PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) kini merupakan suatu enritas penyakit
yang membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, mengingat dampak yang
ditimbulkan jangka pendek berupa risiko kematian 6 - 10 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan bayi normal. Dalam jangka panjang terdapat dampak berupa
hipertensi, arteriosklerosis, stroke, diabetes, obesitas, resistensi insulin, kanker, dan
sebagainyaa. Hal tersebut terkenal dengan Barker hipotesis yaitu penyakit pada orang
dewasa telah terprogram sejak dalam uterus.1
Semakin meningkatnya kualitas pelayanan antenatal dan intrapartum serta
penatalaksanaan prematuritas, asfiksia, dan infeksi maka angka kematian perinatal
semakin berkurang, terutama di negara maju. Namun insidensi PJT sebagai penyebab
kematian perinatal cenderung meningkat. Menurut Hellen Kay (2000), sepertiga dari
seluruh kasus bayi dengan berat badan lahir dibawah 2500 gram mengalami PJT,
dimana hampir 4-8% bayi yang lahir ini berasal dari negara berkembang dan 6-30%
bayi yang lahir dikategorikan dengan PJT.3
Kini WHO menganjurkan agar kita memperhatikan masalah ini karena akan
memberikan beban ganda. Di Jakarta dalam suatu survei ditemukan bahwa pada
golongan ekonomi rendah, prevalensi PJT lebih tinggi (14 %) jika dibandingkan
dengan golongan ekonomi menengah keatas (5 %).1
Bayi dengan berat badan lahir rendah yang kecil masa kehamilan (KMK)
sering ditandai mengalami hambatan pertumbuhan janin. Istilah retardasi
pertumbuhan janin sudah tidak terpakai, karena retardasi menyiratkan fungsi
mental yang abnormal, yang bukan merupakan maksud sebenarnya. Di perkirakan
sebanyak 3 hingga 10 persen janin mengalami hambatan pertumbuhan.2
PJT merupakan 10% komplikasi dari seluruh kehamilan. Dimana hal ini
berhubungan dengan angka kematian perinatal yaitu 6 sampai 10 kali lebih tinggi
dibanding bayi dengan pertumbuhan yang normal dan merupakan penyebab kedua
terpenting kematian perinatal setelah persalinan prematuritas. Penyebab PJT adalah
multifaktorial. Secara luas, defisiensi asupan gizi maternal dan perfusi uteroplasenta
yang tidak adekuat adalah salah satu penyebab terbanyak dari PJT.6
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan pertumbuhan janin terhambat?
2. Bagaimanakah etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosa, penatalaksanaan
dan pencegahan pertumbuhan janin terhambat ?
gejala,
diagnosa,
MANFAAT PENULISAN
Sebagai pengetahuan mengenai pertumbuhan janin terhambat dan juga menambah
pengetahuan
mengenai
etiologi,
klasifikasi,
tanda
dan
gejala,
diagnosa,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Definisi menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang
terhambat adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standard
atau ukuran standard yang sesuai dengan usia kehamilannya.
Janin yang tidak berkembang atau biasa disebut pertumbuhan janin terhambat
(PJT) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi
dimana berat janin tidak sesuai dengan masa kehamilan. Kondisi ini dapat diketahui
apabila berat janin berada dibawah kisaran normal berat janin yang ditentukan.
Selain itu, tanda yang paling mudah ditemukan adalah tidak seimbangnya besar
rahim dengan usia kehamilan.5
Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila janin kurang dari 10% dari berat
yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan yang
terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan. Dahulu PJT disebut
sebagai intra uterine growth retardation (IUGR), tetapi istilah retardation kiranya
tidak tepat. Tidak semua PJT adalah hiposik atau patologik karena 25-60% yang
berkaitan dengan konstitusi dan besar orang tua.1
2.2
2.3
KLASIFIKASI
Terjadinya PJT dapat dikalsifikasikan ke dalam tiga kelompok :2,3
1. PJT tipe-1 (simetris, proporsional)
Pada PJT tipe-1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil akibat
berkurangnya potensi pertumbuhan janin dan berkurangnya proliferasi seluler ke
semua organ janin. PJT tipe-1 ditandai dengan berat badan, lingkar kepala dan
panjang badan yang berada dibawah oersentil ke-10. PJT simetris ini terjadi
selama kehamilan trimester ke-1 dan trimester ke-2 dan angka kejadiannya kirakira 20-30% dari seluruh bayi PJT.
Gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di mana total jumlah sel kurang, ini
biasanya disebabkan oleh gangguan kromosom atau infeksi kongenital misalnya
TORCH. Proses patologis berada di organ dalam sampai kepala.
2. PJT tipe-2 (asimetris, disproporsional)
PJT tipe-2 ini terjadi karena janin kurang mendapatkan nutrisi dan energi,
sehingga
sebagian
besar
energi
digunakan
secara
langsung
untuk
dianggap
lebih
terlindung
dari
seluruh
efek
penghambatan
pertumbuhan. PJT asimetris ini umumnya terjadi akibat insufisiensi plasenta. PJT
asimetris mempunyai ukuran kepala normal tetapi lingkar perut kecil. PJT tipe-2
memiliki berat badan yang kurang dari persentil-10. PJT asimetris terjadi pada
trimester terakhir, yang disebabkan karena terjadinya penurunan kecepatan
pertumbuhan. Angka kejadiannya kira-kira 70-80 % dari seluruh bayi PJT.
Gangguan terjadi pada fase Hipertrofi, di mana jumlah total sel normal tetapi
ukurannya lebih kecil. Biasanya gangguan ini disebabkan oleh faktor maternal
atau faktor plasenta.
3. PJT Kombinasi
Terjadi pada kehamilan 20 28 minggu yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi
antara gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada
malnutrisi ibu, kecanduan obat atau keracunan. Bayi mungkin mengalami
pemendekan skeletal, sedikit pengurangan dari masa jaringan lunak. Jika
manutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan parah, janin kemungkinan akan
4
Asimetris
Insidensi 20-30 %
Terjadi pada trimester ke-1 & ke-2
Kecil secara simetris
Menghambat seslular embrionik
Menurunnya jumlah & ukuran sel
Rasio kepala/abdomen dan femur/abdomen
Insidensi 70-80%
Terjadi pada trimester ke-3
Kepala lebih besar dai abdomen
Menghambat hipertrofi selular
Menurunnya ukuran sel
Rasio kepala/abdomen dan femur/abdomen
yang normal
Penyakit genetik, infeksi
Komplikasi neonatus, prognosis buruk
yang meningkat
Insufisiensi pembuluh darah plasenta
Biasanya keadaan neonatur agak buruk dan
membaik bila komplikasi dihindari atau
diterapi secara adekuat.
2.4
ETIOLOGI
Etiologi dalam gangguan pertumbuhan janin dibagi menjadi 3 kategori :2,3,6
1. Faktor Ibu
Hipoksia Kronik
Kehamilan Multiple
Malformasi Uterus
3. Faktor Janin
Infeksi
Intaruteri
(Cytomegalovirus,
Malaria,
Parvovirus,
Rubella,
Tipe simetris
a.
b.
c.
Malformasi kongenital
Semakin berat malformasi semakin besar pula bayi kemungkinan
mengalami retardasi pertumbuhan. Hal ini terutama terbukti pada janin
dengan abnormalitas kromosom atau yang mengalami malformasi
kardiovaskular serius.
d.
Kelainan kromosom
Janin-janin dengan trisomi autosomal memiliki plasenta dengan penurunan
jumlah arteri yang borotot kecil di batang vili tersier. Tergantung pada
6
Sindrom dwarf
Tipe asimetris
a.
Penyakit vaskuler
Penyakit vaskuler kronis umumnya menyebabkan hambatan pertumbuhan,
terutama jika kehamilan disertai dengan komplikasi preeklamsia yang
tumpang tindih. Preeklampsia dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan
janindan merupakan indikator keparahan penyakit vaskular kronik, terutama
apabila awitannya terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
b.
c.
Hipoksia kronis
Beberapa kondisi yang terkait dengan hipoksia uteroplasenta antara lain
preeklampsia, hipertensi kronik, asma, merokok, dan menetap di dataran
tinggi. Ibu yang tinggal di dataran tinggi bayi yang dilahirkan mempunyai
berat badan rendah dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
tinggal di dataran yang lebih rendah. Dan ibu dengan penyakit jantung
sianotik akan mengalami pertumbuhan janin yang terhambat.
d.
Anemia maternal
Pada sebagian besar kasus, anemia pada ibu tidak menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat. Pengecualian meliputi penyakit sickle-cell
dan beberapa anemia bawaan lainnya.
e.
f.
Solutio plasenta lokal yang kronis, infark yang luas, korioangioma dapat
menyebabkan retardasi pertumbuhan.
g.
Janin multipel
Kehamilan dengan dua janin atau lebih kemungkinan besar dipersulit
dengan pertumbuhan yang melambat pada satu janin atau lebih
dibandingkan dengan bayi tunggal yang normal.
h.
Kehamilan preterm
i.
Kehamilan ekstrauteri
Jika plasenta berimplantasi di luar uterus, janin umumnya mengalami
peningkatan resiko hambatan pertumbuhan.
3.
Obat-obat teratogenik
Sejumlah obat dan bahan kimia dapat memberi dampat buruk terhadap
pertumbuhan janin. Beberapa bersifat teratogenik dan berpengaruh pada
pertumbuhan janin sebelum organogenesis lengkap. Beberapa memengaruhi
atau terus memengaruhi janis setelah embriogenesis janin berakhir pada 8
minggu.
Beberapa obat imunosupresan antirejeksi (antirejection imunosupressant)
yang digunakan untuk terapi transplantasi organ terlibat sebagai salah satu
penyebab PJT. Selain itu, rokok, opiat dan obat-obatan terkait, alkohol, serta
kokain dapat menyebabkan PJT. Wanita perokok cenderung makan lebih
sedikit karena itu ibu akan kekurangan substrat didalam darahnya, selain itu
merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi
pengurangan jumlah pengaliran darah ke dalam ruang intervillus. Konsumsi
kafein selama kehamilan baru-baru ini dikaitkan dengan PJT. Pertumbuhan
janin yang melambat mungkin berhubungan dengan ekspresi enzim
fenotripik yang memperlambat metabolisme kafein.
b.
2.5
Malnutrisi berat
PATOLOGI
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang
abnorrnal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolik
menjadi abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester
akhir sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil
daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan
tingkat seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria.1
Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat
banyak dan antioksidan yang relatif kurang (misalnya: preeklampsia) akan menjadi
lebih parah. Soothiil dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas
darah pada PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemia,
dan eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetrik lebih parah jika dibandingkan
dengan simetrik.1
Penyebab PJT simetrik ialah faktor janin atau lingkungan uterus yang kronik
(diabetes, hipertensi). Faktor janin ialah kelainan genetik (aneuplodi), umumnya
trisomi 21, 13, dan 18. Secara keseluruhan PJT kenyataannya hanya 20 % saja yang
asimetrik pada penelitian terhadap 8.722 di Amerika.1
2.7
MANIFESTASI KLINIS
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat,
dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu
dibanding pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul
sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini
9
terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup
untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena
infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil untuk masa kehamilan
bisa
diakibatkan
karena
faktor
genetik
(kedua
orangtua
kecil),
PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat dini
sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. Sementara, PJT
yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem lain.
Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas.
Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah
kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal, dan janin
berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan
mengalami keadaan berikut :
Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi
segera setelah lahir)
2.8
DIAGNOSIS
Penentuan awal usia kehamilan, perhatikan penambahan berat badan ibu dan
pengukuran pertumbuhan fundus uterus secara seksama selama kehamilan akan
mengidentifikasi banyak kasus pertumbuhan janin yang abnormal pada perempuan
berisiko rendah. Faktor-faktor risiko termasuk pertumbuhan janin terhambat
sebelumnya meningkatkan kemungkinan terulang kembali. Secara khusus, tingkat
kekambuhan atau rekurensi diyakini hampir 20%. Pada perempuan dengan faktor
10
3. Pengukuran Ultrasonografi
Semua kehamilan harus mendapatkan pemeriksaan ultrasonik secara rutin dengan
tujuan dapat membantu mendiagnosis pertumbuhan janin terhambat. Sebaiknya
kepastian PJT dapat dibuat apabila terdapat data USG sebelum 20 minggu
sehingga pada kehamilan 32 - 34 minggu dapat ditentukan secara lebih tepat.
