PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan
oleh
bakteri
(meningitis
tuberkulosa),
virus
(meningitis
Meningitis
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Meningitis Purulenta
a. Definisi
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater, disebabkan
oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan
kronis. Meningitis bakterial akut selalu bersifat purulenta. Bakteri yang dapat
membangkitkan meningitis akut banyak sekali.1,2,3
Pada umumnya meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari
septikemia. Pada meningitis meningokokus, prodromnya ialah infeksi nasofarings,
oleh karena invasi dan multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring. Baik
meningokokus, maupun hemofilus influenza dan pneumokokus dapat menjadi
kausa dari otitis media. Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari otitis
media akibat infeksi kuman-kuman tersebut.2
b. Etiologi
Kebanyakan kasus meningitis bakterial disebabkan oleh infeksi meningen
oleh satu dari tiga organisme berikut :4
- Neisseria meningitidis (meningokokus)
- Haemophilus influenza (tipe b) (jarang terjadi setelah vaksinisasi)
- Streptococcus pneumonia (pneumokokus).
Organisme lainnya, terutama Mycobacterium tuberculosis, dapat
ditemukan
pada
kelompok
berisiko
yang
spesifik,
misalnya
pasien
menampakkan
resistensi
terhadap
cotrimoxazole,
tetrasiklin,
ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi
saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi
umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7 hari. Faktor resiko
meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat
tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid,
perokok aktif dan pasif. Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan
puncak insidensi tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau
petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya memberi
gambaran normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi
pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi,
shock, netropenia, petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC,
asidosis, adanya bakteri dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi.1,6
HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya
bervariasi dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis
umumnya terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 8090% kasus terjadi pada anak-anak usia 1 bulan-3 tahun. Menjelang usia 3 tahun,
banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi
secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek
protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung, droplet
infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari.
Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal
penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap
ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus
menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat
menurunkan morbiditas dan sekuelae.1,6
Listeria monocytogenes. Bakteri ini menyebabkan meningitis pada
neonatus dan anak-anak immunocompromised. Patogen ini sering dihubungkan
dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi (susu dan keju). Kebanyakan
kasus disebabkan oleh serotipe Ia, Ib, IVb. Gejala pada penderita dengan Listerial
meningitis cenderung tersamar dan diagnosis sering terlambat ditegakkan. Pada
Meningitis
pemeriksaan
laboratorium,
patogen
ini
sering
disalahartikan
sebagai
c. Epidemiologi
Di negara maju, insidensi meningitis bakterial adalah 5-10 per 100.000 per
tahun.4
Tiga organisme umum yang memiliki pola kejadian khusus :4
- Meningitis meningokokal yang dapat terjadi pada epidemi
- Haemophilus influenzae umumnya mengenai anak di bawah usia 5 tahun
- Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan juga
berhubungan dengan alkoholisme dan splenektomi. Infeksi dapat menyebar
ke mengingen dari struktur yang berdekatan (telinga, nasofaring) atau dari
paru-paru melalui aliran darah.
Berdasarkan grafik dari Centers for Diseases Control and Prevention 2003,
kasus meningitis terbanyak pada usia 15-24 tahun (20,4%). Pada anak usia 1-4
tahun sebanyak 13,8%, usia kurang dari 1 tahun sebanyak 11,9%. Sebelum
penggunaan Vaksin HIB secara luas, insidensi sekitar 20.000-30.000 kasus/tahun.
Sedangkan Neisseria meningitidis meningitis kurang lebih 4 kasus/100.000 anak
usia 1-23 bulan. Rata-rata kasus Streptococcus pneumoniae meningitis adalah
6,5/100.000 anak usia 1-23 bulan. Insidensi meningitis pada neonatus adalah 0,251 kasus/1000 kelahiran hidup. Pada kelahiran aterm, insidensinya adalah 0,15
kasus/1000 kelahiran aterm sedangkan pada kelahiran preterm adalah 2,5
kasus/1000 kelahiran preterm. Kurang lebih 30% kasus sepsis neonatorum
berhubungan dengan meningitis bakterial. 6
Sebelum ditemukannya antimikroba, mortalitas akibat meningitis bakterial
cukup tinggi. Dengan adanya terapi antimikroba, mortalitas menurun tapi masih
tetap dikhawatirkan tinggi. 19-26% mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh
Sterptococcus pneumoniae, 3-6% oleh Haemophilus influenzae, 3-13% oleh
Meningitis
d. Patofisiologi
Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada
inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan,
saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan
menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik,
imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf
pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah
(bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang
merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak
langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma,
inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah,
bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun (misalnya: antibodi,
fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran
hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP. 1
Lapisan-lapisan selaput otak Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai
penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba
di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah
sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan
merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran
Meningitis
Meningitis
dan
hypoglycorrhachia.
