoid, dianggap sebagai demam tifoid,
langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x
500 mg ditambah ampisilin gram 4 x 1 gram dan deksametason
3 x 5 mg.

LO. 3. 8 Prognosis
Prognosis pada deman tifoid tergantung kepada terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara
berkembang ,mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,
perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan
pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps
dapat timbul beberapa kali.Individu yang mengeluarkan Salmonella typhi >
3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi carrier kronis. Resiko menjadi
carrier rendah pada anak-anak dan meningkat sesuai usia. Carrier kronik
terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit truktus
bilaris lebih tinggi pada carrier kronis dibanding dengan populasi umum.
Walaupun carrier urin kronis juga dapat terjadi,hal ini jarang terjadi dan
dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Antibiotik untuk Demam Tifoid
LO. 4. 1 Golongan antibiotik
4. 1. 1 Golongan Antibiotik Kloramfenikol
Antibiotika Golongan Kloramfenikol bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri yang diisolasikan pertama kali pada tahun
20

1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol mempunyai daya


antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan
cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat
menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Efek antimikroba dalam
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai
katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis
protein kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama
terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan
mekanisme kerja Kloramfenikol. Kloramfenikol digunakan untuk
mengatasi H.influenzae dan S. thypi karena bersifat toksik terhadap
sumsum tulang.
Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari dapat diberikan peroral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini
tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
4. 1. 2 Golongan Antibiotik Fluorokuinolon
Antibiotika Golongan Kuinolon bekerja dengan menghambat satu
atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan
transkripsi DNA bakteri. Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika
golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Penggunaan
obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih saja.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan
atom Fluor pada cincin Kuinolon (karena itu dinamakan juga
Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan
daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki
penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk
golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin,
Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin,
Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.
1. Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
2. Siproflokasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
3. Ofloksasin dosis 2 x 400 mg /hari selama 7 hari
4. Pefoksasin dosis 400 mg /hari selama 7 hari
5. Fleroksasin dosis 400 mg /hari selama 7 hari
6. Levofloksasin dosis 1 x 500 mg/ hari selama 5 hari
4. 1. 3 Golongan Antibiotik Sefalosforin
Antibiotika Golongan Sefalosforin bekerja dengan menghambat
sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel
bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika betalaktam. Seperti
antibiotik betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin
ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat
adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Sefalosporin yang aktif terhadap kuman gram
positif diantaranya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, serta sefradin.
Kelompok yang aktif terhadap kuman gram negative seperti sefaklor,
sefamandol, mokasalatam, sefotaksim, dan sefoksitin.
Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti
21

efektif untuk demam tifoid adaah seftriakson, dosis yang dianjurkan


adalah antara 3-4 gram dalam desktrosa 100 cc diberikan selama 1,5 jam
per infus sekali sehari diberikan selama 3 hingga 5 hari.
4. 1. 4 Kotrimoksasol
Trimetoprim dan Sulfametoksasol menghambat reaksi enzimatis
obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi
kedua obat memberikan efek sinergi. Penemuan sediaan kombinasi ini
merupakan kemajuan penting dalam usaha meningkatkan efektivitas
klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama
kotrimoksasol.
Kotrimoksasol efektif untuk karier Salmonella typhi dan Salmonella
spesies lain. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan
untukkasus yang resisten terhadap kloramfenikol, penyerapan di usus
cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih
kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin
rash (1-15%), sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia,
anemia megaloblastik, hemolisis eritrosit terutama pada penderita
defisisensi G6PD. Dosis oral yang dianjurkan adalah 30-40 mg/kgBB/hari
untuk sulfametoksasol dan 6-8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim,
diberikan dalam 2 kali pemberian, selama 10-14 hari
4. 1. 5 Ampisilin dan Amoksisilin
Ampisilin memiliki aktivitas spektrum luas terhadap bakteri gram
negatif seperti E. coli dan Salmonella. Aktivitas amoksisilin hampir
samadengan ampisilin tetapi resorpsinya lebih lengkap dan pesat dengan
kadardi dalam darah yang mencapai dua kali lipat.
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yng dianjurkan berkisar 50-100
mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu.
LO. 4. 2 Farmakokinetik
4. 2. 1 Kloramfenikol
Setelah pemberian oral, Kloramfenikol diserap dengan cepat.
Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya
di berikan bentuk ester kloramfenikol palmitat/stearate yang rasanya
tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan
membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara parental,
digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam
jaringan dan membebaskan kloramfenikol
4. 2. 2 Fluorokuinolon
Asam nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi di
ekskresi dengan cepat melalui ginjal. Obat ini tidak bermandaan untuk
infeksi sistemik. Fluorokuinolon di serap lebih baik melalui saluran
cerna dibandingkan dengan asam nalidiksat. Ofloksasin, levoflosasin,
gatifloksasin dan moksifloksasin adalah fluorokuinolon yang diserap
baik sekali pada pemberian oral.
4. 2. 3 Kotrimeksazol
Rasio kadar sulfametoksazol dan trimethoprim yang ingin
22