Pemeriksaan Ultrasonografi yang rutin pada usia gestasi 16 sampai 20 minggu
untuk menetapkan usia kehamilan dan menyingkirkan anomali yang tampak,
diikuti oleh pemeriksaan pada minggu ke 32 sampai 34 untuk mengevaluasi
pertumbuhan janin. Metode Ultrasonografi optimal untuk memperkirakan ukuran
janin dan adanya pertumbuhan janin terhambat. Menggabungkan ukuran kepala,
abdomen dan femur secara teoritis akan meningkatkan akurasi peramalan ukuran
janin.1,2
Hasil dari ultrasonografi yang ditemukan pada PJT :
1. Diameter Biparietale
Memiliki variasi fisiologi yang sangat tinggi dengan semakin bertambahnya
usia kehamilan, sehingga bukan merupakan penentu yang ideal. Hal ini
disebabkan oleh lambatnya penurunan pertumbuhan tulang tengkorak karena
malnutrisi dan adanya berubah bentuk tengkorak oleh kekuatan luar
(oligohidramnion, presentasi bokong). Campbell (1972), mengenali dua pola
teknik pemeriksaan. Pada pola low-profile, pertumbuhan kepala terus rendah
disepanjang kehamilan dan keadaan ini berkaitan dengan anomali kongenital,
infeksi serta abnormalitas kromosom, sedangkan pada pola late-flattening
ditandai dengan pertumbuhan kepala janin yang sebelumnya normal diikuti
dengan perlambatan pada trimester ketiga. Pola ini berkaitan dengan faktor
maternal dan plasental seperti hipertensi.1,2
2. Rasio Lingkar Kepala Terhadap Lingkar Abdomen
Normalnya lingkar kepala lebih besar dari lingkar abdomen sampai
kehamilan mencapai usia kurang dari 32 minggu. Pada usia kehamilan antara
32 dan 36 minggu, kedua sirkumferensia tersebut sama besarnya. Setelah usia
36 minggu, sirkumferensia abdomen biasanya melampaui sirkumferensia
kepala. Lingkar perut (AC), diukur melewati hati. Merupakan parameter yang
paling baik dengan sensitivitas mencapai 82 % dan berguna secara klinik
untuk menggambarkan status nutrisi janin. Teknik ini dapat digunakan untuk
12
ginjal.1,2
Berat Janin
Berbagai rumus yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran diameter janin,
sikumferensia dan daerah dari semua bagian tubuh dapat digunakan untuk
mengukur taksiran berat janin yang dapat pula digunakan untuk mendeteksi
adanya retardasi pertumbuhan.1,2
Taksiran berat badan janin (TBJ) yang paling banyak digunakan yakni
pengukuran
berdasarkan
ukuran
diameter
biparietal
(BPD),
heas
PJT.
lempeng korion yang halus, biasanya terdapat pada kehamilan 30-32 minggu
dan dapat bertahan hingga aterm. Derajat II memiliki densitas berbentuk
koma dan derajat III memiliki indentasi lempeng korion.2
4. Velosimetri Dopler
Velosimetri Doppler arteri umbilikalis abnormal ditandai dengan tidak ada atau
berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukkan tahanan yang meninggi,
secara unik telah dikaitkan dengan hambatan pertumbuhan janin. Penggunaan
velosimetri doppler dalam penatalaksanaan pertumbuhan janin terhambat telah
13
KOMPLIKASI
Komplikasi pada PJT dapat terjadi pada janin dan ibu :
1.
Janin
Antenatal : gagal nafas dan kematian janin
Intranatal : hipoksia dan asidosis
Setelah lahir :
a. Langsung
Asfiksia
Hipoglikemi
Aspirasi mekonium
DIC
Hipotermi
Polisitemia
Hiperviskositas sindrom
Gangguan gastrointestinal
b. Tidak langsung
Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari
sejak kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana
terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk
ialah PJT yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom.
2. Ibu
3.0
Preeklampsia
Penyakit jantung
Malnutrisi
PENATALAKSANAAN
14
Pemeriksaan
untuk
mendeteksi
toksoplasmosis,
rubella,
PENCEGAHAN
Pencegahan PJT idealnya dimulai sebelum konsepsi terjadi dengan mengoptimalkan
kondisi kesehatan ibu, pengobatan, dan gizi yang baik. Penghentian kebiasaan
merokok sangat dianjurkan. Faktor-faktor risiko lainnya mengacu pada kondisi ibu,
seperti profilaksis antimalaria bagi perempuan yang tinggal di daerah endemik dan
koreksi defisiensi besi.2
Pada kehamilan-kehamilan risiko terjadi PJT, misalnya pada perempuan hipertensi
atau dengan riwayat PJT sebelumnya, profilaksis dengan aspirin dosis rendah pada
awal kehamilan telah terbukti mengurangi PJT sebesar 10%.2
16
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti
diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang
serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari
dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan
menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan
tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga
baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan
tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik. 5,7
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah PJT pada janin untuk setiap ibu
hamil sebagai berikut :
1. Usahakan hidup sehat.
Konsumsilah makanan bergizi seimbang. Untuk kuantitas, makanlah seperti biasa
ditambah ekstra 300 kalori/hari.
2. Hindari stress selama kehamilan.
Stress merupakan salah satu faktor pencetus hipertensi.
3. Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan.
Setiap akan mengkonsumsi obat, pastikan sepengetahuan/resep dokter kandungan.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu kondisi dimana berat janin tidak sesuai dengan masa
kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila janin kurang dari 10% dari
berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan yang
terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan.
Etiologinya dapat berasal dari faktor ibu, uterus dan plasenta, maupun dari janin
itu sendiri. PJT diklasifikasikan menjadi tipe simetris, asimetris, dan kombinasi
keduanya. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat, dan
berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dam layu dibanding pada bayi
normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari berhentinya
pertumbuhan jaringan atau sel.
Diagnosis PJT dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit ibu
(faktor resiko), pemeriksaan fisik (TFU yang tidak sesuai dengan usia kehamilan), dan
pemeriksaan penunjang (USG, Velosimetri Dopler).
Dengan penatalaksanaan yang baik, mulai dari pemeriksaan secara teratur,
setidaknya dapat mengurangi kejadian PJT. Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat
dicegah. Faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Menghindari
cara hidup berisiko tinggi (rokok, alkohol, stress), makan makanan bergizi, dan
lakukan kontrol kehamilan (prenatal care) secara teratur dapat menekan risiko
munculnya PJT.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Winknjosastro, Gulardi H. 2009. Pertumbuhan Janin Terhambat dalam Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina
Pustaka. Hal 696-700.
2. Cunningham dkk. 2013. Gangguan Pertumbuhan Janin dalam Williams
Obstetri Edisi 23 Volume 2. Jakarta : EGC. Halaman 888-900.
3. Susilawati, Dessy. 2009. Volume dan Fungsi Sekresi Ginjal Pada
Pertumbuhan Janin Terhambat dan Normal Dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi. Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUSU.
4. Castro Lony et al. 2003. Intrauterine Growth Restriction Is Accompanied By
Decreased Renal Volume In The Human Fetus. Am J Obstet Gynecol, 188:
1320-325.
5. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT). Dalam http://www.klikdokter.com.
Diakses tanggal 29 Desember 2014
6. Midewiferoom.
Pertumbuhan
Janin
Terhambat.
Available
at
http://midwiferoom.blog.com/2008/11/22/pertumbuhan-janin-terhambat/
7. Waspadai
Pertumbuhan
Janin
Terlambat
(PJT).
Dalam
http://www.kafebalita.com. Diakses tanggal 29 Desember 2014.
8. Lausman, Andrea. 2012. Screening, Diagnosis, and Management of
Intrauterine Growth Restriction. Journal Obstet Gynaecol. Vol 1. Hal 17
28.
20