Hypoglycorrhachia
merupakan
hasil
dari
menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak
ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun
permanen. Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi
penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema
interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat
pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik
(peningkatan permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya
midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum.
Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum.
Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek
postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi
dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas
atau henti jantung.1
e. Gambaran Klinis
Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk,
kesadaran menurun. Tanda-tanda patognomonik yang memberikan pengarahan
kepada jenis bakteri yang bersangkutan dapat ditemukan dalam bentuk :2,3
a. ptekie dan purpura adalah khas untuk infeksi meningokokus
b. eksantema adalah indikatif untuk pneumokokus dan H.influenza
c. artritis dan artralgia sering mengiringi infeksi meningokokus dan H. Influenza
d. otitis media yang hilang timbul dengan banyak mengeluarkan eksudat
menunjuk pada infeksi penumokokus
e. hemoragi pada kulit yang cepat timbul dan berkombinasi dengan keadaan
shock adalah indikatif untuk septikemia meningokokus.
Tanda lokalisatorik yang khas untuk meningitis purulenta ialah kaku
kuduk dan likuor yang memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :2
a.
b.
c.
d.
Meningitis
f. Diagnosis
Anamnesis
Pada meningitis purulenta suhu badan meninggi, umumnya terdapat nyeri
kepala hebat disertai nyeri dan kekakuan pada leher dan punggung, muntah, serta
fotofobia. Kecepatan onset nyeri kepala cukup cepat (menit hingga jam),
walaupun umumnya tidak mendadak seperti perdarahan subarakhnoid. Pasien
dapat mengalami penurunan kesadaran dan kejang, mungkin nadi mula-mula
melambat kemudian menjadi cepat, seringkali tidak teratur. Kesadaran menurun
dapat hingga koma. Pada meningitis meningokk dapat timbul petekhie pada
kulit.4,5
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan neurologis, selain tanda-tanda perangsangan meninges
dapat dijumpai paralisis nervi kraniales, mungkin pula pada anggota badan.
Mungkin terjadi hemiplegi sehingga menjadi diagnosis diferensial gangguan
peredaran darah otak.5
Tanda-tanda neurologis meliputi :4
- Meningismus : bukti iritasi meningen kaku kuduk saat leher difleksikan,
-
dan terjadilah iritasi meningeal atau rangsang selaput otak. Rangsangan selaput
otak dapat memberikan beberapa gejala, diantaranya :7
- Kaku kuduk (nucheal (neck) rigidity)
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan
rangsang selaput otak. Jarang mendiagnosis meningitis tanpa adanya gejala
ini.
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan hal berikut : tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring.
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada. Selama penekukan i8ni diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku
Meningitis
kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan
yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
-
Tanda Laseque
Untuk pemeriksaan ini dilakukan hal berikut : pasien yang sedang
berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai
diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya. Tungkai
yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada
keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa
sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita
mencapai 70 derajat, maka disebut tanda Laseque positif. Namun demikian,
pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat. Tanda
Laseque positif dijumpai pada kelainan berikut : rangsang selaput otak,
isialgia, dan iritasi pleksus lumbosakral (misalnya hernia nukleus pulposus
lumbalis).
Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini, penderita yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan
tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini,
maka dikatakan bahwa tanda kernig positif terjadi pada kelainan rangsang
selaput otak, dan iritasi akan lumbosakral atau pleksusnya (misalnya pada
HNP-lumbal). Pada meningitis tandanya biasanya positif bilateral, sedangkan
pada HNP-lumbal dapat unilateral.
Tanda brudzinski I
Untuk memeriksa tanda ini dilakukan hal berikut : dengan tangan yang
ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan
kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
Meningitis
10
Bila tanda brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua
tungkai. Sebelumnya perlu diperhatikan apakah tungkainya tidak lumpuh.
Sebab jika lumpuh, tentulah tungkai tidak akan difleksikan.