dicapai dalam darah yaitu sekitar 20:1. Trimethoprim cepat di


distribusi ke dalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada protein
plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi
trimethoprim hamper 9X lebih besar daripada sulfametoksazol. Obat
masuk ke CSS dan saliva dengan mudah. Masing-maing komponen
juga ditemukan dalam kadar tinggi dalam empedu. Kira-kira 65%
sulfametoksazol terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimethoprim
dan 25-50% sulfametoksazol di ekskresi melalui urin dalam 24 jam
setelah pemberian 2/3 dari sulfonamide tidak mengalami konjugasi
4.

LO. 4. 3 Farmakodinamik
3. 1 Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein
sel mikroba.Sintesis protein berlangsung di ribosom.Pada bakteri
ribosom terdiri dari 2 unit,yaitu ribosom 3OS dan 5OS. Kedua unit ini
bersatu menjadi ribosom 7OS yang akan berperan dalam sintesis
protein, Kloramfenikol terikat pada ribosom unit 5OS dan
menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida
oleh enzim peptidil transferase.
4. 3. 2 Ampicillin
Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran
dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi
kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan
keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya
mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri
gram negatif.
4. 3. 3 Flourokuinolon
Antibiotik flourokuinolon memasuki sel dengan difusi pasif pada
membran luar bakteri melalui kanal protein terisi air. Bekerja dengan
cara menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu
kerja DNA girase selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.
4. 3. 4 Kotrimoksazol
Berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi
enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamid
menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekulasam folat.
Trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari hidrofolat
menjadi tetrahidrofolat
LO. 4. 4 Kontra-indikasi
4. 4. 1 Kloramfenikol dan Tiamfenikol
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke- 3 kehamilan
karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur, kematian fetus
intrauterin, dan sindrom grey pada neonatus.
Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan
karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia
23

belum dapat disingkirkan.


Pada Ibu hamil yang menderita demam tifoid dianjukan diberikan
obat antibiotik berupa ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson. Pada
anak biasanya diberikan ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang
rasanya tidak pahit.
4. 4. 2 Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon
Ciprofloksasin tidak boleh diberikan pada pasien yang pernah
mengalami alergi terhadap antibiotik ini. Penggunaan ciprofloksasin
juga perlu diawasi pada pasien usia lanjut atau pasien dengan
transplantasi ginjal, jantung, dan paru-paru karena dapat menimbulkan
komplikasi rusaknya jaringan penghubung tulang-otot. Penggunaan
pada wanita hamil juga perlu diawasi karena dapat menimbulkan
kecacatan pada janin.
LO. 4. 5 Efek samping