-
Tanda Brudzinski II
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada
persendian panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut
tanda brudzinski II positif. Sebagaimana halnya dalam memeriksa adanya
tanda brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu apakah terdapat
kelumpuhan pada tungkai.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah :
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung jenis
leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
kultur. Peda meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Pemeriksaan koagulasi (koagulasi
intravaskular diseminata). Elektrolit (hiponatremia). Kultur darah (dapat
positif walaupun cairan serebrospinal steril).3,4
2. Cairan serebrospinalis
Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi bakteri dari LCS dengan
metode lumbal punksi. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil
pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah
yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati
dan bakteri. Jumlah sel dapat mencapai beribu-ribu per mm3. Sebagain besar
terdiri atas leukosit polimorfonuklear. Pada yang berat dijumpai nanah. Kadar
protein tinggi, hingga melebihi 500 mg%. Kadar glukose menurun (kurang
dari setengah konsentrasi glukosa dalam darah, tetapi seringkali tidak
terdeteksi). Peningkatan tekanan cairan serebrospinal. Jangan lupakan
pemeriksaan mikrobiologis untuk menentukan kausa meningitis. Pemeriksaan
lumbal punksi pada penderita dengan perjalanan penyakit yang fulminan dan
memiliki respon imun yang lemah kadang-kadang tidak menunjukkan
perubahan kimiawi dan sitologis LCS.1,3,4,5
Meningitis
11
Abses otak
Meningitis
12
Tumor otak
Vaskulitis SSP
Lead encephalopathy
Meningitis fungal
Meningitis tuberculosis
Tuberculoma
Stroke
Encephalitis
h. Komplikasi
Komplikasi
akut
meningitis
adalah
kejang,
pembentukan
abses,
hidrosefalus, sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai, dan syok septik.
Manifestasi berat syok septik dengan koagulasi intravaskular diseminata dan
perdarahan adrenal adalah komplikasi meningitis meningokokal (sindroma WateHouse-Friderichsen). Komplikasi penyakit mengingokokal lainnya adalah artritis,
baik artritis septik atau diperantarai kompleks imun.4
Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi
tergantung etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat
berskala jangka panjang sangat penting untuk mendeteksi sekuelae. Sekuelae pada
SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia otot, ataxia,
kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus nonkomunikan, atropi serebral. Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak.
Pemberian dini dexamethasone dapat mengurangi komplikasi audiologis pada
HIB meningitis. Gangguan pendengaran berat dapat menganggu perkembangan
bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan pemantauan perkembangan
dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika ditemukan sekuelae
motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi untuk
menghindari kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik. 1
i. Penatalaksanaan
Meningitis bakterial dapat menjadi fatal dalam hitungan jam, sehingga
penting dilakukan diagnosis dini dan tata laksana dengan antibiotik intravena
dosis tinggi yang sesuai. Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai
perawatan intensif suportif untuk membantu pasien melaui masa kritis. Sementara
menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut :3,4
Meningitis
13
demam
(14
hari
untuk
infeksi
pneumokokus).
Pemberian
14
Berikan sefotaksim atau seftriakson 6-12 gram intravena. Bila pasien alergi
terhadap penisilin: Vankomisin 2 gram intravena per hari dalam dosis terbagi.
5. Bila etiologi tidak diketahui
Pada orang dewasa berikan ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis
terbagi dikombinasi dengan kloramfenikol 4 gram per hari intravena. Pada
anak ampisilin 400 mg/kgBB ditambah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari
intravena. Pada neonatus ampisilin 100-200 mg/kgBB disertai gentamisin 5
mg/kgBB perhari.
Terapi umum lainnya meliputi : tirah baring, analgesik, antipiretik,
antikonvulsan untuk kejang, dan terapi suportif untuk koma, syok, peningkatan
tekanan intrakranial, gangguan elektrolit dan gangguan perdarahan. Semakin
banyak bukti menunjukkan bahwa terapi awal kortikosteroid intravena dosis
tinggi dengan antibiotik akan memperbaiki morbiditas dan mortalitas pada
meningitis bakterial.4
Lama pengobatan rata-ratanya sepuluh hari. Selama perawatam sepuluh
hari ini, dosis obat dapat dikurangi sesuai dengan keadaan. Setelah sepuluh hari
ini mobilisasi dapat dimulai secara berangsur. Bila ketika mobilisasi telah dimulai
suhu badan naik lagi, pengobatan dilanjutkan hingga keadaan membaik lagi.
Mobilisasi ditunda kurang lebih seminggu.5
Bila kesadaran menurun, perawatan yang diterapkan ialah perawatan
dalam keadaan koma. Tak jarang meningitis purulenta terjadi sebagai komplikasi
radang telinga tengah. Dalam hal ini perawatan infeksi telinga perlu dilakukan.
Nanah harus bisa keluar dari liang telinga hingga tidak tertimbun di dalam. Liang
telinga luar harus tetap terbuka dan tidak tersumbat.5
j. Pencegahan
Pencegahan dibagi 2 cara yaitu dengan kemoprofilaksis dan imunisasi.
- Kemoprofilaksis untuk N.meningitidis meningitis Semua individu yang
tinggal serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan penderita perlu
diberi kemoprofilaksis. Karena peningkatan resistensi terhadap sulfonamid
maka obat pilihannya adalah rifampin, ceftriaxone, ciprofloxacin. Sulfonamid
digunakan sebagai profilaksis pada keadaan tertentu di mana patogen tersebut
masih sensitif. Bahkan setelah kemoprofilaksis adekuat, kasus sekunder dapat
terjadi sehingga orang yang kontak dengan penderita harus segera mencari
pertolongan medik saat timbul gejala pertama kali. Dosis rifampin 600 mg
Meningitis
15
k. Prognosis
Mortalitas meningitis bakterial akut kira-kira 10% dari keseluruhan lebih
tinggi pada infeksi Streptococcus pneumoniae. Penyakit pneumokokus juga lebih
sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti
hidrosefalus, palsi nervus kranialis, defisit visual dan motorik, serta epilepsi. Anak
Meningitis
16
dengan
penurunan
kesadaran
memiliki
resiko
tinggi
mendapatkan sekuelae atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode
meningitis merupakan faktor resiko adanya sekuelae neurologis atau mortalitas.
Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae, L. monocytogenes dan basil
gram negatif memiliki case fatality rate lebih tinggi daripada meningitis oleh
bakteri lain. Prognosis meningitis yang disebabkan oleh patogen oportunistik juga
bergantung pada daya tahan tubuh inang.1
2.2
Meningitis Serosa
Meningitis serosa terjadi apabila pada penderita terdapat gambaran klinis
oleh
bakteri
(meningitis
tuberkulosa),
virus
(meningitis
Meningitis Tuberkulosa
a. Definisi
Meningitis tuberkulosa adalah radang selaput otak akibat komplikasi
tuberkulosis primer. Secara histologik meningitis tuberkulosa merupaan meningoensefalitis (tuberkulosa) di mana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan
saraf pusat.8
b. Penyebab
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa jenis
hominis, jarang oleh jenis bovinum atau aves.8
c. Faktor resiko
Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio
ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, perumahan
tidak memnuhi syarat kesehatan minimal hidup dan tinggal atau tidur berdesakan,
Meningitis
17
kekurangan gizi, higiene yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau tidak
mendapat fasilitas imunisasi dsb.8
Meningitis tuberkulosa dapat terjadi pada setiap umur terutama pada anak
antara 6 bulan sampai 5 tahun, jarang terdapat di bawah umum 6 bulan kecuali
apabila angka kejadian tuberkulosis sangat tinggi. Paling sering terjadi di bawah
umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai 15 bulan.8
d. Patofisiologi
Meningitis tuberulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis
primer di luar otak. Fokus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada
kelenjar getah bening, tulang, sinus naseales, traktus gastro-intestinalis, ginjal,
dsb. Dengan demikian meningitis tuberkulosa terjadi sebagai omplikasi
penyebaran tuberkulosis paru-paru.8
Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput
otak oleh penyebaran hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel
kecil (beberapa milimeter sampai 1 sentimeter), berwarna putih. Terdapat pada
permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belaang, tulang. Tuberkel tadi
kemudian melunak, pecah dan masuk ke dalam ruang subarakhnoid dan
ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difus. Secara miroskopik tuberkeltuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-tuberkel di bagian lain dari
kulit dimana terdapat pengijuan sentral dan dikelilingi oleh sel-sel raksasa,
limfosit, sel-sel plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup atau
kapsul.2,5,8
Penyebaran dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan
organ atau jaringan didekat selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus
kavernosus atau spondilitis. Penyebaran kuman dalam ruang subarakhnoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan arahknoid, css, ruang subarakhnoid dan
ventrikulus.5,
Akibat reaksi radang ini adalah terbentuknya eksudat ental, serofibrinosa
dan gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel
mononuklear, limfosit sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblas. Eksudat ini
Meningitis
18
tidak terbatas di dalam ruang subarakhnoid saja, tetapi terutama terkumpul didasar
tengkorak. Eksudat juga menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia dan
menyerang jaringan otak dibawahnya, sehingga proses sebenarnya adalah
meningo-ensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat duktus sylvii, foramen
magendi, foramen luschka dengan aibat terjadinya hidrosefalus, edema papil dan
peningkatan tekanan intraranial. Kelainan juga terjadi pada pembuluh-pembuluh
darah yang berjalan dalam ruang subarakhnoid berupa kongesti, peradangan dan
penyumbatan, sehingga selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak
terutama pada bagian korteks, medula oblongata dan ganglia basalis yang
emudian mengakibatkan perlunaka otak dengan segala akibatnya.5,8
e. Gambaran Klinis
Stadium I
Stadium prodromal berlangsung lebih kurang 2 minggu sampai 3 bulan.
permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu
yang ringan atau hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tak
ada nafsu maan, murung, berat badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung,
cengeng, tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Gejala-gejala
tadi lebih sering terlihat pada anak kecil. Anak yang lebih besar mengeluh nyeri
kepala, tak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-muntah, pola tidur terganggu.
Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang-timbul, nyeri kepala, konstipasi,
tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi dan sangat
gelisah.8
Stadium II
Gejala-gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal
terutama pada anak kecil dan bayi. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulain
nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul opistotonus, terdapat tandatanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif menyebabkan si ana
berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry. Kesadaran
makin menurun. Terdapat gangguan nyeri kraniales. Dalam stadium ini dapat
Meningitis
19
terjadi defisit neurologik fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infarota dan
rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi dapat ditemukan atrofi N.II dan khoroid
tuberkel yaitu elainan pada retina yang tampak seperti busa berwarna uning dan
ukurannya sekitar setengah diameter papil.8
Stadium III
Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebaban
oleh tergangguanya regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tak
teratur dan terdapat gangguan pernafasan dalam bentuk Cheyne-stokes atau
kusmaul. Gangguan miksi berupa retensi atau inkontinensia urin. Didapatkan pula
adanya gangguan kesadaran main menurun sampai koma yang dalam. Pada
stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak
memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya.8
f. Diagnosis
Anamnesa diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis,
keadaan sosio-ekonomi, imunisasi, dsb. Sementara itu gejala-gejala yang khas
untuk meningitis tuberulosa ditandai oleh tekanan intrakranial yang meninggi,
muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif, dan pada bayi tampak fontanela
yang menonjol.8
Pungsi lumbal memperlihatkan CSS yang jernih, kadang-kadang sedikit
keruh atau ground glass appereance. Bila CSS didiamkan maka akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10500/ml dan kebanyaan limfosit. Kadang-kadang oleh reaksi tuberkulin yang hebat
terdapat peningkatan jumlah sel, lebih dari 1000/ml. Kadar glukosa rendah, antara
20-40 mg%, kadara klorida dibawah 600mg%. CSS dan endapan sarng laba-laba
dapat diperiksa untuk pembiakan atau kultur menurut pengecatan Ziehl-Nielsen
atau Tan Thiam Hok.5,8,9
Tes tuberkulin terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil. Hasilnya
sering kali negatif karena anergi, terutama pada stadium terminal.8
Meningitis
20
g. Diagnosis banding
Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyait infeksi sistemik
yang disertai kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bakterial lainnya perlu
diperitmbangan secara seksama. Hal ini berkaitan erat dengan program terapi.8
h. Penatalaksanaan
Perawatan umum
Penderita meningitis tuberkulosa harus di rawat di rumah sakit, dibagian
perawatan intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin,
pengobatan dapat segera dimulai.
Perawatan penderita meliputi berbagai aspe yang harus diperhatikan
dengan sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan
gizi pada umumnya, posisi penderita, perawatan kandung kemih dan defekasi,
serta perawatan umum lainnya sesuai dengan kondisi penderita.8
Pengobatan
Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberkulostatika. Tiap jenis
tuberkulostatika mempunyai spesifikasi farmakologik tersendiri. Berikut ini
adalah beberapa contoh tuberulostatika yang dapat diperoleh di Indonesia.4,8,9
1. Isoniazida atau INH, diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg BB/hari (pada
anak) dan pada dewasa dengan dosis 400 mg/hari
2. Streptomisisn, diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan, tidak
boleh terlalu lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari. Oleh karena
bersifat autotoksik maka harus diberikan dengan hati-hati; bila perlu
dilakukan pemeriksaan audiogram. Bila perlu pemberian streptomisin dapat
diteruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan sampai CSS menjadi normal.
sementara itu obat jenis lain dapat diteruskan sampai lebih kurang 2 tahun.
Meningitis
21
3. Rifampisin, diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg BB/hari. Pada orang dewasa
dapat diberikan dengan dosis 600 mg/hari, dengan dosis tunggal. Pada anakanak di bawah 5 tahun harus bersiap hati-hati karena dapat menyebabkan
neuritis optik.
4. PAS atau para-amino-salysilic acid, diberikan dengan dosis 200 mg/kg
bb/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dapat diberikan sampai 12 gram/hari. PAS
sering menyebabkan gangguan nafsu makan.
5. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kg bb/hari sampai 1500 mg/hari,
selama lebih kurang 2 bulan. obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.
Pada umumnya tuberkulostatika diberikan dalam bentuk kombinasi, dikenal
sebagai triple drug, ialah kombinasi antara INH dengan dua jenis
tuberkulostatika lainnya. Dalam keadaan demikian ini kita harus selalu kritis
untuk menilai efetivitas masing-masing obat, terutama dala hal timbulnya
resistensi.
6. Kortikosteroid, biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 m/kg bb/
hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu
kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1-2 minggu.
Pemberian kortiosteroid seluruhnya adalah lebih kurang 3 bulan.
7. Pemberian tuberkulin intratekal, ditujukan untuk mengaktivasi ensm
lisosomal yang menghancurkan eksudat di bagian dasar otak.
8. Pemberian enzim proteolitik seperti streptokinasi secara
intratekal
Meningitis
22
2.2.2
Meningitis viral
a.
Definisi
Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai
manifestasi dari infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen
penyebab, dan penggunaan meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya
parenkim otak dan medula spinalis. Namun, patogen virus dapat menyebabkan
kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.10,12
Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan
pemulihan komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh
enterovirus non polio; maka, karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan
epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral. Campak, polio, dan limfositik
choriomeningitis virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman untuk negara
berkembang. Polio tetap merupakan penyebab utama dari mielitis pada beberapa
daerah di dunia.10,12
b.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, lebih dari 10,000 kasus dilaporkan setiap tahunnya,
c. Etiologi12
Meningitis
23
Saat
ini
adalah
jarang
penyebab
meningitis,
virus
binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non higienis.
Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada
individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien
AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas atas.
Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.
Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis. Kebanyakan
kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan perkuliahan. Campak tetap
merupakan ancaman kesehatan dunia dengan angka penyerangan tertinggi
dari infeksi yang ada; eradikasi dari campak merupakan tujuan kesehatan
masyarakat yang penting dari WHO.
d. Patofisiologi
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen
atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari viral patogen yang
diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan
biasanya terbatas pada herpes viruses (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus
[VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.2,10
Pertahanan tubuh multiple mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi
signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier
mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada system
Meningitis
24
organ awal (ie, respiratory atau gastrointestinal mucosa) dan mencapai akses ke
pembuluh
darah.
Viremia
primer
memperkenalkan
virus
ke
organ
e. Diagnosa2,10,11,12,13
Anamnesa
tidak biasa
Gejala konstitusional lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang
Meningitis
25
derajat rendah pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih
tuberculosis,
sama
halnya
dengan
penggunaan
medikasi,
Pemeriksaan Fisik
Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua agen
penyebab, tetapi beberapa virus mempunyai manifestasi klinis unik yang
dapat membantu pendekatan diagnostic yang terfokus. Pembelajaran klasik
mengajarkan bahwa trias meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan
perubahan status mental, meskipun tidak semua pasien mempunyai gejala ini,
dan nyeri kepala hamper selalu timbul. Pemeriksaan menunjukkan tidak ada
and 40C.
Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningeal (tanda Brudzinski atau
Kernig) dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum kurang
dapat timbul.
Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan
dari parenkim otak (encephalitis)
juga dipertimbangkan, Encephalopathy
(10)
(11)
Gambar 5 Tanda Brudzinski
Meningitis
26
global dan deficit neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks
Pemeriksaan penunjang
Studi Laboratorium
Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam
pemeriksaan penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus
yang berkaitan dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkan
lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP).
Kultur CSF tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogen
dari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari
meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan
maka timbul aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik CSF yang
digunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:
o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000
x 109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel
mononuclear predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat
merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya
kemudian didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis
viral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari
viral, dimana mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan
PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini merupakan bukan
merupakan atran yang absolute bagaimanapun.
o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat
bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.
Meningitis
27
Studi Pencitraan
o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat
termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak
dengan gadolinium.
o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi
intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi
untuk penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan
cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural, ataulesi lain.
Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium
dapat dilakukan.
o MRI dengan contrast
merupakan
standar
kriteria
pada
28
lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV. Terapi dapat dimodifikasi sebagai
hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR ketika telah tersedia. Pasien dalam
kondisi yang tidak stabil membutuhkan perawatan di critical care unit untuk
menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan pencegahan dari komplikasi
sekunder.
Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock viral
pada bayi baru lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum antibiotic
dan asikloviar harus diberikan secepatnya ketika diagnosis dicurigai. Perhatian
khusus harus diberikan terhadap cairan dan keseimbangan elektrolit (terutama
natrum). Restriksi cairan, diuretic, dan secara jarang infuse salin dapat digunakan
untuk mengatasi hiponatremia. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dari traktus
urinarius dan system pulmoner juga penting untuk dilaksanakan
Medikasi
Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic
biasanya itu semua yang dibutuhkan dalam management dari meningitis viral
yang tidak komplikasi.
Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan
meningitis bakteri adalah penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan
patogen harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis. Asiklovir harus
digunakan pada kasus dengan kecurigaan HSV (pasien dengan lesi herpetic), dan
biasanya digunakan secara empiris pada kasus yang lebih berat yang
komplikasinya encephalitis atau sepsis.
Agen Antiemetik: Agen ini digunakan dengan luas untuk mencegah mual dan
muntah.
- Ondansetron
(Zofran)
Antagonis
selektif
5-HT3-receptor
yang
menghentikan
stimulasi
dopamine
dari
zona
pemicu
Meningitis
29
h. Prognosis
Prognosis untuk meningitis viral adalah bonam karena kebanyakan orang
bisa sembuh tanpa efek nyata, namun penelitian baru-baru ini telah menemukan
bahwa beberapa pasien dengan meningitis viral dapat mengembangkan jangka
pendek kehilangan memori dan defisit perhatian. Ada juga beberapa bukti bahwa
anak-anak yang memiliki meningitis viral di bawah usia 1 tahun, dapat
mengembangkan masalah neurologis halus di kemudian hari.10,11,12
Meningitis
30
BAB 3
KESIMPULAN
Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput
otak. Infeksi ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas
kronis yang tinggi. Klinis meningitis dan pola pengobatannya selama masa
neonatus (0 28 hari) biasanya berbeda dengan polanya pada bayi yang lebih tua
dan anak anak. Meningitis dapat terjadi karena infeksi virus, bakteri, jamur
maupun parasit. Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada masa neonatus
dan pasca neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 2
bulan dimana Streptococcus group B, H. influenzae tipe B, meningococcus, dan
pneumococcus semuanya dapat menimbulkan meningitis.
Tanpa memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem
saraf pusat mempunyai sindrom yang serupa. Gejala gejala yang lazim adalah :
nyeri kepala, nausea, muntah, anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya,
kebanyakan dari gejala gejala ini sangat tidak spesifik. Tanda tanda infeksi
sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam adalah : fotofobia, nyeri dan
kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang kejang dan defisit
neurologis setempat. Keparahan dan tanda tanda ditentukan oleh patogen
spesifik, hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis
Meningitis
31
DAFTAR PUSTAKA
Meningitis
32
http://www.health.ny.gov/diseases/communicable/viral_meningitis/fact_sheet.
htm
12. Meningitis Research Foundation. Meningitis Viral. 2013. Available from:
URL: http://www.meningitis.org/disease-info/types-causes/viral-meningitis
13. Triant V.A. Meningitis Viral. 2013. Available from: URL:
http://www.bhchp.org/BHCHP
%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/ViralMeningitis.pdf
Meningitis
33