4. 5. 1 Efek samping antibiotik Kloramfenikol dan Tiamfenikol


a. Reaksi Hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk, yaitu :
Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila
pengobatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat adalah
anemia, retikulositopenia, peningkatan serum iron dan iron binding
capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. Reaksi ini terlihat
bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 g/mL.
2.
Anemia aplastik dengan pansitopenia yang ireversibel dan
memiliki prognosis sangat buruk. Timbulnya tidak tergantung dari
besarnya dosis atau lamanya pengobtan. Insidens berkisar antara
1:24.000 50.000. Efek samping ini diduga merupakan reaksi
idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh adanya kelainan
genetik.
b. Reaksi Saluran Cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan
enterokolitis.
1.

c. Sindrom Gray
Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis
tingi (200 mg/kgBB) dapat menimbulkan Sindrom Gray, biasanya
antara hari ke 2-9 masa terapi, rata-rata hari ke-4. Mula-mula bayi
muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan tidak teratur,
perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan
bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya, tubuh bayi lemas
dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia.

24

Efek toksik ini diduga disebabkan oleh :


1. Sistem konjugasi oleh enzim glukuronil transferase belum
sempurna, dan
2. Kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi
dengan baik oleh ginjal. Maka, untuk mengurangi efek samping
tersebut, dosis Kloramfenikol untuk bayi yang umurnya kurang
dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25 mg/kg BB sehari dan yang
berumur lebih dari 1 bulan dosisnya 50 mg/kg BB. Interaksi Obat
Kloramfenikol adalah penghambat yang poten dari sitokrom P450
isoform CYP2C19 dan CYP3A4 pada manusia, sehingga dapat
memperpanjang masa paruh eliminasi fenitoin, tolbutamid,
klorpropamid dan warfarin.
4. 5. 2 Efek samping antibiotik golongan Kuinolon dan Fluorokuinolon
a. Saluran cerna
Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan
golongan kuinolon (prevalensi sekitar 3-17%) dan bermanifestasi
dalam bentuk mual, muntah, rasa tidak enak di perut.
b. Susunan saraf pusat
Yang paling sering dijumpai adalah sakit kepala dan
pusing. Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang dan
delirium.
c. Hepatotoksisitas
Efek samping ini jarang dijumpai namun kematian akibat
hepatotoksisitas yang berat pernah terjadi akibat penggunaan
trofafloksasin. Karena itu obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi.
d. Kardiotoksisitas
Beberapa fluorokuinolon antara lain sparfloksasin dan
grepafloksasin (kedua obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi)
dapat memperpanjang QTc (corrected QT interval). Pemanjangan
interval QTc ini disebabkan karena obat-obat ini menutup kanal
kalium yang disebut HERG pada miosit yang menyebabkan
terjadinya akumulasi kalium dalam miosit. Akibat terjadi aritmia
ventrikel yang dikenal dengan natorsades de pointes. Beberapa
kuinolon berupa antara lain moksifloksasin juga dapat sedikit
memperpanjang QTc interval dan tidak berbahaya secara klinis.
Namun bila obat ini diberikan bersama obat yang yang juga
memperpanjang QTc interval (misalnya terfenadin, sisaprid, dll)
maka akan timbul aritmia ventrikel yang serius.
e. Disglikemia
Gatifloksasin baru-baru ini dilaporkan dapat menimbulkan
hiper atau hipoglikemia, khususnya pada pasien berusia lanjut.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien diabetes mellitus.
f. Fotoksisitas
Kinafloksasin (tidak dipasarkan lagi) dan sparfloksasin
adalah fluorokuinolon yang relatif sering menimbulkan
fotoksisitas.

25

Daftar Pustaka
Herry, H. Buku Ajar Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis. FKUNPAD : Bandung.
Gan Gunawan S, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI : Jakarta.
Katzung, E.G. (1997). Obat-Obat Kemoterapeutik, dalam Farmakologi Dasar & Klinik. EGC
: Jakarta
Myck, Marry J, 1999. Farmakologi ulasan bergambar. Widya Medica : Jakarta.
Sherwood Lauralee. (2007) Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC : Jakarta
Setiadi Siti, dkk. 2014.
Publishing : Jakarta

Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam

Jilid

I. Edisi 6.

Interna

Sudoyo A.W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. FKUI : Jakarta
Syahrurahman Agus, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa aksara :
Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai